• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Wanita Jepang Pada Zaman Meiji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Wanita Jepang Pada Zaman Meiji"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM WANITA JEPANG

2.1 Sejarah Jepang

Jepang terletak di Asia Timur, sebelah ujung barat Asia Pasifik. Negara yang

memiliki luas sekitar 378.000 kilo meter persegi ini dijuliki negeri matahari terbit.

Jepang bertetangga dengan China, Rusia, dan Korea. Negara ini merupakan

negara kepulauan yang terdiri dari 6.852 pulau. Pulau-pulau utama dari utara

keselatan adalah Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Pulau yang terbesar

adalah Honsu. Dengan empat kepulauan besar, Jepang membagi negaranya

menjadi delapan wilayah dan 47 provinsi, yang mereka sebut dengan prefektur.

Ibu kota jepang sendiri adalah Tokyo.

Di Asia, Jepang merupakan negara maju dan selalu mengikuti perkembangan

teknologi mutakhir walaupun masih memegang sistem monarki sejak abad lalu

sampai sekarang. Kemajuan pesat negara ini dimulai dari masa pemerintahan

Kaisar Meiji pada tahun 1868. Sebelum kaisar Meiji memerintah, Jepang

dipimpin oleh Kaisar Tokugawa yang menjalankan “Politik Isolasi”. Kebijakan politik ini membuat Jepang tertutup dari dunia luar selama sekitar 200 tahun.

Kaisar Tokugawa tidak ingin berhubungan dengan dunia luar karena pengaruh

asing dianggap mengancam monarki Jepang.

(2)

membuat Jepang tidak mengikuti perubahan zaman. Ia mulai membuka diri

terhadap dunia luar, terutama dengan negara-negara barat. Sejak pemerintahannya,

ia banyak mengirim kaum muda Jepang untuk belajar ke negara-negara seperti

Eropa dan Amerika. Gebrakan pembaruan Kaisar Meiji tersebut dikenal dengan

Restorasi Meiji.

Kaum muda yang belajar dari luar negeri pulang ke Jepang membawa

perubahan besar. Mereka menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dibawa

pulang ke negerinya. Mereka menjadi melek teknologi dan berpikiran modern.

Hal ini yang membuat Jepang maju pesat. Seperti yang kita ketahui, Jepang

merupakan negara yang miskin hasil bumi dan sumber daya alam. Namun

Restorasi Meiji mampu membawa perubahan dan kemajuan yang berarti pada

masa itu, bahkan perubahan sampai pada abad melenium seperti sekarang ini.

2.2 Pengertian Peranan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peranan mempunyai arti sebagai

berikut “Peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa atau bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu

peristiwa”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:1173).

Peranan menurut Ambarwati (2009:15), menunjukkan cakupan peran sebagai

suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukannya dalam suatu perusahaan.

Sebagaimana dalam menjalankan sebuah perusahaan, perusahaan tentu tidak bisa

(3)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa peranan

dapat diartikan sebagai langkah yang diambil oleh seseorang atau kelompok

dalam menghadapi suatu peristiwa.

2.3 Pengertian Wanita

Memahmi pengertian wanita tentunya tidak bisa terlepas dari persoalan gender

dan seks. Wanita dalam konteks gender disesuaikan sebagao sifat yang melekat

pada seserang untuk menjadi feminim, sedangkan wanita dalam pengertian seks

merupakam salah satu jenis kelamin yang ditandai oleh alam reproduksi berupa

rahim, sel telur dan payudara sehingga dapat hamil, dan menyusui.

Pemahaman masyarakat terhadap wanita mengalami stereotype dalam

persoalan peran sosialnya. Namun demikian, Nasaruddin Umar memberikan

batasan dalam melihat persoalan ini, yakni gender lebih menekankan pada aspek

maskulinitas atau feminimitas, sedangkan seks lebih menekankan pada

perkembangan dan komposisi kimia dalam tubuh.

Tetapi dalam bahasa inggris wan ditulis dengan kata want, atau men dalam

bahasa belanda, wun dan schen dalam bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai

arti like, wish, desire,aim.kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya

adalah wanted (dibutuhkan atau dicari). Jadi, wanita adalah who is being wanted

(seseorang yang dibutuhkan) yaitu seseorang yang diingini. Para ilmuwan seperti

(4)

dan mental lebih lemah dari laki-laki, tetapi perbedaan tersebut tidak

menyebabkan adanya perbedaan dalam bakatnya.

