• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan Chapter III IV"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

UPAYA INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK LAUT CINA SELATAN

Penyelesaian konflik Laut Cina Selatan merupakan hal yang sulit untuk

dicapai. Sulit karena ada lebih dari lima negara yang terlibat dalam konflik.

Negara-negara yang bersengketa juga memiliki perbedaan sikap dalam mencari

cara penyelesaian konflik. Seperti halnya Cina yang hanya menginginkan agar

konflik Laut Cina Selatan diselesaikan dengan perundingan bilateral dengan

negara yang berkonflik, sementara Filipina dan Vietnam menginginkan

penyelesaian konflik melalui forum multilateral sesuai dengan ketentuan hukum

internasional yang berlaku.97

97

Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 123

Sampai saat ini negara-negara pengklaim belum saling mengklarifikasi

mengenai klaimnya. Mereka belum mengklaim secara official batas-batas yang

mereka inginkan. Seperti halnya Cina yang hanya membuat nine dashed lines

secara umum, tanpa adanya batas titik kordinat yang jelas. Hal ini juga menambah

kerumitan dalam menyelesaikan konflik. Satu-satunya hal mendesak yang

diperlukan oleh negara-negara yang terlibat adalah bagaimana agar kondisi

kawasan tetap stabil, sambil menunggu titik temu dari negara-negara untuk

menyelesaikan konflik. Upaya penyelesaian konflik Laut Cina Selatan secara

(2)

Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab

dalam menjaga stabilitas kawasan. Selain itu, meskipun bukan negara pengklaim,

dampak dari konflik Laut Cina Selatan tersebut menyangkut kepentingan nasional

Indonesia memang tidak akan bisa secara langsung dapat menyelesaikan konflik

antar negara di kawasan, kecuali diizinkan oleh negara yang bersangkutan. Jadi

yang bisa dilakukan Indonesia adalah mendorong negara-negara tersebut untuk

saling menyelesaikan konfliknya secara damai.

“Kalau untuk penyelesaian konflik, karena Indonesia ini

bukan bukan claimant state, jadi yang bisa kita lakukan

adalah mendorong negara-negara yang memiliki klaim di

Laut Cina Selatan untuk saling berbicara satu sama lain,

untuk saling menyelesaikan masalahnya secara damai

gitu, karena semua ada prosesnya.”98

98

Wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI

Proses penyelesaian konflik masih sangat panjang dan kemungkinan akan

memakan waktu sampai bertahun-tahun. Hal terpenting saat ini sebenarnya adalah

bagaimana supaya situasi di kawasan dapat tetap stabil dengan adanya rasa saling

percaya di antara negara-negara pengklaim. Indonesia telah berperan besar dalam

mewujudkan hal ini. Melalui beberapa mekanisme, Indonesia telah berupaya

untuk mengarahkan negara-negara yang terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan

kepada kerjasama yang menguntungkan.

(3)

Faktor terbesar dari munculnya klaim-klaim negara atas Laut Cina Selatan

adalah potensi sumber daya alam yang terkandung di kawasan. Kedaulatan atas

pulau-pulau di kawasan juga dipersengketakan karena letaknya yang strategis,

sangat dekat dengan jalur pelayaran internasional. Dapat dikatakan bahwa

kawasan Laut Cina Selatan memiliki nilai ekonomis, politis dan strategis.99

Untuk mencapai hal itu, yang dapat dilakukan adalah meredakan

ketegangan konflik seperti menjalin kerjasama antar negara yang terlibat.

Kerjasama akan melindungi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan setiap

negara dan yang terutama adalah menciptakan stabilitas di kawasan. Dari segi

ekonomi, negara-negara yang terlibat akan mendapat manfaat dari kerja sama

eksplorasi dan eksploitasi untuk pembangunan negara mereka.

Laut

Cina Selatan jika dikelola dengan baik, sebenarnya akan sangat bermanfaat bagi

negara-negara di sekitarnya.

100

“I was therefore motivated by the conviction that everyone in the region should be guided by the principle that the promotion of regional peace, stability and cooperation in the South China Sea is part of the national interest of the respective countries, and that

Dari segi politik,

kerja sama akan menciptakan hubungan yang baik antar negara di kawasan.

Sementara dari segi pertahanan, kerja sama tentunya akan menjaga kawasan tetap

aman dan stabil.

Seperti halnya yang dikatakan oleh Hasjim Djalal,

99

Poltak Partogi. Op. Cit. Hal.117

100

(4)

cooperation is preferable and better than confrontation.”101

Atas dasar prinsip tersebut, Indonesia mengambil inisiatif untuk

mampelopori sebuah forum bagi negara-negara pengklaim untuk membicarakan

kemungkinan kerja sama di Laut Cina Selatan. Kanada mendukung gagasan ini.

Menurut Hasjim Djalal, dukungan Kanada tersebut diberikan sebagai bagian dari

program mereka yaitu Management for Changes yang dibentuk untuk mengatur

perubahan-perubahan dunia secara damai dan mengembangkan kerja sama.102

Pada akhir tahun 1989 Indonesia mengajak negara-negara ASEAN untuk

membicarakan tentang gagasan dibuatnya forum informal tersebut. Setelah

melakukan pendekatan kepada negara-negara ASEAN, gagasan tersebut segera

ditanggapi dengan positif. Negara-negara ASEAN setuju untuk mengadakan

forum berbentuk pertemuan informal yang melibatkan unsur-unsur akademis,

media massa dan pejabat pemerintah.

Dalam hal ini Indonesia telah memanfaatkan program Management for Changes

untuk kepentingan penyelesaian konflik Laut Cina Selatan.

103

Setahun kemudian yaitu pada tahun 1990, untuk pertama kalinya

dilaksanakan Lokakarya Penanganan Potensi Konflik Laut Cina Selatan

(Workshop on Managing Potential Conflict in the South China Sea)

104

101

Hasjim Djalal. Managing Potential Conflicts in the South China Sea: Lessons Learned. Hal. 89 yang

melibatkan negara-negara pengklaim, pemangku kebijakan serta para akademisi.

pada 6 Agustus 2017 pukul 23.05 WIB

(5)

Lokakarya pertama diadakan pada Januari 1990 di Bali yang diikuti oleh enam

negara ASEAN, dan para ahli dari Kanada sebagai narasumber. Negara-negara

lain yang terlibat sengketa seperti Cina, Vietnam dan Taiwan belum diundang

dalam lokakarya pertama.105

Tujuan dilakukannya lokakarya adalah untuk membendung potensi konflik

melalui upaya pengembangan confidence building measure, mendorong diskusi

dan dialog antar negara yang bersengketa dan membangun kerjasama antar

negara.

