• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Konflik Bersenjata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Konflik Bersenjata"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah aset bangsa. Masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan dating berada ditangan anak sekarang. Bagus kepribadian anak sekarang, maka baguslah masa depan bangsa. Bobrok kepribadian anak sekarang, bagaimana masa depannya?

Anak-anak adalah anak-anak. Anak bukanlah manusia dewasa dalam bentuk mini. Anak mempunyai alam fikiran, perasaan, kemauan dan angan-angan, cara hidup yang berbeda dengan orang dewasa. Dunia anak berbeda dengan dunia orang dewasa. Dengan demikian sikap dan perlakuan serta harapan-harapan dan tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada anak harus berbeda dengan sikap, perlakuan, harapan dan tuntutan yang ditujukan kepada orang dewasa.

Dalam kaitan ini Hillary Rodham Clinton menulis dalam bukunya

‘It Takes a Villages’ (1996) : “ Anak-anak sama sekali bukan individualis. Mereka bergantung kepada orang dewasa yang mereka kenal, juga kepada ribuan orang lain, yang membuat keputusan setiap hari dan mempengaruhi kesejahteraan mereka. Kita semua, entah sadar atau tidak, bertanggung jawab untuk memutuskan apakah anak-anak kita dibesarkan dalam sebuah bangsa yang tidak hanya menjunjung nilai-nilai keluarga tetapi juga menghargai keluarga berikut anak-anak didalamnya. Selama sebagian besar dari masa dua puluh lima tahun ini saya telah ikut serta dalam upaya meningkatkan kualitas hidup anak-anak. Pekerjaan saya telah mengajarkan bahwa mereka membutuhkan waktu, energi dan sumber daya yang lebih banyak dari kita. Akan tetapi tidak ada pelajaran yang lebih berharga dibanding ketika saya sendiri menjadi seorang ibu.”1

1

(2)

Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan. Bagi kebanyakkan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap tidak ada akhirnya sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan yakni pengakuan dari masyarakat, bahwa mereka bukan anak-anak melainkan ‘Orang Dewasa’. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-kira usia dua tahun hingga saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan usia 14 tahun untuk laki-laki. Setelah ia matang secara seksual maka ia disebut remaja.

Menurut Hurlock (1980) perkembangan manusia akan melalui penahapan. Tahapan perkembangan ini berlangsung secara berurutan terus-menerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu dan bisa belaku umum.2 Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut : a. Masa pra-lahir : dimulai saat terjadinya konsepsi-lahir; b. Masa jabang bayi : satu hari – dua minggu ; c. Masa bayi : dua minggu - satu tahun ; d. Masa anak : - masa anak-anak awal : satu tahun

hingga enak tahun. - Anak – anak lahir : enam tahun hingga 12/13 tahun ; e. Masa remaja : 12/13 tahun – 21 tahun ; f. Masa dewasa : 21 tahun – 40 tahun ; g. Masa tengah baya : 40 tahun – 60 tahun ; h. Masa tua : 60 tahun – meninggal.

Dalam kaitan permasalahan ini yang dimaksudkan dengan anak adalah masa kanak-kanak akhir yaitu 6-12 tahun. Masa ketika kehidupan anak meningkat seluruh aspek perkembangannya, mengalami perubahan besar, dari lingkungan hidup orang tua, kelompok anak-anak sampai kelompok sosial yang lebih luas. Rangkaian orang tua-keluarga-sekolah-teman-teman merupakan rangkaian peningkatan dalam sifat, sifat minat dan cara penyesuaian anak.3

2Elizabeth B. Hurlock, Develomental Psycology, McGraw Hill, New York, 1980, hlm.15 3

(3)

Konvensi atau konvenan adalah kata lain dari treaty (traktat atau pakta), merupakan perjanjian diantara beberapa negara. Perjanjian ini bersifat mengikat secara yuridis dan politis; oleh karena itu konvensi merupakan suatu hukum internasional atau biasa juga disebut sebagai ‘instrumen internasional’.

