Lampiran 1
LEMBAR OBSERVASI
HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN GULA MERAH DI INDUSTRI RUMAH TANGGA DESA BAUNG REJO JAYA
KECAMATAN PELANGIRAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN 2015 (Sumber: Keputusan Menteri kesehatan RI No.942/MenKes/SK/VII/2003)
Nama responden :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan Terakhir : Lokasi Industri :
Jumlah Karyawan :
Lama Produksi :
Jumlah Produksi : Distribusi Produksi : Pernah Mengikuti Pelatihan :
Pern ahm
Kategori
No
Objek Pengamatan
Ya Tidak Keterangan(1) (2) Prinsip 1: Pemilihan Bahan Baku Gula Merah
1 Bahan baku dalam kondisi baik : Nira dalam keadaan segar
2 Menggunakan bahan tambahan pangan
3 Bahan tambahan pangan yang digunakan bukan
BTP yang dilarang
Prinsip II: Penyimpanan Bahan Baku Gula Merah
3 Tempat penyimpanan bahan baku gula merah dalam keadaan bersih
4 Tempat penyimpanan bahan baku gula merah tertutup
5 Tempat penyimpanan bahan baku gula merah tidak menjadi tempat bersarang serangga dan tikus
Prinsip III: Pengolahan Gula Merah Tenaga Penjamah Gula Merah
6 Tidak menderita penyakit mudah menular,
misal : batuk,pilek, influenza, diare, penyakit perut dan penyakit lainnya
7 Menutup luka (pada luka terbuka/bisul)
8 Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian
9 Memakai celemek dan tutup kepala
10 Mencuci tangan setiap kali hendak menangani gula merah
11 Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas tangan
12 Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan bagian lainnya) 13 Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan atau
tanpa menutup hidung atau mulut
Cara Pengolahan Makanan
14 Tidak terjadi kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah
15 Tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi makanan akibat
dari kotorannya tangan pengelola/penjamah 16 Proses pengolahan harus diatur sedemikian rupa
sehingga mencegah masuknya bahan-bahan kimia berbahaya dan bahan asing kedalam makanan
Tempat Pengolahan Makanan
17 Lantai dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin,
tahan lama dan kedap air
18 Dinding kedap air dan mudah dibersihkan 19 Langit- langit harus dari bahan yang bewarna
terang dan mudah dibersihkan
20 Pintu dan jendela terhindar dari lalu lintas lalat dan serangga
21 Ventilasi 10% dari luas lantai
22 Pencahayaa diruang dapur sekurang-kurangnya 20 fc/
Memadai
23 Ada persediaan air bersih yang cukup
24 Tersedia tempat pembuangan sampah
25 Tersedia saluran pembuangan air limbah
26 Tersedia tempat mencuci tangan dan peralatan
27 Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun
28 Peralatan dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
29 Peralatan disimpan dalam rak penyimpanan tertutup/bebas pencemaran
Prinsip IV: Penyimpanan Gula Merah
30 Tersedia tempat khusus untuk menyimpan gula merah
31 Tempat dalam keadaan bersih
32 Tempat tertutup dengan baik
Prinsip V: Pengangkutan Gula merah
33 Tersedia tempat khusus untuk mengangkut gula merah
34 Tempat gula merah diangkut dalam keadaan bersih
35 Kendaraan pengangkut disediakan khusus dan tidak digunakan untuk keperluan lain
Prinsip VI: Penyajian/Pengemasan Gula merah
36 Peralatan/pembungkus untuk penyajian dalam keadaan bersih
37 Tangan penyaji tidak kontak langsung dengan gula merah
38 Gula merah disajikan dalam keadaan bersih
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 2
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 3
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 6
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 7
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar
1. Pemilihan bahan
baku
Gambar 2. Penyimpanan bahan baku
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Gambar 3. Peralatan pengolahan gula merah
Gambar
4. Proses
pengolahan tahap 1
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Gambar 5. Proses pengolahan tahap 2
Gam
Gambar
7.
proses
pengolahan tahap 4
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Gambar 8. Penyimpanan Gula Merah
Gambar
9.
Pengemasan Gula Merah
Gambar
10.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
penambahan Na metabisulfit pada penampungan nira
Gambar 11. Penamabahn Na metabisulfit pada proses pemasakan
Gambar
12.
Sampel
Gula
merah
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Gambar 12. Pemeriksaan Na Metabisulfit
Gambar 13. Gula merah dan air bila positif Na metabisulfit
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Gambar
14. Hasil
pemeriksaan Na metabisulfit
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 8
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 9
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Lampiran 10
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2013
TENTANG
BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGAWET
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2)
dan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5360);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4424);
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
6. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun
2013;
7. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 757);
9. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGAWET.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
3. Nama BTP atau jenis BTP, selanjutnya disebut jenis BTP, adalah nama kimia/generik/umum/lazim yang digunakan untuk identitas bahan tambahan pangan, dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa Inggris.
4. Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
5. Sediaan BTP adalah bahan tambahan pangan yang dikemas dan berlabel dalam ukuran yang sesuai untuk konsumen.
6. Asupan harian yang dapat diterima atau Acceptable Daily Intake, yang selanjutnya disingkat ADI, adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.
