• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN BERPIKIR KRITIS TENTANG IPA PADA SISWA KELAS VI SDN 01 KALUKUBULA | Supartayasa | JSTT 6867 22889 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN BERPIKIR KRITIS TENTANG IPA PADA SISWA KELAS VI SDN 01 KALUKUBULA | Supartayasa | JSTT 6867 22889 1 PB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

91

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN

PROSES DAN BERPIKIR KRITIS TENTANG IPA PADA SISWA KELAS VI SDN 01 KALUKUBULA

I Gede Made Supartayasa igedemade_supartayasa@yahoo.com

(Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)

Abstract

Process Skill and critical thinking regarding to natural science in six grade student of SDN 1 Kalukubula are still at lower level due to the teaching and learning activities have been using regular group or convensional model. This research implementing the cooperative model on STAD type in two cycles. The result of process skill classically increased from 74,58% at the first cycles to 81,67% on the second cycles. Meanwhile the result of critical thinking skill classically increased from 70,38% on the first cycles to 76, 88% on the second cycles. Students attitude toward group works in the second cycles also increased with the subjection mean 97,92%. The teacher activities in teaching and learning process have been done very well that is 100%. Based on learning these results, it could be concluded that the implementation of cooperative model on STAD type can improve the process skill and the critical thinking in pertinent to science of elementary school students.

Keyword: Cooperative model STAD Type, process skill, and critical thinking

Rendahnya kemampuan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa, membuat penulis merefleksi diri terhadap model pembelajaran yang diterapkan selama ini. Metode belajar kelompok di SD sudah biasa dilakukan, namun masih sekedar kelompok biasa sehingga hasil belajar kelompok belum maksimal. Bahkan lebih sering digunakan dalam pembelajaran siswa hanya menerima informasi dari guru artinya pembelajaran masih berpusat pada guru. Hasil akhir dari model pembelajaran tersebut hanya mengem-bangkan ranah kognitif.

Sains merupakan kumpulan pengeta-huan yang diperoleh tidak hanya produk, akan tetapi juga mencakup pengetahaun seperti keterampilan keingintahuan, ketegu-han hati dan juga keterampilan dalam hal melakukan penyelidikan ilmiah. Sehingga dalam mengembangkan keterampilan proses sains sangat dibutuhkan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis data-data dari hasil pengamatan sehingga akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang benar.

Karakteristik siswa Sekolah Dasar yai-tu: senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, senang melakukan atau memperagakan sesuatu secara langsung. Implikasi dari karakteristik tersebut guru hen-daknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, memungkin-kan siswa bekerja dan belajar secara berke-lompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Kenyataan dalam pembelajaran guru belum optimal dalam merancang sebuah pembelajaran sehingga dapat sesuai dengan karakteristik siswa. Pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men-deskripsikan implementasi model pembelaja-ran kooperatif tipe STAD dalam meningkat-kan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa tentang IPA di SDN 01 Kalukubula.

Pembelajaran Kooperatif

(2)

jika mereka saling berdiskusi dengan teman-nya. Pembelajaran kelompok menjadi hal yang tepat dalam proses pembelajaran karena siswa secara rutin bekerja dalam kelompok. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dalam menyelesaikan masalah melalui diskusi kelompok kemudian dievaluasi secara individu namun hasil kerja individu menjadi indikator keberhasilan kelompok.

De Lisi dan Gelbeck (1999) dalam Efe dan Efe (2011) menyatakan model pembelaja-ran kooperatif merupakan cara yang penting untuk melatih siswa berpikir secara konstruk-tif. Pendekatan pembelajaran ini menekankan penemuan dan menafsirkan pembelajaran sebagai kegiatan sosial. Pengalaman manjadi hal penting bagi siswa, dan guru berperan sebagai pendamping, menyediakan tempat dan menciptakan situasi belajar yang kondusif.

Pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Sthal (1994) dalam Ismail (2003) yaitu: (1) belajar dengan teman; (2) tatap muka antar teman; (3) mendengarkan di antara anggota; (4) bela-jar dari temannya sendiri dalam kelompok; (5) belajar dalam kelompok kecil; (6) produktif bicara atau mengemukakan pendapat; (7) siswa membuat keputusan dan (8) siswa aktif dan ciri-ciri lain yaitu: (1) saling ketergantungan yang positif; (2) dapat dipertanggung jawabkan secara individu; (3) heterogen; (4) berbagi kepemimpinan; (5) berbagi tanggungjawab; (6) ditekankan pada tugas dan kebersamaan; (7) mempunyai keterampilan dalam berhubungan sosial; (8) guru mengamati dan (9) efektifitas tergantung pada kelompok.

