• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tato sebagai Representasi Spiritual Orang-Orang Bertato T2 752014027 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tato sebagai Representasi Spiritual Orang-Orang Bertato T2 752014027 BAB I"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tato memberikan fenomena tersendiri dalam masyarakat, terkait

pemakaiannya dan persepsi setuju atau ketidaksetujuan mengenai itu. Perbedaan

persepsi individu dalam menilai tato memberikan ilustrasi yang tidak hanya secara

sama menjadikannya sebagai bentuk pilihan antara memakai atau tidak, suka atau

tidak suka, setuju atau tidak setuju, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai lain di

luar dua pilihan hitam-putih. Para peneliti kesehatan, misalnya, telah menyatakan

bahwa persepsi terhadap orang yang ditato lebih negatif dibandingkan dengan

persepsi terhadap orang yang tidak. Hal ini dikarenakan keinginan untuk

mengekspresikan diri dapat menuntun seseorang pada perilaku beresiko, baik

secara fisik maupun sosial, misalnya menato.1 Tato, berdasarkan persepsi ahli

kesehatan tersebut, dapat dikatakan sebagai suatu tindakan yang dapat

membahayakan fisik manusia.

Tato pun oleh masyarakat dipandang sebagai hal yang identik dengan

kriminal dan dekat dengan budaya pemberontakan karena dianggap melanggar

aturan, oleh karenanya dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Image (gambaran)

tentang pengguna tato memang masih beraneka ragam, tapi kebanyakan

masyarakat masih menilai tato itu menyeramkan karena berkaitan dengan pelaku

1Annette Resenhoeft, Julie Villa, David Wiseman, “Tattoos Can Harm Perceptions: A

Study and Suggestions” dalam Journal of American College Health Volume 56 Issue 5

(March/April 2008), 593 mengutip Degelman D., Price ND, “Tattoos and Ratings of Personal

(2)

2 kriminal, padahal awalnya tato itu lebih dikenal sebagai nilai seni dan simbol

ritual, kepercayaan, daripada sebagai simbol kriminal.

Peneliti adalah salah seorang pengguna tato dan mengalami persepsi

negatif dari keluarga mengenai itu. Keluarga memandang itu sebagai suatu hal

yang tabu sehingga ketika peneliti memiliki tato, terutama letaknya pada bagian

tubuh yang terlihat, yakni di bawah leher, dan lengan bawah sebelah kanan, itu

menjadi sebuah aib bagi keluarga. Alasan lain yang mendukung persepsi mereka

adalah karena peneliti merupakan seorang perempuan dan lulusan sebuah sekolah

teologi. Persepsi negatif yang mereka miliki tersebut menutup mereka dari

kemungkinan untuk memahami tentang apa yang peneliti maksudkan dalam

gambar yang menjadi hasil guratan tato tersebut.

Peneliti juga mengalami beberapa bentuk penolakan secara tidak

langsung ketika sedang mencari lowongan pekerjaan dalam awal tahun 2013 lalu,

dimana pada beberapa info maupun iklan lowongan pekerjaan di surat kabar,

peneliti menemukan catatan penting tertera pada iklan-iklan tersebut yakni bahwa

pihak pemberi lowongan tidak mengharapkan orang-orang yang memiliki tato di

tubuhnya untuk mengajukan lamaran di tempat mereka. Pengalaman-pengalaman

tersebut menunjukkan bahwa tidak semua lingkungan dan lapisan sosial

menerima kehadiran orang-orang bertato maupun tato itu sendiri, namun peneliti

berasumsi bahwa situasi tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari kekurangan

informasi mengenai tato yang dimiliki oleh masyarakat.

Tato dalam sejarahnya merupakan bagian kebudayaan kuno yang dapat

(3)

3

virtual telah mewakili budayanya melalui body art (seni tubuh).2 Tato di

Indonesia, tepatnya bagi suku Mentawai, menjadi lambang pesona yang cantik

sejak keindahan dan kecantikan menjadi sesuatu yang dianggap penting.3 Tubuh

pendatang pertama ke tanah itu sudah dibubuhi tato. Tato tradisional mungkin

menjadi sesuatu yang bersifat religius dan magis karena gambar yang digunakan

berupa simbol-simbol yang terkait dengan alam dan kepercayaan masyarakat.