Hal ini dilakukan agar terlebih dulu negara-negara

ASEAN bertukar pikiran sebelum akhirnya mengundang negara-negara di luar

ASEAN.

106

105

Pada saat itu Vietnam bukan merupakan anggota ASEAN. Vietnam baru bergabung pada Juli 1995.

106

Tabloid Diplomasi. Potensi Konflik di Kawasan Laut China Selatan.

http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/115-november-2010/980-potensi-konflik- dikawasan-laut-china-selatan-pada-saat-membuka-acara-a-special-commemorative-events-of- the-20thanniversary-of-the-workshop-managing-potential-conflicts-in-the-south-china-sea-di-hotel-hyattregency-bandung-1-november-2010-menteri-lua.html diakses pada tanggal 15 Maret 2016

Dengan kata lain, lokakarya bertujuan untuk mewadahi negara-negara

yang terlibat dalam konflik untuk mendapatkan informasi, ide, dan pandangan

dari masing-masing negara terhadap konflik yang mereka alami. Lokakarya juga

dimaksudkan untuk mengubah persepsi dan sikap satu sama lain yang

memungkinkan munculnya solusi-solusi untuk menyelesaikan masalah secara

damai.

Sampai saat ini, telah dilaksanakan Lokakarya sebanyak 26 kali dengan

Indonesia sebagai tuan rumahnya. Dapat dilihat seperti yang tertera dalam tabel

(6)

Tabel 3.1

Penyelenggaraan Workshop on Managing Potential Conflicts in the South China Sea.

Lokakarya ke

Tanggal Tempat Kegiatan

1. 22-24 Januari 1990 Bali - Membahas isu: (1) lingkungan,

ekologi dan penelitian ilmiah; (2) perkapalan, pelayaran, dan

komunikasi; (3) manajemen sumber-sumber kekayaan alam; (4) isu-isu politik dan keamanan; (5) isu-isu yurisdiksi dan teritorial; (6)

mekanisme institusi bagi kerja sama.

2. 15-18 Juli 1991 Bandung - Pembahasan lanjutan terhadap

masalah-masalah yang diidentifikasi dari Lokakarya I.

- Membentuk Pernyataan Bersama

3. 28 Juni-2 Juli 1992 Yogyakarta - Membentuk Pernyataan bersama

- Membentuk dua kelompok kerja

teknis (Technical Working Group),

yaitu: (1) Penilain kekayaan laut dan cara-cara pengembangannya; dan (2) Penelitian ilmiah kelautan

4. 23-25 Agustus

1993

Surabaya - Membahas hasil-hasil pertemuan

Technical Working Group

- Membentuk pernyataan bersama

5. 26-28 Oktober

1994

Bukittinggi - Membahas hasil-hasil pertemuan

Technical Working Group

- Membentuk pernyataan bersama

6. 10-13 Oktober

1995

Balikpapan - Membahas hasil-hasil pertemuan

Technical Working Group

- Membentuk pernyataan bersama

7. 14 Desember 1996 Batam Membentuk tiga usulan kerjasama penelitian

keanekaragaman hayati dan pasang surut laut

9. 1-2 Oktober 2002 Jakarta Komitmen untuk melanjutkan proses

Confiedence Building Measures mealui rangkaian lokakarya-lokakarya selanjutnya

(7)

12. 15-17 November 2016

Bandung Membahas kerangka acuan pembentukan

information hub of the Workshop on Managing Potential Conflict in the South China Sea (WMP-SCS) dan Joint

Development.

14. 24-28 November

2004

Batam Menyepakati pertemuan WG on the Study of

Tides and Sea Level Change (tentang pasang surut air laut dan perubahan garis permukaan air laut)

17. 22-24 November

2007

Yogyakarta Laporan proyek-proyek kerjasama, yaitu Maritime Database Information Exchange and Networking in the South Sea Region (Cina), The Study of Tides and Sea Level Change and the Coastal Environment in the South China Sea Affected by Potential Climate Change (Indonesia), Training Program for Marine Ecosystem Monitoring (Filipina), Training Program for Seafarers

(Singapura), Search and Rescue and Illegal

Acts at Sea including Piracy and Armed Robbery (Malaysia), dan Regional Fisheries Stock Assessment (Thailand).

18. 27-29 November

2009

Manado - Laporan proyek yang disetujui dan

diusulkan

- Proposal Proyek Lokakarya

- Menyepakati dan mengadopsi Non

Paper Indonesia “Future Direction of the Workshop”

- Perkembangan status Special Fund

Lokakarya.

19. 3-14 November

2009

Makassar - Membahas perkembangan berbagai

proyek kerjasama yang telah disepakati

20. 1 November 2010 Bandung Merefleksikan pencapaian lokakarya selama

20 tahun.

21. 9-11 November

2011

Solo Laporan proyek mengenai: (1) Kerjasama

Regional di bidang ilmu kelautan dan jaringan informasi; (2) Studi perubahan gelombang laut dan dampaknya terhadap lingkungan pesisir di Laut Cina Selatan; (3) Pencarian dan Penyelamatan dan aksi ilegal di laut; (4) Jaringan Pendidikan dan Pelatihan Asia Tenggara

(8)

November 2013 Kelautan dan Jaringan Informasi di Laut Cina Selatan, termasuk Database Information Exchange dan Networking Project (China); 2. Studi Perubahan Gelombang dan Laut dan Lingkungan Pesisir di Laut Cina Selatan yang Terkena Dampak Perubahan Iklim Potensial (Indonesia);

3. Jaringan Pendidikan dan Pelatihan Asia Tenggara (SEANET) (China dan China Taipei);

4. Kursus Pelatihan Pengelolaan Pesisir, Penilaian dan Pemantauan (Filipina); 5. Pencarian dan Penyelamatan dan Kisah Ilegal di Laut termasuk Pembajakan dan Perampokan Armed (Malaysia);

6. Proyek Ekspedisi Keanekaragaman Hayati Bersama (Indonesia)

26. 16-17 November

2016

Bandung Membahas kerangka acuan untuk

pembentukan information hub of the

Workshop on Managing Potential Conflicts in the South China Sea (WMP-SCS) dan Joint Development in the South China Sea.

Sejak awal, lokakarya telah merumuskan dan menyetujui beberapa prinsip

dasar dalam mengelola potensi konflik. Lokakarya ke 2 di Bandung pada bulan

Juli 1991 telah merekomendasikan kepada pemerintah terkait yang kemudian

menjadi elemen untuk berbagai deklarasi atau pedoman perilaku di Laut Cina

Selatan, seperti:107

1. Tanpa mengurangi klaim teritorial dan yurisdiksi, untuk mengeksplorasi

wilayah kerja sama di Laut Cina Selatan.