7. ADI tidak dinyatakan atau ADI not specified/ADI not limited/ADI acceptable/no ADI Allocated/no ADI necessary adalah istilah yang digunakan untuk bahan tambahan pangan yang mempunyai toksisitas sangat rendah, berdasarkan data (kimia, biokimia, toksikologi dan data lainnya), jumlah asupan bahan tambahan pangan tersebut jika digunakan dalam takaran yang diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain, menurut pendapat Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan.
8. Batas Maksimum adalah jumlah maksimum BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam satuan yang ditetapkan.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
9. Batas Maksimum Cara Produksi Pangan yang Baik atau Good Manufacturing Practice, selanjutnya disebut Batas Maksimum CPPB, adalah jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
10. BTP Ikutan (Carry over) adalah BTP yang berasal dari semua bahan baku baik yang dicampurkan maupun yang dikemas secara terpisah tetapi masih merupakan satu kesatuan produk.
11. Kategori Pangan adalah pengelompokan pangan berdasarkan jenis pangan tersebut.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
12. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan.
BAB II
RUANG LINGKUP BTP Pasal 2
(1) BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
(2) BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
(3) BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.
BAB III
JENIS DAN BATAS MAKSIMUM BTP PENGAWET Pasal 3
Jenis BTP Pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas:
1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts);
2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts);
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA 3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxybenzoate);
4. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate);
5. Sulfit (Sulphites);
6. Nisin (Nisin);
7. Nitrit (Nitrites);
8. Nitrat (Nitrates);
9. Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its salts); dan
10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride).
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
Pasal 4
Batas Maksimum penggunaan BTP Pengawet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk setiap Kategori Pangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
BAB IV PENGGUNAAN BTP PENGAWET Pasal 5
(1) Penggunaan BTP Pengawet dibuktikan dengan sertifikat analisis kuantitatif.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk penggunaan BTP pada Kategori Pangan dengan Batas Maksimum CPPB dibuktikan dengan sertifikat analisis kualitatif.
(3) Jenis BTP Pengawet yang tidak dapat dianalisis, Batas Maksimum dihitung berdasarkan penambahan BTP Pengawet yang digunakan dalam pangan.
Pasal 6
(1) BTP Pengawet dapat digunakan secara tunggal atau campuran.
(2) Dalam hal BTP Pengawet digunakan secara campuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perhitungan hasil bagi masing-masing BTP dengan Batas Maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari 1 (satu).
(3) Contoh perhitungan hasil bagi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) seperti tercantum pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk penggunaan BTP pada Kategori Pangan dengan Batas Maksimum CPPB.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIAPasal 7
(1) Jenis dan Batas Maksimum BTP Pengawet Ikutan (carry over) mengikuti ketentuan jenis dan Batas Maksimum BTP seperti tercantum pada Lampiran I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-6-
(2) Dalam hal BTP Pengawet Ikutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercantum pada Lampiran I, maka harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Badan.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Badan disertai kelengkapan data dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(4) Keputusan persetujuan/penolakan dari Kepala Badan diberikan paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
Pasal 8
(1) Jenis dan penggunaan BTP Pengawet selain yang tercantum dalam Lampiran I hanya boleh digunakan sebagai BTP Pengawet setelah mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Badan.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Badan disertai kelengkapan data dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
(3) Keputusan persetujuan/penolakan dari Kepala Badan diberikan paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
BAB V LARANGAN
Pasal 9
Dilarang menggunakan BTP Pengawet sebagaimana yang dimaksud dalam
Lampiran I untuk tujuan:
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
a. menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak memenuhi persyaratan;
b. menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi pangan yang baik untuk pangan; dan/atau
c. menyembunyikan kerusakan pangan.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-7-
BAB VI SANKSI Pasal 10
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali dari peredaran;
c. perintah pemusnahan, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan atau mutu; dan/atau
d. pencabutan izin edar.
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 11
(1) Sediaan BTP Pengawet dan Pangan mengandung BTP Pengawet yang telah memiliki persetujuan pendaftaran harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan ini paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan ini.
(2) Sediaan BTP Pengawet dan Pangan mengandung BTP Pengawet yang sedang diajukan permohonan perpanjangan persetujuan pendaftaran sebelum diberlakukannya Peraturan ini, tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 dengan ketentuan masa berlaku surat persetujuan pendaftaran untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan ini.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-8-
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Mei 2013
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
LUCKY S. SLAMET
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 800
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-9-
LAMPIRAN I
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2013
TENTANG
BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGAWET
BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PENGAWET
1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts) Asam sorbat (Sorbic acid)
INS. 200
ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan
Sinonim : Sorbic acid; (e,e)-2,4-hexadienoic acid; 2-Propenylacrylic acid.
Fungsi lain : -
Natrium sorbat (Sodium sorbate) INS. 201
ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan
Sinonim :
-Fungsi lain : -
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Kalium sorbat (Potassium sorbate) INS. 202
ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan
Sinonim : Potassium sorbate; Potassium salt of trans; Trans-2,4- hexadienoic acid.
Fungsi lain : -
Kalsium sorbat (Calcium sorbate) INS. 203
ADI : 0 – 25 mg/kg berat badan
Sinonim : Calcium sorbate; Calcium salt of trans; Trans-2,4- hexadienoic acid.
