• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi dan Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari

Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut

berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Tanaman kelapa sawit berasal dari

daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika

dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua

Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi

dipermasalahkan orang (Risza, 1994).

Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya tumbuh lurus, dan

umumnya tidak bercabang, dan tidak mempunyai kambium. Tanaman ini berumah

satu atau monoecius. Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Palmae

Keluarga : Palmaeceae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

(Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).

Menurut Suyatno (1995) tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6

kelompok yaitu :

a. Tanaman belum menghasilkan 0 – 3 tahun – muda (belum menghasilkan)

(2)

c. Tanaman menghasilkan 5 – 12 tahun–teruna (produksi/Ha; mengarah naik)

d. Tanaman menghasilkan 12 – 20 tahun–dewasa (produksi/Ha; posisi

puncak)

e. Tanaman menghasilkan 21 – 25 tahun–tua (produksi/Ha; mengarah turun)

f. Tanaman menghasilkan 26 tahun – renta (produksi/Ha; sangat rendah)

Syarat tumbuh kelapa sawit merupakan aspek penting yang harus diperhatikan

karena merupakan aspek penentu dan sulit untuk dilakukan modifikasi. Hal ini

dapat diatasi dengan melakukan beberapa pendekatan agar faktor pembatas yang

ada dapat dicegah atau dapat ditekan sedemikian rupa sehingga berubah menjadi

faktor pendukung. Kelapa sawit dapat tumbuh di daerah antara 100LU-120 LS.

Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar 0-400

meter di atas permukaan laut. Curah hujan optimal yang dikehendaki sekitar

2000-2400 mm per tahun dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Intensitas

penyinaran matahari optimum antara 5-12 jam per hari dan suhu optimum berkisar

antara 240– 280 C. Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti

tanah podsolik coklat, podsolik kuning, hidromorfik kelabu, alluvial, regosol, dan

organosol (tanah gambut). Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan

dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah

dengan pH 5-7, dengan pH optimum antara 5-6 (Pahan, 2008).

Daun tanaman kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip

genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun disanggah oleh pelepah yang panjangnya

bisa mencapai 9 meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai.

(3)

spiral. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan biasanya

memiliki 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda

yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang

lebih tua antara 20-25 helai. Kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur 12-14

bulan. Bunganya termasuk monocious yang berarti bunga jantan dan betina

terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman ini dapat

menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri. Buah kelapa sawit termasuk buah

batu yang terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar,

lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak

kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam

(endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm

Kernel Oil (Mangoensoekarja dan Semangun, 2005).

Tumbuhan seperti perkebunan, memiliki mekanisme proses fotosintesis

(asimilasi) yang menyerap CO2 atmosfer bumi dan energi matahari dan disimpan

dalam bentuk biomass (stok karbon). Selain proses fotosintesis, tumbuhan juga

melakukan pernafasan/respirasi yang menghasilkan CO2 ke atmosfer bumi. Oleh

sebab itu, yang perlu dilihat adalah penyerapan netto-nya yakni CO2 yang diserap

dikurangi CO2 yang dilepas. Henson (1999) menghitung penyerapan netto CO2

perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan hutan alam tropis. Data empiris

tersebut menunjukkan bahwa secara netto kelapa sawit dan hutan alam tropis (juga

tanaman lainnya) adalah penyerap CO2 dari atmosfer bumi. Namun kemampuan

perkebunan kelapa sawit dalam menyerap CO2 (secara netto) lebih besar

(4)

Tanaman kelapa sawit juga memerlukan unsur hara tambahan untuk

pertumbuhannya, penyerapan unsur hara yang berasal dari pupuk akan lebih

efektif karena meningkatnya daya dukung tanah akibat penambahan bahan

organik dalam tanah. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman akan lebih baik

sehingga dapat meningkatkan berat basah dan berat kering tanaman dan sesuai

dengan kemampuan menyimpan oleh bagian tanaman tersebut

(Suwandi dan Chan, 1982) .

Sebagian areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera pada mulanya

dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya,

kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari

Eropa. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun

1969. Pada saat itu luas areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 hektar

dengan total produksi minyak sawit mentah yaitu 189.000 ton per tahun.

Sedangkan pada tahun 2005 produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapai

9,9 juta ton (Hadi, 2004).

Banyak air yang terkandung pada sepotong kayu disebut kadar air (KA)

kayu. Banyaknya kandungan kadar air pada kayu bervariasi, tergantung jenis

kayunya, bagian kayunya, kandungan tersebut berkisar sekitar 40-400%. Hasil

inventarisasi dikumpulkan dilapangan merupakan data berat basah sehingga

diperlukan data berat kering untuk memperoleh besar kadar air

(Dumanauw, 1990).

