BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kebijakan Deviden
Dividen merupakan bagian dari net profit (laba bersih) yang akan dibagikan kepada para pemegang saham. Dividen merupakan bagian dari
keuntungan perusahaan yang didistribusikan kepada para pemegang saham dan
pada umumnya dapat dilakukan secara berkala baik dalam bentuk uang (Cash), dividen saham (Stock Dividend), dan dividen ekstra. Dividen ekstra diberikan sebagai tambahan pembayaran dividen pada pemegang saham karena adanya
kelebihan harga yang diperoleh perusahaan dari yang diprediksikan. Dividen
ekstra biasanya diberikan oleh perusahaan yang menganut kebijakan dividen kecil
yang teratur (Hermuningsih, 2007).
Kebijakan perusahaan terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan
yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua
pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para
pemegang saham dan pihak kedua perusahaan itu sendiri. Dividen diartikan
sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan dengan
keuntungan yang diperoleh. Kebijakan dividen adalah kebijaksanaan yang
berhubungan dengan pembayaran deviden oleh pihak perusahaan, berupa
penentuan besarnya pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk
Apabila manajemen meningkatkan porsi laba perlembar saham yang
dibayarkan sebagai dividen, maka pihak manajemen dapat meningkatkan
kesejahteraan para pemegang saham. Hal ini menyarankan bahwa keputusan
dividen yaitu jumlah dividen yang dibayarkan merupakan suatu hal yang sangat
penting. Dalam banyak hal dividen sering diperlakukan sebagai pertimbangan
terakhir setelah pertimbangan investasi dan pertimbangan pembiayaan lainnya,
sehingga timbul the residual theory of dividend. Di samping itu ada juga yang mempertimbangkan pembagian dividen kas untuk mengurangi masalah keagenan,
sehingga timbul peranan dividen dalam mengurangi masalah keagenan (agency problems), dan masih banyak lagi pertimbangan manajemen dalam menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan.
Kebijakan dividen merupakan kebijakan yang dapat dikaitkan dengan
penentuan apakah laba yang dihasilkan oleh perusahaan akan dibagikan kepada
para pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan (hold) oleh perusahaan dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan terhadap pembayaran dividen
merupakan keputusan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Kebijakan ini
akan melibatkan dua pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu
pihak pertama para pemegang saham dan pihak kedua adalah pihak manajemen
atau perusahaan itu sendiri.
Kebijakan Dividen adalah salah satu kebijakan yang harus diambil oleh
manajemen untuk memutuskan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama
satu periode akan dibagi semua atau dibagi sebagian dan sebagian lagi tidak
dibagi dalam bentuk laba ditahan (Tampubolon, 2004). Apabila perusahaan
mengurangi jumlah laba yang ditahan yang akhirnya juga mengurangi sumber
dana intern yang akan digunakan untuk mengembangkan perusahaan. Apabila perusahaan tidak membagikan labanya sebagai dividen akan bisa memperbesar
sumber dana intern perusahaan dan akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengembangkan perusahaan, sehingga akan menaikkan nilai perusahaan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan dividen dalam penelitian ini
adalah Dividend Payout Ratio (DPR) (Brigham dan Houston, 2006).
Setiap perusahaan, di satu sisi mengharapkan adanya pertumbuhan
perusahaan, dan di sisi lain juga ingin membagikan dividen kepada para
pemegang saham. Oleh karena itu, dalam hal ini manajemen perusahaan
hendaknya dapat membuat kebijakan dividen yang tepat dan cermat, artinya
manajemen perusahaan harus dapat menentukan berapa persen laba yang harus
dibegikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen dan berapa persen
laba yang harus ditahan untuk mendukung pertumbuhan investasi perusahaan,
sehingga kepentingan para pemegang saham dan kepentingan perusahaan dapat
terpenuhi. Karena penentuan kebijakan dividen tersebut tidak mudah, biasanya
perusahaan menggunakan media yaitu dengan melaksanakan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) untuk membuat keputusan mengenai penentuan
kebijakan dividen tersebut.
