BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi
2.1.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak
akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan
pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa
Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu
evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Evaluasi adalah suatu upaya
untuk mengukur secara obyektif terhadap pencapaian hasil yang telah dirancang
dari aktifitas atau program yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang mana hasil
penilaian yang dilakukan menjadi umpan balik bagi aktifitas perencanaan baru
yang akan dilakukan berkenaan dengan aktifitas yang sama di masa depan.
Viviane dan Gilbert de Lansheere dalam bukunya menyatakan bahwa
evaluasi adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penentuannya bisa dilakukan salah satunya
adalah tujuan pembelajaran. Selanjutnya evaluasi adalah suatu aktivitas yang
dirancang untuk menimbang manfaat atau efektivitas suatu program melalui
indikator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk
perencanaan (Siagian dan Agus, 2010:117).
Rumusan evaluasi yang dikemukakan tersebut maka dapat diartikan bahwa
evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat
sejauh mana keberhasilan (efektivitas dan efisiensi) sebuah program dengan
menggunakan indikator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan
bentuk perencanaan. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak
atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.
2.1.2 Fungsi Evaluasi
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan
antara lain :
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat
dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan
seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target tertentu telah dicapai.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai
yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan
mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Evaluasi
diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain (Wahab,
2002:51).
2.1.3 Proses Evaluasi
Jika ditinjau dari tingkat pelaksanaannya, secara umum evaluasi terhadap
suatu program dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis (Siagian dan Suriadi,
2012:173) yaitu:
1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menerapkan prioritas
terhadap berbagai alternative dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan
pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah
pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada
perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya
direncanakan.
3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis
hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan.
2.1.4 Tahapan Evaluasi
Kepentingan praktis, ruang lingkup evaluasi secara sederhana dapat
1. Penilaian terhadap masukan (input) yaitu penilaian yang menyangkut pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga dan sumber
sarana.
2. Penilaian terhadap proses (process) yaitu penilaian yang lebih dititikberatkan pada pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan atau tidak. Proses yang dimaksud disini mencakup semua tahap
administarsi, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, dan aspek
pelaksanaan program.
3. Penilaian terhadap keluaran (output) yaitu penilaian yang dapat dicapai dari pelaksanaan suatu program.
4. Penilaian terhadap dampak (impact) yaitu penilaian yang mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari pelaksanaan suatu program (Tayibnapis, 2000 : 5).
2.2 Program
2.2.1 Pengertian Program
Program adalah cara yang dipisahkan untuk mencapai tujuan. Dengan
adanya program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih
mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini mudah dipahami, karena program itu
sendiri menjadi pedoman dalam rangka pelaksanaan program tersebut. Program
merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan
karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain adalah :
1. Adanya tujuan yang ingin dicapai.
2. Adanya kebijakan-kebijakan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu
5. Adanya strategi dalam pelaksanaan
Unsur keduanya yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program adalah
adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang
tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil program yang dilibatkan dan
adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Bila tidak memberikan
manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal
dilaksanakan.
2.2.2 Evaluasi Program
Evaluasi program merupakan suatu langkah, yaitu awal dalam supervisi,
mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian
pembinaan yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya,
secara umum evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokkan ke dalam tiga
jenis, yaitu :
1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas
terhadap berbagai alternatif dan kemingkinan atas cara mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan
pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, di dalamnya meliputi apakah
pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada
perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya
direncanakan.
3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis
Evaluasi dalam pelaksanaan suatu program yaitu, melakukan analisis
tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya
meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan,
apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang
sebelumnya direncanakan (Siagian dan Suriadi, 2012:117-118).
2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial 2.3.1 Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula
gevernance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik.Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara
langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial,
dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk,
masyarakat atau warga negara (Suharto, 2008: 3).
Bridgman dan Davis (2005: 3) mengatakan bahwa kebijakan publik pada
umumnya mengandung pengertian mengenai „whatever government choose to do
or not to do‟. Artinya kebijakan publik adalah „apa saja yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan‟.Hogwood dan Gunn (1990)
menyatakan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah
yang didisain untuk mencapai hasil-hasil tertentu.
Tidak berarti bahwa makna kebijakan hanyalah milik atau domain
pemerintah saja.Organisasi non pemerintah, organisasi sosial dan
tidak memakai sumber daya publik atau tidak memiliki legalitas hukum
sebagaimana kebijakan lembaga pemerintah.
Kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut (Hogwood
dan Gunn, 1990) :
1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau
pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai
2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang
telah dipilih
3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturam pemerintah
4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan
sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan
5. Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu
6. Teori yang menjelaskan jika kita melakukan X, maka akan diikuti oleh Y
7. Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relatif panjang
Bridgeman dan Davis menerangkan bahwa kebijakan publik sedikitnya
memiliki tiga dimensi yang saling bertautan yakni :
1. Kebijakan publik sebagai tujuan
Kebijakan adalah a means to an end yaitu alat untuk mencapai sebuah tujuan.Kebijkan publik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik.
Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang
didisain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik
sebgai kenstituen pemerintah
Melalui kebijakan-kebijakan, pemerintah membuat ciri khas
kewenangannya.Artinya, kompleksitas dunia politik disederhanakan menjadi
pilihan-pilihan tindakan yang sah atau legal untuk mencapai tujuan tertentu.
Kebijakan kemudian dapat dilihat sebagai respon atau tanggapan resmi
terhadap isu atau masalah publik
3. Kebijakan publik sebagai hipotesis
Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan
akibat.Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi
mengenai perilaku.Kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong
orang untuk melakukan sesuatu.Kebijakan juga selalu memuat disinsentif
yang mendorong orang tidak melakukan sesuatu.
2.3.2 Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk
merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau
memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Dalam garis besar, kebijakan sosial
diwujudkan dalam tiga kategori, yaitu perundang-undangan, program pelayanan
sosial, dan sistem perpajakan.Berdasarkan kategori ini, maka dapat ditanyakan
bahwa setiap perundang-undangan, hukum, atau peraturan daerah yang
menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan
sosial.Namun, tidak semua kebijakan berbentuk perundang-undangan.
Kebijakan sosial sering kali melibatkan program-program bantuan yang
sulit dilihat secara kasat mata.Karenanya, masyarakat luas kadang-kadang sulit
Transportasi, Jalan raya, Air bersih, Pertahanan dan Keamanan merupakan
beberapa kebijakan publik. Sedangkan kebijakan kebijakan mengenai jaminan
sosial, seperti bantuan sosial dan asuransi sosial yang umumnya diberikan bagi
kelompok miskin adalah contoh kebijakan sosial (Suhartono, 2009:11-12).
2.4 Pengertian Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi adalah proses mengembalikan sesuatu kepada keadaan semula
yang tadinya dalam keadaan baik, tetapi karena sesuatu hal kemudian menjadi
tidak berfungsi atau rusak. Rehabilitasi bisa juga perbaikan yang ditujukan pada
penderita cacat agar mereka dapat memiliki seoptimal mungkin kegunaan
jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi mengandung makna
pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu (semula) atau
perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu supaya menjadi
manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat (Pengertian
Rehabilitasi, 2014.http: //www.kbbi.web.id).
Apabila kata rehabilitasi dipadukan dengan kata sosial, maka rehabilitasi
sosial bisa diartikan sebagai pemulihan kembali keadaan individu yang
mengalami permasalahan sosial kembali seperti semula.Rehabilitasi sosial
merupakan upaya memperbaiki keadaan sosial dari keadaan yang tidak baik
menjadi keadaan yang lebih baik berdasarkan upaya yang dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri. Upaya rehabilitasi sosial ini dengan cara membuatnya
menyusaikan diri dengan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang dapat
berintegrasi dengan masyarakat apabila memiliki kemampuan fisik, mental, dan
sosial serta diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Contohnya seseorang yang
untuk dikembalikan kedalam keadaan sosial yang normal seperti orang pada
umumnya (Konsep Reahabilitasi Sosial . 2014. http://www.google.com)
2.5 Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni
2.5.1 Tujuan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni
1. Tersedianya perumahan yang layak huni bagi keluarga fakir miskin
2. Meningkatnya kemampuan keluarga dalam melaksanakan perandan
fungsi keluarga untuk memberikan perlindungan, bimbingan dan
pendidikan keluarga
3. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat
4. Berkembangnya kegotong-royongan dan kesetiakawanan sosial
5. Terentaskannya masalah kemiskinan.
2.5.2 Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan RS-RTLH
Adapun kriteria yang yang harus dimiliki kepala keluarga penerima
Bantuan RS-RTLH adalah sebagai berikut:
1. Memiliki KTP/ identitas diri yang yang berlaku
2. Kepala keluarga/ anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata
pencaharian atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi
kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan
3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk
miskin seperti zakat dan raskin
4. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai
kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah
5. Memiliki rumah di atas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat
atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari kelurahan/ desa atas
status tanah
6. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak
memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan solusi, dengan kondisi sebagai
berikut :
a. Tidak permanen dan/ atau rusak.
b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti :
papan, ilalang, bambu yanng dianyam/ gedeg.
c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu
keselamatan penghuninya.
d. Lantai tanah/ semen dalam kondisi rusak.
e. Diutamakan rumah tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus.