Dokumen tertua yang tercatat mengenai tato ialah yang terdapat pada

sisa-sisa manusia pada mumi yang dikenal sebagai Otzi selama Zaman Perunggu.

Jenazahnya berada di es di Pegunungan Alpen sekitar tahun 1990 yang memiliki

tato secara utuh pada kulit dan terdiri dari garis, oleh karena tempatnya yang

strategis pada bagian tubuh yang diteliti, diduga itu adalah untuk tujuan

pengobatan.4 Temuan lain yakni Man Ice yang berada di sekitar 3300 SM telah

memiliki tato, yang menurut para peneliti digunakan untuk mengusir roh jahat

atau untuk ritual. Tato tersebut ditempatkan pada tulang punggungnya, lutut dan

salah satu pergelangan kaki, dihitung ada sebanyak 57 tato.5 Tato pada masa itu

digunakan sebagai bagian dari ritual pengobatan dan pengusiran roh jahat.

Mesir mula-mula pun terlibat dalam praktek tato sekitar 2160-1994 SM.

Salah satunya adalah mumi yang terkenal yang merupakan pendeta disebut

Amunet. Desain tatonya yang terlibat garis dan titik-titik tersebut ditempatkan

2Jeffrey Schulz, Christine Karshin, D. Kay Woodiel, “Body Art: The Decision Making

Process Among College Students” dalam American Journal of Health Studies Volume 21 Issue ½ (2006), 123.

3 Wilfried Wagner, “The Mentawaian Sense of Beauty: Perceived Through Western

Eyes” dalam Indonesia & the Malay World (2003), 200.

4 Gloria Dansby-Giles, Frank L. Giles, Irene Jhonson, “College Students with Tattoos

and Piercings: Issues and Challenges” dalam NAAAS & Affiliates Conference Monographs (2011),

126 mengutip Tony, B. “Tribal Tattoos- popularity, History and Meaning” dalam Hobbies Community (May 2008).

5 Dansby-Giles, Giles, Jhonson, “College Students”, 127 mengutip C. Hargreaves,

(4)

4 pada dada, punggung, panggul dan kaki. Tato di punggung dan dada menyerupai

pola kalung, ikat pinggang, dan kerah. Sejarah Amerika menceritakan penduduk

Amerika Asli yang menggunakan tato untuk mengidentifikasi status seseorang di

dalam suku tersebut. Bangsa Polynesia menggunakan tato untuk menyebarkan

sejarah keluarga dan masing-masing orang memiliki tato unik yang diwariskan

oleh keluarga.6 Bentuk-bentuk penggunaan dan kepercayaan melalui media

gambar tato menjadikannya sebagai nilai yang memiliki unsur budaya yang kuat.

Sejarah pun dilibatkan, karena tato dapat menunjukkan hal-hal yang pernah terjadi

dalam momen-momen tertentu.

Tato yang tidak hanya dipandang sebagai kajian usang mengenai

kebudayaan primitif sekarang ini sepertinya tidak cukup kuat untuk dapat

menghalalkannya sebagai perilaku yang dianggap umum dan biasa, sekalipun

seharusnya dapat disadari dan diakui bahwa menato tubuh merupakan bentuk unik

dan bersejarah dari gambaran manusia. Hal tersebut tentunya terlepas dari

persoalan menyimpang atau tidak sebab menandai tubuh atau menato tubuh

merupakan cara untuk menandakan kemanusiaan manusia sebagai spesies, untuk

mengekspresikan dan mengomunikasikan kesosialannya.7 Seni desain dalam tato

memiliki hubungan kuat dengan adanya sisi artistik dari gambar tato, dan adanya

pertimbangan ingin meniru tubuh bertato dari artis musik dan aktor film favorit8,

dengan kata lain tato tubuh ini pun menjadi satu komoditas lain untuk dapat

mengapresiasi seni, bahkan hal ini justru dijadikan ‘alasan’ umum untuk kaum

6 Dansby-Giles, Giles, Jhonson, “College Students”.

7 Michael Atkinson, Tattooed: The Sociogenesis of a Body Art (Toronto Buffalo

London: University of Toronto Press, 2003), x.