Fungsi lain : -
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
01.3.2 Krimer minuman (bukan susu) 200
01.6.4 Keju olahan 3000
01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya puding, yoghurt berperisa atau yoghurt dengan buah)
1000
02.2.1.2 Margarin dan produk sejenis 1000
02.2.1.3 Campuran margarin dan mentega (blends
of butter and margarine)
1000
tidak termasuk makanan pencuci mulut berbasis susu dari kategori 01.7
1000
03.0 Es untuk dimakan (edible ice), termasuk
sherbet dan sorbet
500
04.1.1 Buah segar 375
04.1.2.1 Buah beku 375
04.1.2.2 Buah kering 500
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalade 500
04.1.2.6 Produk oles berbasis buah (misalnya
04.1.2.9 Makanan pencuci mulut (dessert) berbasis
buah termasuk makanan pencuci mulut berbasis air berflavor buah
1000
04.1.2.10 Produk buah fermentasi 500
04.1.2.11 Produk buah untuk isi pastri 1000
04.1.2.12 Buah yang dimasak 1000
04.2.2.2 Sayur, rumput laut, kacang, dan biji-bijian kering 500
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA 04.2.2.3 Sayur dan rumput laut dalam cuka,
minyak, larutan garam atau kecap kedelai
1000
04.2.2.5 Pure dan produk oles sayur, kacang dan
biji-bijian (misalnya selai kacang)
1000
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-11-
No. Kategori
Pangan Kategori Pangan
Batas
Maksimum
(mg/kg) dihitung sebagai asam sorbat 04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayur,
kacang dan biji-bijian (misalnya makanan pencuci mulut dan saus sayur, sayur bergula) tidak termasuk produk dari kategori 04.2.2.5
1000
04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran (termasuk jamur, akar dan umbi, kacang dan aloe vera) dan rumput laut, tidak termasuk kategori pangan 12.10
1000
04.2.2.8 Sayur dan rumput laut yang dimasak 1000
05.1 Produk kakao dan cokelat termasuk cokelat analog dan pengganti cokelat
1000
05.2 Kembang gula / permen meliputi kembang
gula keras dan lunak / permen keras dan
lunak, nougat, dan lain-lain, tidak termasuk produk dari kategori 05.1, 05.3 dan 05.4
1000
05.3 Kembang gula karet / permen karet 1000
05.4 Dekorasi (misalnya untuk bakery), topping
(non-buah) dan saus manis
1000
06.2 Tepung dan pati 1000
06.4.1 Pasta dan mi mentah serta produk sejenisnya 1000
06.5 Makanan pencuci mulut berbasis serealia dan pati (misalnya puding nasi, puding
tapioka)
1000
06.6 Tepung bumbu (misalnya untuk melapisi
permukaan ikan atau daging ayam)
1000
08.3 Produk-produk olahan daging, daging unggas dan daging hewan buruan yang dihaluskan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA 09.2.2 Ikan, filet ikan dan hasil perikanan
termasuk moluska, krustasea dan ekinodermata berlapis tepung yang dibekukan
1000
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-12-
No. Kategori
Pangan Kategori Pangan
Batas dikeringkan, difermentasi dengan atau tanpa garam
1000
09.3 Ikan dan produk perikanan termasuk
moluska, krustasea dan ekinodermata yang semi awet
1000
11.4 Gula dan sirup lainnya (misal xilosa, sirup
maple, gula hias). Termasuk semua jenis
sirup meja (misal sirup maple), sirup untuk hiasan produk bakeri dan es (sirup karamel, sirup beraroma) dan gula untuk hiasan kue (contohnya kristal gula berwarna untuk kukis)
1000
12.2 Herba, rempah, bumbu dan kondimen
(misalnya bumbu mi instan)
1000
12.5 Sup dan kaldu 1000
12.6 Saus dan produk sejenis 1000
12.7 Produk oles untuk salad (misalnya salad makaroni, salad kentang) dan sandwich,
tidak mencakup produk oles berbasis cokelat dan kacang dari kategori 04.2.2.5 dan 05.1.3
1000
12.9.2.3 Saus kedelai lainnya 1000
12.10 Produk protein 1000
13.6 Suplemen pangan 1000 kecuali suplemen
yang bentuk dan jenisnya sesuai dengan kategori
pangan lain
14.1.2.3 Konsentrat sari buah 1000
14.1.2.4 Konsentrat sari sayur 1000
14.1.3.3 Konsentrat nektar buah 1000
14.1.3.4 Konsentrat nektar sayur 1000
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 14.1.4 Minuman berbasis air berperisa, termasuk
minuman olahraga atau elektrolit dan minuman berpartikel
1000
14.1.5 Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, dan minuman biji-bijian dan sereal panas, kecuali cokelat
1000 (untuk produk siap minum)
14.2 Minuman beralkohol, termasuk minuman serupa yang bebas alkohol atau rendah
alkohol
200
15.1 Makanan ringan – berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati
(dari umbi dan kacang)
500
15.2 Olahan kacang, termasuk kacang terlapisi dan campuran kacang (contoh dengan buah kering)
500
2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts)
Asam benzoat (Benzoic acid) INS. 210 ADI : 0–5 mg/kg berat badan
Sinonim : Benzoic acid; Benzenecarboxylic acid; Phenylcarboxylic acid Fungsi lain : -
Natrium benzoat (Sodium benzoate)
INS. 211
ADI : 0–5 mg/kg berat badan