2.5.3 Kriteria Sarana dan Prasarana Lingkungan
Sarana prasarana lingkungan yang menjadi sasaran kegiatan adalah :
1. Terletak pada lokasi RS-RTLH
2. Merupakan fasilitas umum yang mendukung peningkatan kualitas hidup
masyarakat terutama warga miskin.
3. Menjadi kebutuhan dan diusulkan oleh masyarakat.
4. Legal dan tidak berpotensi menimbulkan konflik.
5. Masyarakat setempat bersedia untuk mengalokasikan sumber daya yang
mereka miliki seperti : lahan, tenaga dan material.
Kepala keluarga penerima bantuan dengan difasilitasi oleh Dinas Sosial
Kabupaten/Kota membentuk kelompok dengan anggota berjumlah 5 sampai
dengan 10 KK. Tugas kelompok adalah :
1. Membentuk pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara.
2. Membuka rekening di Bank Pemerintah atas nama kelompok dengan
specimen ditandatangani ketua dan bendahara.
3. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi.
4. Menetapkan toko bangunan yang akan menjamin penyediaan barang.
5. Mengusulkan pelaksana yang ahli dalam bidang bangunan (tukang).
6. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang diperlukan
maksimal sebesar Rp. 10.000.000,- setiap rumah untuk disetujui oleh Dinas
Sosial.
7. Membantu tukang yang telah ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan rumah
secara gotong royong dalam satu kelompok.
8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang
bantuan dari Kementerian Sosial sejumlah yang tercantum dalam rekening
dengan diketahui aparat desa/ kelurahan setempat dan segera dikirim ke
Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kabupaten/
Kota.
9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan
Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni kepada Direktorat
Pemberdayaan Fakir Miskin melaui Dinas Sosial Kabupaten/ Kota tembusan
kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan telah diselesaikannya pekerjaan
yang diketahui kepala desa/ lurah.
2.5.5 Tim Pembangunan Sarling
Pelaksanaan pembangunan Sarling di RS-RTLH tim pembangunan sarling
mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Menyusun pengurus Tim Sarling yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara
dan anggota.
2. Membuka rekening di bank pemerintah atas nama kelompok dengan
specimen ditandatangani ketua dan bendahara.
3. Menentukan jenis Sarling yang akan dibangun sesuai kebutuhan masyarakat.
4. Menggali dan mendayagunakan potensi dan sumber lokal.
5. Menggerakkan masyarakat dan dunia untuk usaha untuk berpartisipasi.
6. Menunjuk tenaga ahli (tukang).
7. Melakukan pembangunan Sarling secara bergotong-royong.
8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang
bantuan dari Kemeterian Sosial sejumlah uang yang tercantum dalam
rekening dengan diketahui aparat desa/kelurahan setempat dan segera dikirim
ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial
Kabupaten/Kota.
9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan Sarling
kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial
Kabupaten/Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi, dengan
melampirkan bukti-bukti kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan
2.5.6 Prosedur Pengusulan Kegiatan
Prosedur pengusulan penerima bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak
layak huni dan sarana prasarana lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Dinas Sosial Kabupaten/ Kota bersama TKSK/ PSM/ Karang Taruna/
Organisasi Sosial/ Aparat desa/ Kelurahan melakukan pendataan Kepala
Keluarga calon penerima RTLH.
2. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, Dinas Sosial/ Instansi Kabupaten/ Kota
mengajukan permohonan bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni
ke Kementerian Sosial dengan rekomendasi Dinas Sosial Provinsi dengan
melampirkan data lokasi, data calon penerima dan foto rumah.
3. Ditjen Pemberdayaan Sosil cq Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin
melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan.
4. Berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan lapangan Ditjen Pemberdayaan
Sosial mengeluarkan SK Penerapan KK penerima bantuan RS-RTLH dan
alokasi sarana lingkungan.
5. Nama penerima bantuan yang sudah ditetapkan dalam SK Dirjen
Pemberdayaan Sosial tidak dapat diganti.