(5)

5 urban dalam mengklaim penggunaan tato. Roberts, dalam penelitiannya

menemukan bahwa,

The expanding popularity of tattoos seems to be based on the fact that these can serve various purposes for different individuals. Some use them as a fashion tool whereas others use them as a method of identity

formation, such as commemorating a lost loved one or representing one’s

neighborhood. At the same time, society condemns tattooees for their permanent markings based on the idea that only deviants would do such a thing. Successful musicians, actors and athletes are regularly seen with visible tattoos and inspire many young tattooees to join the ranks of the tattooed. 9

Kemajuan teknologi, pertukaran informasi, akulturasi budaya, dan

menjamurnya studio tato menjadi suatu alasan tato untuk dapat dilihat sebagai

hasil dari perkembangan zaman. Ketika generasi muda mengikuti perkembangan

zaman yang menjadikan tato sebagai gaya hidup, mungkin juga terdorong oleh

gaya hidup idolanya yang memberi kesan ‘keren’ bagi penampilannya, terlepas

dari makna apa yang hendak disampaikan melalui desain tatonya. Berbicara

tentang komponen estetis tersebut, masing-masing orang dapat saja menyimpang

menurut pendapat pribadi, latar belakang, sistem kepercayaan dan citarasa

seseorang.

Sikap religiusitas masyarakat Indonesia yang menghubungkan agama

sebagai alasan kuat untuk tidak menato tubuh, menjadi suatu batasan ketat dan

utama. Kristen sendiri melihat tato sebagai suatu perilaku yang tidak seharusnya

dilakukan. Muslim pun melihat itu sebagai sesuatu yang haram. Tidak heran jika

masyarakat Indonesia yang masih melihat tato dari kacamata agama,

menghubungkannya sebagai bentuk perbuatan dosa bagi pemiliknya atau bentuk

9Derek John Roberts, “Secret Ink: Tattoo’s Place in Contemporary American Culture”

(6)

6 penyangkalan terhadap ciptaan Tuhan, terlebih tato sering menjadi asumsi

tersendiri bagi masyarakat sebagai yang berhubungan dengan bentuk-bentuk

kriminilitas. Tidak salah memang, karena banyak sekali preman menggunakan tato

di tubuhnya, pencuri bertato, gangster bertato, berandalan bertato, bahkan hal ini

kadang dibenarkan pada saat melihat tayangan program kriminalitas di televisi

yang sering memperlihatkan polisi menunjukkan tato di tubuh pelaku. Tidak

salah, tetapi tidak sepenuhnya benar.

Seorang kriminolog, Cesare Lombroso, pernah memperjuangkan konsep

degenerasi sebagai penjelasan utama dari penyimpangan dan pengaitan tato

dengan perilaku kriminal. Menurutnya, para penjahat merupakan bawaan makhluk

primitif dan atavistic dengan kecacatan fisik yang dapat dikenali. Tato merupakan

manifestasi fisik dari pribadi kriminal secara biologis yang lebih kelihatan sebagai

tanda-tanda patologis. Tidak heran jika psikiatris dan psikolog mengaitkan tato

dengan mental illness (penyakit mental), perilaku kriminal, perilaku

self-multilative (mutilasi diri), dan penyimpangan seksual.10 Terlalu sempit jika melihat tato dari satu sisi kriminalitas dengan mengeneralisasi tato dekat dengan

kejahatan, padahal orang jahat juga banyak yang tidak bertato di tubuhnya.

Stigmatisasi ini tidak sepenuhnya manusiawi, dimana masyarakat

membuat banyak diskriminasi untuk mengurangi peluang hidup seseorang secara

efektif11, yang bertato misalnya, sehingga tidak heran beberapa tempat kerja tidak

menginginkan orang-orang bertato untuk melamar atas dasar inferioritasnya.