Sinonim : Sodium benzoate; sodium salt of benzenecarboxylic acid; sodium salt of phenylcarboxylic acid
Fungsi lain : -
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Kalium benzoat (Potassium benzoate)
INS. 212
ADI : 0–5 mg/kg berat badan
Sinonim : Potassium salt of benzenecarboxylic acid; potassium salt of phenylcarboxylic acid
Fungsi lain :
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-14-
Kalsium benzoat (Calcium benzoate)
INS. 213
Pangan Kategori Pangan
Batas Maksimum (mg/kg) dihitung sebagai asam
benzoat 01.7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu
(misalnya puding, yoghurt berperisa atau yoghurt dengan buah)
200
02.2.1.2 Margarin dan produk sejenis 1000
02.2.1.3 Campuran margarin dan mentega
(blends of butter and margarine)
1000 termasuk makanan pencuci mulut berbasis susu dari kategori 01.7
1000
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 200
04.1.2.6 Produk oles berbasis buah
(misalnya chutney) tidak termasuk
produk pada kategori 04.1.2.5
1000
04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah, meliputi bubur buah, pure, topping
buah dan santan kelapa
1000
04.1.2.9 Makanan pencuci mulut (dessert) berbasis buah termasuk makanan pencuci mulut berbasis air berflavor buah
200
04.1.2.10 Produk buah fermentasi 500
04.1.2.11 Produk buah untuk isi pastri 500
04.1.2.12 Buah yang dimasak 350
04.2.2.5 Pure dan produk oles sayur, kacang dan biji-bijian (misalnya selai
kacang)
500
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA 04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp)
sayur, kacang dan biji-bijian
(misalnya makanan pencuci mulut
500
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-15-
No. Kategori
Pangan Kategori Pangan
Batas
Maksimum (mg/kg) dihitung
sebagai asam dan saus sayur, sayur bergula)
tidak termasuk produk dari kategori
04.2.2.5
04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran (termasuk jamur, akar dan umbi, kacang dan aloe vera) dan rumput
laut, tidak termasuk kategori pangan 12.10
500
05.3 Kembang gula karet / permen karet 500
05.4 Dekorasi (misalnya untuk bakery),
topping (non-buah) dan saus manis
500
termasuk moluska, krustasea dan ekinodermata yang diolah menjadi pikel dan atau direndam dalam larutan garam
1000
09.4 Ikan dan produk perikanan awet,
meliputi ikan dan produk perikanan yang dikalengkan atau difermentasi, termasuk moluska, krustasea dan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
12.6 Saus dan produk sejenis 1000
12.7 Produk oles untuk salad (misalnya salad makaroni,
12.9.2.2 Saus kedelai non-fermentasi 600
12.9.3.2 Saus kedelai lainnya 1000
13.6 Suplemen pangan 600 (kecuali
suplemen yang bentuk dan jenisnya sesuai dengan
kategori
14.1.2.1 Sari buah 600
14.1.2.2 Sari sayur 600
14.1.2.3 Konsentrat sari buah 600
14.1.3.3 Konsentrat nektar buah 1000
14.1.3.4 Konsentrat nektar sayur 600
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-17-
No. Kategori Pangan
Kategori Pangan
Batas
Maksimum (mg/kg) dihitung sebagai
asam benzoat penyajian 900 mg/kg)
14.1.4.3 Minuman konsentrat (cair atau
padat) untuk minuman berbasis air berperisa
600
14.1.5 Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan
herbal, dan minuman biji-bijian dan sereal panas, kecuali cokelat
600
(untuk produk- produk cair siap minum) 14.2.7 Minuman beralkohol yang diberi
aroma (misalnya minuman bir, anggur buah, minuman cooler-spirit, penyegar rendah alkohol)
1000
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
:
Methyl p-hydroxybenzoate;
methyl
ester
of
p-hydroxybenzoic acid
: -
-18-
3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para- hydroxybenzoate)
INS. 214
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000
4. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate)
INS. 218 04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam 250
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000
06.4.1 Pasta dan mi mentah serta produk sejenisnya 500 06.4.3 Pasta dan mi pra-masak serta produk sejenis 250
12.2.2 Bumbu dan kondimen 600
12.6.2 Saus non-emulsi (misalnya, saus tomat, saus
keju, saus krim, gravi coklat)
1000
12.6.4 Saus bening (misalnya kecap ikan) 1000
12.9.2.1 Saus kedelai fermentasi 600
12.9.2.2 Saus kedelai non-fermentasi 600
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
12.9.2.3 Saus kedelai lainnya 250
12.10 Protein produk 600
14.1.2.1 Sari buah 1000
14.1.2.2 Sari sayur 1000
14.1.5 Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, dan minuman biji-bijian dan sereal panas, kecuali
Cokelat
450 (untuk produk- produk cair
siap minum)
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-19-
5. Sulfit (Sulphites)
Belerang dioksida (Sulphur dioxide)
INS. 220
ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan
Sinonim : - Fungsi lain : -
Natrium sulfit (Sodium sulphite)
INS. 221
ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Disodium sulfite
Fungsi lain : -
Natrium bisulfit (Sodium hydrogen sulphite)
INS. 222
ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan
Sinonim : Sodium hydrogen sulfite; sodium bisulfite
Fungsi lain : -
Natrium metabisulfit (Sodium metabisulphite)
INS. 223
ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan
Sinonim : Sodium disulfite; disodium pentaoxodisulfate; disodium pyrosulfite
Fungsi lain : -
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
: 0
–
0,7 mg/kg berat badan
:
Potassium disulfite; potassium
pentaoxodisulfate;
potassium pyrosulfite
: -
Kalium metabisulfit (Potassium metabisulphite)
INS. 224
ADI Sinonim
Fungsi lain
Kalium sulfit (Potassium sulphite)
INS. 225
ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan
Sinonim : Potassium sulphite
Fungsi lain : -
Kalsium bisulfit (Calcium hydrogen sulphite)
INS. 227
ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan Sinonim : Calcium hydrogen sulphite
Fungsi lain :
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-20-
Kalium bisulfit (Potassium bisulphite)
INS. 228 dihitung sebagai residu SO2 04.1.1.2 Buah utuh segar dengan permukaan diberi
04.1.2.6 Produk oles berbasis buah (misalnya
chutney) tidak termasuk produk pada
kategori 04.1.2.5
100
04.1.2.7 Buah bergula 100
04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah, meliputi bubur buah, pure, topping buah dan santan kelapa
100
04.1.2.9 Makanan pencuci mulut (dessert) berbasis
buah termasuk makanan pencuci mulut berbasis air berflavor buah
100
04.1.2.10 Produk buah fermentasi 100
04.1.2.11 Produk buah untuk isi pastry 50
04.2.2.1 Sayur, kacang dan biji-bijian beku 50
04.2.2.2 Sayur, rumput laut, kacang, dan biji-bijian kering
100
4.2.2.3 Sayur dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai
100
04.2.2.5 Pure dan produk oles sayur, kacang dan biji-bijian (misalnya selai kacang)
300
04.2.2.6 Bahan baku dan bubur (pulp) sayur, kacang dan biji-bijian (misalnya makanan pencuci
mulut dan saus sayur, sayur bergula) tidak termasuk produk dari kategori 04.2.2.5
200
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA 04.2.2.7 Produk fermentasi sayuran (termasuk
jamur, akar dan umbi, kacang dan aloe
vera) dan rumput laut, tidak termasuk
kategori pangan 12.10
100
04.2.2.8 Sayur dan rumput laut yang dimasak 200
05.4 Dekorasi (misalnya untuk bakery), topping
(non-buah) dan saus manis
100
06.2 Tepung dan pati 70
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-21-
No. Kategori
Pangan Kategori Pangan
Batas
Maksimum (mg/kg) dihitung sebagai
residu SO2 06.4.3 Pasta dan mi pra-masak serta produk
sejenis
20
07.2.1 Keik, kukis dan pai (isi buah atau
custard,vla)
50
09.4 Ikan dan produk perikanan awet, meliputi
ikan dan produk perikanan yang dikalengkan atau difermentasi, termasuk moluska, krustasea dan ekinodermata
200
(tidak termasuk yang dikalengkan)
11.1.2 Tepung gula, tepung dekstrosa 15
11.1.3 Gula putih lunak (soft white sugar), gula
merah lunak (soft brown sugar), sirup glukosa, sirup glukosa kering (dried glucose syrup), gula pasir mentah
20
11.1.5 Gula kristal putih 15
11.2 Gula merah, tidak termasuk dalam kategori pangan 11.1.3
40
11.4 Gula dan sirup lainnya (misal xilosa, sirup
maple, gula hias). Termasuk semua jenis
sirup meja (misal sirup maple), sirup untuk hiasan produk bakeri dan es (sirup karamel, sirup beraroma) dan gula untuk hiasan kue (contohnya kristal gula berwarna untuk kukis)
40
12.2 Herba, rempah, bumbu dan kondimen
(misalnya bumbu mi instan)
200
12.3 Cuka makan 100
12.4 Mustard 250 (kecuali penggunaan
untuk mustard dijon 500 mg/kg)
12.6 Saus dan produk sejenis 300
12.9.2.3 Saus kedelai lainnya 300
14.1.2.3 Konsentrat sari buah 50
14.1.2.4 Konsentrat sari sayur 50
14.1.3.3 Konsentrat nektar buah 50
14.1.3.4 Konsentrat nektar sayur 50
14.2 Minuman beralkohol, termasuk minuman
serupa yang bebas alkohol atau rendah alkohol
50
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 15.1 Makanan ringan – berbahan dasar kentang,
umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) 01.6 Keju dan keju analog 11250 setara
dengan 12.5 mg/kg
7. Nitrit (Nitrites)
Kalium nitrit (Potassium nitrite)
INS. 249
ADI : 0– 0,06 mg/kg berat badan
Sinonim : - Fungsi lain : -
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Natrium nitrit (Sodium nitrite) INS. 250
ADI : 0– 0,06 mg/kg berat badan
Sinonim : - Fungsi lain : -
No. Kategori
Pangan
Kategori Pangan
Batas Maksimum
(mg/kg)
01.6 Keju dan keju analog 20
08.2 Produk olahan daging, daging unggas dan
daging hewan buruan, dalam bentuk utuh atau potongan
30
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 08.3 Produk-produk olahan daging, daging unggas dan
daging hewan buruan yang
dihaluskan
30
8. Nitrat (Nitrates)