2.5.7 Pelaksanaan Kegiatan 2.5.7.1 Prinsip Pelaksanaan
Prinsip pelaksanaan kegiatan RS-RTLH dan Sarling :
a. Swakelola. Baik secara individu maupun kelompok sesuai pasal 39 dan
lampiran I Bab III Keppres No. 80 tahun 2003.
c. Keadilan. Menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan
seimbang antara hak dan kewajiban.
d. Kemanfaatan. Dilaksanakan dengan memperhatikan kegunaan atau fungsi
dari barang/ ruang/ kondisi yang diperbaiki atau diganti.
e. Keterpaduan. Mengintegrasikan berbagai komponen terkait sehingga dapat
berjalan secara terkoordinir dan sinergis.
f. Kemitraan. Dalam upaya menigkatkan kesejahteraan fakir miskin dan
masyarakat pada umunnya dibutuhkan kemitraan dengan berbagai pihak.
g. Keterbukaan. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini berhak
mendapatkan informasi yang benar dan bersedia menerima masukan bagi
keberhasilan pelaksanaan kegiatan RS-RTLH.
h. Akuntabilitas. Berbagai sumber daya digunakan dengan penuh tanggung
jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun
administratif.
i. Partisipasi. Pelaksanaan RS-RTLH dilaksanakan dengan melibatkan unsur
masyarakat termasuk dunia usaha dengan mendayagunakan berbagai
sumber daya yang dimilikinya.
j. Profesional. Dilaksanakan dengan menggunakan manajemen yang baik
dan pendekatan/ konsep yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
k. Keberlanjutan. Dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai
kesejateraan dan kemandirian.
2.5.7.2 Tahapan Pelaksanaan Bantuan
b. Penjajagan calon lokasi kegiatan, dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran tentang kesiapan daerah dan masyarakat, kelayakan calon
penerima bantuan dan faktor lainnya yang akan mendukung keberhasilan
kegiatan.
c. Sosialisasi. Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka memperoleh kesamaan
pemahaman dan gerak langkah setiap pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan RS-RTLH.
Sasaran kegiatan sosialisasi mencakup :
1. Dinas/ Instansi Sosial Provinsi.
2. Dinas/ Instansi Sosial Kabupaten/ Kota.
3. Unsur Masyarakat.
4. Pendamping (TKSK).
d. Membangun dan mengermbangkan komitmen untuk menyepakati berbagai
sumber daya yang dapat dan akan dialokasikan oleh Pemerintah Daerah,
masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mencapai keberhasilan
pelaksanaan program.
e. Penentuan lokasi dan calon penerima.
f. Verifikasi Calon Penerima Bantuan.
g. Pelaksanaan pembangunan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni :
1. Melakukan penilaian dan menentukan bagian rumah yang akan
diperbaiki.
2. Menetapkan prioritas bagian rumah yang akan diperbaiki
3. Membuat rincian jenis/ bahan bangunan yang diperlukan serta
besarnya biaya.
4. Melaksanakan pembelian bahan bangunan.
5. Melaksanakan perbaikan rumah dan pembangunan Sarling.
6. Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH telah selesai
selambat-lambatnya 100 hari setelah dana masuk ke rekening kelompok.
2.5.7.3Pelaporan
Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan oleh Dinas Sosial Kabupaten/ Kota
kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, mencakup :
a. Laporan pertanggungjawaban keuangan dana operasional masing-masing
Kabupaten/ Kota selambat-lambatnya akhir tahun anggaran.
b. Laporan pertanggungjawaban keuangan bantuan RS-RTLH masing-masing
kelompok setelah selesai pelaksanaan pekerjaan.
c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan melampirkan foto rumah dan
sarling dalam kondisi sebelum, proses dan hasil akhir kegiatan dengan
disertakan surat pernyataan penyelesaiaan pekerjaan untuk kelompok,
disampaikan selambat-lambatnya 14 hari setelah pekerjaan selesai.
