• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PERPAJAKAN DALAM INVESTASI pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN PERPAJAKAN DALAM INVESTASI pdf"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

KEBIJAKAN PERPAJAKAN DALAM INVESTASI

O l e h : AriPurwadi ABSTRACT

Formerly in new economic policy in the Orde haru era- "Tax Holiday" and "Tm Allowance" is- launched to en chance capital inflow to Indonesia to accelerate Indonesian Development- However, by the re-newal of UU National Tax/|983, is then given based on tax power, so that will he no difference tax lreatment behteen nolional and foreign investor.

Keywords : Econontic Policy, tax holiday, tax lreatmen!

PENDAHULUAN

Berbicara tentang pajak, maka pandangan kita mengarah kepada negara. Tiada negara tanpa pajak. Kehidupan negara tanpa pajak tidak lebih suatu utopia. Negara tradisional ataupun modern, kolonial ataupun nasional, kapitalis atau sosialis, semuanya memungut pajak. Pajak merupakan fenomena historis. Sebaga, fenomena historis selalu hadir baik pada masa lalu maupun pada masa kini. Sebab pajak merupakan salah satu cara penting dana yang selalu ada dalam upaya menghimpun dana negara untuk membiayai semua tujuannya. Seringkali persoalan pajak terletak pada ada atau tidak adanya pajak, melainkan persoalan inipun merupakan fenomena yang timbul, hampir di setiap negara yang selalu menghadapi rakyatnya yang melaksanakan kewajiban membayar tanpa menggerutu.

Suatu negara yang sedang membangun m e m e r l u k a n d a n a a g a r dapat melakukan pembangunan Dana yang diperoleh negara ini berasal dari sumber-sumber penghasilan negara. Salah satu sumber penerimaan negara ini adalah berasal dari pajak. Definisi pajak memuat unsur--unsur sebagai berikut :

l . P a j a k m e r u p a k a n iuran atau kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan (pendapatan) kepada negara.

2. Penyerahan iuran bersifat wajib sehingga pel aksanaannya dapat dipaksakan.

3. Penyerahan iuran itu berdasarkan undang-undang atau perundang-undang-undang-undangan.

4. Tidak adajasa timbal (tegen prestatic) yang dapar di tuniuk, artinya antara pembayaran pajak dengan prestasi dari negara tidak ada hubungan

(2)

PERSPEKTIF Volunrc I4l No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

Engsmg.

5. Danayang dikumpulkan oleh negam yang berasal d a r i p a j a k d i g u n a k a n untuk membiayai pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat. ( B a h a r i , 1 9 9 9 , h . 2 l - 2 2 ) .

S e d a n g k a n R . Santoso Brotodiharjo memberikan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu :

I . Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang atau peraturan pemndang-undangan. 2 . D e n g a n p e m b a y a r a n p a j a k tidak dapat

ditnnjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah

3. Pemungutan pajak dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Pajak diperunhrkkan untuk pengeluaran negara atau untuk membiayai public investment ; dan 5. Pajak dapat mempunyai tujuan yang tidak

bud-geter yaitu mengatur. (R. Santoso Brotodihario, 1 9 9 3 : 6 - 7 ) .

Fungsi mengatur dalam fungsi pemungutan pajak mempunyai peranan perpajakan (fiscal policy) bagi pemerintah dalam menyelenggarakan politiknya dengan segala bidang. Bahkan pada negara modem fungsi mengaturjustru menjadi tujuan politik dari pajak. Dalam fungsi mengatur inilah terletak suatu lapangan yang llas bagi perpajakarL baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang sosial budaya. (Bohari, 1999 : I 0l )

Soemitro Djoj ohadikoesoemo mengatakan

bahwa fiscal policy sebagai suatu alat pembangunan harus mempunyai satu tujuan yang simultan, yaitu secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan untuk public investment dan secaratidak langsung digunakan untuk menyalurkan private sav-ing ke arah sektor--sektor yang produktif, sekaligus digunakan unruk mencegah pengeluamn-pengeluaran yang men ghambal pembangunan.

(R. Santoso Brotodiharjo, h. 205).

Selanjutnya dikatakan untuk mencapai rujr"ran tersebut maka fiscal policy harus didasarkan atas kombinasi tarifpajak yang tinggi (baik pajak langsung m a u p u n p a j a k t i d a k langsung dengan suatu fleksibelitas pembebasan pajak dan pemberian insentif (atau dorongandorongan untuk merangsang private investment diharapkan.