Pada Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak. Hak anak berarti Hak Asasi Manusia untuk Anak.

Menurut Konvensi Hak Anak (KHA) mendefinisikan “Anak” secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional.4

Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejateraan Anak, Batas usia anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin (Pasal 1 angka 2). Batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan

sosial, tahap kematangan pribadi dan tahap kematangan mental. Pada usia 21 tahun, anak sudah dianggap mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.

Menyimak pembatasan tentang usia anak sebagaimana dalam Pasal 1 angka 1 UU No 4 Tahun 1979, setidak-tidaknya dapat dicatat : (1) Anak adalah mereka yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin; (2) Bagi mereka yang belum beusia 21 tahun tetapi sudah kawin, maka dianggap bukan anak-anak lagi; (3) Mereka yang sudah berusia 21 tahun atau yang belum berusia 21 tahun tetapi sudah kawin dianggap telah mempunyai kematangan sosial, kematangan pribadi dan juga kematangan mental; (4) Batas usia yang dimaksud dapat dikesampingkan sepanjang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang bersifat khusu serta

4

(4)

mendasarkan pada kenyataan, bahwa seseorang dianggap mampu bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.5

Anak yang merupakan penerus atau generasi masa depan dari suatu bangsa. Kualitas anak bukanlah ditentukan pada saat mereka dilahirkan, melainkan pada saat anak tersebut menjalani masa-masa pertumbuhannya hingga ia menjadi seorang yang dewasa. Namun, masa kanak-kanak juga merupakan masa yang paling rentan dimana kondisi fisik dan psikologis seseorang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari keluarga, lingkungan, kebutuhan fisik, dan kebutuhan akan pendidikan.

Hal inilah yang menyebabkan anak menjadi perhatian seluruh masyarakat dunia dan dianggap perlu adanya suatu peraturan intenasional yang bertujuan untuk memperjuangkan dan melindungi hak-hak anak. Pandangan ini dipengaruhi oleh anak-anak, seperti : tingginya kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Ditemukan pula berbagai kasus yang mencemaskan mengenai anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai pekerja seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan, mengenai anak-anak dalam penjara atau dalam keadaan yang lain serta mengenai anak-anak sebagai pengungsi dan korban konflik bersenjata.

Tak dapat diragukan keadaan konflik bersenjata akan memiliki akibat yang merusak khusunya terhadap anak. Terpisahnya keluarga, yatim piatunya seorang anak, perekrutan tentara anak, dan kematian atau lukanya

anakhanya sebagian kecil contoh kemungkinan akibat perang bagi anak. Sulit untuk menaksir apa akibat perang terhadap perkembangan psikologis dan fisik anak dimasa yang akan datang karena konflik bersenjata. Anak senantiasa akan memerlukan perlindungan dan perlakuan khusus dalam keadaan konflik bersenjata.6

5 Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, CV Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm.5 6 C. De Rover, To Serve And To Protect : Acuan Universal Penegakan HAM, PT Raja

(5)

Kondisi atau situasi buruk yang akan dialami anak-anak diatas tentu akan secarra signifikan mempengaruhi pertumbuhan anak baik dari segi fisik maupun mentalnya. Anak dapat mengalami penderitaan berupa trauma atau bahkan cacat mental yang permanen. Maka, anak dibawah 18 tahun tidak dizinkan untuk turut serta dalam peperangan atau tidak boleh direkrut kedalam angkatan bersenjata.7

Konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia ternyata telah memanfaatkan dan memberikan dampak yang buruk terhadap anak-anak. Sejak Perang Dunia II anak-anak telah dilibatkan dalam partisipasi aktif dengan memasukkan mereka kedalam angkatan bersenjata reguler. Partisipasi aktif anak-anak dalam permusuhan telah menarik perhatian masyarakat internasional.8

Hak anak-anak membutuhkan perlindungan khusus, dan himbauan untuk perbaikan secara berkelanjutan terhadap situasi anak-anak tanpa pandang bulu,juga terhadap perkembangan dan pendidikan mereka dalam kondisi yang aman dan damai. Tergugah oleh dampak yang merusak dan luas dari konflik bersenjata terhadap anak-anak dan konsekuensinya dalam jangka panjang terhadap keamanan, perdamaian dan perkembangan.