2. Bidang kerja sama semacam itu mencakup kerjasama untuk

mempromosikan keselamatan navigasi dan komunikasi,

107

Hasjim Djalal. 2011. The South China Sea: Cooperation for Regional Security and Development.

(9)

mengkoordinasikan pencarian dan penyelamatan, untuk memerangi

pembajakan dan perampokan bersenjata, untuk mempromosikan

pemanfaatan sumber daya hayati secara rasional, untuk melindungi dan

melestarikan lingkungan laut, untuk melakukan penelitian ilmiah kelautan,

dan untuk menghilangkan lalu lintas gelap obat-obatan di Laut Cina

Selatan.

3. Di daerah di mana ada klaim teritorial yang saling bertentangan, negara

terkait dapat mempertimbangkan kemungkinan melakukan kerjasama

untuk saling menguntungkan termasuk pertukaran informasi dan

pengembangan bersama.

4. Setiap perselisihan teritorial dan yurisdiksi di wilayah Laut Cina Selatan

harus diselesaikan dengan cara damai melalui dialog dan negosiasi.

5. Kekerasan tidak boleh digunakan untuk menyelesaikan perselisihan

teritorial dan yurisdiksi.

6. Pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan tersebut didorong untuk

mengendalikan diri agar tidak mempersulit situasi

Keenam pernyataan tersebut selanjutnya menjadi pedoman untuk

menentukan hal-hal yang akan didiskusikan di dalam forum. Berbagai manfaat

telah didapatkan dari diadakannya lokakarya ini. Sehubungan dengan promosi

kerja sama, misalnya, telah disepakati untuk melaksanakan sejumlah kerjasama

seperti ekspedisi bio-diversity, pemantauan kenaikan permukaan laut, dan

pemantauan lingkungan. Sehubungan dengan promosi dialog antara pihak,

(10)

Tonkin (Beibu) dan beberapa kerja sama dengan perikanan di wilayah tersebut.

Vietnam dan Indonesia juga telah sepakat untuk membatasi delta kontinental

masing-masing di bagian selatan Laut Cina Selatan, sebelah utara Natuna.

Lokakarya yang telah digelar rutin sejak 1990 ini, telah mengubah situasi

perang yang terjadi sejak tahun 1970 sampai 1980 kepada situasi yang lebih

kondusif. Dengan demikian tujuan lokakarya dalam upaya mengelola potensi

konflik di Laut Cina Selatan paling tidak telah mampu meredam sumber konflik

yang dapat muncul dari pertentangan antar negara pengklaim. Sebagai pihak yang

tidak memiliki klaim di wilayah, Indonesia telah berperan sebagai pihak ketiga

(mediator) yang memfasilitasi dialog antar negara-negara yang bersengketa

dengan prinsip netral dan tidak memihak.

Lokakarya ini terus dilakukan secara konsisten setiap tahunnya, dengan

Indonesia sebagai tuan rumahnya. Setelah 20 tahun pertemuan rutin diadakan,

hampir tidak pernah terjadi konfrontasi lagi di antara negara-negara yang

bersengketa. Pada lokakarya yang ke-20, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

pada saat itu, Marty Natalegawa, menyatakan bahwa fakta menunjukkan sejak

tahun 1990 tidak terjadi suatu konflik bersenjata di wilayah Laut Cina Selatan.

Hal ini merupakan bukti keberhasilan dari lokakarya Laut Cina Selatan yang

digagas oleh Indonesia.108

108

Tabloid Diplomasi. Op.Cit.

Para pihak dalam perselisihan harus menyadari bahwa

pecahnya konflik, terutama konflik bersenjata, tidak akan menyelesaikan

(11)

3.2. Mekanisme Kemitraan ASEAN-Cina.

Pendekatan regional oleh ASEAN dijadikan Indonesia sebagai upaya

dalam mencapai penyelesaian konflik. ASEAN sendiri dibentuk dengan tujuan

meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional. Sejak awal pembentukan,

ASEAN sangat menjunjung tinggi prinsip perdamaian dan stabilitas, khususnya di

Asia Tenggara.109

Dalam ketentuan Hukum Laut (UNCLOS 1982), negara-negara yang

berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup hendaknya bekerjasama

satu sama lainnya dalam melaksanakan hak dan kewajibannya melalui organisasi

regional yang tepat.

Selain itu, untuk dapat menghadapi Cina diharapkan

negara-negara ASEAN lebih bersatu supaya memiliki keputusan yang seimbang dan akan

lebih mudah untuk bernegosiasi dengan Cina.

110

Dalam rangka merespon ketegangan konflik yang berlangsung, ASEAN

telah mengeluarkan ASEAN Declaration on the South China Sea yang

ditandatangani negara-negara anggota ASEAN di Manila pada 22 Juli 1992.

Adapun prinsip-prinsip yang dimuat dalam deklarasi yang dikenal dengan

Deklarasi Manila ini, antara lain, adalah menekankan perlunya penyelesaian

sengketa secara damai dan mendorong dilakukannya eksplorasi kerja sama terkait Sebagai organisasi regional yang menghimpun dan

memperjuangkan kepentingan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, ASEAN

tentunya dipercaya untuk berperan dalam mengupayakan penyelesaian konflik

secara damai terhadap Laut Cina Selatan yang tidak hanya melibatkan negara

anggota ASEAN tetapi juga Cina.

109

Asnani Usman. Op. Cit. Hal. viii

110

(12)

dengan safety of maritime navigation and communication, perlindungan atas

lingkungan laut, koordinasi search and rescue, upaya memerangi pembajakan di

laut dan perampokan bersenjata serta perdagangan gelap obat-obatan.111

Setelah adanya Deklarasi Manila, situasi di Laut Cina Selatan masih

memanas. Pada tahun 1995, ASEAN mengambil inisiatif setelah insiden Mischief

Reef untuk mencegah perselisihan yang ada meningkat menjadi konflik. Gagasan

tentang kode etik secara resmi disahkan dalam ASEAN Ministerial Meeting

(AMM) ke-29 tahun 1996 dengan harapan bahwa itu akan memberikan dasar

untuk stabilitas jangka panjang di daerah dan mendorong pemahaman antara

negara yang bersangkutan. Meskipun kode etik telah dianggap sebagai tujuan

utama, setelah hampir 5 tahun perundingan ASEAN dan Cina hanya mencapai

dokumen politik.112

Negara-negara ASEAN dan Cina menyepakati sebuah Deklarasi Tata

Perilaku di Laut Cina Selatan (Declaration of the Conduct of Parties in the South

China Sea) yang ditandatangani oleh sepuluh Menteri Luar Negeri Negara ASEAN pada 4 November 2002 dalam KTT ASEAN di Phnom Penh,