Penelitian ini menetapkan dividend payout ratio sebagai proksi kebijakan dividen, didasarkan suatu pertimbangan bahwa DPR lebih banyak digunakan
untuk mengukur persentase dividen tunai yang diberikan oleh perusahaan kepada
para pemegang saham atas laba per lembar saham yang dihasilkan dalam periode
dijadikan ukuran oleh para investor yang hendak menanam modal pada saham di
bursa efek. DPR dapat dihitung secara manual dengan rumus sebagai :
� � � � � � DPR =D vL P r L P r L r Sr S
Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki dividend payout ratio besar menunjukkan perusahaan tersebut memiliki kinerja finansial yang baik.
Perusahaan yang memberikan dividen dalam jumlah yang relatif besar akan
melahirkan sentimen positif pada para investor, dan akan membuat para investor
termotivasi untuk menanam modal yang dimiliki pada saham perusahaan tersebut.
Dari beberapa penjelasan di atas dengan demikian kebijakan dividen dapat
mempengaruhi nilai perusahaan.
2.1.2 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan daya tarik utama bagi pemilik perusahaan
(Pemegang Saham) karena profitabilitas adalah hasil yang diperoleh melalui
usaha manajemen atas dana yang diinvestasikan oleh para pemegang saham dan
juga mencerminkan pembagian laba yang menjadi haknya yaitu seberapa banyak
yang diinvestasikan kembali dan seberapa banyak yang dibayarkan sebagai
dividen tunai ataupun dividen saham kepada mereka (Jusriani dan Shiddiq, 2013).
Menurut (Soliha dan Taswan, 2002) menyatakan bahwa profitabilitas adalah
tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat
menjalankan operasinya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang
decisions.” Maksudnya profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan perusahaan.
Profitabilitas sebagai tolak ukur dalam menentukan alternatif pembiayaan,
namun cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan yaitu tergantung pada
laba dan aktiva yang dibagikan yaitu laba bersih setelah pajak (Net Income) yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan di bagi total aktiva (Total Assets). Menurut Sulistyowati, et al (2010), “Profitabilias berpengaruh positif terhadap
kebijakan deviden, dikarenakan profitabilitas merupakan kemampuan Perusahaan
untuk menghasilkan laba dan deviden akan dibagi apabila Perusahaan tersebut memperoleh laba”. Menurut Wirjolukito, et al dalam Suharli (2007) dalam
Sulistyowati, et al (2010) Profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayar deviden. Laba setelah pajak diperoleh Perusahaan
sebagian dibagikan dalam bentuk deviden dan sebagian lain di tahan di
Perusahaan (laba ditahan). JIka laba yang diperoleh besar, maka deviden yang
akan dibagikan besar, namun jika laba yang diperoleh kecil maka laba yang akan
dibagikan kecil.
Setiap perusahaan yang didirikan, berorientasi kepada profit yang
dihasilkan dengan tidak mengorbankan kepentingan pelanggannya, agar
mendapatkan kepuasan. Perolehan profit merupakan ukuran keberhasilan kinerja
finansial perusahaan. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah
strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi
Rasio profitabilitas yang diukur dengan Return on asset (ROA) merupakan pengukuran kemampuan perusahaaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan.
ROA digunakan untuk melihat tingkat efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. Semakin tinggi rasio proitabilitas ini, maka semakin baik suatu
perusahaan.
Penelitian ini menggunakan istilah profitabilitas dengan Return On Assets (ROA), karena ROA merupakan salah satu dari rasio profitabitas. Rasio ROA
mencerminkan hasil dari dana yang diinvestasikan oleh investor. Para
investor menanamkan sahamnya pada perusahaan bertujuan untuk memperoleh
return saham. Return saham terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh profit, maka semakin besar return saham yang diharapkan oleh para investor. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki
profitabilitas tinggi akan diminati sahammnya oleh para investor.