1. Unsur Pemerintah :
a. Kementerian Sosial
b. Dinas Sosial Provinsi
c. Jajaran Pemkot/ Pemkab
d. Dinas Sosial Kota/ Kabupaten
e. Dinas/ Instansi/ Lembaga terkait
6. Unsur Mayarakat
a. Penerima Bantuan
b. Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat
c. TKSK, PSM, Karang Taruna, Tagana
d. WKSBM, FCU
e. Organisasi Sosial/ LSM
7. Dunia Usaha
2.5.7.5 Peran Pihak-Pihak Terkait
1. Kementerian Sosial
a. Menyusun pedoman pelaksanaan Bedah Kampung
b. Menyiapkan anggaran bedah kampung
c. Melaksanakan penjajakan dan verifikasi ke lokasi calon penerima
bantuan
d. Melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait
e. Menetapkan lokasi bedah kampung
f. Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi
2. Provinsi
a. Menerima usulan dari Kabupaten/ Kota data calon penerima
bantuan RS-RTLH, Sarling, dan UEP KUBE serta memberikan
rekomendasi
b. Mengusulkan lokasi yang menjadi prioritas kegiatan
c. Menggali potensi dan sumber untuk mengoptimalkan pelaksanaan
bedah kampung
d. Bersama dengan Kementerian Sosial RI melakukan penjajakan,
pemantauan dan evaluasi
3. Kabupaten
a. Melakukan pendataan/ menyiapkan dan mengajukan data lokasi
bedah kampung dan data by name by address calon kepala keluarga
penerima kegiatan bantuan RS-RTLH, Sarling, dan UEP Kube
kepada kemeterian sosial melalui Dinas Sosial Provinsi
b. Melibatkan TKSK untuk menggerakkan partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan kegiatan bedah kampung
c. Melaksanakan sosialisasi kegiatan bedah kampung kepada
penerima bantuan pihak-pihak terkait wilayah kerjanya
d. Melakukan verifikasi calon penerima RS-RTLH, Sarling, UEP
KUBE dalam rangka bedah kampung
e. Membentuk kelompok penerima bantuan UEP KUBE
f. Membentuk tim Sarling
h. Membuat/ menginformasikan rekening kelompok penerima
bantuan dan meyiapkan rekening untuk bantuan dana operasional
untuk bantuan yang bersumber dari dana APBN
i. Mengalokasikan dana untuk optimalisasi pelaksanaan kampung
j. Menggerakkan potensi sumber kesejahteraan sosial
k. Melaksanakan monitoring serta evaluasi
l. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan bedah
kampung
m. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bedah kampung
kepada kementerian sosial
4. Pendamping (TKSK)
a. Membantu membuat rencana usulan kebutuhan perbaikan rumah
dan sarling dalam rangka bedah kampung
b. Membantu monitoring pelaksanaan kegiatan bedah kampung
c. Melaksanakan pendampingan terhadap KUBE
d. Membantu memobilisasi massa dalam pelaksanaan bedah kampung
e. Mambantu pembuatan laporan
f. Memberikan motivasi kepada masyarakat penerima bantuan
5. Penerima bantuan RS-RTLH
a. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi
b. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang
diperlukan maksimal sebesar Rp 10.000.000 untuk disetujui Dinas
6. Masyarakat
4. Mengalokasikan sumber daya lain yang dibutuhkan untuk
keberhasilan kegiatan
5. Melakukan penanggulangan dana dan sumber lainnya yang
dibutuhkan
6. Bersama kelompok dan tim pembangunan Sarling melaksanakan
rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni dan sarana prasarana
lingkungan
7. Melaksanakan pemeliharaan dan peningkatan hasil kegiatan bedah
kampung
2.5.8 Penyaluran, Pencairan dan Penggunaan Dana 2.5.8.1Penyaluran
1. Pihak Dnas Sosial Kabupaten/ Kota mengajukan identitas
penanggung jawab pengelola anggaran (nama dan alamat kantor,
penanggung jawab program, nama bendahara pengeluaran, nomor
rekening bank dan nomor pokok wajib pajak) ke Dit. PFM untuk
dana operasional (tembusan disampaikan kepada Dinas/ Instansi
Sosial Provinsi).
2. Pihak Dinas Sosial Kabupaten/ Kota mengajukan identitas dan
nomor rekening Dinas Sosial yang sudah ada, rekening kelompok
penerima bantuan RS-RTLH dan rekening Tim Sarling.
3. Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin
Pemberdayaan Sosial dengan melampirkan SK Dirjen Pemberdayaan
Sosial tentang penetapan penerima bantuan RS-RTLH dan rekening
tim Sarling untuk dibuatkan SPM-LS.
4. Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPM-LS ke KPPN
dilampiri SK Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial tentang
penerima bantuan RS-RTLH serta dana operasional.
5. KPPN menerbitkan SP2D dan menyalurkan ke rekening Dinas
Sosial Kabupaten/ Kota, rekening kelompok penerima bantuan
RS-RTLH dan rekening tim Sarling.
6. Pencairan dana kegiatan RS-RTLH dari rekening kelompok dapat
dilaksanakan setelah mendapatkan rekomendasi persetujuan dari
Dinas Sosial Kabupaten/ Kota.
2.5.8.2Penggunaan Dana
1. Jumlah dana bantuan stimulant untuk setiap unit rumah; Rp. 10.000.000,-
dengan proporsi penggunaan sebagai berikut :
Tabel 2.1
Rincian penggunaan dana bantuan RS-RTLH
No. Uraian % Jumlah (Rp)
1.