2.4 Wanita Jepang

Lingkar kehidupan wanita Jepang dari tahun-tahun sesudah perang dengan

rekannya dari masa sebelum perang menunjukkan bukti-bukti luas adanya

perubahan-perubahan dalam peranan wanita di jepang selama 40-50 tahun terakhir

ini.

Harapan hidup rata-rata wanita Jepang pada ahun 1982 adalah 79,9 tahun,

kira-kira 5,4 tahun lebih panjang daripada pria Jepang dan merupakan kenaikan sekitar

30 tahun dari taraf tahun 1935.

Taraf pendidikan wanita Jepang juga telah meningkat 95,5% wanita yang

berpendidikan SMTP melanjutkan studinya ke SMTA daan 32,7% dari mereka

yang lulus dari SMTA eneruskan studi ke universitas atau junior college

(lk.setingkat akademi) pada tahun 1982. Rata-rata masa sekolah bagi wanita telah

bertambah menjadi 13 tahun dari 8 tahun yang tercatat pada tahun 1940. Lagipula

kini sudah umum wanita bekerja setelah menamatkan pendidikannya.

Usia rata-rata pada waktu wanita Jepang menikah adalah usia 25,3 tahun, atau

4 tahun lebih tua daripada ketika masa sebelum Perang Dunia II. Sebuah

perubahan yang lebih besar lagi terlihat dalam jumlah anak yang dilahirkan dan

usia pada waktu wanita melahirkan anaknya yang terakhir. Pada tahun-tahun

(5)

rata-rata usia pada waktu seorang wanita melahirkan anak-anaknya yang pertama

dan yang teakhir adalah masing-masing 23,2 dan 35,5 tahun. Sekarang rata-rata

wanita melahirkan anaknya yang pertama pada usia 26,5 tahun dan anaknya yang

kedua dan terakhir pada usia 26,5 tahun dan anaknya yang kedua dan terakhir

sekitar 29 tahun, dengan demikian masa membesarkan anak telah berkurang.

Sebelum perang seorang ibu biasanya sudah berusia 42 tahun ketika anak-anaknya

yang bungsu memasuki SD.

Sekatanng wanita baru berusia di tengah-tengah tigapuluhan ketika anaknya

yang bungsu masuk SD. Wanita sekarang masih hidup 45 tahun lagi setelah

anaknya yang bungu masuk SD sekitar 25 tahun setelah anaknya yang bungsu

menikah, lagipula wanita Jepang masih hidup sekitar 8 tahun lagi setelah

suaminya meninggal. Ini merupakan perubahan besar dari pola sebelum perang,

ketika itu hidup seorang wanita sering sudah berakhir ketika anaknya yang bungsu

sudah bersekolah.

2.5 Perkembangan Wanita Jepang

Wanita Jepang dari zaman dahulu hingga sekarang kehidupan wanita disetiap

negara pastilah memiliki perbedaan. Masing-masing negara memiliki ciri khas

terserndiri. Perbedaan disetiap negara itu bisa berupa kehidupan sosial, karir, dan

sebagainya. Perbedaan itu sendiri sewaktu-waktu juga bisa berubah maupun

berkembang disetiap negara. Hal ini juga tidak terlepas dari faktor-faktor budaya

(6)

Begitu juga halnya dengan Jepang. Jepang juga memiliki ciri khas tersendiri

terhadap kehidupan sosial wanitanya. Kehidupan sosial ini terus berkembang dan

mengalami perubahan dari zaman ke zaman. Perkembangan kehidupan wanita

Jepang dapat terlihat pada beberapa zaman yaitu:

1. Wanita Jepang Zaman Heian (794-1192)

Pada zaman Heian, kehidupan dalam istana kerajaan Jepang saat itu sungguh

tidak menguntungkan bagi kaum wanita. Seperti di banyak kerajaan lainnya, para

wanita keluarga raja sangat dijaga. Hidup para wanita penih aturan dan batasan.

Dunia di luar Istana nyaris tidak mereka kenali. Para wanita hanya boleh keluar

ketika ada acara pesta rakyat.

