• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Entrepreneurial Marketing Terhadap Keunggulan Bersaing (Studi Kasus Pada Pelaku Usaha Oleh-Oleh Khas Medan Di Jalan Mojopahit Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Entrepreneurial Marketing Terhadap Keunggulan Bersaing (Studi Kasus Pada Pelaku Usaha Oleh-Oleh Khas Medan Di Jalan Mojopahit Medan)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kewirausahaan

Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan

Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa: (a) Wirausaha adalah

orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan

kewirausahaan; (b) Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan

kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada

upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk

baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang

lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.

Barringer dan Ireland (2010:30) menyatakan bahwa kewirausahaan

(entrepreneur) berasal dari bahasa Prancis yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang mengambil resiko di antara pembeli dan penjual atau

orang yang mengambil tugas seperti membuka usaha baru.

Hendro (2011:17) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah

kemampuan untuk menggunakan, merangkai dan memberdayakan semua

sumber daya yang dimiliki (pengetahuan sumber daya, produksi, TI, keuangan

dan pemasaran) dengan kreativitas untuk sukses di bidang yang digeluti, baik

di dunia pekerjaan (karir) maupun wirausaha. Kewirausahaan adalah sikap

yang berdasarkan konsep dan pemikiran. Semua orang yang mampu

(2)

yang muncul, mampu untuk belajar menjadi seorang wirausaha (Jia-sheng dan

Chia-Jung, 2010:109).

Echdar (2013:9) juga menyatakan bahwa hakikat kewirausahaan adalah

kemampuan berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang digunakan sebagai dasar,

sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dan proses dalam menghadapi

tantangan hidup. Ide kreatif dan inovatif wirausaha diawali dengan proses imitasi dan

duplikasi, kemudian berkembang menjadi proses pengembangan dan berujung pada

proses penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda.

Slamet (2014:5) menyimpulkan bahwa kewirausahaan adalah proses

menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu

dan tenaga, melakukan pengambilan resiko finansial, fisik, maupun sosial, serta

menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi.

Teori yang serupa diungkapkan oleh Iskandar (2014:3) bahwa

kewirausahaan (entrepreneurship) adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses.

Beliau menambahkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam

menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan sumber daya

dengan cara yang baru dan berbeda seperti:

1. Pengembangan teknologi

2. Penemuan pengetahuan ilmiah

3. Perbaikan produk barang dan jasa yang ada

4. Menemukan cara baru untuk mendapatkan produk yang lebih banyak dengan

(3)

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa inti dari kewirausahaan adalah

menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Hadiyati, 2009:185).

2.1.2 Karakteristik wirausaha

Merangkum pandangan beberapa ahli, Darya (2012) mendefenisikan

wirausaha sebagai:

1. Seorang inovator.

2. Seorang pengambil risiko (a risk-taker).

3. Orang yang mempunyai misi.

4. Orang yang mempunyai visi.

5. Orang yang fokus pada hasil.

6. Hasil dari pengalaman.

7. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi.`

8. Orang yang memiliki locus of control internal.

Dalam jurnal yang sama, variabel penelitian untuk karakteristik

kewirausahaan yang digunakan adalah :

1. Berkeinginan untuk mengatasi perubahan.

2. Berkeinginan untuk mengatasi kegagalan.

3. Berilmu-pengetahuan.

4. Berkeinginan untuk unggul.

5. Berkeinginan untuk berkembang.

Sedangkan menurut Hendro (2011:44), seorang wirausaha yang sukses

mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:

(4)

2. Mempunyai karakter determinasi, berani, pantang menyerah, dan ulet.

3. Menyukai tantangan.

4. Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat.

5. Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya.

6. Seorang visioner dan mempunyai daya kreativitas yang tinggi.

7. Risk manager, not just risk taker.

8. Memiliki kekuatan emosional.

9. Seorang penyelesai masalah.

10.Mampu menjual dan memasarkan produknya.

11.Mudah bosan dan sulit diatur.

12.Seorang kreator ulung.

2.1.3 Pemasaran (Marketing)

Ada banyak pengertian dari pemasaran. Pemasaran menurut American

Marketing Association adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk

menciptakan, mengkomunikasian dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk

mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan

pemangku kepentingannya. Sedangkan Assauri (2009:5) memiliki pendapat yang

lebih luas yaitu pemasaran sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk

memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

Kartajaya (2010:2) menyatakan bahwa pemasaran penting bagi

kelangsungan hidup perusahaan dikarenakan pemasaran memastikan adana

pertukaran nilai antara perusahaan dengan konsumen, membentuk pola persaingan,

(5)

Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2009:5) adalah suatu proses

kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka

butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas

mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Pemasaran

singkatnya adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.