Kamboja.113 Adapun isi dari Declaration of the Conduct of Parties in the South

China Sea (selanjutnya disebut DoC) adalah sebagai berikut: 114

1. Para pihak menegaskan kembali komitmen mereka terhadap tujuan dan

prinsip-prinsip Piagam PBB, UNCLOS 1982, TAC dan prinsip-prinsip

111

Poltak Partogi. Op.Cit. Hal. 126

112

Humaltike Krisitine. Op.Cit. Hal.9

113

Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea.

diakses pada 9 Agustus 2017 pukul 13.00

114

(13)

hukum internasional yang berlaku sebagai norma dasar yang mengatur

hubungan negara-ke-negara;

2. Para pihak berkomitmen untuk meningkatkan cara-cara untuk membangun

kepercayaan sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas dan atas dasar

persamaan dan saling menghormati;

3. Para pihak menegaskan kembali rasa hormat dan komitmen mereka

terhadap kebebasan navigasi dan overflight di atas Laut Cina Selatan

sebagaimana ditentukan oleh prinsip-prinsip hukum internasional yang

diakui secara universal, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut

tahun 1982;

4. Para pihak yang berkepentingan berusaha menyelesaikan perselisihan

teritorial dan yurisdiksi mereka dengan cara-cara damai, tanpa

menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, melalui konsultasi

dan negosiasi yang diantara negara-negara berdaulat yang terlibat secara

langsung, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui

secara universal, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982;

5. Para pihak sepakat untuk menahan diri dalam melakukan kegiatan-kegitan

yang akan meningkatkan eskalasi konflik dan akan mempengaruhi

perdamaian dan stabilitas di kawasan, termasuk, antara lain, menahan diri

dari tindakan menghuni pulau-pulau yang tak berpenghuni, terumbu

karang dan lain-lain. Fitur dan untuk menangani perbedaan mereka secara

konstruktif.

Menunggu penyelesaian damai perselisihan teritorial dan yurisdiksi, Para

(14)

dengan semangat kerja sama dan pengertian, untuk membangun

kepercayaan, termasuk:

A. Mengadakan dialog dan pertukaran pandangan yang sesuai antara

pejabat pertahanan dan militer;

B. Berlaku adil dan manusiawi terhadap semua orang yang berada dalam

bahaya atau dalam keadaan tertekan;

C. Memberitahukan secara sukarela segala bentuk latihan militer bersama

pihak-pihak terkait; dan

D. Melakukan pertukaran informasi yang relavan secara sukarela.

6. Sebelum adanya penyelesaian yang menyeluruh dan bersifat tetap atas

konflik, para pihak yang terkait sepakat untuk dapat melakukan eksplorasi

atau melakukan kegiatan kooperatif. Termasuk seperti yang berikut ini:

A. Perlindungan lingkungan kelautan

B. Penelitian ilmiah kelautan;

C. Keamanan navigasi dan komunikasi di laut;

D. Operasi SAR;

E. Memerangi kejahatan transnasional, termasuk lalu lintas obat-obatan

terlarang, bajak laut, perampokan bersenjata dan penyelendupan

senjata.

Modalitas, ruang lingkup dan lokasi, sehubungan dengan kerja sama bilateral

dan multilateral harus disepakati

7. Para pihak yang terlibat siap untuk melanjutkan konsultasi dan dialog

mengenai isu-isu terkait, melalui modalitas yang harus disetujui oleh mereka,

(15)

kedekatan dan transparansi yang baik, membangun keselarasan, pengertian

bersama dan kerjasama, serta memfasilitasi penyelesaian sengketa secara

damai di antara mereka;

8. Para sepakat untuk menghormati dan menaati ketentuan dalam Deklarasi ini

serta mengambil tindakan yang konsisten dengannya;

9. Para pihak mendorong negara lain untuk menghormati prinsip-prinsip yang

tercantum dalam Deklarasi ini;

10. Para pihak yang berkepentingan menegaskan kembali bahwa penerapan

code of conduct di Laut Cina Selatan akan meningkatkan perdamaian dan stabilitas di kawasan dan disepakati juga untuk melanjutkan proses

tercapainya tujuan ini.

Terdapat tiga hal yang menjadi tujuan utama dari DoC yaitu

(1) mempromosikan upaya-upaya untuk membangun rasa saling percaya di antara

para pihak (2) melibatkan diri di dalam kerjasama maritim, dan (3) menyediakan

dasar diskusi dan penyusunan suatu dokumen CoC yang formal dan dengan

kekuatan hukum yang mengikat. DoC diharapkan dapat meningkatkan rasa saling

percaya antara negara anggota ASEAN dan Cina serta menghilangkan potensi

konflik. Tujuan utamanya ialah menjaga stabilitas dalam jangka panjang sembari

mencari upaya yang tepat untuk menyelesaikan konflik.

DoC tidak akan bermanfaat jika tidak ada langkah konkret yang diambil

untuk mengerjakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam DoC. Setiap negara

pengklaim perlu diarahkan dan diawasi untuk terus mengimplementasikan DoC

(16)

tahunnya, paling tidak ada empat pertemuan yang dilakukan negara-negara

ASEAN dengan Cina. Ada dua level pertemuan yang dilakukan, yaitu:

1. Senior Official Meeting on Declaration of Conduct.

Pada tahun 2003, ASEAN dan Cina memutuskan untuk mengadakan

pertemuan reguler Pejabat Senior ASEAN (Senior Official’s Meeting/SOM)

untuk membahas pelaksanaan DoC. Pada bulan Desember 2004, pertemuan SOM

tentang DoC yang pertama diadakan di Kuala Lumpur, dan dalam pertemuan

tersebut diputuskan untuk membentuk grup kerjasama guna membahas

pelaksanaan DoC. Senior Official Meeting ASEAN dan Cina mengadopsi

kerangka acuan kelompok kerja bersama. Hasil pertemuan yang dicapai dari Joint

Working Group dilaporkan ke Senior Official Meeting.

2. Joint Working Group on Declaration on Conduct ASEAN-Cina.

Gagasan tentang dibuatnya Kelompok Kerjasama (Joint Working Group)

ada pada saat pertemuan AMM di Kuala Lumpur pada tahun 2004. Joint Working

Group dibentuk untuk mempelajari dan merekomendasikan kegiatan membangun

kepercayaan demi memastikan perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.

Joint Working Group akan membantu menerjemahkan ketentuan DoC dalam

kegiatan kerjasama yang nyata.