Pendidikan yang mereka ketahui pun terbatas. Hanya sedikit diantara mereka

yang bisa membaca dan menulis. Dalam suasana seperti inilah lahir novelis

wanita pertama dunia, Shikibu Murasaki. Dialah penulis Genji Monogatari (Kisah

Genji), karya novel pertama dalam sejarah.

Pada zaman ini, perempuan kerajaan menggunakan pakaian formal yang

disebut Jyunihitoe (kimono berlapis 12). Kostum dipilih berdasarkan jabatan dan

musim. Kimono perempuan mengunakan sistem kombinasi warna yang

melambangkan bunga dan tanaman yang spesifik yang ada di suatu musim atau

bulan, contohnya irome dan kasane no irome. Pada umumnya, perempuan yang

belum menikah mengenakan hakama warna gelap. Sementara, perempuan yang

(7)

2. Wanita Jepang Zaman Meiji (1868-1912)

Pada zaman Meiji, Amerika memaksa masuk, disusul oleh orang-orang asing

lainnya. Pada saat itu kehidupan Jepang mulai dipengaruhi kehidupan ala barat,

dan masyarakat Jepang asli mulai mengikis gaya hidup ke-timurannya. Bagi yang

wanita, rambutnya mulai dikeritingkan, kimono-nya mulai dilepas, berganti

dengan gaun-gaun besar. Begitu juga dengan pria, rambutnya mulai diwarnai

cokelat, dibelah pinggir, dan memakai jas kemana-mana. Jepang yang dari

Xenophobia (takut orang asing) berubah menjadi Xenophilia (menyenangi budaya

asing).

Jepang sebagai negara didikan konfisius yang terkuat pada masa itu

mempunyai cara agar barat tidak menguasai kehidupan masyarakat mereka

sepenuhnya. Mereka melihat tetangga mereka (Cina), sudah jatuh dalam pelukan

barat sepenuhnya. Karena itu, agar masyarakatnya tetap memegang adat Jepang

yang kuat, pemerintah Jepang membuat Undang-Undang khusus yang disebut

“Undang-Undang Minpo”.

Pada Undang-Undang Minpo, Undang-Undang itu juga mengatur nasib wanita

Jepang, serta pengaruh era Shogun Tokugawa sebelumnya yang masih kental

dengan diskriminasi gender.

Adapun isi dari Undang-Undang Minpo yang mengatur tentang wanita saat itu,

yaitu:

(8)

1. Sebagai wanita, mustahil untuk mendapatkan warisan, apalagi kalau masih

ada anak laki-laki dalam keluarga itu.

2. Tidak diperkenankan memilih jodohnya sendiri, karena riwayat cintanya

ditentukan oleh kepala keluarga. Pernikahannya pun semata-mata hanya

demi kepentingan kedua keluarga yang menikahkan. Bisa dikatakan sebuah

bisnis bagi keluarga.

3. Tidak boleh berpendapat, apalagi membantah kepala keluarga.

4. Satu-satunya pendidikan yang didapat wanita Jepang adalah Kesei (Sekolah

manajemen keuangan rumah tangga).

b. Wanita dalam Pernikahannya

1. “Oyome ni nereba, tanin no hajimari” yang artinya, ketika seorang wanita menjadi istri orang lain, dia akan menjadi orang asing bagi keluarganya

sendiri. Misalnya, ada wanita bernama Kaneko yang marganya Tanaka, dia

akan menikah dengan keluarga Murasaki, maka namanya berubah menjadi

Kaneko Murasaki. Sejak namanya berubah itu, si wanita tidak boleh curhat

soal masalah keluarganya pada orangtuanya di keluarga Tanaka, bahkan

tidak boleh lagi masuk ke rumah keluarga Tanaka dengan mengucapkan

“tadaima” (aku pulang). Eksistensi wanita itu sudah dianggap hilang oleh keluarga Tanaka.

2. Dalam sistem Ie (sistem kekeluargaan Jepang tradisional), oyome atau

menantu adalah orang dengan kedudukan paling rendah. Dia harus bangun

paling pagi, bekerja paling keras, makan paling belakangan, dan tidurpaling

(9)

3. Ketika si wanita ini hanya bisa melahirkan anak perempuan, sang suami

berhak mengambil selir sampai dia mempunyai anak laki-laki sebagai ahli

waris. Ironisnya, anak laki-laki dari selir lebih tinggi kedudukannya

dibandingkan anak perempuan dari istri sah.