Dalam luang lingkup usaha kecil menengah, pemasaran dipengaruhi oleh

sejumlah faktor penting seperti pelanggan, pasar, tren dan pesaing yang dimana

interaksi di antara faktor di atas membantu usaha kecil menengah menciptakan

gaya pemasaran yang khusus (O'Dwyer et al, 2009:505). Pemarasan di usaha kecil menengah terbatas oleh berbagai hambatan seperti masalah keuangan,

sumber daya dan keahlian serta informasi. Tetapi keterbatasan inilah yang

menstimulus kreativitas dan inovasi yang kemudian menghasilkan suatu gaya

pemasaran yang inovatif.

2.1.4 Entrepreneurial marketing

Keterbatasan usaha kecil menengah dalam bidang pemasaran telah

melahirkan suatu teori yang menggabungkan pemasaran dengan kewirausahaan.

Entrepreneurial marketing adalah suatu istilah yang sering dikaitkan dengan

kegiatan pemasaran dalam suatu usaha yang kecil dan memiliki sumber daya yang

terbatas dan harus mengandalkan taktik pemasaran yang kreatif dan tidak rumit

yang bertumpu pada penggunaan jaringan sosial pribadi (Morris dan

Schindehutte, 2002:4). Implementasi Entrepreneurial Marketing dapat menghasilkan nilai lebih bagi pelanggan dan organisasi. Entrepreneurial

(6)

sumber daya yang terbatas untuk mengatasi masalah secara optimal (Fillis,

2010:97). Inovasi adalah implementasi dari ide tersebut dalam praktek.

Entrepreneurial marketing adalah hasil dari interpretasi infomasi secara kewirausahaan, pengambilan keputusan dan aksi pemasaran. Entrepreneurial marketing adalah suatu semangat dan orientasi serta suatu proses untuk mengejar

peluang, menciptakan dan mengembangkan usaha memberikan nilai bagi

pelanggan melalui hubungan dengan cara mengaplikasikan inovasi, kreativitas,

penjualan, pemasaran, networking dan fleksibilitas (Hills dan Hultman, 2011:2).

Jelas terbukti bahwa entrepreneurial marketing berada di tingkat pemahaman dan kompleksitas yang berbeda dengan konsep pemasaran tradisional.

Tabel 2.1

Perbedaan Pemasaran Tradisional dengan Entrepreneurial Marketing

Pemasaran Tradisional Entrepreneurial marketing

Dasar Pemikiran Memfasilitasi transaksi dan

mengatur pasar.

Konteks Terorganisasi, pasar yang

stabil

Keperluan Pelanggan Didapatkan dari survey Didapatkan dari pengguna

Perpektif Resiko Meminimalisasi resiko

dalam kegiatan pemasaran

(7)

Lanjutan Tabel 2.1

Pemasaran Tradisional Entrepreneurial marketing

Manajemen Sumber Daya

Peran Pelanggan Sumber eksternal ide dan

evaluasi Sumber : Morris, Schindehutte, dan LaForge, 2002:6

Terdapat tujuh dimensi yang mendasari entrepreneurial marketing, yaitu: proactive,, opportunity focus, customer intensity, innovation, risk

management, resource leveraging and value creation (Morris et al, 2002:5).

Ketujuh dimensi ini didukung hasil penelitian dari Miles dan Darroch (2006:490)

dan juga hasil penelitian dari Morrish dan Deacon (2009:117).

2.1.4.1 Proactive (proaktif)

Proaktif dapat diartikan sebagai pengambilan tindakan atau inisiatif untuk

melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Presbitero,

2015). Seseorang yang proaktif lebih mungkin untuk mengambil tanggung jawab

untuk menciptakan suatu perubahan dan usaha yang kreatif ketika didukung

dengan kemampuan dan dukungan yang positif (Jiang dan Gu, 2015).

Menurut Morris dalam Syah (2016), orientasi proaktif sebagai pemasar

mencoba untuk mendefinisikan kondisi eksternal untuk mengurangi

ketidakpastian dan mengurangi ketergantungan dan kerentanan. Proaktif

merefleksikan kemauan seorang wirausaha untuk mendominasi pesaing dengan

(8)

produk dan jasa baru sebelum pesaing dan mengantisipasi kebutuhan pasar yang

akan datang untuk membuat perubahan dan membentuk lingkungan (Rezvani dan

Khazeai, 2014:208).

Proaktif menurut Chen dan Hambrick dalam Lumpkin dan Dess (1996),

memiliki 2 dimensi utama sebagai berikut:

1. Memiliki inisiatif dalam upaya untuk menentukan segmentasi pasar guna

mencapai keuntungan pribadi.

2. Memiliki kemampuan untuk menemukan dan mengeksploitasi produk baru

maupun peluang pasar. Seorang wirausahawan yang memiliki sikap proaktif

merupakan pencipta perubahan dalam bisnis yang sedang dijalankan dan

perubahan inilah yang menjadi salah satu alat utama yang digunakan oleh

wirausahawan untuk memperoleh keunggulan atas pesaing.