Fungsi mengatur ini berarti bahwa pajak sebagai alat bagi pemerintah untuk mencapai suatu tu1uan tertentu baik dalam bidang ekonomi, moneter, sosial, kultural maupun dalam bidang politik. Dalam fungsi mengatur ini adakalanya pemungutan pajak dengan tarifyang tinggi atau sama sekali dengan rarif nol persen. Fungsi mengatur dalam bidang ekonomi dapat dicontohkan dengan adanya kebijakan perpajakan (fiscal policy) dalam bidang investasi, yang berupa "tax holiday". Kebijakan investasi pada 1967 adalah pemerintah membuka kesempatan kepada pihak luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan memberikan banyak holiday, maka diharapkan banyak investor asing yang akan

(3)

PERSPEKTIF Volunte VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

menanamkan modalnya yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Jadi tujuan yang hendak dicapai oleh pemerintah melalui pembebasan pajak (tax holiday) untuk menarik sebanyak mungkin para investor modalnya di Indo-nesia- Pengatuan mengenai investasi di Indonesia telah dilaksanakan melalui Undang-undang Nomor I tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (selanjutnya ditulis UUPMA), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor I I tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanarnan Modal Dalam Negeri (selanjuurya dirulis WPMDN), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 6 tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 tahun 1970 beserta peraturan pelaksanaannya. Dalam melaksanakan kedua undang-undang itu dan agar undang itu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan, Pemerintah Indone-s i a t e l a h m e n g e l u a r k a n b e r b a g a i p e r a t u r a n . Sebagaimana negara-negara berkembang lainnya, penarnm modal di Indonesiajuga dimaksudkan untuk membiayai pembangunan ekonominya.

Oleh karena itulah dapat dimaklumi pada

berbagai pembatasan.

Tulisan ini akan mencoba membahas mengenai bagaimana kebijakan perpajakan dalam investasi. Fasilitas perpajakan pada awalnya diberikan oleh ketenruan hukum di bidang investasi, yaitu oleh U U P M A d a n U U P M D N . N a m u n p a d a perkembangannya pengaturan fasilitas perpajakan di bidang investasi diatur dalam ketentuan hukum perpajakan. Hal ini disebabkan sejak tahun 1983 telah tercipta suatu sistem hukum pajak nasional, sehingga pemberian fasilitas perpajakan dibidang investasi diatur dalam Undang-undang Perpajakan. Oleh karena itu, pembahasan kebijakan perpaj akan dalam investasi dilakukan dengan membedakan :

I . Bagaimana pengaturan kebijakan perpajakan dalam ketennran hukum investasi, dan

2 . Bagaimana penganran perpajakan dalam hukum paj ak.

PEMBAHASAN

Pengaturan Intensif Pajak Dalam Ketentuan Penanaman Modal-Penanaman Modal

Sebenamya menurut I<etetapan MPRS No. saat-saat awal pelaksanaan undang'undang itu, xxlll/MPRS/ l gg6, modal asing hanyalah diciptakan iklim yang menyenangkan bagi penanam merupakan suatu MPRS pelengkap, sesuatu yang modal agar para investor tertarik untuk membangun bersifat komplementer.

industri. Kemudahan dan berbagai insentiftersebut, Namun, pada perkembangannya rernyara terutarna untuk penanam modal asing diberikan pada modal asing masuk ke lndonesia benar-benar menjadi tahap awal pembangunan. Selanjutnya berbagai dan faktor yang utama dalam pembangunan ekonomi insentif mulai dikurangi dan bahkan diterapkan bangsa. Hal initerjadi karena berbagai kemudahan

(4)

PERSPEKTIF Volunte VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

dan insentifyang diberikan oleh perahran perundang-undangan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa In-donesia merupakan suatu surga bagi modal asing.

T a p M P R S N o . X X I I I / M P R S / I 9 6 6 merupakan pembaruan kebijakan ekonomi dengan menggunakan prinsip ekonomi yang dianut adalah rasional dan efisien. Oleh Abdul Hakim G. Nusantara mengatakan bahwa pada dasamya kebij akan hukum ekonomi kita (economic legal policy) bercorak kapitalisasi usatra-usaha unhrk mengejar profil yang maksimal dan akumulasi kapital (modal). Contohnya adalah UUPMA.

Prinsip ekonomi yang rasional dan efisien yang dianut tersebut bertuj uan mtuk mengintegrasikan dengan sistem ekonomi intemasional yang dikuasai dunia kapitalis. Hasilnya adalah modal asing mau masuk ke Indonesia.

Pemberian fasilitas kepada modal asing tenhr saja menyebabkan terjadinya Kecemburuan bagi pengusaha nasional. Mereka merasa tidak mendapat perlakuan yang sama. OIeh karena itu, timbul kekhawatiran bahwa dunia usaha Indonesia akan di dominasi oleh pihak asing, sehingga kemudian diundangkan UUPMDN.

P a s a l l5 U U P M A m e n g a t u r "K e p a d a penuahaan-perusaliaan asing diberikan kelonggann-kelonggaran perpajakan dan pungutan lainnya sebagai berikut :

a. Pentbebasan dari :

l. Pajak Perseroan atas keuntungan untukjangka

waktu 5 (lima) tahun terhitung dari usaha tersebut berproduksi;

Pajak devisa atas bahan laba dibayarkan kepada pemegang saham, sejauh laba tenebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu (lima) tahun terhitung dari saat usaha tersebut mulai berproduksi.

Pajak persero atas keuntungan termasuk dalam pasal l9 sub a, yang ditanam kembali dalam perusahaan yang bersangkutan di Indonesia, untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari saat

penanaman kembali.

Bea masuk pada waktu pemasukan barang-barang perlengkapan tetap ke dalam tetap ke dalam wilayah Indonesia seperti mesin, alat-alat kerja atau pesawat-pesawat yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan itul

Bea materai Modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing.