4. Kalau si wanita ini sakit, sauaminya apat dengan mudah menceraikan dia.

Bahkan, kalau si wanita mandul, ketahuan selingkuh, dan sebagainya. Pada

saat itu, perceraian hal yang mudah dilakukan.

5. Sebaliknya, kalau pihak wanita tidak bahagia karena suaminya selingkuh,

dia harus bisa membuktikan perselingkuhan itu di hadapan pengadilan

Jepang. Prosesnya rumit dan berbelit-belit. Dalam haln ini, cerai bukan

perkara yang mudah.

6. Misalnya si wanita adalah ahli waris dari keluarga asalnya, seluruh

hartanya akan dikontrol oleh sang suami. Wanita tidak mendapatkan

sepeserpun dari hartanya.

c. Kehidupan Setelah Cerai

1. Ketika diceraikan, sang wanita tidak diperkenankan untuk kembali ke

keluarga lamanya. Dalam hal ini, contoh si Kaneko Murasaki, tidak boleh

kembali ke keluarga Tanaka, dan tidak boleh lagi memakai marga Murasaki.

2. Tidak boleh membawa anaknya keluar rumah suaminya. Jadi si Kaneko ini

harua pergi sendirian.

(10)

Jadi bisa dikatakan, kemungkinan si wanita ini mendapat jodoh lagi sangat

sulit. Apalagi jodoh hanya bisa didapatkan melalui perantara kepala keluarga.

Jadi, kebanyakan para wanita ini hidup dengan menjadi pelacur, atau kalau

cantik bisa direkrut menjadi geisha.

Pada kehidupan Jepang yang masih berada di zaman tradisional ini,

umumnya wanita pada waktu kecil patuh pada ayahnya. Kemudian pada waktu

dewasa, wanita patuh pada suaminya. Saat menua dan renta, wanita harus

patuh pada anak sulungnya. Tugas wanita seumur hidupnya hanyalah Kaji

(rumah tangga), Ikuji (mengurus anak) danKaigo(mengurus orangtua).

Satu-staunya pihak yang harus menjaga kehormatannya pada masa itu hanyalah

wanita. Wanita baru dianggap berhasil ketika dia menjadi ryousaukenbo (ibu

yang baik dan bijaksana), yang dengan kata lain, ibu yang berhasil bertahan

dari penderitaan batin dan kelakuan buruk suaminya dan mertuanya. Menurut

falsafah Meiji, wanita hanyalah alat untuk kebangkitan negara.

3. Wanita Jepang Zaman Showa (1926-1989)

Pada tahun 1947, dituliskan dalam Undang-Undang yang melindungi martabat

individu dan kesamaan gender diantara pria dan wanita, maka “Sistem Ie” dihapuskan dan juga ketidaksamaan antara suami-istri dihapuskan.

Undang-Undang yang merendahkan martabat wanita pun secara drastis berubah.

Kira-kira sampai tahun 50 showa (1975), sebagian besar wanita Jepang tidak

memiliki pikiran untuk menikah. Hal itu menyebabkan pandangan mengenai

(11)

setelah diadakan penelitian, banyak wanita menjawab tentang harapan perkawinan

yaitu perkawinan akan memberikan ketegangan batin.

Meningkatnya perkawinan pada tahun ini menurut Martha (1995:4) adalah

meningkatnya pendidikan, kemajuan dalam pekerjaan, sifat bebas dan mandiri

serta kemajuan ilmu kedokteran.

4. Wanita Jepang Zaman Sekarang

Seiring berjalannya waktu, saat perekonomian Jepang mengalami apa yang

mereka sebut dengan bubble economy, banyaknya tersedia pekerjaan bagi wanita.