Pertemuan pertama Joint Working Group berlangsung di Manila dari 4

Agustus sampai 5 Agustus 2005. Pada pertemuan tersebut ASEAN mengajukan

sebuah contoh dokumen berisi tujuh butir petunjuk terkaitan dengan pelaksanaan

DoC. Butir kedua dari dokumen tersebut menyatakan bahwa ASEAN akan terus

(17)

dengan Cina. Cina menolak butir kedua ini, dengan alasan bahwa Laut Cina

Selatan hanya terkait dengan sejumlah anggota ASEAN saja, dan bukan

keseluruhan ASEAN. Cina menyatakan bahwa Cina lebih memilih untuk

berdiskusi langsung dengan negara-negara ASEAN yang terkait daripada

berhubungan dengan ASEAN secara kolektif.

Tugas utama dari JWG ASEAN-Cina adalah untuk mempelajari dan

merekomendasikan langkah-langkah menerjemahkan ketentuan DoC menjadi

kegiatan kerjasama yang konkret yang akan meningkatkan saling percaya antar

negara. JWG ASEAN-Cina, sesuai dengan kewajiban dan komitmen terhadap

DoC, merekomendasikan pertimbangan, kebijakan dan arahan dari Senior Official

Meeting, termasuk mengidentifikasi jenis kegiatan yang harus diambil oleh para

pihak agar tidak mempersulit atau meningkatkan perselisihan.

Pada pertemuan keenam ASEAN-Cina Joint Working Group on The

Implementation of the DoC, Indonesia memfasilitasi negara negara ASEAN

bersama dengan Cina membahas agenda Implementation of the Declaration on

the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) dan proposal Cina

mengenai draft Guidelines DoC the Implementation of the Declaration on the

Conduct of Parties in the South China Sea. ASEAN dan Cina percaya bahwa

kegiatan membangun kepercayaan di antara mereka di Laut Cina Selatan akan

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyelesaian damai klaim kedaulatan

yang tumpang tindih Cina dan negara-negara ASEAN.

Elemen-elemen di dalam DoC pada intinya menjunjung tinggi dialog,

(18)

ilmiah kelautan, keamanan navigasi dan komunikasi di laut, operasi pencarian dan

penyelamatan dan pemberantasan kejahatan transnasional. Untuk memastikan

bahwa poin-poin dan kegiatan-kegiatan tersebut terlaksana, terdapat plan of action.

Ada rencana kerja yang lebih detail mengenai bagaimana mengimplementasikan

DoC sembari menunggu masalah perbatasan dapat diselesaikan.115

Peran utama Joint Working Group dan Senior Official Meeting on DoC

adalah memastikan poin-poin di dalam DoC dapat terlaksana sebagai plan of

action sembari menunggu masalah perbatasan terselesaikan. Jadi, terdapat dua hal yang substansi yang dibahas dalam dua pertemuan tersebut. Pertama, diharapkan

adanya implementasi yang nyata dari DoC. Kedua, bagaimana negara-negara

ASEAN dan Cina dapat menyepakati atau ada perkembangan dalam mencapai

implementasi CoC.116

“Dua hal ini adalah dua aspek yang dianggap ASEAN dan

Cina merupakan suatu Confiedence Building Measurues

sehinga dapat meminimalisir kecurigaan di antara ASEAN

dan Cina. Jadi relatif stabil lah, ada channelnya ketika

sesuatu terjadi di lapangan.”117

Di dalam kedua level pertemuan tersebut, Indonesia sangat banyak

berperan seperti mengambil inisiatif untuk mengadakan kegiatan-kegiatan

115

Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI

116 Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian

Luar Negeri RI

117

(19)

kerjasama dan memastikan negara ASEAN dan Cina tetap pada garis yang

mematuhi DoC. Indonesia juga banyak berperan di dalam dinamika negosiasi

pada pertemuan JWG dan SOM. Dinamika antara claimant state dan Cina tidak

mudah karena masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda. Dalam hal ini

Indonesia banyak berperan sebagai honest broker untuk memastikan bahwa

mereka harus membuat proses.118

Pada tahun 2016, atas dorongan Indonesia ASEAN dan Cina telah berhasil

mengesahkan dua hal yang secara teknis dapat mendorong Confidence

Building Measures.119

1. Guidelines for Hotline Communications Among Senior Officials of the

Minintries of Foreign Affairs of ASEAN Member States and China.

Negara-negara ASEAN dan Cina telah menyepakati pembentukan

saluran hotline khusus komunikasi langsung antar pejabat tinggi

Kementerian Luar Negeri ASEAN dan Cina untuk mengatasi kejadian

darurat di Laut Cina Selatan. Bila terjadi sesuatu di Laut Cina Selatan,

para pejabat setingkat Direktur Jenderal di masing-masing negara ASEAN

dan Cina dapat langsung menghubungi satu sama lain. Tujuannya ialah

untuk memastikan pertukaran informasi dan pandangan dan tindakan yang

segera dan efektif antara pejabat negara-negara anggota ASEAN dan Cina

bila terjadi keadaan darurat maritim yang tindakan langsung.120

(20)

Kondisi Laut Cina Selatan yang simpang siur dengan klaim

tumpang tindihnya menyebabkan seringkali terjadi ketegangan di kawasan.

Misalnya nelayan Vietnam melewati perairan yang mereka anggap

perairan mereka sementara Cina juga menggap bahwa perairan itu

miliknya. Hal ini sering menyebababkan terjadinya bentrok di lapangan.121

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, harapan dari adanya

hotline communication adalah situasi di Laut Cina Selatan semakin kondusif, dapat dikelola dengan baik, dan insiden yang tidak dikehendaki

dapar dihindari. 122

2. Application of the Code for Unplanned Encounters at Sea in the South

China Sea.

Hotline ini pada intinya dapat menghindari kesalahpahaman antar negara.

Code for Unplanned Encounters at Sea (CUES) sebelumnya telah

ada dan disepakati untuk wilayah perairan Pasifik. Jika ada kapal saling

bertemu secara tidak sengaja antar negara di wilayah perairan Pasifik,

segera diambil tindakan supaya tidak terjadi bentrok. Saat ini, ASEAN dan

Cina menyepakati CUES khusus untuk wilayah perairan Laut Cina Selatan.