Mengutuk praktek yang menjadikan anak-anak sebagai sasaran dalam situasi-situasi konflik bersenjata dan serangan langsung pada benda-benda yang dilindungi oleh hukum internasional, temasuk tempat-tempat yang umumnya memiliki kehadiran anak-anak secara signifikan, seperti

sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit.9

Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak lebih tertuju pada akibat sengketa bersenjata yang akan menimpa atau berdampak pada anak. Sebagai bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak turut serta dalam suatu permusuhan mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan yang

7 Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Pasal 38 8

Enny Narwati dan Lina Hastuti (April 2008), Legal Protection For Children In The Midst Of Armed Conflicts, Jurnal Penelitian Dinas Sosial Vol. 7, No. 1, hlm. 1-9

9

(6)

merugikan apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama atau pendapat politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan yang disebabkan oleh perang. Selain penduduk sipil secara umum yang harus mendapatkan perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga perlu mendapatkan perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anak-anak di wilayah pendudukan. Selain orang asing maka kategori penduduk sipil yang lain adalah mereka yang tinggal di wilayah pendudukan. Kategori terakhir adalah mereka yang termasuk dalam interniran sipil.10

Dalam situasi konflik bersenjata, masyarakat sipil terutama anak-anak dan perempuan, merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban karena tidak memiliki senjata untuk membela diri dari serangan lawan. Akibatnya, mereka cenderung berada dalam situasi ketakutan, kebingungan dan ketidakmenentuan untuk mengakses informasi keamanan.

anak-anak dan perempuan juga sering mengalami berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan, baik fisik, mental maupun seksual. Pada beberapa kasus, anak-anak dilibatkan sebagai utusan (messengers), juru masak (cooks), pengangkut barang (porters), mata-mata (spies), atau bahkan dilibatkan sebagai tentara anak (children soldiers). Hal ini tentu sangat membahayakan keselamatan mereka.

Padahal anak-anak adalah zona netral, bukan bagian dari permusuhan dan bukan ‘peserta’ perang dari pihak yang bertikai. Idealnya, keamanan dan perlindungan dari berbagai pihak menjadi prioritas utama

bagi anak-anak.

Dari beberapa laporan, konflik bersenjata berdampak buruk dan permanen terhadap anak di seluruh dunia. Badan PBB untuk anak-anak UNICEF dalam State of the World’s Children 1996 melaporkan, dalam periode 1985-1995 konflik bersenjata telah mengakibatkan dampak buruk dan permanen pada anak-anak. Melanie Gow dalam The Right to Peace-Children and Armed Conflict memaparkan 2 juta anak-anak terbunuh, 6 juta

10

(7)

mengalami luka serius atau cacat permanen, 12 juta kehilangan rumah. Selain itu 1 juta anak menjadi yatim piatu atau terpisah dari orang tuanya, 10 juta menderita trauma psikologis yang serius sebagai dampak perang, 300 ribu anak menjadi serdadu.

Sekitar 90 persen korban perang adalah masyarakat sipil, utamanya anak dan perempuan. Separuh dari 21 juta pengungsi di seluruh dunia adalah anak-anak, dan setiap tahun antara 8.000 hingga 10.000 anak menjadi korban ranjau darat. Apalagi, dewasa ini perang menggunakan teknologi modern, sehingga risiko yang membayangi anak-anak semakin kuat.11

Telah disebutkan dalam Global Report on Childs Soldier 2001, lebih dari 300.000 anak dibawah usia 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan direkrut oleh angkatan bersenjata pemerintah, milisi ataupun konflik bersenjata bukan negara, dan mereka dijadikan sebagai tentara, mata-mata atau pekerjaan lain yang terlibat secara langsung dalam konflik bersenjata. Anak-anak yang seharusnya memperoleh kebudayaan akan perdamaian (culture of peace), telah dididik oleh pelatihan militer dan indoktrinasi dalam gerakan kepemudaan ataupun sekolah-sekolah.12