Hasil penelitian Iswanto et al., (2010) menyebutkan bahwa nilai kadar air

(5)

bahwa besarnya kadar air dalam pohon bervariasi antara 30 – 300 % tergantung

spesies pohon, posisi dalam batang dan musim.

Dalam suatu pohon terdapat variasi kandungan air. Hal ini tidak hanya

pada pohon tetapi sama halnya pada kelapa sawit, dimana terdapat perbedaan

kandungan kadar air pada setiap bagian-bagiannya (Haygreen & Boyner, 1996).

Penelitian oleh Tjitrosemito dan Mawardi (2001) mengemukakan

kandungan karbon kelapa sawit pada umur 19 tahun sekitar 40,28 ton/ha.

Jika dilihat dari hasil tersebut maka diduga perkebunan kelapa sawit berada pada

lahan mineral yang subur. Kondisi maksimum pada umur 19-24 tahun dengan

kandungan karbon sebesar 27.168 ton setiap hektarnya. Variasi nilai yang

diperoleh tersebut sesuai dengan luasan lokasi penelitian dan umur kelapa

sawit. Namun, pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan dan

konversi lahan gambut menjadi perkebunan terbukti melepaskan CO2 sebesar

20–55 ton/ha/tahun (Hooijer et al., 2006).

Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD)

Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan merupakan dua

aktifitas yang dapat mengurangi penambahan karbon di atmosfer. Peningkatan

simpanan karbon (di dalam REDD+) mengacu pada sequestrasi karbon dari

atmosfer. Ruang lingkup REDD+ dalam konteks yang luas, akan tetapi, juga

memasukkan cadangan karbon karena hal ini mengacu pada konservasi hutan dan

karbon yang disimpan di hutan yang masih utuh. Cadangan berbeda dengan emisi

dimana cadangan tidak berarti sebuah perubahan dalam konsentrasi gas rumah

kaca di atmosfer dan oleh karena itu tidak diakui sebagai aktifitas mitigasi

(6)

Data mengenai luas lahan kelapa sawit sangat bervariasi, tergantung

sumbernya. Berdasarkan data statistik, luas perkebunan sawit di Indonesia

tahun 2013 mencapai sekitar 9,3 juta ha, dimana sekitar 40% diusahakan oleh

petani, sedangkan sisanya dikuasai perusahaan swasta dan BUMN. Departemen

Pertanian Amerika Serikat memperkirakan bahwa Indonesia pada tahun 2009

telah menanam kelapa sawit pada lahan seluas kira-kira 7,3 juta hektar.

Organisasi-organisasi non- pemerintah bahkan memperhitungkan sampai 9,2 juta

hektar. Indonesia menjadi produsen ekspor minyak kelapa sawit terbesar di

dunia. Pada musim panen 2009/2010 menghasilkan 21 juta ton minyak kelapa

sawit, yaitu hampir separuh dari produksi minyak kelapa sawit dunia yang

berjumlah 45 juta ton. Di samping minyak kelapa sawit, juga dihasilkan 5,3 juta

ton minyak biji sawit yang masuk ke pasar dunia. Patut diamati bahwa Indonesia

mengalami pertumbuhan ekspor yang luar biasa antara tahun 2003 dan 2010

yaitu berlipat ganda menjadi 16,2 juta ton (musim panen 2009/2010) dan

berdasarkan perkiraan akan terus meningkat (Adams, 2011).

Tanggapan pemerintah dalam soal pembukaan lahan / sistem pertanian

dengan cara membakar hutan / lahan ini sebenarnya menjadi titik penting untuk

melihat bagaimana menempatkan posisi masyarakat ketika berhadapan dengan

isu lingkungan hidup. Tekanan atas masih terjadinya pembakaran hutan makin

menguat bukan hanya oleh kepentingan kelancaran transportasi atau kesehatan

tetapi juga oleh keinginan Indonesia untuk terlibat lebih jauh dalam perundingan

perubahan iklim dengan melaksanakan salah satu skema mitigasi perubahan

(7)

satu contributor terbesar bertambahnya karbon di atmosfer yang menjadikan

Indonesia sebagai salah satu emitter terbesar dunia saat ini (Angelsen, 2008).

REDD dalam pelaksanaannya merujuk pada dua hal. Pertama, proses

pembentukan mekanisme pembayaran kepada negara berkembang yang telah

mengurangi emisinya lewat pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan.