Seseorang yang proaktif mengidentifikasi peluang dan mengambil

tindakan, menunjukkan inisiatif, dan bertahan sampai menghasilkan suatu

perubahan yang berarti (Crant, 1996). Menurut beliau, sikap proaktif akan

menentukan kesuksesan suatu usaha. Contoh spesifik dari sikap proaktif adalah

memulai pemecahan masalah sendiri, mengambil inisiatif untuk perubahan,

memberikan ide untuk memperbaiki situasi dalam organisasi, mencari umpanbalik

dan menunjukkan permasalahan yang ada (Shin dan Kim, 2015).

2.1.4.2 Opportunity Focus (Fokus pada Peluang)

Kesempatan adalah posisi pasar yang belum teridentifikasi yang

menyimpan potensi keuntungan yang berkelanjutan (Morris et al, 2002).

(9)

yang ada (Short et al, 2009). Kinerja usaha bertumpu pada peluang usaha akibat dari suatu kegiatan yang muncul. Kemampuan untuk mengidentifikasi dan

mengejar peluang yang ada adalah kemampuan yang sangat penting dalam

menentukan keberhasilan suatu UKM (Rezvani dan Khazeai, 2014).

Hal ini dikarenakan peluang adalah sumber potensi keuntungan yang

berkelanjutan (Syah, 2016). Walaupun ide dan kreativitas pemilik usaha adalah

sangat penting dalam suatu usaha, tetapi ide dan kreativitas tersebut akan sia-sia

apabila tidak didukung dengan kemampuan untuk mengidentifikasi peluang yang

ada di pasar (Heinonen et al, 2011). Dari hasil penelitian Li et al (2015), pengalaman berwirausaha, kepekaan terhadap pasar dan pengetahuan berpengaruh

secara positif terhadap pengidentifikasian peluang dari seorang wirausahawan.

Ada tiga sumber yang mendasari munculnya peluang dalam berwirausaha

(Holcombe, 2003) :

1. Faktor yang mengacaukan keseimbangan pasar.

Perubahan selera, teknologi atau sumber daya yang ada mendorong pasar

keluar dari keseimbangannya dan menciptakan peluang bagi mereka yang

dapat mencari sumber daya pengganti.

2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan produksi.

Sumber daya yang digunakan, selera, banyaknya produk dan jasa yang

ditawarkan akan berubah seiring dengan pendapatan yang meningkat. Dengan

adanya perubahan yang memperbesar kapasitas pasar, kemungkinan produksi

dapat dieksplorasi untuk menhasilkan keuntungan yang lebih.

(10)

Ketika wirausahawan mengambil peluang yang ada, pasar yang baru muncul.

Ketika wirausahawan menciptakan produk baru, secara otomatis peluang

untuk menciptakan barang komplementer pun muncul dan meningkatkan

permintaan sumber daya untuk produk yang baru. Oleh karena itu, semakin

banyak wirausaha dalam suatu pasar, semakin banyak pula peluang yang akan

muncul dari hasil aktivitas kewirausahaan tersebut.

Tidak akan ada kewirausahaan apabila tidak ada kemampuan untuk

mengidentifikasi peluang dan walaupun adanya penentuan peluang, tetapi apabila

tidak dibarengi dengan pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu terhadap

peluang yang ada, maka tidak akan ada kewirausahaan (Santos et al, 2015).

Menurut Baron dan Ensley (2006), ada 5 dimensi yang berhubungan

dengan peluang usaha yaitu:

1. Menyelesaikan masalah pelanggan.

2. Kemampuan menghasilkan arus kas positif.

3. Resiko yang dapat di kendalikan.

4. Keunggulan produk atau jasa.

5. Potensi untuk mengubah pasar atau industri.

2.1.4.3 Customer intensity (Jumlah Pelanggan)

Dimensi dari customer intensity dibangun berdasarkan faktor-faktor yang diaanggap penting dalam pemasaran suatu organiasasi, yaitu: orientasi yang berpusat

pada pelanggan dengan menggunakan inovasi untuk menciptakan, membangun dan

mempertahankan hubungan pelanggan (Rezvani dan Khazeai, 2014). Jumlah

(11)

kecil menengah dikarenakan kehilangan ataupun bertambahnya satu konsumen akan

sangat menentukan keberlangsungan hidup usaha tersebut (Becherer et al, 2012).

Salah satu cara yang dapat dilakukan UKM untuk mempertahankan dan

meningkatkan jumlah pelanggan adalah dengan memberikan pelayanan yang terbaik

bagi pelanggan dalam segala aspek untuk memuaskan keinginan pelanggan.

Pelanggan yang puas akan memberikan keuntungan bagi usaha dalam jangka

pendek maupun panjang dikarenakan kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan

kesetiaan pelanggan, kepercayaan dan juga komponen emosional dalam hubungan

antara pelanggan dan usaha (Voigt et al, 2010).

Penelitian yang lain menunjukkan bahwa tidak hanya pelayanan optimal yang

mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan, tetapi kualitas produk dan

performa produksi suatu perusahaan juga tidak kalah pentingnya dengan pelayanan

optimal yang diberikan kepada pelanggan (Cai, 2009).