2.
Pembelian bahan bangunan dan kinsumsi
Biaya tukang
90
10
9.000.000,-
1.000.000,-
Jumlah 100 10.000.000,-
2. Jumlah dana bantuan stimulant untuk setiap unit Sarling; Rp. 45.000.000,-
dengan proporsi penggunaan sebagai berikut :
Tabel 2.2
Rincian penggunaan dana bantuan Sarling
No. Uraian % Jumlah (Rp)
1.
2.
Pembelian bahan bangunan dan kinsumsi
Biaya tukang
90
10
40.500.000,-
4.500.000,-
Jumlah 100 45.000.000,-
Sumber : kemensos 2013
3. Jumlah dana untuk operasional kegoatan sebesar Rp. 12.500.000,- yang
digunakan untuk :
a. Sosialisasi
b. Monitoring dan Evaluasi
c. Pelaporan
4. Apabila sampai dengan akhir tahun anggaran masih terdapat sisa dana
operasional, maka Dinas Sosial Kabupaten/ Kota harus segera menyetor ke
kas Negara dengan blanko Surat Setoran Pengembalian Belanja, belanja
barang non operasional lainnya dengan kode 521218 an. Direktorat PFM
kode Satker 440207.
5. Seluruh pajak dan penerima Negara bukan pajak dalam pelaksanaan kegiatan
dana operasional disetorkan ke kas Negara oleh pihak Dinas Sosial
menyampaikan bukti setoran pajak dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) ke
Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin.
2.5.9 Sanksi
Sanksi hukum akan dikenakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku apabila :
1. Dinas Sosial selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana
operasional tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya.
2. Kelompok penerima bantuanstimulan RS-RTLH selaku penerima, pengelola
dan penanggung jawab dana bantuan tidak sepenuhnya dipergunnakan sesuai
dengan peruntukkannya.
3. Tim Sarling selaku pengelola dan penanggung jawab dana Sarling tidak
sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan perunntukkannya (Kementerian
Sosial RI.2013, Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana
Prasarana Lingkungan, http:// www.kemsos.go.id).
2.6 Kemiskinan
2.6.1 Pengertian Kemiskinan
Memahami kemiskinan kita perlu memandang kemiskinan dari dua aspek,
yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses.
Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau
kelempok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai
dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada
gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu mencapai taraf kehidupan yang
dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian,
2012 : 2-3).
Bappenas mendefinisikan kemiskinan dalam 3 kriteria, yaiut :
1. Berdasarkan kebutuhan dasar suatu ketidakmampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup
minimum antara lain : pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan
pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidakmampuan ini akan
mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga
dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
2. Berdasarkan pendapatan, suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran
seseorang, keluarga, dan masyarakat berada di bawah ukuran tertentu (garis
kemiskinan). Kemiskinan ini terutama disebabkan rendahnya penguasaan
asset seperti lahan, modal, dan kesempatan usaha.
3. Berdasarkan kemampuan dasar, suatu keterbatasan kemampuan dasar
seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu
masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan
keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju dan berumur
panjang. Juga memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam
Dari kedua pengertian kemiskinan di atas, kemiskinan dapat diartikan
sebagai kondisi dari seseorang, keluarga, dan masyarakat yang berada dibawah
nilai standar minimum yang tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi
kebutuahn hidup minimum antara lain: pangan, sandang, perumahan, pelayanan
kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.
2.6.2 Aspek-Aspek Kemiskinan
Langkah pertama yang tepat dilakukan dalam upaya memahami
kemiskinan secara holistik adalah dengan melakukan kajian tentang aspek-aspek
kemiskinan itu sendiri, yaitu :
1. Kemiskinan itu multi dimensi. Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang
multi dimensi yang berakar dari kondisi kebutuhan manusia yang beraneka
ragam.
2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Sebagai konsekwensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada
salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran pada aspek
lainnya
3. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur. Kondisi kehidupan manusia
memiliki standar yang akuntabel. Kajian kesehatan memiliki kemampuan
untuk mengukur kuantitas kalori yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup
secara wajar.
4. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun
baik secara individual maupun kelompok dan bukan wilayah (Siagian, 2012:
12-15).
2.6.3 Gejala-Gejala Kemiskinan
Salah satu cara dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui
penelusuran gejala-gejala kemiskinan seperti :
1. Kondisi kepemilikan faktor produksi. Salah satu pendekatan untuk
mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan, apa alat atau faktor
yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencaharian itu.