Banyak Negara terlibat dalam konflik bersenjata seperti Afghanistan, Burundi, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Myanmar, Nepal, Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri Lanka, Palestina dan Uganda yang masih merekrut dan menggunakan anak

sebagai tentara baik laki-laki maupun perempuan. Banyak yang berusia antara 15 dan 18 tahun, tetapi ada beberapa anak-anak berumur 7 tahun di rekrut sebagai tentara anak-anak. Konflik bersenjata tersebut telah

11 http://www.hizbut-tahrir.or.id/2008/07/27/nasib-anak-anak-dalam-konflik-bersenjata/

diakses pada Desember 2015

12https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ua

ct=8&ved=0ahUKEwiag6LKvt3JAhUOVo4KHf7CLoQFgg9MAQ&url=https%3A%2F%2Fdigili b.uns.ac.id%2Fdokumen%2Fdownload%2F7922%2FMjA1MTY%3D%2FPerlindungan-hukum- terhadap-anak-dalam-konflik-bersenjata-internasional-antara-Israel-dan-Libanon-studi-normatif-

(8)

mempengaruhi kehidupan jutaan warga sipil di seluruh dunia. Anak-anak adalah orang yang paling rentan selama konflik. Banyak anak yang terluka, kehilangan tempat tinggal, kehilangan pendidikan, atau yatim piatu akibat perang. Meskipun illegal untuk melibatkan anak-anak di bawah usia 18 dalam konflik bersenjata, mereka kadang-kadang masih direkrut oleh kelompok bersenjata untuk berpartisipasi.13

Berbagai pelanggaran hukum terhadap anak sebagai korban konflik bersenjata seharusnya mendapatkan perlindungan hukum daripada konvensi hak anak. Persoalan-persoalan tentang anak sebagai korban konflik bersenjata dapat diminimalisir bahkan dihentikan dan pihak-pihak yang terlibat mendapatkan perlakuan hukum yang sepantasnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka hal yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hak anak menurut hukum internasional? 2. Bagaimana konflik bersenjata menurut hukum humaniter?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak pada konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan yang akan dicapai dengan ditulisnya skripsi ini, adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui tentang pengaturan hak anak menurut hukum internasional.

b. Untuk mengetahui tentang konflik bersenjata menurut hukum humaniter.

13http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/8250/SKRIPSI%20ANDI%20

(9)

c. Guna mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap anak pada konflik bersenjata yang terjadi diberbagai belahan dunia.

2. Manfaat Penulisan

Selain dari tujuan diatas, skripsi ini juga memberikan manfaat, antara lain :

a. Secara Teoritis

Secara teroritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta menimbulkan pemahaman tentang perlindungan hukum terhadap anak dalam konfik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia. b. Secara Praktis

Secara praktis, Pembahasan terhadap masalah-masalah yang ada didalam penulisan skripsi ini dapat menjadi masukan bagi orang-orang yang membacanya ataupun akademisi yang mempelajari hukum internasional, serta pembaca lainnya yang tertarik untuk mengetahui masalah perlindungan hukum terhadap anak dalam konflik bersenjata yang terjadi diberbagai belahan dunia agar

menambah wawasan pengetahuan.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah penulis lakukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penulisan

tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Konflik Bersenjata : Studi Kasus Konflik Bersenjata yang terjadi diberbagai belahan dunia ini belum pernah dilakukan dengan pendekatan dan perumusan yang sama. Terdapat beberapa topik mengenai perlindungan hukum terhadap anak, yang menginspirasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini,yaitu :

i. “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG

(10)

ii. “PEREKRUTAN TENTARA ANAK DI NEGARA SITUASI KONFLIK BERSENJATA” oleh : Andi Nurimanah Mangopo Sini. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar

iii. “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK

DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNASIONAL ANTARA ISRAEL DAN LIBANON (STUDI NORMATIF TENTANG IMPLEMENTASI KONVENSI JENEWA IV 1949” oleh : Agus Prakoso. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Penulis mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi para penulis karya ilmiah yang menginspirasi penulis, bantuan berupa petunjuk yang diberikan sangat berharga dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Namun penilitian ini adalah asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan saran yang membangun. Apabila kemudian hari ditemukan penelitian yang sama persis yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Anak-anak memerlukan perawatan dan perlindungan khusus dan bergantung kepada bantuan orang dewasa khususnya selama permulaan dari kehidupannya. Anak berhak atas semua hak dan kebebasan yang sama dengan orang dewasa, peraturan khusus yang berkaitan dengan anak memberikan perlindungan tambahan untuk kepentingan kelompok rentan ini. Konvensi mengenai hak anak memusatkan perhatian pada jaminan kepentingan yang terbaik bagi anak dan berusaha untuk melindungi anak-anak terhadap penyalahgunaan dan eksploitasi.14

14

(11)

Pertikaian ideologi acapkali menimbulkan kegagalan negara dalam memperhatikan kebutuhan dan pemenuhan hak-hak anak. Anak-anak dibiarkan oleh negara dalam posisi rentan dan tanggung jawab pemenuhan haknya diserahkan kepada keluarga anak tersebut. Seterusnya, anak dibiarkan berkembang dalam proses yang tidak wajar karena tiadanya perhatian negara yang sungguh-sungguh untuk menyelamatkan masa depan mereka. Anak terkebiri dengan situasi rentan dan mendapatkan stempel negatif masyarakat di sekitarnya maupun masyarakat yang terprovokasi dengan pemberitaan media.15

Maka anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta maupun pemerintah) baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita kerugian (mental, fisik, dan sosial), karena tindakan pasif, atau tindakan aktif orang lain atau kelompok (swasta atau pemerintah), baik langsung maupn tidak langsung.

Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial

dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, mengingat situasi dan kondisinya. Anak perlu mendapat perlindungan agar tidak mengalami kerugian, baik mental, fisik, maupun sosial.16

Perlindungan anak yang harus dipenuhi secara khusus adalah :17 a. Pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman,

pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan dan persamaan perlakuan.

b. Pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami gangguan psiko sosial.

15 Ahmad Sofian, Perlindungan Anak Di Indonesia : Dilema dan Solusinya, PT.

Softmedia, Jakarta, 2012, hlm.63

16 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, Reflika

Aditama, Bandung, 2012, hlm. 69

17

(12)

c. Selamatkan anak dari perekrutan dan memperalat anak untuk dijadikan sarana melakukan kejahatan-kejahatan, kepentingan militer, berkonflik dengan hukum dan menjadi korban tindak pidana.

Sedangkan bagi anak-anak yang dalam keadaan konflik bersenjata, maka dalam Pasal 4 Ayat (3) konvensi tentang hak anak menyatakan tindakan-tindakan khusus yang berlaku dan terpaut dengan anak mengenai :18

a. Pendidikan ;

b. Penyatuan sementara para keluarga yang terpisah ;

c. Usia minimum untuk keikutsertaan dalam permusuhan atau perekrutan kedalam angkatan bersenjata ;

d. Perlindungan kombatan anak dibawah usia 15 tahun yang tertangkap ;

e. Pemindahan sementara anak-anak karena alasan yang berkaitan dengan sengketa bersenjata.

F. Metode Penulisan

Metode penulisan merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan

jalan menganalisanya. Maka daripada itu, diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap suatu pemecahan atas segala permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.

1. Tipe Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini tipe penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut juga dengan metode kepustakaan

18

(13)

dimana melakukan pengumpulan data secara studi pustaka (library research) yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak pada konflik bersenjata.

2. Pendekatan Masalah

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan hukum normatif-empiris Non Judicial Case Study, yaitu penelitian dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan selanjutnya melihat kenyataan melalui perjanjian-perjanjian internasional yang ada.