Angkatan kerja wanita ini berharap lebih berperan di tempat kerjanya dari pada

dirumah. Tahun 1985 parlemen Jepang mengeluarkan Undang-Undang yang

menjamin kesamaan gender di lapangan kerja. Walaupun dibandingkan 10 tahun

yang lalu, sudah semakin banyak wanita yang bekerja penuh. Dari masa ke masa

grafik pekerja wanita (usia menikah 27 tahun) Jepang yang keluar dari lapangan

kerja terus meningkat. Kemudian di usia 40 tahun keatas grafik wanita memasuki

lapangan kerja mulai meninggi lagi. Hal ini dikaitkan dengan adanya kelahiran

dan masa membesarkan anak-anak oleh ibu-ibu Jepang.

Tenaga kerja dan kesejahteraan Jepang, dari wanita karir yang menikah, setelah

melahirkan anak hanyalah 30% yang kembali bekerja karena tidak mampu

menyeimbangkan antara pekerjaan dan rumah tangga. Bagi Jepang ini adalah hal

yang mengkhawatirkan dan Jepang terdesak dalam 2 pilihan yaitu apakah tetap

(12)

harus memilih pekerjaan atau anak bagi kaum wanita di Jepang telah menciptakan

semacam mimpi buruk demografis.

Munculnya paham feminisme juga menyebabkan banyak wanita Jepang yang

semakin berkurang keinginannya untuk menikah, karena tidak mau terikat tradisi

dengan menjadi ibu rumah tangga dan prosedur pernikahan yang merepotkan serta

semakin banyak biaya. Seorang penulis Jepang, Sumiko Iwao dalam bukunya

yang berjudul “Japanese Women: Traditional Image and Changing Reality” menjelaskan beberapa penyebab berkurangnya jumlah pasangan yang menikah di

Jepang yaitu kemajuan di bidang ekonomi sehingga para wanita mampu hidup

mandiri secara finansial meskipun tidak bersuami.

Dari beberapa alasann itu terlihat bahwa perkembangan ekonomi telah menjadi

alasaan utama bagi wanita Jepang untuk menunda pernikahannya. Hal ini secara

tidak langsung membuktikan bahwa kemajuan dalam bidang ekonomi di Jepang

memiliki peranan besar dalam perubahan pola pikir masyarakat Jepang terhadap

pernikahan, khususnya bagi wanita Jepang modern.

Menurut Sumiko Iwao, bagi wanita yang berorientasi pada karir, perkawinan

dianggap penghalang untuk mencapai tujuan prefesional mereka. Pernikahan bagi

wanita Jepang modern telah menjadi beban karena harus mengorbankan

kepentingan pribadi mereka masing-masing utnuk kepentingan keluarga. Untuk

bisa mempertahkan gaya hidup mereka , para wanita Jepang modern rela hidup

(13)

Dibanding para pria, wanita Jepang setelah lulus SMU lebih banyak yang

melanjutkan ketingkat pendidikan yang lebih tinggi ke kelas junior dan perguruan

tinggi 48,8%. Kebebasan memilih bagi wanita Jepang adalah profesionalisme.

Saat seorang wanita memilih menjadi ibu rumah tangga, bekerja sebagai pendidik

bagi putra-putrinya tidak dirasakan sebagai kekangan, melainkan bersifat utama,

strategis dan justru seharusnnya dilakukan. Peran wanita seperti itu tidak dianggap

rendah atau remeh, tetapi sebaliknya justru mulia. Peran ganda sebagai ibu,

terutama ibu anak balita sekaligus wanita pekerja, dianggap sebagai chuto hanpa

(perang tanggung), tidak populer di Jepang. Bagi orang Jepang, setelah menikah

hanya ada 2 pilihan, yaitu menjadi ibu rumah tangga atau tidak sama sekali. Hak

dan kewajiban masing-masing dilindungi oleh Undang-Undang. Sarana dan

Prasarana yang diberikan oleh pemerintah sama-sama besar dan mendukung

kesuksesan masing-masing karir yang diemban. Bagi wanita pekerja Jepang

(wanita tidak menikah/menikah tidak melahirkan anak), bisa mencapai jabatan

yang setinggi-tingginya apabila dia sanggup dan mampu.

2.6 Keluarga Jepang

2.6.1 Kazoku

Kazoku merupakan konsep tenang keluarga dalam masyarakat Jepang.

(14)

yang anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan

kekeluargaan yaitu suami dan istri, orang tua dan anak-anak, dan diperluas

pada hubungan persaudaraan yang didasarkan pada struktur masyarakat

tersebut, dan struktur keluarga berbeda pada masing-masing masyarakat

budaya.