Sharan (1980) dalam Bayraktar (2011) menyatakan tujuan pembelajaran kooperatif yaitu siswa saling membantu untuk meninggkatkan keberhasilan akademik. Oleh karena itu metode pembelajarana kooperatif adalah suatu metode yang efektif dalam memotifasi dan mengembangkan keteram-pilan siswa dalam memecahkan masalah. Kagan dan Candler (1995) dalam Sidharta (2004) mengemukakan empat prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif tipe STAD

yaitu: (1) interaksi siswa yang berkelanjutan; (2) saling ketergantungan yang positif; (3) akuntabilitas individu dan (4) partisipasi. Se-hingga peran guru dalam pemebelajaran kooperatif. Seperti juga dikemukakan oleh Robinson (1995); Donell (1992) dan Lightbown dan Spada (1993) dalam Wang and Liao (2007) yaitu harus menciptakan kondisi yang dapat merangsang dan menum-buhkan suasana diskusi dan lebih hati-hati merancang materi yang akan diajarkan pada siswa agar dapat diterapkan dalam pembela-jaran serta berperan sebagai fasilitator, pe-ngamat, agen perubahan, dan penasehat. Keterampilan Proses

Nugroho, dkk. (2009) melakukan pene-litian dan hasilnya menunjukan bahwa dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD berorientasi keterampilan proses, dapat meningkatkan pemahaman dan aktifitas siswa klasikal. Keterampilan proses dalam ilmu pengetahuan alam (IPA) dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dan keterampilan proses terin-tegrasi (integrated skills).

Keterampilan proses dasar terdiri atas mengamati, menggolongkan atau mengklasi-fikasi, mengukur, mengkomunikasikan, me-nginterpretasi data, memprediksi, mengguna-kan alat, melakumengguna-kan percobaan, dan menyim-pulkan. Sedangkan jenis-jenis keterampilan proses IPA terintegrasi meliputi merumuskan masalah, mengidentifikasi variabel, mendes-kripsikan hubungan antar variabel, mengen-dalikan variabel, mendefinisikan variabel secara operasional, memperoleh dan menyaji-kan data, menganalisis data, merumusmenyaji-kan hipotesis, merancang penelitian, dan melaku-kan penyelidimelaku-kan/percobaan (Mintohari dkk. 2012).

(3)

me-ngumpulkan fakta yang relefan; (2) Menge-lompokan: mencatat, mencari perbedaan dan persamaan, membandingkat, menggolongkan, serta menghubungkan hasil pengamatan; (3) Menafsirkan/interpretasi: menghubungkan ha-sil pengamatan untuk menemukan pola dalam pengamatan dan menyimpulkan; (4) Mera-malkan: menggunakan pola-pola hasil penga-matan untuk mengemukakan kemungkinan yang terjadi sebelum dilakukan pengamatan; (5) Mengajukan pertanyaan: mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis untuk meminta penjelasan dengan mengguna-kan kata tanya: apa, bagaimana dan mengapa; (6) Berhipotesis: mengetahui lebih dari satu kemungkinan penjelasan yang harus diuji kebenaranya dalam memecahkan masalah; (7) Merencanakan percobaan/penelitian: menen-tukan alat,bahan, sumber, variabel, obyek yang diukur/diamati serta menentukan langkah-langkah kerja; (8) Menggunakan alat dan bahan: mengetahui alat yang digunakan dan alasan menggunkan alat tersebut; (9) Menerapkan konsep: menggunakan konsep yang telah dipelajari sebagai pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi; (10) Berkomunikasi: menggambarkan secara empiris data hasil percobaan dalam bentuk tabel, grafik atau diagram, mendiskusikan hasil percobaan, menyusun dan menyampai-kan laoran secara sistematis.