Cara lain perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan adalah dengan

menyesuaikan kemampuan produk dengan ekspektasi kemampuan produk

pelanggan. Pengguna tentutnya memiliki ekspektasi kemampuan dari suatu produk.

Apabila perusahaan dapat memenuhi ataupun melampaui kriteria ekspektasi

pelanggan, maka pelanggan akan merasa puas dan meningkatkan kemungkinan

loyalitas terhadap suatu produk (Mkpojiogu dan Hashim, 2016).

Dalam meningkatkan kepuasan pelanggan, ada beberapa dimensi dari

pelayanan pelanggan yang perlu di perhatikan menurut Dash et al (2014) adalah sebagai berikut:

(12)

dengan akurat.

2. Responsivitas: Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan

pelayanan yang tangkas.

3. Kepastian: Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk menanamkan

rasa percaya.

4. Empati: Kecukupan perhatian yang diberikan perusahaan terhadap pelanggan.

5. Tangibles: Keberadaan alat-alat fisik seperti: fasilitas, peralatan, karyawan dan

alat komunikasi.

Kesimpulan dari paparan di atas adalah bahwa pelanggan adalah faktor

utama keberadaan suatu usaha, tanpa pelanggan, usaha tidak akan bertahan. Oleh

karena itu usaha harus melakukan sesuatu yang lebih dibandingkan dengan

pesaing untuk menarik, menambah dan mempertahankan pelanggan.

2.1.4.4 Innovation (inovasi)

Inovasi adalah proses menciptakan sesuatu yang baru (Barringer dan

Ireland, 2010:45) dan menggabungkan sumber daya yang ada sekarang dengan

cara yang baru dan lebih produktif (Jia-sheng dan Chia-Jung, 2010:111). Definisi

yang hampir sama diungkapkan oleh Sumarsono (Sumarsono, 2010:4) bahwa

inovasi adalah pencarian kesempatan baru, perbaikan barang dan jasa yang ada

dan menciptakan barang dan jasa yang baru atau mengkombinasikan unsur

produksi yang ada dengan cara yang baru dan lebih baik.

Secara keseluruhan, inovasi adalah memperkenalkan sesuatu yang baru

atau cara yang baru untuk melakukan sesuatu dan cara atau produk tersebut

(13)

produk baru yang dapat mengubah industri sampai dengan perkembangan metode

pembuangan limbah dalam proses produksi (Dustin et al, 2014). Inovasi adalah

inti dari proses kewirausahaan (Barringer dan Ireland, 2010:45).

Menurut Ko dan Hsi-Peng (2010) serta didukung beberapa peneliti

lainnya (Winter, 2003; Ford dan Saren, 2001) bahwa inovasi memiliki tiga

dimensi yaitu: produk, proses dan pasar.

Inovasi produk adalah perbaikan barang dan jasa yang ada atau

menciptakan barang dan jasa baru. Inovasi proses adalah menggunakan cara

yang baru yang lebih efisien dan efektif dalam menciptakan barang atau jasa.

Inovasi proses adalah mengidentifikasi pasar baru yang dapat di penetrasi serta

mengukur besar dari pasar tersebut dan mengetahui waktu yang tepat untuk

memasuki pasar tersebut.

Sumber kekayaan tidaklah berasal dari bekerja, investasi fisikal ataupun

penelitian. Sumber dari kekayaan berasal dari inovasi dan didukung dengan

kewirausahaan. Dalam proses kewirausahaan, kesemapatan berinvestasi

meningkat, pekerjaan dengan produktivitas yang lebih tinggi tercipta dan

berefek pada masyarakat untuk mencari ilmu yang lebih berguna dan bernilai

baik secara formal maupun informal. Kemudian dari ilmu yang diperoleh,

melakukan inovasi melalui wirausaha (Henrekson, 2014).

Hubungan inovasi, kewirausahaan dan ilmu pengetahuan adalah hal yang

tidak dapat dipisahkan karena ketiganya membentuk suatu siklus tersendiri.

Meskipun begitu, ada beberapa hal yang menghambat kapasitas inovasi UKM

(14)

1. Minimnya proaktivitas.

2. Keterbatasan sumber daya finansial.

3. Keterbatasan keahlihan dalam manajemen inovasi.

4. Keterbatasan keahlian networking

5. Keterbatasan kerja sama dengan kelompok eksternal.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemilik UKM dapat menggunakan

sumber internal dan eksternal untuk mengumpulkan informasi yang dapat

diterapkan dalam proses inovasi. Pemilik juga dapat mengaplikasikan teknik

sukses yang telah diterapkan oleh UKM yang lain (Purcarea et al, 2013). Untuk meningkatkan kemampuan inovasi, UKM juga dapat

mengembangkan strategi orientasi kewirausahaan karena berdasarkan hasil

penelitian Wang et al (2015), orientasi kewirausahaan berpengaruh secara positif

terhadap kemampuan inovasi. Meningkatnya kemampuan inovasi UKM akan

sangat berpengaruh terhadap keunggulan bersaing usaha tersebut.