Pemahaman akan berbagai hal tersebut merupakan jalan bagi kita untuk
mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut miskin atau
tidak.
2. Angka ketergantungan penduduk. Secara teoritis memang dikenal banyak
sumber pendapatan, seperti hasil usaha atau keuntungan, upah, bunga
tabungan dan lain-lain. Angka ketergantungan tentu sangat berbeda pada
negara yang surplus dan minus lapangan dan kesempatan kerja. Tingginya
angka ketergantungan di Indonesia saat nyata, dimana bekerja di negara lain
saat ini menjadi alternatif.
3. Kekurangan gizi. Pendapatan merupakan unsur yang secara langsung dapat
digunakan sebagai alat memenuhi kebutuhan agar seseorang itu dapat hidup
secara layak.
4. Pendidikan yang rendah. Di era modern ini, pendidikan dianggap sebagai
sesuatu yang penting. Pendidikan bahkan telah dianggap sebagai indikator
Suatu studi menunjukkan ada 5 (lima) ciri-ciri kemiskinan, yaitu :
1. Mereka yang dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor
produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai,
ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas
ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.
2. Mereka pada umunya tidak mempunya kemungkinan atau peluang untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD,
atau hanya tamat SD. Kondisi seperti inilah yang akan berpengaruh terhadap
wawasan mereka.
4. Pada umunya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori
setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah
mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal
bagaikan tertutup rapat.
5. Banyak diantara mereka yang hidup dikota masih berusia muda, tetapi tidak
memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu kota
tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang makin deras. Artinya,
laju investasi diperkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga
kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi (Siagian, 2012:
20-23).
2.6.5 Keluarga Miskin
Kriteria Rumah Tangga Miskin menurut Badan Pusat Statistik yaitu :
3. Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu
berkualitas rendah/ tembok tanpa di plester.
4. Tidak mempunyai fasilitas tempat buang buang air besar/ bersama-sama
dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga bukan listrik.
6. Sumber air minum diambil dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai/ air
hujan.
7. Tidak pernah mengkonsumsi daging/ susu/ ayam perminggu atau hanya
dalam satu kali seminggu.
8. Tidak pernah membeli pakaian baru untuk setiap RT dalam setahun atau tidak
pernah membeli/ hanya satu stel dalam setahun.
9. Makanan dalam sehari untuk setiap RT hanya sekali makan/ dua kali makan
dalam sehari.
10. Tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas/ poliklinik untuk
berobat.
11. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga; petani dengan luas tanah 0,5
ha/ buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan
lainnya dengan berpendapatan dibawah Rp 600.000/ bulan.
12. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga keluarga tidak sekolah/ tidak tamat
SD/ hanya tamat SD.
13. Kepemilikan asset/ tabuungan tidak punya/ barang yang mudah dijual
minimal Rp 500.000 seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal, atau barang
Adapun yang menjadi karakteristik penduduk miskin menurut LP3S
adalah :
1. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.
2. Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan
kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan umumnya rendah.
4. Banyak diantara mereka yang tidak mempunyai fasilitas.
5. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau
pendidikan yang memadai.
6. Makan dua atau sekali tetapi jarang makan telor dan daging (makanan
bergizi).
7. Tidak bisa berobat ketika sakit.
8. Memiliki banyak anak atau satu rumah dihuni banyak keluarga atau dipimpin
kepala keluarga perempuan.
Keluarga dirumuskan sebagai unit masyarakat kecil yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak.Pengertian keluarga dapat dilihat dalam arti sempit dan
luas.Keluarga dalam arti sempit didefinisikan sebagai kelompok yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak yang belum dewasa/ belum kawin.Sedangkan, defenisi
keluarga dalam artt luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu
generasi dan suatu lingkungan keluarga yang luas daripada ayah, ibu dan
anak-anaknya.Jadi yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah suatu unit
masyarakat yang terkecil yang mempunyai hubungan biologis yang hidup dan
pendapatannya relatif kurang untuk memenuhi kebutuhan pokok dasar seperti
sandang, pangan dan papan (Badan Pusat Statistik.2013. http://www.bps.co.id).
2.6 Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan (welfare) ialah dua kata benda yang dapat diartikan nasib
yang baik, kesehatan, kebahagian, dan kemakmuran.Dalam istilah umum,
sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik, kondisi masyarakat dimana
orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai.Kesejahteraan sosial dalam
arti sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak
hanya diukur secara ekonomi dan fisiknya belaka, tetapi juga ikut lebih baik ini
tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisiknya belaka, tetapi juga ikut
memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spriritual (Adi, 2005 :
40).
Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar
dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah
upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna
memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas :
1. Kesetiakawanan
3. Kemanfaatan
4. Keterpaduan
5. Kemitraan
6. Keterbukaan
7. Akuntabilitas
8. Partisipasi
9. Profesionalitas
10. Keberlanjutan
Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda,
meskipun substansinya tetap sama. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup
tiga konsepsi, yaitu :
1. Kondisi kehidupan atau keadaan kesejahteraan, yakni terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial.
2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan
sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha
kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk
mencapai kondisi sejahtera (Suhartono, 2009:2).
2.8 Kerangka Pemikiran
Program RS-RTLH adalah program yang diberikan kepada rumah tangga
miskin yang rumahnya tidak memenuhi standar untuk dihuni, dengan maksud
program pemerintah dapat dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah
ditetapkan, tepat waktu, tepat pengerjaan dan tepat sasaran sehingga tujuan
diadakannya RS-RTLH benar-benar dapat membantu meringankan kesulitan
keluarga miskin untuk memiliki rumah yang layak huni.
Menentukan siapa saja yang berhak mendapatkan RS-RTLH, maka
dibutuhkan data yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.Apabila adai
pertanyaan tentang perbaikan rumah, maka petugas dapat membuktikan kenapa
orang itu dapat RS-RTLH.Keseluruhan program yang dibuat pemerintah pasti
membutuhkan tahap evaluasi dari masyarakat di dalam pelaksanaannya. Begitu
juga program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni yang dibuat pemerintah di
Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung
Kabupaten Tanah Datar.
Untuk memperjelas alur pemikiran diatas dapat dilihat pada bagan
kerangka pemikiran di bawah ini :
Gambar 2.1
Bagan Alur Pikir
Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni
Keluarga Miskin Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar
2.9 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.9.1 Defenisi Konsep
Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan
dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis.
Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa
yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk
merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan
menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah
pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:112).
Menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan
objek penelitian, maka seseorang peneliti harus menegaskan dan membatasi
makna-makna konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu pene.itian disebut dengan defenisi konsep. Secara Terwujudnya hunian layak huni
pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian
(Siagian,2011:138).
Adapun batasan konsep dalam penelitian ini adalah :
1. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat
sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri
dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.
2. Program adalah tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang
berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan
merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan
implementasi.
3. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar
mereka cakap berbuat untuk memiliki seopyimal mungkin kegunaan jasmani,
rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi.
4. Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang ditujukan untuk mengintegrasikan
kembali seseorang kedalam kehidupan yang masyarakat dengan cara
membuatnya menyesuaikan diri dengan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan.
5. Program RS-RTLH adalah program yang diberikan kepada rumah tangga
miskin yang rumahnya tidak memenuhi standart untuk dihuni, dengan
dimaksud agar mereka dapat meningkatkan kehidupan secara wajar.
6. Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan
Salimpaung Kabupaten Tanah Datar.
2.9.2 Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau
mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk
memudahkan penelitian dalam melaksanakan peelitian dilapangan. Maka perlu
operasionalisasi dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus
diamati (Silalahi, 2009:120).
Perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan
defenisi konsep. Defenisi operasional sering disebut sebagai proses
operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang
semula bersifat statis menjadi dinamis.Defenisi operasional merupakan petunjuk
bagaimana suatu variabel dapat diukur (Siagian, 2011:141).Adapun yang menjadi
indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Masukan (input), meliputi : - Sumber daya manusia
- Sumber dana
- Sumber sarana
b. Proses (process), meliputi : - Perencanaan program
- Pelaksanaan program
c. Keluaran (output), yaitu hasil atau keluaran program (outcome) yakni kinerja yang dicapai dari suatu pelaksanaan program.
d. Pengaruh (impact), meliputi :
- Pengaruh atau dampak program terhadap orang yang mendapatkan layanan;
- Kesinambungan, yakni sesuatu yang dilakukan agar pengaruh program
berjalan terus menerus. Dalam hal ini adalah suatu keinginan untuk
pengembangan program.
2. Terwujudnya hunian yang layak huni bagi masyarakat miskin sehingga
mampu meningkatkan taraf hidupnya adalah tujuan pemerintah melaksanakan
Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan
obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur
yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula
produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011:52).
Melalui penelitian deskriptif, penulis ingin menggambarkan secara
menyeluruh tentang pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak
Huni di Jorong Kandang Melabung Nagari Lawang Mandahiling Kecamatan