Natrium nitrat (Sodium nitrate)
INS. 251
ADI : 0– 3,7 mg/kg berat badan
Sinonim : Chile saltpetre; cubic or soda nitre Fungsi lain : -
Kalium nitrat (Potassium nitrate)
INS. 252 buruan dalam bentuk utuh
atau potongan
50 08.3 Produk-produk olahan daging, daging
unggas dan daging hewan buruan yang dihaluskan 50
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
9. Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its salts)
Asam propionat (Propionic acid) INS. 280
ADI : Tidak dinyatakan (not limited)
Sinonim : - Fungsi lain : -
Natrium propionat (Sodium propionate) INS. 281
ADI : Tidak dinyatakan (not limited)
Sinonim : - Fungsi lain :
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-24-
Kalsium propionat (Calcium propionate) INS. 282
ADI : Tidak dinyatakan (not limited)
Sinonim : - Fungsi lain : -
Kalium propionat (Potassium propionate) INS. 283
ADI : Tidak dinyatakan (not limited)
01.1.2 Minuman berbasis susu yang berperisa dan
atau difermentasi contohnya susu coklat,
eggnog, minuman yoghurt, minuman berbasis whey)
2500
01.6.4 Keju olahan 2000
02.2.2 Emulsi yang mengandung lemak kurang
dari 80% 2000
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000
04.1.2.6 Produk oles berbasis buah (misalnya
chutney) tidak termasuk produk pada
kategori 04.1.2.5
2000
07.0 Produk bakeri 2000
12.6.1 Saus teremulsi (misalnya mayonais, salad
dressing) 2000
14.1.2 Sari buah dan sari sayuran 2000
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-25-
10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride)
INS. 1105
ADI : Tidak dinyatakan (not specified) Sinonim : -
Fungsi lain : -
No. Kategori
Pangan
Kategori Pangan
Batas Maksimum
(mg/kg)
01.6.2 Keju peram CPPB
14.2.2 Cider dan Perry 500
14.2.3 Anggur 500
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
LUCKY S. SLAMET
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-26-
LAMPIRAN II
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2013
TENTANG
BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGAWET
CONTOH FORMULIR PERMOHONAN PENGGUNAAN BTP
FORMULIR BTP 1
SURAT PERMOHONAN PENGGUNAAN BTP Nama
perusahaan/importir :
Alamat perusahaan/importir :
Nomor surat perusahaan/importir : Perihal : Lampiran :
Kepada Yth.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Sesuai dengan ketentuan Pasal (7 atau 8)* Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, nomor...tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk menggunakan BTP sebagai berikut:
a. Jenis BTP dan INS** : b. Fungsi : c. Jenis pangan : d.
Kategori pangan :
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
Demikian surat ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.
TTD dan Cap Perusahaan : Nama
Pemohon : Contact Person : Telp./Fax/E-mail :
* Pilih salah satu: Pasal 7 bila BTP Pengawet (Carry over) atau Pasal 8 bila BTP Pengawet
** International Numbering System
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-27-
FORMULIR BTP 2
DATA UMUM BAHAN TAMBAHAN PANGAN
1. Nama Dagang :
2. Nama Jenis :
3. Jenis Kemasan dan Netto :
4. Nama Pabrik/ Perusahaan : Alamat
Pabrik/Perusahaan : Nomor Telepon :
5. Nama Pabrik Pengemas Kembali : Alamat
Pabrik Pengemas Kembali : Nomor Telepon : Nama Pabrik Asal : Alamat
Pabrik asal :
6. Jika Lisensi
Nama Pabrik/Perusahaan :
Alamat Pabrik/Perusahaan : Nomor Telepon : Nama Pabrik Pemberi Lisensi : Alamat Pabrik Pemberi Lisensi :
7. Jika diimpor
Nama Pabrik : Alamat Pabrik :
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Nama Importir : Alamat
Importir : Nomor Telepon :
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-28-
FORMULIR BTP 3
Uraikan:
1. Nama kimia
...
2. Kode Internasional (No. INS/CI/E number)
...
3. Rumus kimia
....
4. Komposisi BTP
...
5. Spesifikasi mutu bahan (deskripsi, sifat fisika dan kimia)
...
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-29-
FORMULIR BTP 4
Uraikan:
1. Komposisi produk pangan
....
2. Jumlah penggunaan BTP pada proses produksi pangan
....
3. Fungsi dan tujuan penggunaan BTP
....
4. Sertifikat analisis BTP pada produk pangan
....
5. Alur produksi produk pangan dan cara penggunaan produk pangan
....
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-30-
FORMULIR BTP 5
Uraikan kepustakaan dari referensi yang dapat dipercaya yang menjelaskan bahwa BTP tersebut aman digunakan disertai dengan data, sekurang- kurangnya:
1. Sandingan/komparasi regulasi negara lain
2. Data keamanan BTP (untuk jenis BTP baru)
3. Metode pengujian BTP dalam produk pangan
4. Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar dan kemurnian jenis BTP baru
5. Mekanisme kerja BTP sehingga efek fisik yang dikehendaki dalam produk pangan dapat dicapai dalam pangan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
-31-
FORMULIR BTP 6
TANDA TERIMA Nomor.../.../20....
