BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Emosi
Selama ini kajian – kajian tentang belajar kurang memperhatikan peran dan
pengaruh emosi pada proses dan hasil belajar yang dicapai seseorang. Tetapi sejak
orang mulai memperhatikan peran besar otak dalam segala bentuk prilaku manusia,
maka emosi mulai jadi perhatian, termasuk peranannya dalam meningkatkan hasil
belajar. Emosi tidak lagi dipandang sebagai penghambat dalam kehidupan
sebagaimana pandangan konvensional, melainkan sebagai sumber kecerdasan,
kepekaan, peran menghidupkan perkembangan dan penalaran yang baik. Bahkan saat
ini disadari bahwa untuk mencapai keberhasilan belajar, maka proses belajar yang
terjadi haruslah menyenangkan. Defenisi emosi dirumuskan secara bervariasi oleh
para psikolog, dengan orientasi teoritis yang berbeda – beda(Khodijah,2014).
Emosional adalah suatu reasi kompleks yang melibatkan kegiatan dan perubahan
yang mendalam serta diiringi degan perasaan yang kuat. Emosi juga kadang –
kadang di bangkitkan oleh motivasi, sehingga antara emosi dan motivasi terjadi
hubungan interaktif . Pengalaman menunjukkan bahwa apabila kita termotivasi,
maka kita akan terstimulasi secara emosional(Khodijah,2014).
Suatu keinginan besar untuk melarikan diri selalu disertai dengan rasa ketakutan,
suatu gerakan untuk menyerang dan menghancurkan, selalu disertai dengan
kemarahan. Emosi sering kali disamakan dengan dengan perasaan, namun keduanya
dapat dibedakan. Emosi bersifat lebih intens dibandingkan dengan perasaan,
sehingga perubahan jasmaniah yang ditimbulkan oleh emosi lebih jelas di
bandingkan dengan perasaan. Aspek – aspek emosi mencakup : a) Perasaan subjectif,
berfikir, dan prilaku, d) Kelengkapan motivasional tertentu, dan e) Cara emosi
ditunjukkan dalam bahasa, ekspresi wajah, dan gesture(Khodijah,2014).
1. Fungsi Emosi
Bagi manusia, emosi tidak hanya berfungsi untuk survival, atau sekedar
untuk mempertahankan hidup, seperti pada hewan. Akan tetapi, emosi juga berfungsi
sebagai energizer atau pembangkit energi yang memberikan kegairahan dalam
kehidupan manusia. Selain itu, emosi juga merupakan messenger atau pembawa
pesan. Sebagai sarana untuk mempertahankan hidup, emosi memberikan kekuatan
pada manusia untuk membela dan mempertahankan diri terhadap adanya gangguan
atau rintangan, adanya perasaan cinta, sayang, cemburu, marah, atau benci, membuat
manusia dapat menikmati hidup dalam kebersamaan dengan manusia lain. Sebagai
pembangkit energi, emosi positif seperi cinta dan sayang memberikan pada kita
semangat dalam bekerja, bahkan juga semangat untuk hidup. Sebaliknya emosi
negative, seperti sedih dan benci, membuat kita merasakan hari – hari yang suram
dan nyaris tidak ada gairah untuk hidup(Khodijah,2014).
Sebagai pembawa pesan, emosi memberitahu kita bagaimana keadaan orang –
orang yang berada di sekitar kita, terutama orang – orang yang kita cintai dan
sayangi, sehingga kita dapat memahami dan melakukan sesuatu yang tepat dengan
kondisi tersebut(Khodijah,2014).
2. Jenis dan Pengelompokan Emosi
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian, yaitu emosi
yang menyenangkan atau emosi positif, dan emosi yang tidak menyenangkan atau
emosi negative. Emosi yang menyenagkan adalah emosi yang menimbulkan
senang, gembira, kagum, dan sebagainya, sedang emosi yang tidak menyenangkan
adalah emosi yang menimbulkan persaan negatif pada orang yang mengalaminya, di
antaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan sebagainya. Mengingat banyaknya
jenis emosi tersebut para ahli tidak memiliki kesamaan pendapat tentang
pengelompokan emosi. Akan tetapi, ekspresi wajah tertentu untuk keempat emosi
(takut, marah, sedih, dan senang) di kenali oleh bangsa – bangsa di seluruh dunia. Ini
menunjukkan bahwa keempat emosi tersebut adalah emosi inti atau emosi dasar pada
manusia. Manusia mempunyai tiga jenis emosi dasar yang telah dibawa sejak lahir
dan akan berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungan, yaitu emosi takut, marah
dan cinta(Khodijah,2014).