Stigma menghambat perkembangan pengenalan terhadap seseorang karena rasa

10 Mary Kosut, Tattoos and Body Modification” dalam International Encyclopedia of

the Social and Behavioral Sciences 2nd Edition Volume 24 (2015), 35 mengutip Cesare Lombroso,

Criminal Man (2006).

(7)

7

takut untuk bersentuhan diawetkan dan diperbesar.12 Di dalam stigma ada

semacam undangan untuk menghina dan phobia karena yang terstigma dianggap

sebagai ancaman. Itu keadaan masyarakat yang sering memandang tato sebagai

bentuk kemunduran budaya, jika memang dikaitkan pada posisinya sebagai bentuk

gaya hidup modern.

Hal itu tanpa disadari menjadi pembatasan terhadap eksistensi para

pengguna tato sebagai manusia yang memiliki pilihan dan kehendak. Setiap

kehendak dipicu oleh motif rasional manusia itu sendiri, yang bisa saja berlawanan

dengan perasaan sensoriknya, dalam hal tato misalnya, seseorang setuju

mengalami rasa sakit dalam menato tubuh karena tertarik oleh goodness yang

terpikirkan; dan oleh karena itu terpikirkan maka itu dievaluasi sebagai yang lebih

penting daripada rasa sakit secara langsung yang tak dapat dihindari.13 Tato juga

bisa saja menjadi sebuah segi penting dari manajemen perasaan, dimana seseorang

mencoba untuk mengatasi perasaan-perasaan emosional dari rasa sakit, stress,

kedukaan dan kehilangan, dalam cara yang terkontrol, normatif, dan aktif.14 Tato

bukanlah sekedar memorial yang nyata, namun merupakan cara untuk melepaskan

rasa sakit dan kehilangan melalui pengalaman rasa sakit secara fisik.

Alasan lain mungkin berkaitan dengan pendapat bahwa manusia eksis

secara simbolik dan “essentially a symbol-making being” (pencipta simbol).15

12 F.Budi Hardiman, Massa, Teror dan Trauma: Menggeledah Negativitas Masyarakat

Kita (Yogyakarta: Lamalera, 2011), 13-14.

13 Louis Leahy, Human Being: A Philosophical Approach (Yogyakarta: Kanisius,

2008), 164.

14 Atkinson, Tattooed: The Sociogenesis, 242.

15 Bernard Cooke, Gary Macy, Christian Symbol and Ritual: An Introduction (New

(8)

8 Seseorang dapat berkata bahwa Roh yang mewujud secara sederhana

menerangkan bahwa setiap orang benar-benar eksis secara tubuh, dimana tanpa

tubuh, manusia mati. Oleh karenanya, mereka identik dengan ritual. Kegiatan

sehari-hari pun termasuk ritual,16 dan simbol adalah wadah untuk

mengekspresikannya, sehingga tato pun dapat dianggap sebagai simbol ‘yang

berbicara’ melalui pesan yang tersirat di dalamnya.

Tato pada dasarnya diaplikasikan pada bagian-bagian tubuh yang sesuai

dengan kehendak penggunanya. Bagi kelompok, komunitas, atau sekte dalam

kaitannya sebagai suatu keanggotaan, terkadang tato dibuat pada bagian tubuh

yang sama pada setiap anggotanya, misalnya pada lengan, kaki, wajah, leher, atau

dada, menurut kesepakatan atau ketentuan yang telah ada, dan biasanya tato yang

menggambarkan nama kelompok ditempatkan di dada tanpa sedikit pun tato lain

mengitarinya. Gambar, angka, huruf, maupun tulisan memiliki gambaran tertentu

bagi setiap kelompok. Hal ini sebagai suatu penunjuk keanggotaan, solidaritas,

syarat, atau sebagai identitas dari kelompok bersangkutan.17 Selain bagian tubuh,

pemilihan gambar tato memiliki bagian penting dalam penelitian ini, karena

menato tubuh dengan sendirinya menempatkan gambar tertentu pada bagian

tubuh tertentu.