Kedua, ia merujuk pada aktifitas persiapan bagi negara agar terlibat dalam

mekanisme REDD, yang setidaknya akan melakukan pengujian dan

pengembangan metodologi, teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara

berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon. Di Indonesia,

rujukan kedua itu dikenal dengan istilah Demonstration Activities (DA)

(Departemen Kehutanan, 2008).

Produksi kredit karbon REDD membutuhkan implementasi suatu set

tahapan yang menuntut adanya berbagai institusi dan kegiatan praktek lapangan

baru. Karena REDD beroperasi berdasarkan pendekatan nasional dan di

implementasikan pada tingkat subnasional (provinsi/kabupaten/unit manajemen),

berbeda dengan CDM yang diimplementasikan dengan pendekatan proyek

(project based). Oleh karena itu, untuk mendukung implementasi REDD

diperlukan suatu pengukuran densitas karbon setidaknya pada level kabupaten

agar didapatkan data yang lebih akurat pada level nasional (FAO, 2006).

Biomassa Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Biomassa adalah total berat atau volume organisasi dalam suatu area atau

volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik

hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang, batang utama dan

(8)

Biomassa digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan

tanamam, karena tanaman dapat dianggap sebagai sumber (source) dan rosot

(sinks) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau

tidaknya, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukkannya. Biomassa

tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman, sejarah perkembangan vegetasi,

komposisi dan struktur tanaman serta faktor iklim (curah hujan dan temperatur)

mempengaruhi laju peningkatan biomassa tanaman, selain itu perbedaan iklim

juga menyebabkan perbedaan laju produksi bahan organik. Jumlah karbon dalam

pohon meningkat secara linier dengan meningkatnya biomassa pohon

(Onrizal, 2004).

Menurut Ahmad (1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan bagian

yang tersusun dengan banyak selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linier

yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi selulosa

maka kandungan karbon akan makin tinggi. Adanya variasi horizontal

mengakibatkan adanya kecenderungan variasi dari kerapatan dan juga komponen

kimia penyusun. Makin besar diameter tanaman diduga memiliki potensi selulosa

dan zat penyusun lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian

batang erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika

dibandingkan dengan bagian tanaman lainya.

Biomassa dibedakan menjadi dua kategori menurut Hairiah, et al. (2001),

yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass) dan biomassa di

bawah permukaan tanah (below ground biomass) . Biomassa diatas permukaan

(9)

1. Biomasa pohon. Proporsi terbesar cadangan karbon di dataran

umumnya terdapat pada komponen pepohonan.

2. Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar

yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar,

rumput-rumputan atau gulma.

3. Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah

tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan

komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi

cadangan karbon yang akurat.

4. Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting yang terletak di permukaan tanah.

Adapun karbon di dalam tanah, meliputi :

1. Biomasa akar. Akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung

ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama.

2. Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di

permukaan dan di dalam tanah.

Menurut Handoko (2007), biomassa disusun oleh senyawa karbohidrat yang

terdiri dari unsur karbon dioksida (CO2), hidrogen dan oksigen. Biomassa

tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman, komposisi dan struktur

tanaman.

Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai jumlah total bahan

organik hidup di atas tanah yang dinyatakan dalam berat kering oven per unit

area. Hampir 50% dari biomassa dari vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon

(10)

mengalami kebakaran akan menyebabkan konsentrasi CO2 meningkat secara

global di atmosfir dan menjadi masalah lingkungan hidup. Biomassa dapat

dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa di atas permukaan tanah (above

ground biomass) dan biomassa di bawah permukaan tanah (below ground

biomass).

Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling

dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa

pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ;

(iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model (Sutaryo,

2009).

Biomasa akar pohon pada masing-masing kelas tutupan dihitung

berdasarkan pendekatan nilai terpasang (default value) nisbah pohon: akar pada

hutan tropika seperti yang telah dijelaskan dalam metodologi penelitian, yaitu4:1

untuk pohon di lahan kering, 10:1 untuk pohon di lahan basah dan 1:1 untuk

pohon di tanah-tanah miskin (Hairiah et al., 2001).