Keringanan

Atas pengenaan paj ak perseroan suatu tarifyang proponional setinggi-tingginya puluh per semtus untuk jangka waktu yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sesudah jangka pembebasar.r sebagai yang dimaksud dalam ar.rgka I tersebut.

Dengan cara memperhitungkan kerugian yang di derita selamajangka waktu pembebasan yang d i m a k s u d p a d a h u r u f I angka I, dengan keuntungan yang harus di kenakan pajak setelah

/ l

3 .

5 .

b. l .

2 .

(5)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

jangka waktu tersebut di atas.

3. Dengan mengizinkan pengusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap.

Pasal 16 UUPMA mengatur :

( l ) P e m b e r i a n k e l o n g g a r a n - k e l o n g g a r a n perpajakan dan pungutan lain tersebut dalam pasal l5 dilakukan dengan mengingat prioritas mengenai bidang-bidang usaha sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 . (2) Selain kelonggaran-kelonggaran perpaj akan dan pungutan-pungutan lain temebut dalam ayat (l) pasal 1 maka berdasarkan Peraturan Pemerintah dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran itu kepada suatu p e r u s a h a a n m o d a l a s i n g y a n g s a n g a t diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi. Undang-undang No. 1 I Tahun 1970 Tentang Perubahan dan Tambahan UU No. l Tahun 1967 tentang PMA masih juga diberikan kelonggaran perpajakan bagi PMA, sebagaimana tersebut dalam pasal l, yang berbunyi sebagai berikut :

l. Pasal I 5 diubah dan seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut :

Ke-|. Bea Materai Modal

Pembebasan bea materai modal atas penempatan modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing.

Ke-2. Bea nnsuk dan Paiak Penjualan Pembebasan atau keringanan bea masuk dan pembebasan pajak penjualan (impor), pada waktu pemasukan tetap ke dalam wilayah Indo-nesia sepe(i mesin--mesin, alat-alat kerja atau

diperlukan untuk menj alankan pensahaan itu. Ke-3. Bea Batik Nama

P e m b e b a s a n B e a B a t i k N a m a a t a s a k t e pendaftaran kapal untuk pertama kalinya di In-donesia yang dilakukan dalam masa 2 (dua) tahun setelah saat mulai berproduksi satu dan lain hal dengan mempe rhatikan jenis usahanya.

Ke-4. Pajak Perseroan

a. Kompensasi kerugian seperti yang diatur dalam pasal 7 Ord. PPs 1925.

b. Kompensasi kerugian yang di derita selama 6 (enam) tahun pertama sejak pendirian seperti yang diatur dalam pasal 7 ayat (2). O r d . P P S 1 9 2 5 .

c. Penghapusan dip€rcepat seperti yang diatur lebihjauh, sesuai pasal 4 ayat (4) Ord. PPS

1925. d. Perangsang

Penanaman seperti yang diatur dalam pasal 4 b . O r d P P S 1 9 2 5 .

I . Pembebasan pajak deviden selama 2 ( d u a ) tahun terhitung saat mulai berproduksi atas bagian laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham, sejauh deviden tersebut di negara si penerima tidak dikenakan paj ak atas laba atau pendaftaran.

b. Jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut dapat diperpanjang dengan tambahan bebas pajak sebagaimana yang diatur

(6)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

dalam pasal 6 ayat (2).

2. Pasal l6 diubah seluruh-nya sehingga berbunyi sebagai berikut :

( l ) Kepada badan-badan baru yang menanamkan modalnya di bidang produksi yang mendapatkan prioritas dari Pemerintah, Menteri Keuangan berwenang memberikan pembebasan paj ak perseroan untukjangka waktu (dua) tahun terhitung dari perusahaan tersebut mulai berproduksi.

(2) Menteri Keuangan dapat memperpanjang waktu masa. bebas pajak termaksud pada ayat (l) pasal ini dalam hal di ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila penanaman modal tersebut dapat menambah dan menghemat devisa negara secara berarti diberikan tambahan masa bebas pajak I (satu) tahun.

b. Apabila penanam modal tersebut dilakukan di luar Jawa, diberikan tambahan masa bebas pajak I (satu) tahun.

c . A p a b i l a p e n a n a m a n m o d a l t e r e b u t memerlukan modal besar, karena keperluan membangrur sarana/alau menghadapi resiko yang lebih besar dari yang sewajarnya diberikan tambahan masa bebas pajak I (satu) tahun.

d . D a l a m h a l - h a l y a n g o l e h p e m e r i n t a h diprioritaskan secara khusus diberikan masa bebas pajak I tahun.

3. Pasal l7 diubah seluruhnya sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal I 5 dan pasal l6 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pada dasarnya, "tax holiday" dari perangsang modal asing masuk ke Indonesia- Meslcipur pada awalnya sampai dengan tahun 1973 amat mengesankanjunlah modal asing yang masuk ke Indonesia, namun pada periode-periode -tahun berikutnya terjadi pasang surut modal asing yang masuk ke Indonesia.