2.1.4.5 Risk-Taking (Pengambilan Resiko)

Walaupun peluang membawa kemungkinan untuk mendapatkan laba,

tetapi dalam mengejar laba tersebut, pengkalkulasian kerugian yang mungkin

terjadi haruslah dilakukan (Becherer et al, 2012). Hasil penelitian Abotsi, et al

(2014) menyatakan bahwa ada tujuh faktor yang dapat meningkatkan

efektifitas manajemen resiko dalam prosedur pengambilan resiko: komitmen

dan dukungan dari manajemen atas, komunikasi, budaya, teknologi informasi,

budaya organisasi, pelatihan dan kepercayaan.

(15)

Suatu usaha yang merasa berada di posisi unggul dalam persaingan lebih

memilih untuk mengambil keputusan yang aman dan menghindari

pengambilan keputusan yang beresiko yang akan membahayakan usaha

tersebut. Sebaliknya, usaha yang merasa kurang unggul dalam persaingan di

pasar lebih cenderung mengambil keputusan yang lebih beresiko untuk

menyaingi kompetitor yang ada di pasar (Rustambekov, 2012).

Dari hasil penelitian Stone dan Gronhaug (1993), ada 6 dimensi dari

resiko, yaitu:

1. Finansial: resiko keuangan

2. Kinerja: penyimpangan dari hasil yang diharapkan

3. Psikologi: persepsi pribadi setelah pengambilan keputusan

4. Fisik: kerusakan barang atau alat alat fisik

5. Sosial: persepsi sosial setelah pengambilan keputusan

6. Waktu: perubahan karena waktu.

Keputusan untuk mengambil resiko berbeda di tiap tingkatan usaha.

Usaha mikro (jumlah karyawan 1-9) lebih jarang mengambil resiko

dibandingkan dengan usaha kecil dan menengah. Hal ini dikarenakan adanya

perbedaan prioritas. Dalam penelitian Kremel dan Yazdanfar (2015), prioritas

usaha mikro adalah untuk bertahan hidup (survival) sedangkan usaha kecil dan menengah sudah mulai fokus terhadap pertumbuhan dan perkembangan

usahanya (growth).

Oleh karena itu, usaha mikro lebih cenderung menghindari keputusan yang

(16)

keputusan yang beresiko untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Panikkos (2010) menunjukan

adanya pengaruh kecenderungan suatu usaha dalam pengambilan resiko terhadap

keunggulan pertumbuhan usaha. Usaha yang lebih cenderung mengambil resiko

dalam keputusannya menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan

dengan usaha yang menghindari resiko. Resiko yang paling sering terjadi dalam

usaha kecil adalah resiko permodalan karena kurangnya penjualan dan likuiditas

dan resiko pasar akibat pasar yang kurang stabil.

Ada tiga cara yang bisa digunakan pemilik usaha untuk mengidentifikasi

kemungkinan kerugian :

1. Evaluasi secara sistematis terhadap aset bisnis, aktivitas dan karyawan.

2. Menggunakan laporan keuangan untuk mengidentifikasi sumber kerugian

3. Menggunakan flow-chart untuk menganalisa semua kegiatan dan aktivitas dari

usaha tersebut. (Falkner dan Hiebl, 2015).

2.1.4.6 Resource leveraging (Pemanfaatan Sumber Daya)

Pemasar kewirausahaan membentuk kapasitas yang kreatif untuk

pemanfaatan sumber daya. Kemampuan untuk menemukan sumber daya yang belum

digunakan secara optimal, melihat bagaimana sumber daya dapat digunakan dalam

konteks yang lain dan meyakinkan pemilik sumber daya untuk mempercayakan

sumber daya kepada pemasar, memerlukan visi, pengalaman dan kemampuan

(Hacioglu et al, 2012:873). Oleh karena itu, sumber daya yang paling penting bagi suatu perusahaan adalah orang yang memberikan kerja, bakat, kreativitas dan

(17)

Untuk memenangkan persaingan di pasar, pemilik UMKM harus

berfokus pada difersivikasi produk dan sumber daya untuk unggul dalam. Dengan

cara ini, pemilik UMKM dapat mengingkatkan efektifitas dan efisiensi

produktivitas ke tingkat yang maksimum (Andersén, 2010). Apabila efisiensi dan

efektivitas produksi sudah mencapai titik puncak, pemilik UMKM dapat mulai

memilih faktor produksi yang memiliki kriteria: berharga, langka, tidak dapat

ditiru dan tidak dapat disubstitusikan (Grant, 1991).