Karbon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Proporsi terbesar penyimpanan karbon di dataran umumnya terdapat pada

komponen tanaman hijau. Menurut Muhdi (2008), jumlah karbon dalam tanaman

pohon dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi dari tanaman pohon yang

akan mempengaruhi jumlah karbon dioksida bebas di atmosfer. Hubungan timbal

balik ini merupakan proses pengikatan dan pelepasan karbon bebas di atmosfer

menjadi karbon terikat pada tanaman. Tanaman hijau menggunakan energy

(11)

Cadangan karbon adalah jumlah karbon dalam suatu pool. Pool karbon

adalah suatu system yang mempunyai mekanisme untuk mengakumulasi atau

melepas karbon. Contoh pool karbon adalah biomassa hutan, produk-produk kayu,

tanah, dan atmosfer. Penyerapan karbon adalah proses memindahkan karbon dari

atmosfer dan menyimpannya dalam reservoir (Masripatin et al., 2010).

Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik.

Pergerakannya dalam suatu ekosistem bersamaan dengan pergerakan energi

melalui zat kimia lain; karbohidrat dihasilkan selama fotosintesis dan CO2

dibebaskan bersama energi selama respirasi. Dalam siklus karbon, proses timbal

balik fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara

lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon

dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daun dan menggabungkannya

kedalam bahan organik biomassa melalui proses fotosintesis. Sejumlah bahan

organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen. Respirasi oleh

semua organism mengembalikan CO2 ke atmosfer (Sutaryo, 2009).

Besarnya karbon tersimpan di atas permukaan sangat ditentukan oleh jenis

dan umur tanaman, keragaman dan kerapatan tanaman, kesuburan tanah, kondisi

iklim, ketinggian tempat dari permukaan laut, lamanya lahan dimanfaatkan untuk

penggunaan tertentu, serta cara pengelolaannya. Contoh variabilitas simpanan

karbon dari berbagai jenis tanaman pada lahan gambut di Kalimantan barat

(Susanti et al., 2009), menunjukkan bahwa kelapa sawit dan karet mempunyai

karbon tersimpan yang tidak jauh berbeda dibanding hutan sekunder yakni berkisar

41-45 ton/ha. Namun demikian, dalam kondisi hutan alami atau dalam kondisi

(12)

penelitian ini juga hampir sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang

menyatakan besarnya jumlah biomassa kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) umur

5 tahun adalah sebesar 28-30 ton /ha (Yulianti, 2010).

Umur tanaman sangat menentukan besarnya karbon tersimpan. Oleh karena

itu, dalam menentukan karbon tersimpan dalam biomassa tanaman, digunakan

nilai time average (rata-rata simpanan karbon dalam satu siklus hidup tanaman).

Karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit pada berbagai umur tanaman, dengan

nilai time average-nya menunjukkan perbedaan. Perbedaan nilai time average C

tanaman sawit yang didapat Rogi (2002) yaitu sebesar 60 ton/ha disebabkan oleh

adanya perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan kemampuan

tanaman dalam menambat karbon, misalnya kesuburan tanah, varietas tanaman,

dan lain sebagainya (Susanti et al., 2009).

Kelapa sawit pada umur 0-10 tahun mempunyai cadangan karbon di atas

permukaan tanah 19 ton/ha, jika diperhatikan dengan baik nilai tersebut tergolong

tidak baik hal ini dikarenakan umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan

pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis

lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan sangat tidak baik

ditemukan dilapangan (Hairiah, 2011).

Pendugaan cadangan karbon memiliki nilai yang bervariasi karena sangat

ditentukan oleh umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan

lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan

(13)

Gambar 2. Karbon Tersimpan Dalam Tanaman Kelapa Sawit Pada Berbagai Umur Tanaman Serta Nilai Time Average C

(Sumber: Rogi, 2002).

Hasil penelitian Muhdi (2012) di hutan alam tropika, Kalimantan Timur

menyatakan rata-rata kadar karbon berdasarkan kelas diameter memiliki kadar

karbon yang bervariasi, yakni kadar karbon terbesar terdapat pada bagian batang

sebesar 45,75%, dengan kisaran kadar karbon antara 40,29-53,12%. Rata-rata

kadar karbon terkecil yakni pada daun sebesar 19,61%, dengan kisaran kadar

karbon rata- rata 15,31-22,58% dikarenakan daun memiliki kadar zat terbang dan

kadar abu yang tinggi. Selain itu, daun hanya mengandung sedikit bahan

penyusun kayu sehingga kadar karbon tersimpan sedikit.