Erman Rajaguguk mencatat penyebab mundumya modal asing, yaitu :

a. Berbagai peraturan yang demikian baik dirumuskan dapat menimbulkan keragu--raguan dan ketidakpastian bagi para inves-tor asing karena pelaksanaannya tidak sebagaimana yang diharapkan.

b. Prosedur birokasi yang berbelirbelit dan memakan waktu lama, dan ;

c. Perangsang-perangsang dan berbagai fasilitas yang diberikan dirasakan kurang memadai lagi.

(Eman Rajaguguk, I 985:2-5)

Adapun mengenai PMDN, yang peraturan pokoknya diatur dalam UU PMDN, ketentuan perangsangnya diperinci dalam UU No. l2 tahun

1970.

D a l a m U U P M D N oembebasan d a n

(7)

PERSPEKTIF Volunte VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

keringanan perpajakan diberikan pada modal yang d i t a n a m d a l a m u s a h a - u s a h a r e h a b i l i t a s i , pembaharuan. dan pembangunan baru di bidang-bidang pertaniarl perkeburan, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambahan, perubahan rakyat, kepariwisataan prasaran4 dan uvha-usaha produktif lainnya. modal yang ditanam dalam usaha-usaha tersebut dibebaskan dari pengenaan Pajak Kekayaan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 diatur : Kepada perusahaan-perusahaan yang penanam moda.lnya dalam usaha-usaha dibidang t e r m a k s u d d a l a m p a s a l 9 a y a t ( 1 ) diberikan kelonggaran-kelonggaran perpajakan sebagai berikut :

Ke- l . Bea Materai Modal

Pembahasan Bea Materai Bea masuk dan penempatan modal.

Ke-2. Pembahasan Bea Masuk dan Paiak Penjualan,

Pembebasan atau keinginan bea masuk dan pembebasan pajak penjualan (impor) pada waktu pemasukan barang-barang modal ( t e r m a s u k ) a l a t - a l a t p e r l e n g k a p a n , y a n g diperlukan untuk usaha-usaha pembangunan dan rehabilitasi ke dalam wilayah Indonesia. Ke-3. Bea Balik Nana

Pembebasan Bea Balik Nama atas pendaftaran kapal untuk pertama kalinya di Indonesia yang dilakukan dalam masa sampai dengan 2 (dua) tahun setelah saat mulai bemroduksi satu dan lain

dengan memperhatikan jenis usahanya. Ke-4. Pajak Perseroan

Kelonggaran-kelonggaran di dalam pajak perseroan :

a. Kompensasi kerugian seperti yang diatur dalam pasal 7 ayat (1) Ordonansi Pajak Perseroan 1925;

b. Kompensasi kerugian yang diderita selama 6 (enam) tahun pertama sejak pendirian seperti yang diatur dalam pasal 7 ayat (2) Ordonansi Pajak Perseroan 1925 ;

c. Penghapusan dipercepat seperti yang diahr lebih jauh sesuai dengan pasal 4 ayar (4) Ordonansi Pajak Perseroan 1925 ;

d. Perangsang penanzrman seperti yang diatur dalam pasal4b Ordonansi Pajak Perseroan

1925.

Ke-5. Pajak Dividen

a. Pembebasan Pajak Dividen selama 2 (dua) tahun terhitung dari saat mulai berproduksi atas bagian laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham.

b. Jangka waktu 2 tahun tersebut dapat diperpanjang dengan tambahan masa bebas pajak sebagaimana yang diatur dalam pasal

I 3 ayat (2).

Perubahan dalam pasal l2 UU No. 6 Tahun 1968 yang tersebut di atas kemudian dijelaskan sebagai berikut. Pasal 12 yang baru, mengatur tentang kelonggaran-kelon ggaran perpaj akan yan g

(8)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

diberikan kepada perusahaan-perusahaan modal dalam Negeri :

K e - 1 P e m b e b a s a n b e a m a t e r a i modal atas penempatan modal, semula diatur dalam pasal

I I 0ama).

Ke-2 Pembebasan atas keringanan bea masuk dari pembebasan pajak penjualan (impor) semula diatur dalam pasal l5 (lama).

Ke-3 Pembebasan ini merupakan perluasan dari pembebasan mentuut pasal 8 Ordonasi Bea Balik Nama 1924, yakni atas kapal-kapal yang didaftarkan pertama kali di Indonesia.

K a p a l - k a p a l y a n g telah dipergunakan/ didaftarkan di Indonesia tidak memperoleh p e m b e b a s a n s e k a l i p u n b a g i i n v e s t o r y a n g bersangkutan hal itu merupakan pendaftaran untuk pertama kalinya.

Pembebasan tersebut di atas diberikan bilamana pendaftaran dilakukan dalam masa sampai d e n g a n ( d u a ) tahun setelah saat mulai berproduksi.

Menurut pengertian yang berlaku "saat mulai berproduksi", adalah saat suatu usaha baru mulai berproduksi yang hasilnya disalurkan di pasaran. Dengan bagian kalimat terakhir "dengan memperhatikan usahanya dimaksudkan bahwa pembebasan itu hanyadiberikan terhadap kapal yang diperlukan dan dipergunakan bidang usal.ranya.