Hal teknis ini sebenarnya sangat mendasar karena membangun

Agustus 2017 pukul 02.40 WIB

121

Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI

122 Azizah Fitriyanti. ASEAN-Tiongkok sepakati CUES dan "hotline" di LCS. 2016.

(21)

kepercayaan berbicara tentang apakah kita dapat memahami satu sama lain

dan mengetahui pergerakan satu sama lain.123

Adapun kesepakatan-kesepakatan yang ada di dalam Code for

Unplanned Encounters at Sea (CUES) adalah sebagai berikut.124

3. Kami menegaskan bahwa upaya ini berkontribusi pada komitmen kami

untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional, keselamatan maksimum

di laut, mempromosikan lingkungan yang baik dan mengurangi risiko

selama pertemuan yang tidak direncanakan di udara dan di laut, dan

memperkuat kerja sama antar angkatan laut.

a. Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap CUES untuk

meningkatkan keselamatan operasional kapal angkatan laut dan pesawat

angkatan laut di udara dan laut, dan memastikan saling percaya di antara

semua Pihak;

b. Kami setuju untuk menggunakan prosedur keselamatan dan komunikasi

untuk keselamatan semua kapal angkatan laut dan pesawat angkatan laut

kami, seperti yang tercantum dalam CUES, saat mereka bertemu satu sama

lain di Laut Cina Selatan; dan

Namun demikian, DoC masih tidak cukup kuat untuk membangun rasa

saling percaya di antara negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut Cina

123

Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI

124

(22)

Selatan dan untuk mencegah konflik Laut Cina Selatan berkembang lebih jauh.

Nyatanya DoC hanya berfungsi untuk memberikan batasan-batasan moral bagi

para pihak yang terkait.125 Pada Juli 2011, Cina dan Vietnam serta Filipina

kembali terlibat saling provokasi. Latihan militer dan pengrusakan kapal milik

negara lain ternyata tetap dilakukan oleh Cina dan Vietnam, yang secara nyata

melanggar DoC yang dibuat126

3.2.Mekanisme Internal ASEAN. .

Sebagai bagian dari negara ASEAN, Indonesia perlu meyakinkan

negara-negara di dalamnya memiliki satu kesatuan dan menyadari posisi mereka sebagai

suatu organisasi regional. Kekuatan militer Cina masih lebih kuat jika

dibandingkan dengan gabungan dari kekuatan militer negara-negara ASEAN.

Untuk itulah dalam menghadapi kekuatan Cina, tentunya ASEAN tidak bisa

berjalan sendiri-sendiri, melainkan ASEAN harus semakin solid.

Untuk mewujudkan hal itu Indonesia memainkan peran melalui

pertemuan-pertemuan ASEAN. Ketika tidak tercapai suatu pernyataan bersama

tentang konflik Laut Cina Selatan, Indonesia melakukan diplomasi untuk

mengubah situasi yang terjadi.

1. Komunike Bersana

Pada tahun 2012, Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN

Foreign Ministerial Meeti0ng) yang ke-45 di Phnom Penh, Kamboja gagal

125

Mingjiang Ling. Mengelola Isu Keamanan di Laut Cina Selatan: Dari DOC ke COC. Kyoto Review

126 Sandy Nur Ikfal Raharjo. 2011. Sengketa Kepulauan Spratly: Tantangan bagi Indonesia sebagai

(23)

mencapai kesepakatan. Perpecahan di antara negara ASEAN terjadi ketika

Kamboja dan Filipina berbeda sikap terkait perlu tidaknya memasukkan insiden

sengketa wilayah antara Cina dan Filipina di Scarborough ke dalam pernyataan

bersama (joint communique). Filipina menuduh sikap keras Kamboja itu lantaran

dipengaruhi oleh Cina.127

Untuk menyikapi perbedaan pandangan tersebut, Menteri Luar Negeri

Indonesia pada waktu itu, Marty Netalegawa melakukan pendekatan dan shuttle

diplomacy dengan para Menteri Luar Negeri ASEAN terkait posisi bersama.

Joint communique adalah

128

Konsultasi Menlu Indonesia dengan Menlu Filipina, Vietnam, Malaysia,

Singapura dan Kamboja selama kurang lebih 36 jam itu berhasil menghasilkan

kesepakatan ASEAN's Six Point Principles on the South China Sea pada tanggal

20 Juli 2012. Dokumen tersebut berisikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

Selama dua hari yaitu pada tanggal 18 sampai 19 Juli 2012 Menlu Indonesia

bersikap sebagai penengah dan mendatangi negara-negara ASEAN satu per satu.

Indonesia menggarisbawahi pentingnya ASEAN bertindak dengan satu suara dan

mengingatkan bahwa perkembangan terakhir menjadi perhatian semua anggota

ASEAN.

Kementerian Luar Negeri RI. Laut China Selatan. 2013

http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Laut-China-Selatan.aspx

129

(24)

1. Implementasi penuh Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (2002);

2. Pedoman Pelaksanaan Declaration on the Conduct of Parties in the

South China Sea (2011);

3. Kesimpulan awal Code of Conduct in the South China Sea;

4. Penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip internasional yang

diakui secara universal, termasuk Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS);

5. Terus melakukan pengendalian diri dan tidak menggunakan kekuatan

oleh semua pihak; dan

6. Resolusi sengketa yang damai, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum

internasional yang diakui secara universal, termasuk Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS).

Menurut Indonesia, enam prinsip dasar itu dapat menyatukan posisi

ASEAN tentang Laut Cina Selatan. Keenam prinsip dasar yang diusulkan

Indonesia pada dasarnya tidak berbeda dengan apa yang telah ASEAN sepakati

sebelumnya. Selain itu, negara-negara ASEAN juga sepakat berkomitmen

menyelesaikan persoalan dan sengketa di perairan itu lewat jalan damai sesuai

aturan hukum internasional.

2. Hasjahjd

Pasca keluarnya putusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) terkait

pengaduan Filipna atas klaim nine dashed lines Cina tahun 2016 lalu, situasi

(25)

diadakan, biasanya para menlu ASEAN akan menyepakati joint communique mengenai berbagai isu di ASEAN, dan salah satunya adalah mengenai isu Laut

Cina Selatan. Namun, pembahasan joint communique untuk Laut Cina Selatan

pada waktu itu sangat sulit disepakati, karena semua negara memiliki kepentingan

masing-masing.130

Kegagalan tercapainya kesepahaman antar negara ASEAN terjadi ketika

Filipina dan Vietnam meninginkan agar joint communique menyertakan hasil

putusan PCA. Hal ini karena kedua negara tersebut menginginkan supaya desakan

untuk menghormati Hukum Internasional tersebut disertakan ke dalam draft.

Namun, Kamboja meminta ASEAN untuk tidak memasukkan hasil putusan PCA

mengenai Laut Cina Selatan ke dalam joint communique. Kamboja yang

merupakan mitra terdekat Cina di ASEAN menentang keinginan tersebut. Bahkan

Kamboja juga mendukung keinginan Beijing untuk menyelesaikan sengketa

dengan Filipina melalui jalur diplomasi.131

Jika para Menlu ASEAN tidak mencapai joint coomunique untuk Laut

Cina Selatan, akan berdampak buruk karena kemungkinan besar joint

communique untuk hal yang lain juga dibatalkan.132

130

Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI

131

https://news.okezone.com/read/2016/07/25/18/1445841/asean-gagal-capai-kesepahaman-soal-lcs-karena-kamboja

132

Hasil wawancara dengan Direktorat Kerjasama Politik dan Keamanan ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI

Untuk menghindari kejadian

pada tahun 2012 terulang kembali, Menlu Retno Marsudi melakukan manuver

(26)

untuk bertemu dengan para Menteri Luar Negeri ASEAN secara terpisah guna

membantu tercapainya konsensus. Ia juga mengambil inisiatif untuk melakukan

informal retreat sebelum dimulainya rangkaian resmi AMM yang ke 49.133

Dalam kesempatan itu Indonesia juga menyarankan pernyataan ASEAN

Point Ministers on Peace, Security and Stability in the Region.