Berpikir Kritis

Ennis (1996) dalam Afrizon, dkk. (2012) menyatakan berpikir kritis adalah sebuah proses yang dalam mengungkapkan tujuan dilengkapi dengan alasan yang tegas

tentang suatu kepercayaan dan kegiatan yang telah dilakukan. Lebih lanjut diungkapkanya bahwa ada 12 indikator berpikir kritis yang dikelompokan dalam lima kelompok besar dalam beraktifitas: (1) Memberikan penjela-san sederhana yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisa pertanyaan dan ber-tanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan; (2) Mem-bangun keterampilan dasar yang terdiri dari mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil obser-vasi; (3) Menyimpulkan yang terdiri dari ke-giatan mereduksi, menginduksi, untuk sampai pada kesimpulan; (4) Memberi penjelasan lanjut yang terdiri dari mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi; (5) Mengatur strategi dan taktik yang terdiri dari mentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa berpikir kritis adalah proses intelektual dalam memecahkan masalah berdasarkan pengamatan, pengala-man, penalaran komunikasi refleksi, sebagai keyakinan dalam melakukan tindakan yang tepat.

METODE

(4)

Sumber: Asrori. (2008)

Gambar 1. Diagram Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian ini dilaksanakan secara bersiklus sampai tercapainya indikator yang telah ditetapkan yaitu minimal 75% secara klasikal untuk keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dan minimal 85% untuk prilaku siswa dalam kerja kelompok dan prilaku guru dalam proses belajar mengajar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam evaluasi ini peneliti fokus pada lima jenis keterampilan proses dari sembilan jenis yang harus dikuasai siswa yaitu kla-sifikasi, prediksi, komunikasi, menyimpulkan dan interpretasi, dengan hasil seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Tes Keterampilan Proses Siswa

No Jenis Keterampilan Proses

Persentase Penguasaan Siswa terhadap Jenis Keterampilan Proses

Tes Awal (%) Siklus Satu (%) Silkus Dua (%)

1 Klasifikasi 63.54 71.88 80.21

2 Prediksi 67.71 75.00 84.38

3 Komunikasi 68.75 76.04 83.33

4 Menyimpulkan 53.13 72.92 76.04

5 Interpretasi 68.75 77.08 84.38

Jumlah 321.88 372.92 408.33

Rata-rata 64.38 74.58 81.67

Persentase (%) 64.38 74.58 81.67

Selain tes keterampilan proses, peneliti juga melakukan tes berpikir kritis yang

dilaksanakan pada akhir siklus satu dan siklus dua dengan indikator berpikir kritis yang

Permasalahan PerencanaanI Pelaksanaan tindakan I

Siklis I Observasi I

Refleksi I

Permasalahan hasil refleksi

Perencanaan II Pelaksanaan tindakan II

Observasi II Refleksi II

Penyimpulan dan pemaksaan hasil

Jika permasalahan belum terselesaikan

(5)

dikumukakan oleh Ennis (1996) dalam Afrizon, dkk. (2012) dengan hasil seperti

pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Tes Berpikir Kritis Siswa

Indikator Berpikir Kritis

Persentase Penguasaan Siswa terhadap Indikator Berpikir Kritis

Tes UH (%) Siklus Satu (%) Silkus Dua (%)

Penjelasan sederhana

65.31

72.27 82.42

Penjelasan lanjut 70.31 71.88

Menyimpulkan 70.00 77.34

Keterampilan dasar 67.71 71,88

Mengatur Strategi/taktik 68.75 78.13

Rata-rata 65.31 70.38 76.88

Persentase (%) 65.31 70.38 76.88

Hasil observasi yang dilakukan oleh rekan sejawat selaku observer untuk prilaku siswa dalam bekerja kelompok dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar seperti pada table 3. Kategori yang didasarkan dari

persentase perolehan setiap jenis kegiatan yaitu: 55% ke bawah sangat kurang (SK); 56%-65% kurang (K); 66%-75% cukup (C); 76%-85% baik (B) dan 86%-100% sangat baik (SB). (Sudijono, 2003).

Tabel 3. Hasil observasi prilaku siswa dan kegiatan guru

Aktivitas

Siklus satu pertemuan Siklus dua pertemuan

Pertama (%)

Kategori Kedua (%)

Kategori Pertama (%)

Kategori Kedua (%)

Kategori

Siswa 69,64 C 85,01 SB 92,84 SB 97,92 SB

Guru 95,73 SB 98,53 SB 100 SB 100 SB

Penelitian ini dilaksanakan dua siklus dengan setiap siklus dua kali pertemuan. Sebelum diberikan tindakan, peneliti menga-dakan tes awal sebagai titik acuan dalam melihat hasil pada siklus berikutnya. Setiap akhir siklus satu dan dua siswa diberikan tes keterampilan proses, maupun tes berpikir kritis untuk melihat hasil penerapan model kooperatif tipe STAD dalam proses belajar mengajar. Selain itu peneliti juga meminta tiga orang rekan sejawat untuk melakukan obserasi terhadap prilaku siswa dalam kerja kelompok dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan peneli-tian ini, siswa dibagi menjadi menjadi delapan kelompok secara heterogen baik dari segi kemampuan akademik, jenis kelamin, dan suku. Pada penelitian ini fokus lima jenis keterampilan proses yaitu: klasifikasi, predik-si, komunikapredik-si, menyimpulkan dan inter-pretasi.