Ke-4 Kelonggaran-kelonggaran di bidang pajak

perseroan

a. Kompensasi kerugian yang semula tidak diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun

| 968 kini diatur dalam pasal l2 ke-3 huruf a dan pelaksanaannya sesuai dengan pasal 7 ayat (1) Ordonansi Pajak Perseroan 1925. yaitu kerugian dalam sesuatu tahun dapat dipefiinmgkan dengan laba 4 (empat) tahun berikutnya ;

b. Kompensasi kerugian 6 tahun pertama sejak pendirian, semula tidak diatur dalam Undang-undang No. 6 Tahun 1968, kini diatur dalam pasal 12 ke-3 huruf b dan pelaksanaannya sesuai dengan pasal 7 ayat (2) Ordonansi Pajak Perseroan 1925; Kerugian tersebut di atas yang lazim tidak disebut kerugian inisial diperhitungkan dengan laba tahun-tahun berikutnya sampai habis.

c. Penghapusan dipercepat atas pengeluaran-pengeluaran untuk penanaman yang cocok dengan program Pemerintah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (4) Ordonansi Pajak Perseroan 1935 yang pelaksanaannya diatur dengan surat keputusan Menteri Keuangan;

d. Perangsang penanaman sebagaimana diatur dalam pasal 4b Ordonansi pajak P e r s e r o a n 1 9 2 6 berlaku pula bagi pensahaan-pensahaan modal dalam negeri.

(9)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

Ke 5 Pembebasan pajak dividen semula diatur dalam pasal 12 ayat ( I ) lama.

Pasal 13 diubah selunrtrnya sehinega berburyi sebagai berikut :

(l) Kepala badan-badan baru yang susunan menanam modalnya di bidang produksi yang dapat prioritas dari Pemerintah. Menteri Keuangan berwenang memberikan pembebasan pajak perseroan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun (masa bebas pajak) terhitung dari saat perusahaan tersebut mulai berproduksi. (2) Menteri Keuangan dapat memperpanjang jangka

waktu masa bebas pajak termaksud pada ayat ( I ) pasal ini dalam hal-hal dipenuhi ketentuan--ketenttran sebagai berikut :

a. Apabila penanaman modal tersebut dapat menambahkan dan menghemat devisa negara secara berarti, diberikan tambahan masa bebas pajak: I (satu) tahun;

b . A p a b i l a p e n a n a m a n m o d a l t e r s e b u t dilakukan di luar Jawa, diberikan tambahan masa bebas pajak I (satu) tahun;

c . A p a b i l a p e n a n a m a n m o d a l t e r s e b u t memerlukan modal yang besar karena keperluan membangun prasarana darVatau menghadapi resiko yang lebih besar dari yang sewaj amya, diberikan tambahan masa bebas pajak I (satu) tahun;

d . D a l a m h a l - h a l y a n g oleh pemerintah

diprioritaskan secara khusus diberikan ambahan masa bebas pajak I (satu) tahun. (3) Selain kelonggaran-kelonggaran perpajakan

termaksud dalam pasal 12 dan pada ayat ( I ) dan ayat (2) pasal ini dapat diberikan tambahan kelonggaran-kelonggaran lain kepada suatu perusahaan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi.

Perubahan pasal I 3 UU No. 6 Tahun 1968 tersebut di atas, dijelaskan dalam penjelasan UU No. 12 tahtur

1970 sebagai berikut :

Pasal I 3 yang baru mengatur tentang masa bebas pajak (tax holiday) yang semula diatur dalam pasal 12. Pasal ini merupakan ketentuan-ketentuan lebih lanj ut dari pasal I ayat ( I ) baru Ordonansi Pajak Perseroan 1925.

Ayat (l ) Berhubung fasilitas masa bebas pajak (tax holiday) ini merupakan fasilitas istimewa, maka fasilitas ini hanya diberikan kepada badan-badan yang baru (didirikan) yang menanam modalnya di bidang produksi yang mendapatkan prioritas dari pemerintah, hal m a n a a k a n dinyatakan dengan suatu keputusan Menteri Keuangan.

Ayat (2) Dalam rangka lebih mengarahkan penanaman modal dalam negeri kepada sasaran-sasaran yang dikehendaki oleh pemerintah, maka masa bebas paj ak 2 tahun termaksud pada ayat ( I ) dapat diperpanj ang

(10)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

dalam hal-hal termaksud pada hurufa, b, c, dan d.

Perpanjangan waktu termaksud pada huruf a diperuntukkan bagi perusahaan modal dalam negeri yang menanam modalnya di s u a t u te m p a t a t a u d a l a m je n i s u s a h a ditentukan oleh pemerintah.

Ayat (3) Ada kemungkinan sesuatu perusahaan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat membuktikan bahwa kelonggaran-kelonggaran perpaj akan seperti tersebut dalam pasal 12 serta ayat (1) dan (2) pasal l3 belum cukup untuk berusaha secara efisien dan efektif. Hal yang demikian dapat terjadi apabila perusahaan tersebut memerlukan modal yang sangat besar untuk investasi atau biaya prasarana. Dalam keadaan yang demikian Menteri Keuangan dapat memberikan kelonggaran-kelonggaran kepada setiap perusahaan yang dianggap pantas untuk diberikannya.