Perbaikan ROA merupakan cerminan dari perbaikan profitabilitas,
yang dapat dijadikan sebagai titik awal dari pencapaian skala ekonomi yang
relevan, pengurangan biaya pencarian hubungan antara perusahan dengan
konsumen dan supplier, pengurangan biaya overhead yang tidak memberi nilai tambah pada produk dan mengeliminasi biaya yang tidak memberikan
kontribusi terhadap kebutuhan konsumen. Return On Asset (ROA) dapat diukur dengan skala rasio dan besarnya dinyatakan dengan persentase (%), atau dapat
dihitung secara manual dengan rumus sebagai berikut (Syamsuddin Lukman,
2007) :
2.1.3 Cash Position
Cash Position yang ada pada sebuah perusahaan merupakan salah satu faktor yang paling pentig yang harus dipertimbangkan, sebelum perusahaan
menentukan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang
saham di perusahaan. Pembayaran dividen merupakan arus kas keluar, sehingga
semakin kuat Cash Position perusahaan, berarti semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Cash Position dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir tahun dengan laba bersih setelah pajak.
Cash Position perusahaan merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya
dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang sahamnya. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuat cash position perusahaan,
berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Riyanto,
2001 : 267). Cash Position merupakan rasio kas akhir tahun dengan earning after tax. Bagi perusahaan yang memiliki cash position yang semakin kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Faktor ini merupakan
faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya
dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen (Sudarsi, 2002 : 79).
ℎ � � � CP =Laba bersih setelah pajakSaldo Kas Akhir
2.1.4 Keputusan Investasi
Menurut Gitosudarma dan Basri (2008) menyatakan bahwa “Investasi
investasi di suatu perusahaan menyangkut pemilihan terhadap investasi yang
diinginkan untuk memperoleh keuntungan dari berbagai kesempatan investasi
yang ada, yaitu dengan memilih salah satu atau lebih alternatif investasi yang
dinilai paling menguntungkan investor.
Keputusan untuk investasi cenderung dilakukan pada aset tetap karena nilainya relatif besar. Gitosudarmo dan Basri (2008) menjelaskan, “Suatu
perusahaan melakukan investasi terhadap aset tetap dalam beberapa bentuk,
seperti penggantian aset tetap, ekspansi atau perluasan, diversifikasi produk,
eksplorasi, penelitian dan pengembangan dan lain – lain.” Beberapa bentuk investasi tersebut merupakan satu set kesempatan investasi yang harus dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengembangkan usaha.
Keputusan investasi adalah penanaman modal dengan harapan akan
memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang (Jogiyanto, 2010). Menurut
signaling Theory, informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak luar perusahaan merupakan hal yang penting. Menurut (Jogiyanto,
2010), informasi yang dipublikasi sebagai suatu pengumuman akan memberikan
signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman
tersebut mengandung nilai positif, maka akan banyak investor yang berinvestasi
keperusahaan.
Pengambilan keputusan terhadap investasi biasanya sangat sulit, karena
perlu dilakukan penilaian terlebih dahulu terhadap investasi atas situasi di masa
yang akan datang yang tidak dapat diramal karena adanya faktor ketidakpastian di
masa depan. Gitosudarmo dan Basri (2008) menjelaskan,“Ketidakpastian masa
kekuatan-kekuatan persaingan, dan tindakan-tindakan atau kebijakan-kebijakan pemerintah.” Itulah sebabnya, setiap perusahaan yang akan melakukan investasi
hendaknya dapat mengantisipasi hal-hal tersebut berdasarkan data historis,
perilaku konsumen, survei pasar, dan juga ketajaman intuisi manajer.
Keputusan investasi pada penelitian ini diproksikan dengan Price Earning Ratio (PER). “Pendekatan PER merupakan pendekatan yang lebih populer dipakai dikalangan analisis saham dan para praktisi” (Tandelilin, 2001 dalam
Ayuningtiyas). Dalam pendekatan price earning ratio atau disebut juga pendekatan multiplier, investor akan menghitung berapa kali (multiplier) nilai earning yang tercermin dalam harga suatu saham. “PER menggambarkan rasio atau perbandingan antara harga saham terhadap earning (laba) perusahaan” (Tandelilin, 2001 dalam Ayuningtiyas). Dari beberapa penjelasan di atas dengan
demikian keputusan investasi yang diproksikan dengan Price Earning Ratio (PER) dapat mempengaruhi nilai perusahaan. PER dapat dihitung secara manual
dengan rumus sebagai berikut (Fakhruddin dan Hadianto (2001) dalam
Ayuningtiyas ) :
� � � � � � PER =Laba per Lembar SahamHarga Saham
2.1.5 Kebijakan Utang
Utang merupakanh instrumen yang sangat sensitive dalam pengelolaan perusahaan. Kebijakan utang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang
bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur
modal karena utang merupakan bagian dari penentuan struktur modal yang
Menurut Dewi (2008), Gupta dan Bunga (2010) dan diperkuat oleh Kadir (2010) “ bahwa kebijakan utang berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden”.