Nama Perusahaan/Importir : Alamat
Perusahaan/Importir : Perihal Nomor Surat :
Jakarta,...20... Penerima
...
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
LUCKY S. SLAMET
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2013
TENTANG
BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGAWET
CONTOH PERHITUNGAN PENGGUNAAN CAMPURAN BTP
Contoh perhitungan penggunaan campuran BTP Pengawet pada Kategori
Pangan 04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad :
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
t t d .
LUCKY S. SLAMET
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Lampiran 11
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 942/MENKES/SK/VII/2003
TENTANG
PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan agar tidak membahayakan kesehatannya;
b. bahwa persyaratan makanan jajanan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 236/Menkes/Per/IV/1997 perlu disempurnakan dan ditinjau kembali dalam rangka pelaksanaan Otonomi
Daerah;
c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut perlu ditetapkan Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273);
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);
4. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahunh 1999
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
5. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447)
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3952);
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan RI;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan,
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau minuman.
3. Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.
4. Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
5. Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan,
pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian.
6. Pengelola sentra adalah orang atau badan yang bertanggungjawab untuk mengelola tempat kelompok pedagang makanan jajanan.
7. Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan.
8. Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan
baik menetap maupun berpindah-pindah.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
9. Sentra pedagang makanan jajanan adalah tempat sekelompok pedagang yang melakukan penanganan makanan jajanan.
BAB II PENJAMAH MAKANAN Pasal 2
Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; d. memakai celemek, dan tutup kepala;
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan;
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);
h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIABAB III PERALATAN
Pasal 3
(1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
(2) Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun;
b. lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
c. kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.
(3) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA BAB
IV
AIR, BAHAN MAKANAN, BAHAN TAMBAHAN DAN PENYAJIAN
2) Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.
Pasal 5
(1) Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk.
(2) Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak.
Pasal 6
Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
(2) Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah.
Pasal 8
Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan.
Pasal 9
(1) Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.
(2) Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.
(3) Pembungkus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ditiup.
Pasal 10
(1) Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih.
(2) Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Pasal
11
Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam) jam apabila masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan.
BAB V SARANA PENJAJA Pasal 12
(1) Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran.
(2) Konstruksi sarana penjaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yaitu antara lain :
a. mudah dibersihkan;
b. tersedia tempat untuk :
1. air bersih;
2. penyimpanan bahan makanan;
3. penyimpanan makanan jadi/siap disajikan;
4. penyimpanan peralatan;
5. tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan);
6. tempat sampah.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
(3) Pada waktu menjajakan makanan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi, dan harus terlindungi dari debu, dan pencemaran.
BAB VI SENTRA PEDAGANG Pasal 13
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau dapat menimbulkan
pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi :
a. air bersih;
b. tempat penampungan sampah;
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
c. saluran pembuangan air limbah;
d. jamban dan peturasan;
e. fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 14
(1) Sentra pedagang makanan jajanan dapat diselengggarakan oleh pemerintah atau masyarakat.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mempunyai pengelola sentra sebagai penanggung jawab.
(3) Pengelola sentra pedagang makanan jajanan berkewajiban :
a. mendaftarkan kelompok pedagang yang melakukan kegiatan di sentra tersebut pada Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.
b. memelihara fasilitas sanitasi dan kebersihan umum.
c. melaporkan adanya keracunan atau akibat keracunan secepatnya dan atau selambat-lambatnya dalam 24 (duapuluh empat) jam setelah menerima
atau mengetahui kejadian tersebut kepada Puskesmas/Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15
(1) Pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota.
(2) Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pendataan terhadap sentra pedagang makanan jajanan dan sarana penjaja sebagaimana tercantum dalam lampiran I Keputusan ini.
(3) Terhadap sentra penjaja makanan jajanan maupun penjaja makanan jajanan dapat diberikan tanda telah terdaftar atau stiker telah didaftar.
Pasal 16
(1) Penjamah makanan berkewajiban memiliki pengetahuan tentang hygiene sanitasi makanan dan gizi serta menjaga kesehatan.
(2) Pengetahuan mengenai hygiene sanitasi makanan dan gizi serta menjaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui kursus hygiene sanitasi makanan .
(3) Pedoman penyelenggaraan kursus hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran II Keputusan ini
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA Pasal
17
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mengikut sertakan instansi terkait, pihak pengusaha, organisasi, profesi, Asosiasi, Paguyuban dan atau Lembaga swadaya masyarakat.
Pasal 18
Dinas kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala menyampaikan laporan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara berjenjang.
Pasal 19
Ketentuan pembinaan dan pengawasan makanan jajanan ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20
Semua sentra dan penjaja makanan yang telah melakukan kegiatan sebelum ditetapkannya keputusan ini, harus menyesuaikan dengan keputusan ini dalam waktu selambat lambatnya 2 (dua) tahun.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 236/Menkes/Per/IV/1997 tentang Persyaratan Kesehatan Makanan Jajanan dinyatakan tidak berlaku lagi.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIAPasal 22
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 2003
MENTERI KESEHATAN,
Dr. ACHMAD SUJUD
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 942/Menkes/SK/VII/2003
TANGGAL : 3 JULI 2003
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN SANITASI MAKANAN JAJANAN A.