1983 menyempurnakan pajak yang ada dan disesuaikan dengan keadaan banyak yang sesuai d e n g a n p e r k e m b a n g a n m a s y a r a k a t . D a l a m konsiderans pertimbangan dari Undang-undang Perpajakan Nasional 1983, dapat disimpulkan -bahwa ada 3 tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah lewat undang-undang ini adalah :

I . Meningkatkan sumber penerimaan negara dalam rangka pembiayaan pembangunan yang dewasa ini kian meningkat, dimana sumber penerimaan negara yang paling utama adalah diharapkan dari pajak-pajak-.

2. Menggerakkan dan meningkatkan partisipasi semua lapisan waj ib pajak, yang besar perannya dalam peningkatan penerimaan negara dan pemerintah dapat menjaring wajib pajak sebanyak mungkin.

3. Penyederhanaan stnrktur pajak yang berlaku agar mudah pelaksanaannya dan penerapannya akan menjadi lebih adil dan merata.

Sistem pemungutan pajak dalam Undang Pajak Nasional 1983 berintikan pemerataan dan Pengaturan InsentifPajak Dalam Hukum Pajak kesederhanaan. Pemerataan dalam pengenaan pajak Tax reform dilakukan pada tahun 1983 yang akan terlaksana dengan baik, apabila setiap dengan mewujudkan undang-undang Pajak Nasional anggota masyarakat yang memenuhi syarat yang

1983. Sebagian besar undang-undang pajak (dalam ditentukan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak hal ini disebut Ordonansi) yang berlaku sebelum sehingga akan tercapai pula pemerataan dalam berlakunya undang-undang pajak nasional 1983 memikul biaya negam. Yang dimaksud kesederhanaan berasal dari ordonansi pajak produk Pemerintah ialah upaya agar peraturan perundang-undangan Hindia Belanda. Undang-undang Pajak Nasional pajak itu mudah dipahami dan dilaksanakan oleh

(11)

PERSPEKTIF ltolunte VII No.3 Tohun 2002 Edki Juli

setiap anggota masyarakat. Kepastian hukum tidak akan pemah dirasakan apabila orang tidak paham akan hukum itu sendiri.

Insentif pajak yang selama ini dianggap merupakan rangmngan bagi investasi, maka dengan adanya tak reform 1983 dapat dilihat :

L Undang-undang pajak nasional 1983 samasekali tidak menyinggung insentif pajak dalam investasi, bahkan menghapuskan seluruh insentif pajak bagi invesasi (baik tax holiday maupun tax allowarre). Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, mencabut :

a . P a s a l 1 5 k e - 4 d a n k e - 5 d a n p a s a l 16 Undang-Undang Nomor I tahun 1967 t e n t a n g P e n a n a m a n M o d a l Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor l1 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor I Tahun 1967 Tentans Penanaman Modal Asing.

b. Pasal 9, pasal 12 ke-4 dan ke-5 pasal 13 dan pasal 14 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor l2 tahun I 970 tentang perubahan dan tambahan U n d a n g - U n d a n g N o m o r 6 t a h u n 1 9 6 8 Tentang Penanaman Dalam Negeri .

2. Adanya penurunan Penghasilan Badan, laba b e r s i h ( o r d . PPs. 1925), o l e h U U P P h , 1 9 8 3 ,

(pasal

l7 ayat

(l) menjadi

:

l5% untuk

PKP (= Penghasilan

Pajak)

: Rp. 0

-s/d Rp. l0 juta.

25% untuk

PKP : di atas

lOjuta s/d Rp. 50juta.

35% untuk

PKP : di atas

Rp. 50juta

UU PPh

1994

(pasal

lTayat(l))menjadi:

l0% untuk

PKP : Rp. 0 - s/d Rp. 25juta.

l57o untuk PKP : Rp. 0,- s/d Rp. 25 juta s/d

Rp.50juta

30%

untuk

PKP : di atas

Rp. 50juta.

UUPh

2000

(pasal

l7 ayat

9l )) menjadi

:

l0% untuk

PKP : Rp. 0,- s/d Rp. 50 juta.

3. Tarifyangdikenakanadalahtarifprogresifartinya

makin besar

kemampuan

daya

pukul pajak dari

waj ib paj

ak, maka

makin

besar

pula paj

aknya.

UU PPh 1994 dalam penjelasannya

menyatakan

bahwa

arah

dan tujuan penyempum:um

beberapa

ketentuan

UU PPh 1983 sebagaimana

diubah

dengan

UU PPh l99l diantaranya

adalah

:

"dalam

rangka

menmjang

kebijakan

pernointah

unnk

meningkatkan

pertumbuhan

dan pemerataan

pembangunan

nasional

di segala

bidang,

dapat

diberikan

fasilitas

perpajakan

kepada

wajib pajak

yang

melakukan

penanaman

modal

di bidang

usaha-usaha

tertentu

dan/atau

di daerah

tertentu".

Dari

penjelasan

ini, maka insentif

pajak bukan bagi

merupakan

rangsangan

bagi modal asing

UU PPh

| 994

memberikan

insentifpajak

sebagaimana

diatur

dalam

pasal

3l A, yang

berbunyi

: "kepada

wajib

pajak

yang

melakukan

penanaman

modal

di

(12)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

-bidang usaha tertentu dan/atau daerah-daerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan yang diatur dengan peraturan pemerintah".