Mengenai gambar yang digunakan, itu akan menyangkut pada masalah

kecenderungan individual untuk menentukan pilihannya. Gambar tato individual

itu sendiri. Langer, dalam hal ini, berpendapat bahwa simbol-simbol sebenarnya membentuk realitas manusia.

16 Cooke, Macy, Christian Symbol, 21.

17 Ruth Struyk, “Gangs in Our Schools” dalam Clearing House Volume 80 Issue 1

(9)

9

memiliki banyak ragam arti18, di luar dari gambar tato kelompok atau komunitas

tertentu yang sebagian bersifat seragam karena diperuntukkan sebagai identitas

bersama atau memiliki arti yang dipahami bersama. Di Pasifik misalnya,

gambar-gambar tato menyampaikan pesan bahwa seseorang merupakan anggota dari

keluarga, suku, maupun masyarakat tertentu bahkan menceritakan segalanya

mulai dari tempat lahirnya hingga kuasa menerima warisan dan

pencapaian-pencapaiannya.19 Mungkin, beberapa pengguna tato tidak banyak yang

mengetahui mengenai sejarah penggunaan tato ini di beberapa budaya, namun

nilai seni yang menjadi acuan dalam berkomunikasi terhadap orang lain patut

dipertimbangkan sebagai bentuk ekspresi mereka, yang bisa saja sebagai ekspresi

spiritualisme, idealisme, maupun pengalaman yang berkesan dalam hidupnya.

Masyarakat awam yang belum paham sama sekali mengenai tato perlu

melibatkan diri dalam keingintahuan terhadap pesan apa yang hendak

disampaikan seorang pengguna tato dalam simbol yang tergambar dalam bentuk

tato tersebut, sehingga ada keterbukaan untuk merekonstruksi stigma buruk

mengenai eksistensi tato selama ini dan ada keterbukaan untuk menyadari

eksistensi orang-orang bertato di antara mereka. Bertolak dari paparan tersebut di

atas inilah peneliti menentukan sebuah judul untuk penelitian ini sebagai berikut:

Tato Sebagai Representasi Spiritual Orang-Orang Bertato

Peneliti akan memaparkan tentang pandangan orang-orang bertato

terhadap tato dan bagaimana tato dijadikan sebagai representasi spiritual

orang-orang bertato di Yogyakarta, berdasarkan pada cerita pengalaman orang-orang-orang-orang

18 Juniper Ellis, Tattooing The World: Pacific Designs in Print and Skin (New York:

Columbia University Press, 2008), 3.

(10)

10 bertato dan nilai-nilai spiritual yang tersirat di dalam cerita tersebut dalam

kehidupannya bermasyarakat.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana tato dalam pandangan orang-orang bertato di Yogyakarta?

2. Bagaimana tato yang dianggap negatif oleh masyarakat dapat menjadi

representasi spiritual orang-orang bertato di Yogyakarta?

1.3Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana orang-orang bertato di

Yogyakarta memandang tato.

2. Mendeskripsikan dan menganalisa tato sebagai representasi spiritual

orang-orang bertato di Yogyakarta.

1.4Metodologi Penelitian

1.4.1 Pendekatan

Penelitian ini akan menggunakan metode deskripsi analitis dengan

pendekatan kualitatif, yang mencoba untuk menerjemahkan

pandangan-pandangan mendasar, antara lain pertama; bahwa realitas sosial adalah sesuatu

yang subjektif dan diinterpretasikan, kedua, bahwa manusia menciptakan

rangkaian makna dalam menjalani hidupnya, ketiga, bahwa ilmu didasarkan pada

pengetahuan sehari-hari dan bersifat induktif, ideografis, serta tidak bebas nilai,

dan keempat, bahwa tujuannya adalah memahami kehidupan sosial.20 Peneliti

20 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia

(11)

11 mencoba untuk mendeskripsikan pandangan-pandangan orang-orang bertato

terhadap tato dan representasi spiritual yang digambarkan dalam tato-tato tersebut.