3. Teori – Teori Emosi
Ada tiga teori emosi, yaitu : teori sentral, teori berfikir, dan teori kepribadian.
a. Teori sentral
Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami
oleh individu. Jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian
mengalami perubahan – perubahan dalam kejasmaniannya. Menurut teori ini,
orang menangis karena merasa sedih. Teori atau pendapat ini di kenal dengan
teori sentral(Khodijah,2014).
b. Teori periferal
Menurut teori ini orang tidak menangis karena susah, tapi sebaliknya ia susah
karena menangis. Dengan demikian, emosi adalah hasil persepsi seseorang
terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap
stimulus – stimulus yang datang dari luar. Teori ini lebih menitik beratkan pada
hal – hal yang bersifat perifer dari pada yang bersifat sentral(Khodijah,2014).
Menurut teori ini, emosi merupakan suatu aktivitas pribadi, dimana pribadi ini
tidak dapat di pisah – pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi
yag terpisah. Karena itu maka emosi meliput pula perubahan – perubahan
kejasmanian(Khodijah,2014).
4. Fisiologi Emosi
Ada dua respon tubuh yang terjadi ketika seseorang emosi. Pola respon
pertama adalah Emergency, atau yang di kenal dengan respons Flight – or - flight.
Respons ini terjadi bila kondisi emosi aktif atau bangkit. Misalnya ketika kita marah
atau takut, terjadi peningkatan aktivitas – aktivitas dalam system perifer saraf
simpatetik; aktivitas ini menimbulkan perubahan – perubahan tubuh sepert :
peningkatan tekanan jantung, pembuluh darah dalam otot membesar sehingga tubuh
siap beraksi, gula darah di mobilisasi dalam liver, hormon epineprin dan
norepinephrin di lepaskan dari kelenjar adrenalin, pupil mata membesar, dan
pembuluh darah perifer kulit tertarik, sehingga mengurangi kemungkinan pendarahan
dan meningkatkan persediaan darah ke otot(Khodijah,2014).
Sebagai akibatnya, tegangan otot dan pernapasan menjadi meningkat. Bentuk
respon tubuh yang kedua adalah respon relaksasi (relaxation respon) yang timbul
bila kondisi emosi kita dalam keadaan tenang atau meditatif. Pola respon tubuh
selama kondisi relaksasi meliputi penurunan aktivitas dalam system saraf simpatetik
maupun somatik, akan tetapi system saraf simpatetik justru meningkat. Hal tersebut
selanjutnya menyebabkan reaksi tubuh lainnya yang berlawanan dengan kondisi
emosi aktif atau bangkit(Khodijah,2014).
5. Pengaruh Emosi pada Belajar
Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Emosi yang
sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan
menghentikannya sama sekali. Penjelasan tentang hal ini dapat diambil dari teori
modern tentang struktur dan cara kerja otak. Otak manusia terdiri dari tiga bagian
dan pemanfaatan seluruh bagian otak dapat membuat belajar lebih cepat, lebih
menarik, dan lebih efektif. Dari ketiga bagian otak tersebut, bagian otak yang
memainkan peran dalam belajar adalah neorokorteks, sedang yang memainkan peran
besar dalam emosi adalah system limbic(Khodijah,2014).
Jika siswa mengalami emosi positif, maka sel – sel saraf akan mengirim
impuls –impuls positif ke neurokorteks dan proses belajar pun dapat terjadi.
Sebaliknya, jika siswa mengalami emosi negatif, maka tertutup kemungkinan untuk
timbulnya impuls – impuls yang mendorong belajar, tetapi yang terjadi adalah
meningkatnya fungsi mempertahankan diri terhadap emosi yang tidak
menyenangkan . akibatnya, proses belajar menjadi lamban atau bahkan terhenti.
Karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah di mulai dengan menciptakan emosi
positif, pada diri pelajar. Jika siswa mengalami emosi positif, mereka dapat
menggunakan neurokorteks untuk tugas – tugas belajar(Khodijah,2014).
Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat di lakukan dengan
berbagai cara, di antaranya adalah dengan menciptakan lingkungan lingkungan
belajar yang menyenangkan. Lingkungan yang di maksud disini mencakup linkungan
fisik dan lingkungan psikologis mencakup penggunaan music untuk meningkatkan
hasil belajar. Penataan ruang kelas, seperti penataan tempat duduk, pajangan dan
penyediaan wewangian, memainkan peranan penting dalam menciptakan emosi
positif dalam belajar. Kegembiraan belajar sering kali merupakan penentu utama
minat, adanya keterlibatan penuh dan terciptanya makna, pemahaman, dan nilai yang
membahagiakan pada pelajar(Khodijah,2014).
Emosi di bedakan sebagai berikut: 1) Respons Yang Cepat Tetapi Ceroboh.
Pikiran emosional jauh lebih cepat dari pikiran rasional, mengesampingkan
pemikiran hati – hati, tanpa analisis. Analisis merupakan ciri khas akal yang berpikir.
Tindakan yang muncul dari pikiran emosional akan membawa kepastian yang sangat
kuat, 2) Perasaan dan pikiran yang rasional membutuhkan waktu sedikit lebih lama
untuk menanggapi di bandingkan waktu yang dibutuhkan pikiran emosional.
Dorongan pertama yang muncul adalah situasi emosional yaitu: dorongan hati.
Reaksi emosional yang kedua yaitu lebih lambat dari respons sebab di goda dan di
olah terlebih dahulu dalam pikiran sebelum sampai pada perasaan, 3) Realisasi
simbolik logika pikiran emosional bersifat asosiatif artinya bahwa unsur yang
melambangkan suatu realitas, atau memicu kenangan terhadap realitas itu,
merupakan hal yang sama dengan realitas tersebut(Khodijah,2014).
B. Defenisi kecerdasan(Intelligences)
Tiap kecerdasan harus memiliki feature yang berkembang, dapat di observasi di
populasi special, menyediakan bukti berupa sosialisai di otak dan mendukung system
notasi. Intelligence dapat di defenisikan sebagai: 1) Kemampuan memecahkan
masalah yang dialaminya pada kehidupan nyata. 2) Kemampuan mengembangkan
masalah baru untuk di pecahkan. 3) Kemampuan membuat suatu atau menawarkan
suatu layanan yang di hargai dalam budayanya. Intelligences adalah macam – macam
bahasa yang semua orang menggunakannya dan di pengaruhi sebagian oleh budaya
tempat orang di lahirkan. Bahasa itu adalah akal untuk belajar, untuk memecahkan
Beberapa factor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu yaitu: 1)
Keturunan, 2) latar belakang sosial ekonomi, 3) lingkungan hidup. Lingkungan yang
kurang baik akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik pula.
Lingkungan yang di nilai paling buruk bagi perkembangan kemampuan inteligensi
adalah panti – panti asuhan serta intitusi lainnya, terutama bila anak di tempatkan
disana sejak awal kehidupannya, 4) Kondisi fisik. Keadaan gizi yang kurang baik,
kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat
kemampuan mental yang rendah, 5) Iklim emosi. Iklim emosi dimana individu
dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental individu yang
bersangkutan(Slameto,2003).
1. Faktor – Faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual
Terdapat banyak factor yang mempengaruhi kemampuan intelektual
seseorang, meliputi aspek – aspek fisik, emosional latar belakang sosial, ekonomi,
keturunan, dan lingkungan. Berikut yang mempengaruhi kemampuan intelektual
berfungsi secara optimal:
a. Factor fisik. a) Kesehatan umum. Siswa – siswa kurang tampak responsif,
kurang memperhatikan atau tampak tidak memiliki motivasi untuk belajar,
kemungkinan besar disebabkan karena kondisi kesehatan mereka yang kurang
baik. Pengajar hendaknya memperhatikan adanya gejala – gejala ini yang
mungkin membutuhkan pengobatan; b) Kelemahan – kelemahan sensorik.