Kemudian dalam UU PPh 2000 dalam Dasal 31 A menetapkan :

1. Kepadawqiib pajak yang melakukanperwvlman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerahdaerah tertentu dapat diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk :

a. Pengurangan penghasilan neto paling tinggi 30% dari jurnlahpenarnman yang dilakukan; b. Penluutan dan amoritasi yang dipercepat; c. Kompenvsi kerugian yang lebih lama tetapi

tidak lebih dari l0 tahun. dan :

d. Pengenaan pajak penghasilan atas deviden dalam pasal 26 sebesar l0%, kecuali apabila tarif menurut perjanjian perpajakan yang berlaku menetapkan lebih rendah;

2. Fasilitas perpajakan tersebut ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Salah satu prinsip yang perlu dipegang adalah diberlakukan dan diterapkannya perlakuan yang sama terhadap semua wajib pajak atau terhadap kasus-kasus dalam bidang perpajakan kemudahan dalam bidang perpajakan harus mengacu kepada prinsip dan perlu dijaga agar di dalam penerapannyatidak menyimpang dari maksud dan tujuan dan diberikannya kemudahan tersebut. Tuj uan diberikannya kemudahan pajak ini adalah wttuk mendorong kegiatan investasi iangsung di

Indo-nesia baik melalui PMA maupun PMDN di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, khususnya penggalakan ekspor. Selain itu, kemudahan pajakj uga diberikan untuk mendorong pengembangan daerah terpencil, seperti yang banyak terdapat di kawasan timur ln-donesi4 demi tercapainya pemerataan pembangunan. Fasilitas perangsang penanaman ini dapat dinikmati selama 6 tahun, sehingga setiap tahururya wajib pajak berhak mengurangkan dari penghasilan neto sebesar 5% dari jumlah realisasi penanaman. Demikian pula ketentuan tcrsebut dapat digunakan untuk menampung kemungkinan perjanjian dengan negara-negara lain dalam bidang perdagangan, investasi dan bidang lainnya (penjelasan pasal 3 I A UU PPh 2000).

Apa yang dimaksud dengan daerah tertentu dan bidang usaha terlentu, baik dalam pasal 3l A U U P P h 2 0 0 0 m a u p u n p e n j e l a s a n n y a t i d a k menyebutkan secara tegas, kecuali menyebut kawasan Indonesia Timur sebagai contoh dan bidang usaha yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, khususnya menggalakkan ekspor.

Pengertian secara tegas, dapat dilihat dari ketentuan pasal I Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1994 tentang Fasilitas Perpajakan Atas Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertenhr dan/atau di yang berbunyi sebagai berikut :

I . Bidang-bidang usaha tertenhr adalah bidang usaha d i s e k t o r - s e k t o r k e g i a t a n e k o n o m i y a n g

(13)

PERSPEKTIF Volunte VII No.3 Tahun 2002 Edisi Juli

mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional khususnya dalam rangka peningkatan ekspor termasuk bidang usaha perkebunan tanaman keras dan pertambangan yang batasannya ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan. 2. Daerah-daerah tertentu adalah daerah terpencil

yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum sehingga unhrkmengubahpotemi ekonomi yang tenedia menjadi ketentun ekonomi nyat4 penanaman modal menanggung resiko yang cukup tinggi dan masa pengemba.lian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 meter yang davr lautrya memiliki cadangan mireral termasuk gas bumi.

Jadi ketentuan pasal 3l A UU PPh 2000 secara eksplisit tidak ada insentifpajak bagi PMa, sehingga merupakan insentifpajak bagi semua waj ib pajak, sesuai dengan prinsip keadilan dan merata dalam sistem pemungutan pajak dalam Undang-Undang Pajak Nasional 1983.

D e n g a n a d a n y a UU PPh 2000 terjadi orientasi pemberian fasilitas pajak berubah. Paralel dengan meningkatnya daya saing nasional untuk mendorong PMA, pemerinlah melalui W PPh 2000 memberikan fasilitas pajak tertentu. Fasilitas tersebut, nrisalnya untuk usaha-usaha yang berlokasi di

kawasan

bonded

zone maupun kawasan

EPTE

(Enterport

Produksi

untuk

Tujuan

Ekspot dan

usaha-usaha

pionir (khususnya

yang berada

di kawasan

terpencil).

Demikian pula, dalam Undang-Undang

Nomor I I Tahun 1994 tentang

Perubahan

Atas

Undang-Undang

Nomor 8 Tahun I 983 tentang

Pajak

Pertambahan

Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan

Atas Barang

Mewah (UU PPN 1994),

investor

yang mengekspor

hasil produksinya

memperoleh

insentif

pajak sebagaimana

yang diatur

dalam

:

Pasal

7 ayat (2) :

Tarifpajak

pertambahan

Nilai atas

ekspor

barang

kena

Pajak

adalah

0%.

Pasal

8 ayat (2) :

Atas ekspor barang Kena Pajak yang

Tergolong

Mewah

dikenakan

pajak

dengan

tzrrf 0%.