Apabila Perusahaan memiliki tingkat utang yang tinggi, maka Perusahaan
berusaha mengurangi agency cost of debt dengan mengurangi utangnya. Pengurangan utang dapat dilakukan dengan membiayai investasinya dengan
sumber dana internal, sehingga pemegang saham merelakan devidennya.
Sehingga semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal
suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya yang akan
mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan
Kebijakan utang menggambarkan keputusan yang diambil oleh
management dalam menentukan sumber pendanaannya. Kreditor dan pemegang
saham tertarik pada kemampuan perusahaan dalam membayar bunga pada saat
jatuh tempo dan untuk membayarkan kembali jumlah pokok utang pada saat jatuh
tempo.
Pembiayaan dengan utang, memiliki 3 implikasi penting yaitu :
1. Memperoleh dana melalui utang membuat pemegang saham dapat
mempertahankan pengendalian atas perusahaan dengan investasi yang terbatas,
2. Kreditur melihat ekuitas, atau dana yang disetor pemilik, untuk memberikan
margin pengaman, sehingga jika pemegang saham hanya memberikan sebagian kecil dari total pembiayaan, maka risiko perusahaan sebagian besar ada pada
kreditur;
3. Jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas investasi
yang dibiayai dengan dana pinjaman dibanding pembayaran bunga, maka
pengembalian yang diperoleh atas investasi yang dibiayai dengan dana
pinjaman dibandingkan dengan bunga, maka pengembalian atas modal pemilik
semakin kecil.
Menurut Mardiyati, et al (2012) kebijakan utang merupakan kebijakan
perusahaan tentang seberapa jauh sebuah perusahaan menggunakan pendanaan
utang. Terdapat beberapa teori tentang pendanaan utang yaitu:
a. Teori struktur modal dari Miller dan Modligiani (Capital Structure Theory). Pada teori ini mereka berpendapat bahwa dengan asumsi tidak ada pajak,
bancruptcy cost, tidak adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan para pemegang saham, dan pasar terlibat dalam kondisi yang efisien,
maka value yang bisa diraih oleh perusahaan tidak terkait dengan bagaimana perusahaan melakukan strategi pendanaan. Setelah menghilangkan asumsi
tentang ketiadaan pajak, utang dapat menghemat pajak yang dibayar (karena
utang menimbulkan pembayaran bunga yang mengurangi jumlah penghasilan
yang terkena pajak).
b. Trade Off Theory
Pada teori ini menjelaskan bahwa semakin tinggi perusahaan melakukan
pendanaan menggunakan utang maka semakin besar pula resiko mereka untuk
mengalami kesulitan keuangan karena membayar bunga tetap yang terlalu
besar bagi para debtholders setiap tahunnya dengan kondisi laba bersih yang belum pasti (bancruptcy cost of debt).
c. Pendekatan teori keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik
manajer sebenarnya adalah konsep free cash flow. Tetapi ada kecenderungan bahwa manajer ingin menahan sumber daya (termasuk free cash flow) sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. utang bisa dianggap sebagai
cara untuk mengurangi konflik keagenan terkait free cash flow. Jika perusahaan menggunakan utang maka manajer akan dipaksa untuk
mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga).
d. Teori Signalling
Jika manajer memiliki keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan
karenanya ingin agar harga saham meningkat, manajer tersebut tentunya ingin
mengkomunikasikan hal tersebut kepada para investor.Manajer bisa
menggunakan utang yang lebih banyak, yang nantinya berperan sebagai sinyal
yang lebih terpercaya. Ini karena perusahaan yang meningkatkan utang bisa
dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa
yang akan datang. Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut, sinyal
yang mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai prospek yang prospektif
di masa depan. Jadi, kita dapat menyimpulkan dari penjelasan diatas
bahwasanya utang merupakan tanda atau signal positif dari perusahaan.