sering kali di nilai dengan “slow learner”, atau menunjukkan masalah –
masalah tingkah laku, seringkali disebabkan karena kerusakan, cacat visual
atau pendengaran yang tidak diketahui. Mereka tidak mampu melihat atau
antara lain membaca buku terlalu dekat dengan mata, bersandar kemuka atau
memiringkan kepala untuk melihat papan tulis atau sesuatu yang sedang di
perlihatkan pengajar, mata selalu merah, berair. Menunjukkan sedikit atau tidak
ada minat di dalam kelompok – kelompok diskusi dan jarang berpartisipasi di
dalam kelompok diskusi; c) Hiperkinetik dan Hipokinetik. Hiperkinetik
merupakan pengertian yang menyangkut tingkah laku individu yang sulit diam
di tempat. Ia selalu meninggalkan bangku, memegang – megang sesuatu,
berputar – putar. Hipokinetik merupakan pengertian yang berhubungan dengan
tingkah laku yang lambat, apatis, malu, takut menjamukan(Slameto,2003).
b. Factor emosional. Secara fisik umumnya berada dalam kondisi sehat. Mereka
bebas dari gangguan – gangguan atau kerusakan sensorik yang serius. Masalah
kesehatan mental sering kali dianggap salah satu factor utama yang tidak hanya
merintangi belajar, tetapi juga motivasi untuk mencapai prestasi sebaik
mungkin. Bila kata mental menunjuk pada proses – proses kognitif atau
intelektual, kesehatan mental lebih menunjuk pada aspek penyesuaian diri serta
aspek kehidupan sosial dari orang yang bersangkutan. Seseorang yang secara
mental sehat biasanya adalah yang memiliki konsep diri positif dan yang
merasa bahwa dirinya berharga. Ia merasa kebutuhan – kebutuhan dirinya
cukup terpenuhi, seperti kebutuhan akan rasa aman, cinta, harga diri. Ia merasa
bebas dari perasaan – perasaan frustasi, cemas, tegang, konflik, rendah diri,
salah dan lain – lain(Slameto,2003).
c. Factor motivasi. Seringkali siswa yang tergolong cerdas tampak bodoh karena
tidak memiliki motivasi untuk mencapai prestasi sebaik mungkin. Misalnya
ada. Ada tidaknya motivasi untuk berprestasi cukup mempengaruhi
kemampuan intelektual agar dapat berfungsi secara optimal(Slameto,2003).
C. Defenisi Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligences)
Emosional Intelligence adalah kemampuan merasakan, memahami dan
menerapkan secara efektif daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi(DEPDIKNAS,2007).
Kecerdasan Emosional(Emotional Intelligence) mencakup lima wilayah
berikut : i) Kesadaran diri (Self Awareness) mengetahui emosi diri, mengenal
perasaannya seperti halnya terjadi, mampu membedakan perasaan – perasaan; ii)
Manajemen suasana hati (Mood Manajemen), menguasai perasaan sehingga suasana
menjadi cocok untuk bereaksi dalam cara yang cocok pula; iii) Memotivasi diri(Self
Motivation), kemampuan mengelompokkan perasaan dan mengarahkan diri kepada
suatu tujuan, bukannya ragu – ragu, cuek, impulsive; iv) Empati, mengenal perasaan
orang lain, memahami isyarat verbal, non verbal yang di lakukan orang lain; v)
Mengelola hubungan (Managing Relationships), kemampuan untuk memelihara
hubungan dengan orang lain, resolusi konflik, negosiasi, kekompakan
kelompok(Sumadiredja, 2014).
Sumadiredja(2014) dalam menyatakan bahwa kecerdasaan umum
(inteligensi) semata-mata hanya dapat memprediksi kesuksesan hidup seseorang
sebanyak 20% saja, sedang 80% lainnya adalah apa yang disebutnya Emotional
Intelligence. Bila tidak di tunjang dengan pengolahan emosi yang sehat, kecerdasan
saja tidak akan menghasilkan seseorang yang sukses hidupnya di masa yang akan
datang. Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengenali emosi diri
sendiri,mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi
demikian, kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengelola
emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Unsur
terpenting dalam kecerdasan emosi ini adalah empati dan control diri. Empati artinya
adalah dapat merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain, terutama bila orang
lain dalam keadaan malang, sedangkan control diri adalah kemampuan untuk
mengendalikan emosi sendiri sehingga tidak mengganggu hubungannya dengan
orang lain.