3. Sumber Data

Untuk melengkapi dan memenuhi skripsi, maka penulis mencari dan mengambil materi dari data-data sekunder, yaitu sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Konvensi Hak Anak, Protokol tambahan tahun 2000, Konvensi Jenewa, Konvensi Den Haag dan Resolusi Dewan Keamanan PBB.

b. Bahan hukum sekunder

Yaitu semua dokumen yang menerapkan informasi atau hasil kajian tentang perlindungan hukum tehadap anak pada konflik bersenjata diberbagai belahan dunia, seperti buku-buku, jurnal hukum, pendapat para sarjana, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan tersebut.

c. Bahan hukum tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti ensikopledia, kamus bahasa maupun kamus hukum.

4. Pengumpulan Data

(14)

telaahan penelitian ini yang dapat berupa perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

5. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan dengan data sekunder, selanjutnya data tersebut dianalisi dengan data sekunder, selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode kualitatif, yakni dengan mengadakan pengamatan terhadap data maupun informasi yang diperoleh. Bahan hukum yang diperoleh dari penelitian akan dipilah sehingga diperoleh bahan hukum yang mengatur tentang bentuk perlindungan hukum terhadap anak dalam konflik bersenjata di berbagai belahan dunia. Kemudian bahan hukum tersebut disistematiskan sehingga dapat diklasifikasi yang sejalan dengan permasalahan perlindungan hukum terhadap anak pada konflik bersenjata di berbagai belahan dunia. Selanjutnya data yang akan diperoleh tersebut akan di analisa secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif untuk mendapat suatu kesimpulan. Diharapkan melalui penelitian ini dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai perlindungan hukum terhadap anak pada konflik bersenjata, sehingga dapat ditarik suatu

kesimpulan tentang kaidah-kaidah hukum guna menyempurnakan ataupun menyesuaikan pengaturan mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada anak pada konflik bersenjata di berbagai belahan dunia.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi para pembaca dalam memahami makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain dan dapat dilihat sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

(15)

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II : PENGATURAN MENGENAI HAK ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Bab kedua membahas mengenai sejarah konvensi hak anak. Hak – hak anak menurut konvensi hak anak dan protokol tambahan tahun 2000 serta pengaturan mengenai status anak dalam konflik bersenjata.

BAB III : KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM

HUMANITER

Bab ketiga akan membahas mengenai konflik bersenjata menurut hukum humaniter, perlindungan penduduk sipil pada konflik bersenjata dan hak-hak penduduk sipil dalam konflik bersenjata intenasional.

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PADA KONFLIK BERSENJATA DI BERBAGAI BELAHAN DUNIA

Bab keempat akan membahas berbagai sejarah mengenai konflik-konflik bersenjata diberbagai belahan dunia, bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh para militan kepada penduduk sipil pihak musuh, peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menyelesaikan konflik bersenjata

diberbagai belahan dunia dan perlindungan terhadap anak akibat konflik bersenjata tersebut.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran yang sesuai diterapkan untuk siswa kelas IV SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta adalah model pembelajaran kooperatif teknik STAD (Student Team Achievement

MONITORING EVALUATION CONSULTANT (MEC), INTEGRATED COMMUNITY DRIVEN DEVELOPMENT PROJECT (ICDD).. Sigit

Maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku di pasaran untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relative rendah jika dibandingkan dengan produk

Berdasarkan Tabel 2.1, dapat dihitung admitansi seri jaringan dan admitansi shunt ketanah (kenetral) pada setiap bus, dan hasilnya diperlihatkan berturut-turut pada Tabel 2.2 dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: tidak terdapat interaksi yang terjadi antara pembelajaran yang mengguna- kan LKS terhadap KPS

tabaci pada kondisi viruliferous (masa akuisisi 48 jam) dengan jumlah sekitar 20–30 ekor dalam satu kotak yang disungkup kain kasa dapat digunakan sebagai metode penularan massal

[r]

Ketika penurunan nilai wajar atas aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok tersedia untuk dijual telah diakui secara langsung dalam ekuitas dan terdapat