Jenis-jenis keluarga atau Kazoku adalah keluarga inti (nuclear family),

keluarga poligami (polygamous family), keluarga luas (extended family). Di

Jepang keluarga tradisional disebut dengan Ie, dan keluarga Ie ini berbeda

dengan keluarga tradisional disebut dengan Ie dan keluarga Ie ini berbeda

dengan Kazoku. Konsep keluarga Kazoku sama dengan konsep keluarga pada

umumnya, namun ada juga konsep keluarga tradisional, dalam keluarga

Indonesia misalnya adalah konsep keluarga Rumah Gadang di Minangkabau,

atau konsep keluarga dalihannatolu di Batak dan sebagainya. Artinya konsep

keluarga tradisional tersebut hanya dikenal dalam masyarakat pemilik tradisi

tersebut, sehingga sulit diterjemahkan ke bahasa asing.

2.6.2 Ie (Konsep Keluarga Tradisional Jepang)

Keluarga Ie adalah bentuk keluarga yang luas mengikuti satu garis

keturunan ayah. Perbedaan yang paling utama antara keluarga Kazoku

dangan keluarga Ie adalah bahwa Kazoku dapat berakhir karena kematian

suami atau isteri atau karena perceraian, jadi keberadaan Kazoku adalah satu

(15)

karena itu Ie tidak hancur karena perceraian atau meninggalnya salah satu

pihak suami atau isteri dalam keluarga tersebut.

Terjadinya keluarga Ie apabila orangtua dalam keluarga sudah meninggal,

maka dibuatlah kuburan keluarga dan juga dibuatlah altar pemujaan di rumah.

Dalam kepercayaan tradisional Jepang roh orang tua tersebut harus mendapat

pemujaan dan persembahan-persembahan atau sesajen hingga 33 tahun

menurut kepercayaan yang dipengaruhi Budha dan 49 tahun menurut

kepercayaan Shinto supaya roh tersebut tidak menjadi roh yang gentayangan

(muenbotoke). Oleh karena itu untuk menjamin tanggung jawab

penyembahan roh leluhur maka harta Ie tidak dapat dibagi-bagi. Tetapi

apabila kepala keluarga yang baru itu adalah anak laki-laki yang tertua.

Tetapi apabila keluarga ( 主戸/shuto) meninggal maka akan digantikan oleh

kepala keluarga yang baru. Biasanya kepala keluarga yang baru itu adalah

anak laki-laki yang tertua. Tetapi apabila keluarga tersebut tidak mempunyai

anak laki-laki maka dapat juga suami anak perempuan tertua diangkat

menjadi kacho (kepala keluarga) dengan cara Mokuyoshi (pengangkatan

menjadi marga isteri). Kemudian apabila keluarga tersebut tidak memiliki

anak laki-laki ataupun perempuan, maka oleh kepala keluarga dapat diangkat

dari pekerja (hokonim). Oleh karena itu dapat dilihat persyaratan untuk

menjadi kepala keluarga Ie tidak mengutamakan keturunan darah, tetapi

adalah mengutamakan kesinambungan keluarga Ie tersebut untuk dapat

(16)

Kemudian apabila anak kedua dan ketiga menikah maka pada suatu saat

mereka akan memisahkan diri dan membentuk keluarga cabang dikemudian

hari. Biasanya hingga anak kedua dan ketiga dapat berdiri sendiri maka

mereka tinggal dan bekerja sebagai pegawai pada keluarga asalnya (honke).

a. Teori Tentang Ie

Menurut Ariga Kizaemon, Ie adalah kelompok kerjasama dalam

mengelola kehidupan. Ariga tidak menyetujui apabila Ie dikatakan merupakan

ikatan kelompok sedarah, karena pekerja di dalam Ie pun merupakan anggota

keluarga Ie tetapi belum tentu ada ikatan darah. (1990:265).