Keunggulan bersaing dalam jangka panjang akan didapatkan suatu

usaha yang menggunakan sumber daya dengan kriteria di atas secara efektif

(Asad, 2014). Menggunakan faktor produksi dengan ciri-ciri di atas

memastikan bahwa tidak akan ada kompetitor yang dapat menyaingi produk

yang akan dihasilkan. UMKM tersebut akan menjadi satu-satunya usaha yang

menjual produk dengan kriteria, keunikan dan spesifikasi tersendiri yang tidak

dapat ditemukan di usaha yang lain (monopoli pasar).

2.1.4.7 Value Creation (Penciptaan Nilai)

Entrepreneurial marketing adalah suatu fungsi organisasi dan suatu paket proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada

pelanggan (Ionita, 2012). Titik fokus Entrepreurial Marketing adalah penciptaan

nilai inovatif, pada asumsi bahwa penciptaan nilai merupakan syarat untuk

transaksi dan hubungan (Syah, 2016).

Keputusan pemilik usaha yang diambil dengan mempertimbangkan

penciptaan nilai dan sumber daya akan mempengaruhi strategi usaha dan

(18)

2011). Menciptakan nilai tidak hanya sekedar memberikan produk yang

berkualitas, tetapi pelayanan konsumen juga memberikan kontribusi yang

besar terhadap persepsi nilai suatu usaha.

Penciptaan nilai tidak terjadi dalam sekali transaksi, melainkan dalam

jangka panjang dengan dukungan kemampuan UMKM dalam memberikan

ketenangan hati dalam mengkonsumsi produk, kepastian dan kejelasan produk serta

tidak ada kekhawatiran dalam mengkonsumsi produk yang ditawarkan (Cassia et al,

2015). Proses penciptaan nilai dimulai dari perakitan kerangka penciptaan nilai

(terdiri dari kemampuan orientasi strategis dan orientasi bisnis), kemudian

dilanjutkan dengan menciptakan teknik penciptaan nilai (kemampuan yang terdiri

dari kemampuan inovasi, pemasaran dan produksi) dan diakhiri dengan suatu paket

nilai yang mewakili hasil dari proses penciptaan nilai (Ngo dan O'Cass, 2010).

Nilai dapat diciptakan melalui improvisasi, dan ada banyak cara untuk

melalukannya. Secara sadar berusaha untuk memperkuat nilai yang ada dan

menciptakan nilai yang baru merupakan salah satu cara tetapi membutuhkan

informasi yang banyak dikerenakan nilai bukanlah keperluan universal.

Penciptaan nilai berarti mengikat usaha dengan sesuatu yang baru, objek

baru untuk diperhatikan, komitmen dan tanggung jawab yang baru dengan nilai

yang telah diciptakan (Harper, 2014).

Terdapat 4 dimensi dari value menurut Heinonen K (2004) yaitu:

1. Dimensi teknikal: menjawab pertanyaan “apa”. Dimensi ini mewakilkan

kemungkinan pelanggan untuk memilih produk atau jasa yang lain.

(19)

mewakilkan bagaimana produk atau jasa dapat bernilai bagi pelanggan.

3. Dimensi temporal: menjawab pertanyaan “kapan”. Dimensi ini mewakilkan

kapan produk atau jasa bernilai kepada pelanggan.

4. Dimensi spasial: menjawab pertanayaan “dimana”. Dimensi ini mewakilkan

dimana produk atau jasa bernilai kepada pelanggan.

2.1.5 Keunggulan Bersaing (Competitive Advantage)

Keunggulan bersaing adalah jantung kinerja perusahaan dalam pasar

bersaing (Prasetya et al, 2007). Keunggulan bersaing menunjukkan bahwa suatu usaha memiliki kinerja usaha yang lebih baik daripada pesaing yang

berada di industri yang sama dengan menggunakan aset dan kompetensi yang

dimilikinya (Jia-sheng dan Chia-Jung, 2010).

Keunggulan bersaing juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang

memberikan suatu usaha peluang untuk memberikan nilai yang lebih kepada

pelanggannya dari pada kompetitor (Ghosh et al, 2016). Keunggulan bersaing berasal dari kemampuan perusahaan untuk merakit dan mengekploitasi

kombinasi simber daya yang sesuai (Janet dan Ngugi, 2014).

Keunggulan bersaing dalam jangka panjang adalah hasil dari

implementasi strategi penciptaan nilai yang tidak diimplementasikan secara

berkala oleh pesaing dan usaha lain tidak dapat menduplikasi keuntungan dari

strategi yang digunakan (O'Shannassy, 2008).

Dari hasil penelitian terhadap keunggulan bersaing yang dilakukan

Sigalas, et al (2013), dapat disimpulkan bahwa keunggulan bersaing

(20)

banyaknya ancaman pesaing yang dinetalisasikan berada di atas rata-rata

pesaing di industri yang sama (Sigalas et al, 2013).

Dalam ruang lingkup usaha kecil menengah, keunggulan bersaing

sangatlah dipengaruhi oleh kemampuan pemasaran dikarenakan kegiatan

pemasaran membangun sumber pemasukan dan memberikan arus kas yang

stabil untuk menutupi biaya yang di investasikan (Pratono dan Pudjibudojo,

2016). Usaha yang memiliki arus kas yang lancar akan lebih mudah unggul

dalam bersaing.