Keterampilan proses siswa kelas VI SDN 01 Kalukubula masih rendah hal ini dapat dilihat dari hasil tes awal keterampilan proses rata-rata klasikal hanya mencapai 64,38%. Olehnya peneliti mengimplementasi-kan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa. Sejalan dengan pernyataan dari Johnson dan Johnson (2000), dalam Bayraktar (2011) menyatakan kelebihan dari pembelajaran kooperatif STAD adalah setiap siswa bertanggungjawab untuk tugas mandiri pada tahap pembelajaran yang didasarkan pada kerjasama positif, ker-jasama keterampilan, dan metodologi menga-mati serta dapat menumbuhkan kesabaran, rasa hormat, toleransi, komunikasi, tanggung-jawab, dan konsruktif karena siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga dimungkinkan untuk mengembangkan diri.

(6)

tipe STAD yaitu: (1) siswa bekerjasama da-lam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok; (2) siswa saling membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil; (3) aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkat-kan keberhasilan kelompok; (4) interaksi siswa seiring dengan peningkatan kemam-puan mereka dalam berpendapat dan (5) interaksi antar siswa juga membantu mening-katkan perkembangan kognitif yang non konservatif menjadi konservatif.

Pada pertemuan pertama siklus satu, hasil observasi terhadap prilaku siswa dalam kerja kelompok masih kategori cukup yaitu rata-rata hanya mencapai 70,02%. Keterca-paian rata-rata prilaku siswa dalam kerja kelompok tersebur memberi arti bahwa belum terjadi kerja sama yang baik antar anggota kelompok hal ini dimungkinkan pemahaman siswa terhadap tujuan kelompok masih ren-dah, bahkan ada 5 orang siswa atau 0,16% yang sangat pasif dalam kerja kelompok. Demikian juga dengan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar pada kegiatan penda-huluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup masih ada sub komponen kegiatan yang belum terlaksana dengan baik.

Merefleksi pelaksanaan pertemuan per-tama siklus satu, maka pada pelaksanaan proses belajar mengajar pertemuan kedua lebih memperhatikan dan mengarahkan siswa dalam kerja kelompok serta menjelaskan bah-wa tujan belajar kelompok adalah mencapai hasil kelompok melalui akumulasi hasil yang dicapai oleh masing-masing anggota kelom-pok. Dengan dipahaminya tujuan belajar kelompok, maka secara perlahan masing-masing anggtoa kelompok mulai aktif dalam kerja kelompoknya, sehingga hasil observasi pada pertemuan kedua mencapai rata-rata 85,01% dengan kategori baik.

Hasil tes akhir siklus satu untuk kete-rampilan proses 74,58% dan berpikir kritis siswa 70,38%, mengalami peningkatan jika dilihat dari hasil tes awal sebelum dimple-mentasikan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD. Ketercapaian tersebut mengindi-kasikan bahwa kemampuan siswa dalam menyeleasikan masalah mulai meningkat. Meningkatnya Keterampilan proses dan berpikir kritis siswa karena siswa berdiskusi kelompok dengan siswa lain dalam satu keompok atau bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan dalam memecahkan masalahnya. Dapat dikatakan juga bahwa dalam proses kerja kelompok terjadi tutor sebaya dan saling bertukar pendapat, sehingga kemampuan akademik siswa semakin merata antar anggota kelompok. hal ini sesuai dengan pendapat Karuru (2007) dalam Nugroho, dkk. (2009) menyatakan bahwa siswa akan mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan temannya. Meningkatnya hasil tes akhir siklus satu tersebut belum mencapai indikator yang telah ditetapkan yaitu rata-rata minimal secara klasikal 75% untuk keterampilan proses dan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.

(7)

dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan hasil UN.

Pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus satu, peneliti menemukan kendala-kendala baik prilaku siswa dalam kerja kelompok maupun kegiatan guru dalam pembelajaran seperti:

1) Saling ketergantungan siswa dalam kelom-pok masih rendah, masing-masing siswa mengandalkan kemampuanya sendiri-sendiri;

2) Diskusi kelompok belum maksimal. Antar anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya dalam melakukan diskusi kelom-pok hanya seperlunya, sehingga hasil dis-kusi kelompoknya kurang optimal;

3) Komunikasi antar anggota kelompok sangat rendah. Komunikasi dalam kelom-pok hanya seperlunya bahkan komunikasi-nya kurang baik, hal ini disebabkan kebiasaan dalam pembentukan kelompok anggotanya mereka pilih sendiri;

4) Memberikan masukan antar anggota dalam diskusi kelompok belum maksimal. Masih ada anggota kelompok yang mendominsi diskusi kelompok sehingga anggota kelom-pok yang lain merasa enggan memberikan masukan terhadap masalah yang diba-hasnya;

5) Masih enggan menanggapi hasil diskusi kelompok lain, karena ada rasa kekha-watiran terhadap anggota kelompoknya, jika salah dalam memberikan tanggapan akan ditertawakan oleh temannya;

6) Ruang kelas menjadi ribut, karena anatara kelompok yang satu berbicara dengan anggota kelompok yang lain;

7) Guru belum maksimal menggali pengeta-huan siswa dan mengaitkanya dengan materi sebelumnya. Guru nampak terburu-buru karena ada rasa khawatir akan kehabisan waktu;

8) Guru belum optimal mengontrol siswa da-lam bekerja kelompok. guru dada-lam me-ngontrol siswa belum merata untuk setiap kelompoknya;

9) Menyimpulkan materi pelajaran belum melibatkan siswa. Siswa nampak pasif saat menyimpulkan materi pelajaran karena tidak dilibatkan secara langsung oleh guru.

Berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus satu, ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti, baik yang kelebihan maupun kelemahan sebagai konsekuensi dari penera-pan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Beberapa catatan kelemahan pelaksa-naan proses belajar mengajar pada siklus satu akan menjadi perhatian khusus dalam pelak-sanaan proses belajar mengajar pada siklus dua.

Pada siklus dua hasil observasi dari rekan sejawat terhadap prilaku siswa dalam kerja kelompok menunjukan bahwa kerja kelompok siswa semakin baik yaitu mencapai 97,92% dalam kategori sangat baik. Salah seorang anggota kelompok yang pada siklus satu sangat pasif dan pada siklus dua menjadi aktif bahkan berani mempresentasekan hasil kerja kelompoknya. Dengan demikian ke-mampuan akademik siswa semakin merata dalam kelompok. demikian juga dengan ke-giatan guru dalam proses belajar mengajar telah mencapai kategori sangat baik.

Hasil pelaksanaan pembelajaran siklus dua setelah diadakan tes untuk keterampilan proses dapat meningkat secara signifikan yaitu mencapai rata-rata klasikal 81,67%. Berpikir kritis siswa juga meningkat cukup signifikan mencapai rata-rata klasikal 76, 88%., dan telah mencapai indikator yang ditetapkan baik untuk keterampilan proses dan berpikir kritis yaitu rata-rata klasikal minimal 75%. Demikian juga prilaku siswa dalam kerja kelompok mencapai rata-rata kalsikal 98,53% dengan kategori sangat baik, dan kegiatan guru dalam proses belajar mengajar rata-rata klasikal mencapai 100% dengan kategori sangat baik.

(8)

keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dapat tumbuh dan terbentuk seiring dengan kebiasaan dan latihan yang dilakukan secara terus menerus. Peran seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran ini sebagai fasilitator dan menciptakan lingkungan bela-jar yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar dan dapat meningkatkan keterampilan proses dan berpikir kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Sujana (1999) dalam Rusmiyati dan Yulianto, (2009), bahwa strategi mengajar yang menuntut keak-tifan dan partisipasi siswa, mampu mengubah tingkah laku siswa secara efektif dan efisien, dengan demikian hasil belajar akan tercapai secara optimal. Aktivitas siswa yang menggu-nakan keseluruhan indera dalam kegiatan belajar mengajar akan meningkatkan pemaha-man dan penguatan singatan serta perubahan sikap sehingga hasil belajar akan lebih tahan lama.