Penelitian ini menggunakan istilah kebijakan utang dengan Debt to Equity Ratio (DER), karena DER menunjukkan seberapa besar aset perusahaan diperoleh atau didanai dengan utang. DER juga menunjukkan risiko yang dihadapi oleh
perusahaan berkaitan dengan utang yang dimilikinya. DER dapat dihitung secara
manual dengan rumus sebagai berikut (Syamsuddin Lukman, 2007) :
2.2. Review Peneliti Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan dasar dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Sunarya (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Kebijakan Utang, Profitabilitas dan Likuiditas terhadap Kebijakan Dividen dengan Size sebagai Variabel Moderasi.” Dengan kesimpulan:
a. Kebijakan Utang berpengaruh negatif signifikan terhadap Kebijakan
Dividen.
b. Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap Kebijakan Dividen.
c. Likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan Dividen.
d. Nilai dari koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa Kebijakan
Dividen hanya dapat dijelaskan oleh Variabel Kebijakan Utang,
Profitabilitas, Likuiditas, Dummy Size dan interaksi Likuiditas dengan Dummy Size sebesar 8,9% dan sisanya 91,1% dijelaskan oleh variabel lainnya.
2. Penelitian Sulistiyowati, et al (2010) dengan judul penelitian “Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Growth terhadap Kebijakan Dividen dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Intervening ” Dengan kesimpulan penelitian:
a. Dalam analisis regresi Profitabilitas, Leverage, dan Growth tidak ada satupun variabel tersebut berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen dengan
b. Dalam path analysys bahwa Profitabilitas, Leverage, dan Growth tidak memiliki pengaruh terhadap Kebijakan Dividen dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Intervening.
3. Penelitian Sandy dan Asyik (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Profitabilitas dan Leverage terhadap Kebijakan Dividen Kas pada Perusahaan Otomotif”. Dengan kesimpulan:
a. Profitabilitas dan Likuiditas secara bersama – sama memiliki pengaruh terhadap Kebijakan dividen Kas.
b. Rasio Profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Kebijakan
Deviden Kas.
4. Penelitian Suharli (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Profitability dan Investment Oppurtunity Set terhadap Kebijakan Dividen dengan Likuiditas sebagai Variabel Penguat” Dengan kesimpulan:
a. Likuiditas dapat digunakan sebagai Variable Penguat dalam
mempengaruhi Profitabilitas dan Investment Oppurtunity Set
b. Hanya variable profitabilitas yang memiliki pengaruh signifikan dalam
Kebijakan jumlah pembagian deviden
5. Penelitian Marpaung dan Hadianto (2009) dengan judul penelitan “Pengaruh
Profitabilitas dan Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Dividen; Studi Empirik pada Emiten Pembentuk Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia.”
Dengan kesimpulan penelitian:
a. Profitabilitas memiliki pengaruh Positif signifikan terhadap Kebijakan
b. Kesempatan investasi diproksikan dengan dua variabel yaitu Pertumbuhan
Penjualan dan rasio Harga Pasar terhadap nilai buku dengan hipotesis
sebagai berikut:
1. Pertumbuhan Penjualan tidak berpengaruh terhadap Kebijakan
Dividen.
2. Rasio Harga Pasar terhadap Nilai Buku (MTBV) memiliki pengaruh
positif signifikan terhadap Kebijakan Dividen.
Ringkasan review peneliti terdahulu disajikan dalam tabel berikt ini :
Tabel 2.1.Review Penelitian Terdahulu (Theoretical Mapping)
No Nama/Thn Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Hoe Devi
No Nama/Thn Judul Variabel Hasil Penelitian
2. Kesempatan investasi di proksikan dengan dua variabel yaitu
Pertumbuhan Penjualan dan rasio Harga Pasar terhadap nilai buku dengan hipotesis sebagai berikut:
a. Pertumbuhan Penjualan tidak berpengaruh terhadap Kebijakan Deviden.
b. Rasio Harga
Pasar terhadap
Nilai Buku