Menurut Ma (1999), terdapat beberapa jenis keunggulan bersaing yang

dapat dibagikan kedalam kategori sebagai berikut:

1. Positional advantages

Keunggulan ini berupa keunggulan posisi dimana suatu usaha memiliki posisi

yang lebih strategis dibandingkan dengan usaha lain. Misalnya: berada di

simpang jalan raya.

2. Kinetic advantages

Keunggulan ini berupa keunggulan fleksibilitas dimana suatu usaha dapat

beroperasi dengan lebih fleksibel dan efektif. Misalnya: Toyota yang

fleksibel dalam produksi sehingga mudah menyesuaikan dengan perubahan

permintaan di pasar.

3. Homogeneous advantages

Keunggulan ini berupa keunggulan dalam melakukan hal yang sama.

Misalnya: Perusahaan A memproduksi bika ambon yang lebih enak

(21)

4. Heterogeneous advantages

Keunggulan ini berupa keunggulan hasil dari melakukan sesuatu dengan cara

yang berbeda. Misalnya: Perusahaan A memproduksi bika ambon yang lebih

enak dibandingkan perusahaan B karena menggunakan teknologi dan sumber

daya yang lebih baik.

5. Tangible advantages

Keunggulan ini berupa keunggulan yang dapat dilihat secara fisik. Misalnya:

Keunggulan Indomaret yang memiliki toko yang besar dan menggunakan

sistem pembayaran secara komputerisasi.

6. Intangible advantages.

Keunggulan ini berupa keunggulan usaha yang tidak dapat dilihat secara fisik.

Misalnya: keunggulan merek, nilai, atau budaya perusahaan.

7. Discrete advantages

Keunggulan eksklusive seperti adanya hak paten atau kontrak eksklusif.

8. Compound advantages

Keunggulan ini berupa keunggulan informasi yang dapat digunakan untuk

meningkatkan respon usaha terhadap perubahan yang terjadi dipasar.

Ada 2 dimensi keunggulan bersaing menurut Porter (1997):

1. Keunggulan biaya: Harga yang lebih murah dari pesaing.

2. Keunggulan differensiasi: Produk yang berbeda dari pesaing.

Dalam konteks penelitian ini. Dimensi yang digunakan hanya dimensi

keunggulan biaya karena objek penelitian ini tidak ada diferensiasi produk dari

(22)

2.1.6 Usaha Kecil Menengah (UKM)

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pengertian UMKM adalah sebagai berikut :

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

usaha perorangan yang memenuhi kriteria:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,- (tiga

ratus juta rupiah).

2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau

menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah

atau usaha besar yang memenuhi kriteria:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,- (tiga ratus

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,- (dua milyar

lima ratus juta rupiah).

3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan

(23)

bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha

Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan yang

memenuhi kriteria:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,- (lima ratus juta

rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,- (dua miliar

lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,-

(24)

Lanjutan Tabel 2.2

Dalam pasar persaingan terbuka, suatu usaha dapat mendapatkan

keunggulan bersaing hanya apabila usaha tersebut dapat memberikan nilai yang

paling tinggi dibandingkan dengan pesaing lainnya dalam pasar tersebut (Miles

dan Darroch, 2006). Untuk mendapatkan keunggulan bersaing, pemilik usaha

dapat menggunakan entrepreneurial marketing. Entrepreneurial marketing adalah suatu fungsi organisasi dan suatu paket proses untuk menciptakan,

(25)

Keunggulan bersaing adalah hasil dari pengaplikasian entrepreneurial marketing secara maksimal dalam inovasi produksi, proses dan strategi untuk

mendapatkan posisi yang unggul di pasar. Dalam penelitian ini, variable yang akan

diteliti melalui dimensi Entrepreneurial marketing adalah (X1) opportunity focus, (X2) pro-activeness, (X3) innovation, (X4) risk taking, (X5) resource leveraging,

(X6) value creation, dan (X7) customer intensity terhadap (Y) keunggulan bersaing. Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengejar peluang yang ada

adalah kemampuan yang sangat penting dalam menentukan keunggulan bersaing

suatu UKM (Rezvani dan Khazeai, 2014). Usaha yang dapat mengidentifikasi

dan merealisasikan suatu peluang medapatkan kesempatan lebih untuk

memberikan nilai lebih kepada pelanggan untuk menciptakan keunggulan

bersaing dalam pasar tersebut.

Proaktif dalam lensa kewirausahaan adalah suatu kegiatan pemasaraan

untuk merubah keadaan eksternal usaha untuk meminimalisasi ketidakpastian dan

mengurangi ketergantungan dan kerentanan (Becherer et al, 2012). Pemilik usaha

yang proaktif cenderung menjadi pemimpin pasar karena memiliki keinginan dan

pandangan ke depan untuk menangkap peluang baru (Yulianto, 2013) dan

mengubahnya menjadi suatu peluang untuk memberikan nilai lebih bagi

pelanggannya dan memenangkan persaingan.