Dalam informal retreat tersebut Retno Marsudi mengingatkan bahwa saat ini

pandangan dunia internasional sedang mengarah kepada ASEAN tentang

bagaimana ASEAN menanggapi hasil putusan PCA atas tuntutan Filipina.

134

133

Kementerian Luar Negeri RI. Diplomasi RI Berhasil Yakinkan Semua Anggota ASEAN untuk Bersatu. http://kemlu.go.id/id/berita/Pages/Diplomasi-RI-Berhasil-Yakinkan-Semua-Anggota-ASEAN-untuk-Bersatu.aspx

134

Hasil wawancara dengan

Pernyataan ini

pada intinya menegaskan bahwa ASEAN dalam menjaga perdamaian dan

stabilitas di kawasan harus melindungi “rumah” mereka agar tetap menjadi

kawasan yang damai dan stabil. Pernyataan tersebut juga menegaskan komitmen

ASEAN untuk menjaga dan mempromosikan perdamaian, keamanan dan

stabilitas kawasan, serta menjunjung tinggi antara Piagam PBB, ASEAN Charter,

dan the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia dalam melaksanakan

hubungan antara negara.

Akhirnya, Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN berhasil mencapai

kesepakatan untuk menyusun sebuah joint communique pada AMM yang ke-49

di Vientianne, Laos, Selasa 26 Juli 2016. Kesepakatan Joint Communique

tersebut memuat pandangan bersama ASEAN terhadap perkembangan situasi di

(27)

. Dalam kaitan ini, negara anggota ASEAN menegaskan komitmennya untuk

menghormati proses hukum dan diplomatik sepenuhnya. Negara-negara ASEAN

juga berkomitmen menyelesaikan permasalahan teritorial sesuai dengan

ketentuan Hukum Internasional, termasuk Hukum Laut 9UNCLOS 1982.

Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara

ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN

menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan

diplomatik sesuai hokum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk

menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesame negara anggota maupun

negara lain yang bukan anggota.

Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara

ASEAN dalam isu keamanan di Laut Cina Selatan. Negara anggota ASEAN

menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan

diplomatik sesuai hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk

menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesama negara anggota maupun

negara lain yang bukan anggota.

Karena upaya yang dilakukan Indonesia tersebut, Menteri Luar Negeri

negara-negara ASEAN berhasil mencapai kesepakatan untuk menyusun sebuah

Joint Communique dalam pertemuan ke-49 Menteri Luar Negeri ASEAN

(ASEAN Ministerial Meeting) di Vientianne. Kesepakatan Joint Communique

tersebut memuat pandangan bersama ASEAN terhadap perkembangan situasi di

Laut Cina Selatan.

Komunike bersama ini juga menegaskan komitmen negara-negara

(28)

menyatakan komitmennya untuk sepenuhnya menghormati proses hukum dan

diplomatik sesuai hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982 untuk

menyelesaikan klaim territorial baik dengan sesama negara anggota maupun

negara lain yang bukan anggota.

Peran Indonesia tidak dapat dipisahkan dari tercapainya posisi bersama

ASEAN. Berkat upaya yang dilakukan Indonesia, ASEAN telah menyepakati

suatu cara dalam merespon konflik Laut Cina Selatan. Seperti yang telah dibahas

sebelumnya, bahwa di dalam pertemuan Joint Working Group dan Senior Official

Meetings on DoC telah dibahas untuk membuat kerangka CoC antara ASEAN

sama Cina dan Cina. Sulit membuat kerangka ini karena masing-masing negara

punya kepentingan di dalamnya. Cina tidak mau menerima draft yang dibuat oleh

Filipina sementara Filipina juga demikian. Yang terpenting ialah bagaimana

membuat negara-negara ini menyadari bahwa kerangka ini harus dibuat dari awal

dan bahwa kerangka CoC ini adalah sesuatu yang sangat penting sehingga ini bisa

tercapai.135

Pada bulan Juli 2011, saat pertemuan AMM ke 44 di Bali, ASEAN dan

Cina menyepakati Guidelines for the Implementation of the DoC. 136

135

Hasil wawancara

Disepekatinya guidelines tersebut menjadi pencapaian besar bagi ASEAN pada

saat Indonesia menjadi ketua. Kesepakatan atas guidelines membuka kesempatan

bagi upaya implementasi DoC melalui pelaksanaan kegiatan kerja sama antara

136 Guidelines for the Implementation of the DOC. 2011.

(29)

ASEAN dan Indonesia di kawasan Laut Cina Selatan dan merupakan langkah

awal mengenai implementasi kode etik (Code of Conduct of Parties in the South

China Sea). Adapun isi dari Guidelines for the Implementation of the DoC adalah sebagai berikut:137

1. Implementasi DOC harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan

ketentuan DOC.

2. Para Pihak akan terus mendorong dialog dan konsultasi sesuai dengan

semangat DOC.

3. Pelaksanaan kegiatan atau proyek sebagaimana diatur dalam DOC harus

diidentifikasi secara jelas.

4. Partisipasi dalam kegiatan atau proyek harus dilakukan secara sukarela.

5. Kegiatan awal yang harus dilakukan di bawah lingkup DOC harus berupa

tindakan membangun kepercayaan.

6. Keputusan untuk menerapkan tindakan nyata atau kegiatan DOC harus

didasarkan pada konsensus di antara pihak-pihak yang terkait, dan

mengarah pada realisasi Kode Etik.

7. Dalam pelaksanaan proyek yang disepakati di bawah DOC, layanan dari

ahli dan orang-orang terkemuka, jika dianggap perlu, akan diupayakan

untuk memberikan masukan spesifik mengenai proyek-proyek yang

bersangkutan.

137

(30)

8. Kemajuan pelaksanaan kegiatan dan proyek yang disepakati dalam DOC

harus dilaporkan setiap tahun ke Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN-Cina

(PMC).

Akhirnya di dalam pertemuan informal ASEAN september 2012,

Indonesia membagikan draf awal (zero draft) CoC tentang Laut Cina Selatan

kepada para menteri luar negeri ASEAN. Indonesia berinisiatif menawarkan zero

draft tersebut untuk dapat dibahas bersama. Zero draft CoC itu diajukan

setidaknya sebagai pemicu awal perundingan. Isinya terbilang rinci dan dapat

dipakai untuk menghindari ”miskalkulasi” di antara semua pihak saat bertemu di

lapangan.