1.4.2 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini ialah para responden yang mengalami kasus

tipikal, yakni yang memiliki tato dan ditemui di daerah sekitar kota Yogyakarta.

Peneliti memilih kota ini sebagai objek penelitian karena banyaknya ditemukan

orang-orang bertato di sekitar area kota. Hal ini diperkuat dengan adanya

studio-studio tato berdiri di kota ini.

1.4.3 Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari para responden bertato melalui wawancara yang

mendalam mengenai tato sebagai representasi spiritual orang-orang bertato. Dua

pertanyaan umum yang akan diajukan ialah perihal pengalaman responden terkait

dengan fenomena tato di dalam masyarakat, dan perihal konteks yang biasanya

memengaruhi pengalaman fenomena terkait tato tersebut. Hal ini untuk

mempermudah usaha mengumpulkan data yang mengarahkan pada deskripsi

tekstual dan struktural tentang pengalaman, dan dapat memberikan yang lebih

baik tentang pengalaman yang sama dari responden.

1.4.4 Teknik Analisis Data

Memeriksa data, yakni transkrip wawancara dan menyoroti berbagai

pernyataan penting, kalimat, atau kutipan yang menyediakan pemahaman tentang

(12)

12 mengembangkannya menjadi berbagai tema untuk menulis deskripsi tekstural,

yang kemudian akan diklasifikasikan menjadi kode dan tema untuk dapat

ditafsirkan hingga akhirnya disajikan sebagai data visual.

1.5Sistematika Penelitian

Penelitian ini terdiri dari lima bab, yakni Bab Satu, yang memaparkan

tentang alasan peneliti memilih judul dan latar belakang masalah, serta tujuan

sistematika yang memaparkan secara ringkas isi bab demi bab. Bab Dua

merupakan pemaparan teori mengenai etimologi tubuh, tato, dan spiritualitas yang

meliputi pemahaman tubuh dalam konteks sosial, modifikasi tubuh, tato sebagai

modifikasi tubuh, sejarah istilah tato, jejak kuno tato pra sejarah, tato sebagai

budaya universal, tato kontemporer, dan spiritualitas. Bab Tiga ialah mengenai

deskripsi temuan hasil penelitian yang diperoleh peneliti mengenai tato dalam

pemahaman orang-orang bertato di Yogyakarta. Bab Empat berisi pembahasan

dan analisis tato sebagai representasi spiritual orang-orang bertato di Yogyakarta.

Penelitian akan ditutup dengan Bab Lima yang berisi kesimpulan berupa

temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian, pembahasan dan analisis, serta

Gambar

gambar yang menjadi hasil guratan tato tersebut.
gambar tato menjadikannya sebagai nilai yang memiliki unsur budaya yang kuat.
gambar tato menyampaikan pesan bahwa seseorang merupakan anggota dari

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Jalan Local yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, jumlah jalan masuk tidak dibatasi,

$NKLUQ\D WLED SDGD NHVLPSXODQ EDKZD EXNX LQL PHPEHULNDQ SHQJHWDKXDQ WHRULWLV GDQ HPSLULV WHUNDLW VLWXDVL NDZXOD PXGD GL .RWD \DQJ VHEHQDUQ\D PHPEXWXKNDQ EDQWXDQ GDUL EHUEDJDL

Kami bergabung dengan paduan suara Knox yang dipimpin oleh Karen Knudson—seorang organis, komponis, dan dirigen yang cukup terkenal. Paduan suara ini beranggotakan sekitar

Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Lembaran.. Negara Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 1997

 Adalah hasil karya saya dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk.. memperoleh gelar akademik di suatu

Ijin MD diperlukan bagi perusahaan pengolahan pangan yang produknya dipasarkan secara nasional dan masuk dalam kategori resiko sedang atau tinggi, sedangkan nomor ML, diberikan

Rajan, T.V., Sharma, C.P., dan Sharma, A., 1997, Heat Treatment–Principles and Techniques, revised edition, Prentice Hall of I ndia, New Delhi, I ndia.. Pradnya