PEMBINAAN
1. Pendataan
a. Kegiatan pendataan Makanan Jajanan meliputi penyiapan formulir pendataan, surat tugas, jadwal kegiatan, pencatatan, surat edaran tentang pendataan makanan jajanan kepada Camat, Lurah, Pemilik gedung, semua pedagang makanan jajanan, surat permintaan dukungan dari Instansi terkait dan penyerahan surat pendaftaran kepada pedagang.
b. Pendataan ditujukan kepada pedagang Makanan Jajanan perorangan dan sentra makanan jajanan baik di dalam gedung maupun di luar gedung.
c. Laporan pendataan meliputi jumlah pedagang Makanan Jajanan di luar gedung dan di dalam gedung serta jumlah sentra Makanan Jajanan di dalam gedung dan di luar gedung serta penyebaran pedagang makanan jajanan dan penyebaran sentra Makanan Jajanan.
d. Pendataan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan cara sedemikian rupa sehingga memperoleh laporan pendataan sebagaimana dimaksud dalam butir (c).
e. Pendataan dilakukan pada setiap awal tahun kalender.
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA 2. Pendaftaran
a. Sebelum dilakukan pendaftaran perlu diberitahukan secara luas kepada para pedagang Makanan Jajanan, sentra pedagang Makanan Jajanan dan instansi terkait yang ada di wilayah kerjanya masing-masing.
b. Kegiatan penyiapan instrumen pendaftaran Makanan Jajanan meliputi penyiapan formulir pendaftaran (MJI), buku register, kartu status makanan jajanan, buku kesehatan penjamah, sticker tanda terdaftar pedagang makanan jajanan dan plakat tanda terdaftar sentra makanan jajanan.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyediakan instrumen pendaftaran yang dimaksud pada butir (b) dengan mengacu kepada pedoman yang sudah ada
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
d. Pendaftaran dilakukan oleh pemohon/pedagang makanan jajana n dengan mengisi formulir pendaftaran (MJI) yang tersedia di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku register pendaftaran.
e. Setiap pedagang Makanan Jajanan yang telah terdaftar diberikan sticker tanda terdaftar dan wajib memasang sticker tanda terdaftar pada sarana penjaja makanan jajanan yang dikelolanya.
f. Hasil laporan pendaftaran adalah diperolehnya informasi tentang pedagang makanan jajanan dan sentra makanan jajanan yang meliputi : jenis/nama makanan jajanan dan sentra makanan ja janan, alamat, nama pemilik, nama dan jumlah penjamah, keanggotaan kelompok/assosiasi, sarana dan lokasi di dalam atau di luar gedung.
3. Penyuluhan dan Kursus
a. Kegiatan penyuluhan dilakukan oleh petugas kesehatan dan asosiasi bersama kader di masyarakat terhadap para pedagang dan pemilik untuk memotivasi perilaku yang mendukung pelaksanaan pembinaan Makanan Jajanan.
b. Metode penyuluhan dengan cara memotivasi para pedagang makanan jajanan yang melakukan pendaftaran untuk memberdayakan organisasi yang ada dan atau membentuk organisasi bagi yang belum ada sebagai wahana untuk pembinaan makanan jajanan.
c. Dengan bekerjasama kepada pemilik usaha makanan jajanan, assosiasi dan atau pihak penyandang dana atau Bapak Asuh dilakukan kegiatan kursus bagi Pedagang makanan jajanan untuk Memperoleh Sertifikat Kursus Hygiene Sanitasi Makanan.
4. Pembentukan Sentra Pedagang Makanan Jajanan
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
a. Setiap gedung perkantoran/industri/pusat perdagangan/daerah kegiatan pariwisata yang mempunyai kelompok makanan jajanan atau belum berupa kelompok dilakukan penataan untuk menjadi sentra makanan jajanan.
b. Kelompok makanan jajanan pada butir (a) dilakukan pembinaan dengan melengkapi fasilitas dan sarana pedagang makanan jajanan.
c. Pembentukan sentra pedagang makanan jajanan di motivasi oleh Dinas Kesehatan dan Asosiasi yang telah terdaftar di Pemerintah Daerah setempat dengan dukungan kerjasama dari instansi terkait.
d. Sentra Pedagang makanan jajanan yang telah terbentuk dilakukan inspeksi sanitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Asosiasi yang telah terdaftar di Pemerintah Daerah setempat untuk diusulkan penetapan lokasi
kepada Bupati/Walikota
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
e. Setiap gedung perkantoran/industri/pusat perdagangan/ pembelanjaan serta daerah kegiatan pariwisata yang akan dibangun, yang
membutuhkan jasa pelayana n makanan diwajibkan menyediakan lahan atau tempat untuk sentra pedagang makanan jajanan baik yang ada di dalam gedung maupun di luar gedung.
f. Persyaratan hygiene sanitasi sentra pedagang makanan jajanan harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri ini.
g. Pengaturan lebih lanjut tentang persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kantor Kesehatan Pelabuhan, antara lain mencakup :
1). air bersih
2). lalat, tikus dan hewan lainnya
3). sampah
4). limbah
5). pemeliharaan kebersihan
6). perilaku hygienis penjamah
7). pemeriksaan kesehatan
8). ventilasi dan pencahayaan
9). penataan lalu lintas pengunjung
10). suhu penyimpanan bahan makanan