Kegiatan pemasaran yang inovatif memberikan kesempatan kepada usaha

untuk fokus terhadap ide yang menghasilkan pasar, produk dan proses yang baru

(Olannye dan Edward, 2016). Banyak usaha kecil menengah yang berorientasi

(26)

perubahan proses organisasi dan menyesuaikan alat pemasaran dengan konsumen

dan kebutuhan pasar yang pada akhirnya akan memberikan dampak pada

keunggulan bersaing (Sattari dan Mehrabi, 2016).

Hasil penelitian dari Olannye dan Edward (2016) menyimpulkan bahwa

proaktif, inovasi dan fokus pada peluang berpengaruh positif secara signifikan

terhadap keunggulan bersaing.

Resiko adalah hal yang wajar yang dapat ditemukan dalam setiap

perusahaan. Dalam usaha kecil dan menengah, kegiatan pemasaran tidak akan

lepas dari proyek baru seperti kerja sama dengan perusahaan lain, uji coba pasar,

percobaan produk, dan pengelolaan sumber daya dengan cara yang baru (Morris

et al, 2002). Setiap proyek baru yang dilakukan memberikan ancaman berupa resiko bagi usaha tersebut. Bagaimana pemilik UKM menangani resiko tersebut

akan berpengaruh terhadap keunggulan bersaing usaha tersebut di pasar.

Resource leveraging adalah kemampuan untuk menggunakan sumber daya internal dan eksternal untuk mencapai tujuan pemasaran (Syah, 2016). Tujuan

pemasaran perusahaan salah satunya adalah untuk mendapatkan keunggulan

bersaing. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa resource leveraging

berpengaruh terhadap keunggulan bersaing.

Tujuan utama dari entrepreneurial marketing adalah menciptakan nilai (value creation) (Hamali et al, 2016). Dengan adanya nilai lebih yang dapat

ditawarkan suatu usaha untuk pelanggan daripada pesaingnya, usaha tersebut akan

lebih mudah mendapatkan keunggulan bersaing.

(27)

Opportunity focus

(X1)

CustomerIntensity

(X3)

Resource Leveraging

(X5)

Value Creation

(X6)

Innovation

(X7)

Competitive Advantage

(Y)

Proactiveness

(X2)

tidak akan dapat bertahan. Jumlah pelanggan memiliki peran yang sangat penting

dalam keberlangsungan hidup usaha terutama usaha kecil menengah dikarenakan

kehilangan ataupun bertambahnya satu konsumen akan sangat menentukan

keberlangsungan hidup usaha tersebut (Becherer et al, 2012). Jumlah pelanggan menentukan posisi usaha tersebut dalam suatu pasar. Usaha yang dapat

memberikan nilai yang lebih dari pesaingnya akan mendapatkan jumlah

pelanggan yang lebih banyak.

.

Sumber: Morris et al, 2002

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Risk Taking

(28)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, dimensi Entrepreneurial marketing keterkaitan

dengan Competitive Advantage, maka hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut: H1: Opportunity focus berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive

Advantage.

H2: Pro-Activeness berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage.

H3: Customer intensity berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage.

H4: Risk taking berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive

Advantage.

H5: Resource leveraging berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Competitive Advantage.

H6: Value Creation berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage.

H7: Innovation berpengaruh positif dan signifikan terhadap Competitive Advantage.

H8: Entrepreneurial marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Gambar

Tabel 2.2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

DANA ALOKASI KHUSUS PULAU JAWA, BALI, DAN NUSA TENGGARA BIDANG PU & PERA TAHUN ANGGARAN 2015. (Dalam

IULHQGO\ ZHEVLWH LQL PHPEHULNDQ LQIRUPDVL \DQJ DNXUDW PHQJHQDL SURILO EDQG /LTXLG )UHHGRP PXODL GDUL ELRGDWD SHUVRQLO VHMDUDK EDQG IRWR IRWR WHNV ODJX SHQFDULDQ ODJX

Alat bukti hak atas tanah dapat dilihat dari ketentuan Pasal 19 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa “Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai

Nanopartikel kitosan dapat menurunkan kandungan Cd dalam medium cair dengan penambahan yang optimum sebesar 0,4 gr/50mL.Partikel tersebut juga menunjukkan penghambatan

Untuk mengatasi hal demikian, John Locke mempostulatkan bahwa untuk menghindari konflik kepentingan yang demikian atau ketidakpastian hidup atas hak-hak tersebut di

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiata jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, penyimpan, mengolah

Katalog Tugas Akhir Program D3 Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang ini, dapat membantu Mahasiswa, Dosen maupun Pustakawan dalam

Komunikasi merupakan suatu proses yang berawal dari seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada seorang komunikan melalui media atau saluran dan