Sehubungan dengan Ie adalah merupakan sebuah kelompok usaha

kehidupan, banyak para sarjana mengatakan adalah suatu sistem pelanjutan

kepemimpinan yang melampaui beberapa generasi. Ito Kanji mengatakan

sebagai berikut:

Dalam bahasa Jepang yang disebut dengan Ie, memiliki arti berbagai

macam. Salah satu artinya adalah kamar. Orang-orang yang tinggal di situ

disebut dengan Kazoku atau setai. Arti satu lagi bukan kamar dan bukan

orang-orang yang tinggal di situ. Tetapi adalah sistem pelanjutak

keturunan yang melampaui beberapa generasi ( Ito 1982:57).

Melihat defenisi-defenisi tersebut, (orang yang tinggal di kamar, Kazoku

atau keluarga) Levi Strauss mengatakan bersifat rational dan organizational.

Menurut Ito, Ie adalah sebuah bentuk keluarga yang mempunyai sistem

tersendiri yang berurat dan berakar pada 0masyarakat Jepang. Olehkarena itu

(17)

masyarakat Jepang. Dan juga merupakan suatu sistem masyarakat dalam

kesejarahan Jepang tersendiri Ito 1982:58)

Ie adalah suatu sistem keluarga yang lahir pada zaman Feodal. Ciri

Feodalisme ini kelihatan dalam hubungan ketidaksetaraan pada hak dan

kewajiban di dalam Ie, cara pemikiran seperti ini adalah pemikiran sistem

feodal yang disebut Hoken Seido.

Ie adalah keluarga luas, di dalamnya ada satu atau lebih pasangan

perkawinan. Sebagai kepala keluarga Ie di lanjutkan dari generasi orang tua

kepada generasi anak.

Di dalam Ie ada pelanjutan garis keluarga yang bersifat monolateral, harta

dan simbol-simbol Ie tidak dibagi-bagi oleh anak-anak, tetapi pengelolaannya

diteruskan oleh generasi penerus. Kemudian ciri khas Ie yang lainnya adalah

bahwa kekuasaan kepala keluarga dilanjutkan oleh seorang anak laki-laki

( Ito 1982:60).

Pada waktu melanjutkan Ie, tidak ada pembagian warisan, hal ini berbeda

dengan sistem Kazoku. Satu lagi yang penting dari sistem Ie (Ie seido) adalah

kesinambungan keluarga. Objek dari kesinambungan tersebut adalah

hubungan darah yaitu (hubungan orang tua dan anak, hubungan abang adik),

hubungan tempat tinggal (rumah dan pekarangan), hubungan ekonomi

(produksi, konsumsi, usaha dan harta) (Ito 1982:61).

Dalam prinsip sistem Ie, pembagian warisan kepada anak kedua dan ketiga

(18)

karena itu disini dapat kita lihat bahwa di dalam sistem Ie, kelanjutan Ie lebih

penting daripada kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.

Pelanjutan di dalam Ie adalah memperjelas pelanjutan hubungan leluhur

dengan keturunannya. Persyaratan pelanjutan di dalam Ie ada dua hal yaitu

yang bersifat materil dan bersifat spiritual. Yang bersifat spiritual adalah

adanya pemujaan leluhur didalam Ie, dan yang bersifat materil adalah adanya

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.. PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Pembagian tema pada umumnya ada dua jenis, yaitu tema mayor dan tema minor, namun penulis hanya fokus pada tema mayor karena tema mayor pada novel sangat terlihat dari awal,

Para aktor non negara melalui internet/ sosial media melakukan langkah-langkah edukatif dengan memberikan informasi yang bermanfaat dan menjelaskan berbagai fakta serta data

30 Saya bermusuhan dengan teman karena berebut pengaruh dari teman yang lain 31 Saya dan teman-teman saling percaya 32 Saya suka ikut tawuran warga antar desa 33

Jesus Christ for giving me health, strenght, and chance to me so, I can complete this paper as one of the requirements to get degree of Diploma English at the Faculty of

Dari hasil penelitian yang didapatkan, maka pola komunikasi yang terjadi pada ibu atau ayah sabeulah meliputi beberapa pola yang digunakannya, seperti pola

As she clears out her old bedroom, Polly discovers that below her memories, in which she led an entirely normal and unremarkable life, there is a second set of memories, which

Diharapkan pengelolaan parkir On Street dengan menggunakan alat parkir meter dapat dilaksanakan pada wilayah parkir On Street lainnya di seluruh Provinsi