Demikian juga Nugroho, dkk. (2009) melakukan penelitian menunjukan siswa dapat lebih mandiri dalam menemukan penge-tahuannya sendiri dan pemahaman siswa juga semakin meningkat karena berdiskusi dalam kelompok dengan siswa lain atau bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan. Me-ningkatnya kemampuan keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini, sejalan dengan hasil penelitian dari Noviani (2010), yang menyimpulkan bahwa kemam-puan berpikir kritis siswa dapat meningkat karena dalam menyelesaikan masalah mene-rapkan metode kooperatif learning.

SIMPULAN

Merefleksi hasil penelitian dan beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat disim-pulkan: (1) Melalui penerapan model pembe-lajaran kooperatif tipe STAD dapat mening-katkan Keterampilan proses dan berpikir kritis siswa pada Sekolah Dasar; (2) Keterampilan proses dan berpikir kritis siswa dapat me-ningkat, karena dalam kerja kelompok terjadi tutor sebaya dan saling bertukar pendapat.

DAFTAR RUJUKAN

Afrizon, R. Ratnawulan dan Fauzi, A. 2012.

Peningkatan Perilaku berkarakter dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN Model Padang pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Mengguna-kan Model Problem Based Instruction”. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika 1 (2012) Halaman 1-16.

Asrori, M. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana Prima.

Bayraktar, G. 2011. “The effect of coopera-tive learning on students’ approach to general gymnastics course and aca-demic achievements”. Educational Research and Reviews. Vol. 6 (1), Halaman 62-71.

Efe, R. and Efe, H. A. 2011. “Using student group leaders to motivate students in cooperative learning methods in crow-ded classrooms”. Educational Research and Reviews. Vol. 6 (2), pp. 187-196. Ismail. 2003. Media pembelajaran (modul:

mat 19). Jakarta: Erlangga.

Mintohari, Suryanti, dan Widodo W. 2012.

“Keterampilan Proses dalam IPA”. Melalui http://pjjpgsd. unesa. ac.id/ dok/1.Suplemen-1.Diakses tanggal 10 Desember 2012

Noviani, L. 2000. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Integrated Learning pada Mata Pelajaran IPS. Medagogia. Jilid 13, Nomor 2, Agustus 2010. Halaman 173-187. Nugroho, U, Hartono, dan Edi, S. S. 2009.

“Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berorientasi Keterampilan Proses”. Universitas Negeri Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 (2009.: Halaman 107-111.

Rusmiyati, A. dan Yulianto, A. 2009.

(9)

Negeri Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5. Halaman 75-78. Rustaman, N. Y. 2005. Strategi Belajar

Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang. Halaman 79.

Sidarta, A. 2004. Pembelajaran Kooperatif (modul Diklat berjenjang). Bandung: Depdiknas. Halaman 7.

Sudijono, A. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Wang, Y. and Liao, H. C. 2012. “The

Gambar

Gambar 1. Diagram Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 2.  Hasil   Tes  Berpikir Kritis Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Nilai daya dukung dan penurunan berdasarkan program Metode Elemen Hingga sebesar 285,46 ton dan 11,42 mm nilai ini tidak jauh berbeda dengan secara analitis.. Kata Kunci :

Data atau Variabel yang digunakan adalah perkiraan ( Estimasi ) pendapatan dari asset asset yang sudah ada pada Warnet MyNet untuk tahun 2008 ke depan yang beralamat di jalan Akses

Untuk menghitung daya dukung ultimate dan penurunan pondasi tiang pancang dari data Sondir dan SPT digunakan secara analitis dan menggunakan program Metode

tidak), logika fuzzy menggantikan kebenaran boolean dengan tingkat.. kebenaran.Logika Fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan

Letak kawasan mangrove yang tepat dimuara sungai deli, dekat dengan pemukiman, dan adanya pengalihan fungsi sebagian lahan mangrove menjadi tambak dapat menyebabkan menurunnya

Penerapan Fuzzy Analytical Hierarchy Process pada Sistem Penilaian Pegawai di Rumah Sakit Onkologi Surabaya.. Tugas Akhir Jurusan Sistem Informasi Institut Teknologi

Sistem Opt i ca l Ac c e s Ne two r k ( OAN ) ini diperkirakan menjadi sistem jaringan akses masa depan sebab dengan digunakannya serat optik sebagai media transmisinya,

Pengaruh Implementasi Electronic Procurement (E- Proc) Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Terhadap Perwujudan Good Governance Di Balai Besar Wilayah Sungai