Disamping

itu, insentifpajak

dalam

pasal

9

ayat ( I 4) UU PPN I 994 mengatur

Pengusaha

Kena

Pajak yang melakukan

penggabungan

usaha

diperbolehkan

mengkeditkan

paj

ak masukan

yang

telah diperoleh

oleh pengusaha

yang usahanya

digabungkan

kepalanya,

sepanjang

faktur pajak

m a s u k a n

t e l a h d i t e r i m a setelah

t e r i a d i n v a

penggabungan.

PENUTUP

Dari uraian

di atas,

maka

dapat

disimputkan

(14)

PERSPEKTIF Volume VII No.3 Tahun 2002 tulisi Juli

hal-hal sebagai berikut :

1. Pada awalny4 '1ax holiday" dan'lbx allowance" diberikan oleh investor asing berdasarkan UU P M A . H a l i n i t e r n y a t a m e n i m b u l k a n kecemburuan bagi investor dalam negeri, sehingga dikeluarkanlah '1ax holiday" dan '1ax allowarrce" bagi investordalam negeri melalui UU PMDN. Jadi kebijakan perpajakan di bidang investasi diatur dalam 2 bentuk hukum investasi yaitu UU PMA dan PMDN seiring dengan perbedaan investor, yaitu investor swasta asing dan investor swasta dalam negeri. Maksud diadakannya'1ax holiday" dan "tax allowance" seiring dengan kebijakan politik pembangunan ekonomi yang dih,rangkan dalam Tap. MPRS No. XXIII/MPRS/I966, yang cenderung ke arah kapitalisme.

2 . P e r k e m b a n g a n b e r i k u t n y a , k e b i j a k a n perpajakan sepenuhnya didasarkan pada tax re-form dengan dikeluarkannya UU Pajak Nasional

1 983 , sehingga persoalan "tax holiday" dan "tax allowance" dikenal, melainkan mengenal pajak. Fasilitas pajak ini di diberikan bagi investor, dengan tidak melakukan diskriminasi antara in-vestor swasta asing dan investor swasta dalam negeri. Hal ini berarti UU Pajak 1983 benar-benar menjalankan prinsip keadilan pajak. Fasilitas pajak berdasarkan sistem UU Pajak Nasional 1983 dengan pembatasan, yaitu untuk bidang-bidang usaha tertentu dar/atau untuk

daerah-daerah tertentu.

DAFTARPUSTAKA

Arif Fakrulloh, Zudan, dan H. Hadi Wuryan, Hukum Ekonomi (Buku Kesatu), Karya Abditama, Surabaya, 1 997.

B r o t o d i h a r d j o , R . S a n t o s o , P e n g a n t a r l l m u Hukum Pajak, Cet. III, Eresco Bandung,

1 9 9 3 .

B o h a r i , H . P e n g a n t a r H u k u m P a j a k , C e t . ll l . Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999. P u r w a d i , A r i , B e b e r a p a A s p e k E f c k t i f i t a s

P e m u n g u t a n P a j a k , H u k u m d a n Pembangunan, No. 4 tahun XVII Agustus

1 9 8 7 .

M a h m u d M z , P e t e r , P e m i k i r a n M e n g e n a i P e m b a h a r u a n U n d a n g - u n d a n g P e n a n a m a n M o d a l , J u r n a l H u k u m Ekonomi, Edisi VIII, Mei 1997.

Nusantara,

Abdul Hakim G., Politik Hukum

I n d o n e s i a , C e t . I n d o n e s i a ,

Y L B H I ,

Jakarta.

1988.

R a j a g u g u k , E r m a n , In d o n c s i a s i S a h a m , B i n a A k s a r a . J a k a r t a . 1 9 8 5 .

H a b i b A d j i e ( e . a l . , ) ( e d ) , Penanaman Modal A s i n g d i I n d o n e s i a , P r o g r a m P a s c a s a r j a n a M a g i s t e r I l m u H u k u m , Undip, Semarang, 1995.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penggunaan kontrasepsi pil kurang dari 5 tahun berisiko 0,90 kali lebih kecil untuk meng- alami menopause dini daripada wanita yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi pil

Alat yang digunakan adalah brooder untuk pemanas ayam, lampu pijar 60 Watt sebagai sumber energi panas pada masa brooding , tabung gas LPG 3 kg sebagai sumber

Hukum III Newton menyatakan bahwa dari suatu gaya yang bekerja pada benda terjadi gaya reaksi yang sama besar dan arahnya berlawanan.. Gaya yang sering kita jumpai adalah gaya

Perawatan koleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e harus dilakukan oleh setiap perpustakaan secara berkala.. Perawatan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwasanya keberhasilan lembaga pendidikan Islam tentunya tidak terlepas dari bagaimana peran birokrasi yang bersifat dialogis dalam

Berdasarkan hasil yang didapat dalam penelitian ini serta disesuaiakan dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa metode data mining association rule dengan

Berdasarkan tabel 1 hasil penelitian analisis VRIO menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan yang dimiliki oleh Kopkar BSIN menunjukkan kemampuan yang mengarah pada

Oleh karena, itu tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian kawasan mangrove sebagai objek daya tarik dalam pengembangan ekowisata di Teluk