EQ diuraikan berdasarkan 5 indikator: 1) Mengenali emosi diri:Mengenali
dan memperbaiki emosi diri (jangan cepet menerima tidak sebagai jawaban); Mampu
memahami perasaan yang timbul (selalu pastikan keinginan kita di mengerti);
Mengenal perbedaan perasaan dan tindakan. 2) Mengelola emosi: Toleransi yang
tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah (berlakulah alami tapi sesuaikan
pendekatan untuk setiap orang); Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat
tanpa berkelahi (temukan akar penyebab keluhan yang berulang dan segera atasi);
Berkurangnya kecemasan dan kesepian dalam pergaulan (tidak menganggap remeh /
merasa diri lebih dari orang lain); Lebih baik dalam mengatasi ketegangan jiwa
(berlaku respon positif atas kritik – kritik). 3) Memotivasi diri sendiri: Lebih
bertnggung jawab (ambil resiko hanya bila kemungkinan berhasilnya tinggi); Lebih
berkonsentrasi (menyampaikan informasi intern secepatnya); Lebih menguasai diri
(hargai orang lain, mereka akan menghargai kita); Nilai prestasi meningkat (buat
suasana penilaian santai dan ramah bukan pemeriksaan). 4) Empati : Lebih terbuka
terhadap pendapat orang lain(memberikan kesempatan menggunakan keterampilan
orang lain); peka terhadap perasaan orang lain(bila kita menerima ide biarkan sang
pencetus menerapkannya); lebih baik dalam mendengarkan orang lain (diam itu
hubungan (menjadikan bekerja menyenangkan tidak berarti membuatnya mudah);
Lebih baik menyelesaikan pertikaian / persengketaan ; Lebih tegas dan terampil
dalam berkomunikasi; Lebih baik menarik perhatian dan tenggang rasa; Lebih baik
bekerja sama dan berbagi rasa dan suka menolong(Sumadiredja, 2014).
Elemen paling kritis bagi keberhasilan siswa belajar di sekolah adalah
memahami bagaimana caranya. teori pokoknya adalah: a) Confidence (Kepercayaan
Diri), b) Couriousity (Kepenasaran), c) Tujuan (Intentionality), d) Mengendalika Diri
(Self-Control), e) Relatedness (keterhubungan); f) Kapasitas untuk berkomunikasi; g)
Kemampuan bekerjasama(Sumadiredja, 2014).
Ini semua adalah aspek kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional terbukti
merupakan prediksi lebih baik untuk keberhasilan di masa depan daripada metode
tradisional seperti GPA (Grade Poin Average), Intelligence Quotion (IQ), atau skor
tes baku (Standardized Test Scores). Para peneliti menyimpulkan bahwa orang –
orang yang mengelola perasaan (emosi) mereka dengan baik dan dapat berhubungan
dengan orang lain secara efektif cendrung mengingat informasi dan belajar lebih
efektif pula(Sumadiredja, 2014).
Kecerdasan emosi perlu ditumbuhkan semenjak masih kecil melalui naskah
emosi yang sehat. Tujuan mengajarkan naskah emosi yang sehat (Health Emotion
Script) adalah agar naskah emosi yang sehat ini dapat diinternalisasi anak sejak dini
dan di bawa terus oleh anak dalam berinteraksi dengan orang lain bila ia dewasa
kelak. Orang yang ber-EQ rendah bisa saja memiliki IQ yang tinggi, menampakkan
D. Hasil Belajar
1. Defenisi Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha
untuk memperoleh suatu bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan tujuan
belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil dalam mencapai
tujuan – tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Tiga ranah (domain) hasil
belajar, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik(Jihad,dkk.,2013).
Hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua macam yaitu pengetahuan dan
keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori yaitu: a) pengetahuan tentang
fakta; b) pengetahuan tentang prosedural; c) pengetahuan tentang konsep; d)
pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat kategori yaitu: 1)
Keterampilan untuk berfikir atau keterampilan kognitif; 2) Keterampilan untuk
bertindak atau keterampilan motorik; 3) Ketermpilan bereaksi atau bersikap; 4)
Keterampilan berinteraksi. Hasil – hasil belajar adalah pola – pola perbuatan, nilai –
nilai, pengertian – pengertian dan sikap – sikap, serta apersepsi dan
abilitas(Jihad,dkk.,2013).
E. Prestasi Belajar
Pengertian prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari kata prestasi
dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Prestasi
adalah hasil yang telah di capai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya) sedangkan
belajar adalah sebuah usaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu. Berdasakan
dicapai oleh siswa selama berlangsungnya prosesnya belajar dalam jangka waktu
tertentu, umumnya prestasi belajar dalam sekola berbentuk pemberian nilai (angka)
dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauh mana siswa telah menguasai materi
pelajaran yang telah disampaikan(Psycologymania,2013).
1) Pendekatan Evaluasi Belajar
Ada dua macam pendekatan yang amat popular dalam mengevaluasi atau
menilai tingkat keberhasilan / prestasi belajar, yakni: 1) Norm-referencing atau
Norm-referenced assessment; 2)criterion referencing atau criterian referenced
assessment (Tardif et al,1989: 131). Di Indonesia, pendekatan – pendekatan ini
lazim di sebut Penilaian Acuan Norma(PAN) dan Panduan Acuan Kriteria(PAK).
i. Penilaian Acuan Norma(PAN)( Norm-referenced assessment)
Dalam penilaian yang menggunakan PAN, prestasi belajar seorang peserta
didik di ukur dengan cara membandingkannya denga prestasi belajar seorang
peserta didik diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang di
capai teman – teman sekelas atau sekelompoknya. Jadi pemberian skor atau
penilaian peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor –
skor yang diperoleh teman – teman sekelompoknya dengan skornya sendiri. Skor
dapat diperolehberdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus
sederhana yakni:
�����ℎ������������ �����ℎ��������� × 100,
(Muhibbin,2009).
Penilaian dengan pendekatan PAK (Penilaia Acuan Kriteria) merupakan
proses penguraian prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian
seorang mahasiswa dengan berbagai prilaku ranah yang telah di tetapkan secara
baik (well-defined domain behaviours) sebagai patokan absolute. Oleh karena itu,
dalam mengimplementasikan PAK di perlukan adanya kriteria mutlak yang
merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya,
nilai atau kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai
yang dicapai oleh rekan – rekan sekelompoknya melainkan di tentukan oleh
penguasaannya atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan
instruksional.
iii. Batas Minimal Prestasi Belajar
Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi yang
dianggap berhasil arti luas bukanlah perkara mudah. Keberhasilan dalam arti luas
berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa, dan karsa. Menetapkan batas
minimum keberhasilan belajar selalu berkaitan dengan dengan upaya
pengungkapan hasil belajar(Muhibbin,2009).
Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan setelah
mengikuti proses mengajar belajar. Di antara norma – norma pengukuran tersebut
adalah: 1) Norma skala angka dari 0 sampai 10; 2) Norma skala angka dari 0
sampai 100. Angka terendah yang menyatakan kelulusan / keberhasilan belajar
(passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah
5,5 atau 60. Pada prinsipnya jika seorang dapat menjawab lebih dari setengah
instrument evaluasi dengan benar ia di anggap telah memenuhi target mniml
penetapan passing grade yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk pelajaran
– pelajaran inti (core subject) (Muhibbin,2009).
Selanjutnya, selain norma – norma tersebut di atas, adapula norma lain yang
di Negara kita baru berlaku di perguruan tinggi, yaitu norma prestasi belajar
dengan menggunakan symbol huruf – huruf A, B, C, D dan E. symbol – symbol
huruf ini dapat di pandang sebagai terjemahan dari symbol – symbol angka.
Symbol niai angka yng berskala 0 sampai 4. Skala angka yang berinterval jauh
lebih pendek dari pada skala angka lainnya itu di pakai untuk menetapkan Indeks
Prestasi (IP) mahasiswa, baik pada setiap semester maupun pada akhir semester