Indonesia punya draft, yang penting bagi Indonesia adalah bahwa

elemen-elemen penting menurut Indonesia yang dari draft itu masuk ke kerangka CoC,

jadi tidak masalah jika zero draft yang dibuat Indonesia diterima atau tidak selama

elemen yang diinginkan masuk ke kerangka CoC dan itu yang diupayakan.

Gimana caranya kita mendorong supaya elemen-elemen yang menurut Indonesia

penting tetap masuk ke situ. Jadi ketika negosiasi strateginya harus diubah. Ketika

tiga negosiasi terakhir di tahun ini kalau ga salah ya, itu awal tahun di bali, yang

pertama di Bali, kemudian di Kamboja, kemudian di Buyang. Jadi ketiga

negosiasi ini akhirnya kita putuskan menggunakan pendekatan usulan Indonesia

lagi. Ini merupakan peran Indonesia, bagaimana ketika terjadi dinamika antar

negara pengklaim, supaya prose tetap jalan dan dapat menghasilkan sesuatu. Jadi

kita namainnya Bali approach karena pertemuan ini mulainya di Bali.

Dalam hal upaya implementasi CoC, pada Juli 2017 diserahkan kerangka

(31)

negara. Setiap negara seharusnya menyadari bahwa kerangka CoC ini sangat

penting sehingga dapat segera diimplementasikan. Dalam kerangka CoC ini,

terdapat elemen-elemen yang sama dalam zero draft Indonesia. Indonesia telah

berhasil dalam mendorong atau memasukkan poin-poin penting ke dalam

kerangka CoC.

Salah satu hal penting yang diminta dan dituntut oleh DoC itu, menurut Puja adalah

membentuk Code of Conduct (CoC) atau kode perilaku, yang sampai sekarang ini

prosesnya masih bergulir terus, dan terus mengalami kemajuan, meskipun tidak

besar.138

138

https://international.sindonews.com/read/1057189/40/ini-upaya-ri-selesaikan-konflik-laut-china-selatan-1446104843

isebut sebagai sebuah dokumen yang menjadi batu loncatan antara hubungan

ASEAN dan Cina mengenai Laut Cina Selatan pada tahun 2002, dokumen

Declaration on the Conduct of Parties in the South Cina Sea (DOC) belum

berhasil memenuhi misinya untuk membangun rasa saling percaya di antara

negara-negara yang terlibat di dalam konflik Laut Cina Selatan dan untuk

mencegah konflik Laut Cina Selatan berkembang lebih jauh. Selama ini dokumen

DOC hanya berfungsi untuk memberi batasan-batasan moral bagi para pihak yang

terkait. Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri, dokumen DOC setidak-tidaknya

telah berperan sebagai referensi ketika muncul masalah atau terjadi ketegangan

dan juga berperan sebagai dasar untuk negosiasi mengenai penyusunan dokumen

(32)

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan

Pencapaian resolusi konflik Laut Cina Selatan tidak hanya bermanfaat

secara ekonomi, tetapi juga secara politik dan keamanan bagi setiap negara yang

terlibat. Besarnya potensi ekonomi seperti jalur pelayaran, kandungan alam

minyak, gas dan mineral serta kekayaan ikannya jika dapat dikelola dengan baik

sebenarnya akan sangat bermanfaat bagi setiap negara di kawasan. Dampak dari

penyelesaian konflik tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat di sekitar Laut

Cina Selatan tetapi juga bagi Indonesia dan dunia internasional

Indonesia tidak dapat secara langsung menyelesaikan konflik karena

Indonesia bukan negara pengklaim. Hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah

mendorong negara-negara yang memiliki klaim di Laut Cina Selatan untuk saling

berbicara satu sama lain dan saling menyelesaikan masalahnya secara damai.

Proses penyelesaian konflik masih sangat panjang dan akan memakan waktu

sampai bertahun-tahun. dan yang terpenting adalah bagaimana mengelola situasi

di kawasan agar tetap stabil dengan adanya kepercayaan di antara negara

pengklaim.

Terlepas dari rumitnya konflik, Indonesia tidak bisa mengabaikan hal ini.

Indonesia memang tidak bisa memaksa negara-negara untuk menyelesaikan

konflik internal mereka masing-masing. Namun, sebagai negara terbesar di

ASEAN, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas kawasan.

(33)

Upaya Indonesia dalam membangun Confidence Building Measures dan

mengadakan dialog antara negara-negara ASEAN bahkan Cina telah mampu

meredam sumber konflik yang dapat muncul dari pertentangan antar negara

pengklaim. Segala upaya yang dilakukan Indonesia telah berhasil mengelola

konflik Laut Cina Selatan meskipun masih sangat jauh dari kemungkinan

terselesaikannya konflik.

4.2. Saran.

1. Dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukan, Indonesia seharusnya lebih

sering memasukkan dialog tentang Hukum Laut Internasional ke dalam

agenda pertemuan karena solusi yang solutif untuk masalah Laut Cina

Selatan adalah semua negara pengklaim harus kembali berpedoman

kepada Hukum Internasional seperti UNCLOS 1982.

2. Organisasi-organisasi internasional seperti PBB juga harus menanggapi

persoalan konflik Laut Cina Selatan mengingat tidak efektifnya ASEAN

Gambar

Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pemberian pregabalin 150 mg preoperatif mempunyai nilai NRS lebih kecil dibandingkan dengan gabapentin 600 mg pada pembedahan modifikasi radikal mastektomi dan juga jumlah

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa osilasi Rabi dalam sistem SQD- MNP heterodimer dapat dimodifikasi dengan mengontrol parameter sistem maupun intensitas

Berdasarkan trend suhu dan kelembaban udara pada Gambar 7 di daerah lahan pertanian lahan gambut di Desa Pelalawan memenuhi syarat tumbuh untuk tanaman padi dan jagung..

Kemampuan keterampilan proses sains mahasiswa Fisika STAIN Palangka Raya masih sangat rendah walaupun sudah dilatihkan pada kegiatan praktikum. Minat dan motivasi

Microsoft visual studio juga dapat digunakan untuk mengembangkan aplikasi mobile, aplikasi yang berjalan di atas .NET Framework ,dan aplikasi dalam bentuk bahasa mesin

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji morfologi dan karakteristik sungai di daerah lereng selatan Gunung api Ungaran sebagai bagian dari upaya pengembangan

Kontribusi dari kegiatan ini adalah sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat Desa Kajongan Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga yang memiliki potensi banyak