Besarnya kadar karbon tergantung pada kadar abu dan zat terbang dimana

semakin tinggi kadar zat terbang dan kadar abu maka kadar karbon juga semakin

rendah. Rata-rata massa karbon terbesar pohon berasal dari batang, yakni 253,31

kg (71,14%). Selanjutnya massa karbon akar sebesar 62,24 kg (17,48%), cabang

34,03 kg (9,56%), daun 6,41 kg (1,80%), dan buah 0,06 kg (0,02%). Hasil

penelitian Kusuma (2009) menyatakan bahwa rata-rata kadar karbon tertinggi

terdapat pada pangkal batang sebesar 61,62%. Demikian pula halnya dengan

penelitian Febrina (2012) yang menyatakan bahwa kadar karbon terbesar

(14)

Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO

2 dari udara

dan akan melepas O

2 ke udara. Proses ini akan terus berlangsung selama

pertumbuhan dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit

mencapai lebih dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data

Ditjenbun, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mampu menyerap CO

2

sebanyak 430 juta ton. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan data penelitian dari

IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO

2 adalah 25.71

ton/ha/tahun (Htut , 2004).

Hasil temuan Nurhayati (2005) mencatat kelapa sawit mampu menyimpan

lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi jumlah tersebut dicapai setelah 10-15 tahun

pertumbuhan sehingga jumlah karbon rata-rata waktu yang ditambat oleh tanaman

kelapa sawit sekitar 60.4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44 ton C/ha/tahun dan ekivalen

dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun.

Menurut Maulana (2010), tingginya potensi simpanan karbon lebih

dipengaruhi oleh komposisi diameter pohon dan sebaran berat jenis vegetasinya.

Tipe hutan dengan komposisi jenis pohon berberat jenis tinggi akan mempunyai

potensi simpanan yang cenderung lebih tinggi daripada tipe hutan dengan

kerapatan tinggi tetapi jenis pohonnya berberat jenis rendah.

Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan dengan meningkatkan

pertumbuhan biomassa hutan secara alami, menambah cadangan kayu hutan yang

ada dengan cara penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu. Karbon

(15)

Unsur karbon merupakan bahan organik penyusun dinding sel-sel batang.

Kayu secara umum tersusun oleh selulosa, lignin dan bahan ekstraktif yang

sebagian besar disusun dari unsur karbon. Kadar karbon bagian batang pohon

penting dalam menduga potensi karbon sawit (Limbong, 2009).

Hasil penelitian Muhdi (2013) pada 55 pohon contoh di hutan alam tropika,

Kalimantan Timur menyatakan rata-rata biomassa terbesar pohon berasal dari batang

yakni 485,65 kg (64,31%) dari total biomassa pohon. Biomassa akar sebesar 163,76

kg (21,68 %), cabang 76,69 kg (10,16%), daun 28,84 kg (3,82%), dan buah 0,18

kg (0,18%) dari total biomassa pohon. Berdasarkan hasil pengujian di

laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada daun,

yakni sebesar 108,72%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian

cabang sebesar 80,21%. Daun memiliki nilai kadar air tertinggi disebabkan oleh

struktur daun tersusun atas rongga stomata yang diisi oleh sedikit bahan penyusun

kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Berdasarkan hasil penelitian Purba (2012) bahwa Kabupaten Langkat

memiliki luas areal kebun sawit sebesar 113.725,241 ha. Keberadaan tanaman

sawit kelas umur tanaman menghasilkan pada suatu sistem penggunaan lahan

memberikan sumbangan yang cukup berarti terhadap total cadangan karbon. Pada

sawit 70% dari total karbon berasal dari sawit kelas umur tanaman menghasilkan

sedangkan pada sawit kelas umur tanaman belum menghasilkan hanya 30%.

Pendugaan cadangan karbon di atas permukaan tanah pada tanaman sawit di

(16)

Tabel 1. Hasil Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan di Kabupaten Langkat Dengan Menggunakan Metode Allometrik Tahun 2012

No Perusahaan Tahun Tanam Umur (Tahun) Total Cadangan Karbon

(ton/ha)

Model Alometrik Pendugaan Biomassa dan Massa Karbon

Pemodelan adalah pengembangan analisis ilmiah yang dapat dilakukan

dengan berbagai cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem

akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Onrizal, 2004).

Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui fotosintesis dan

kehilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih akan disimpan

dalam organ tumbuhan dalam bentuk biomassa. Fungsi dan model biomassa

dipresentasikan melalui persamaan tinggi dan diameter pohon

(Johnsen et al., 2001).

Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi paling baik antar

dimensi pohon dengan biomassanya. Sebelum membuat persamaan tersebut,

pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai

total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dari

suatu unit area tertentu (Sutaryo, 2009).

Hubungan allometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas

(17)

volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon.

Dalam hubungan ini, volume pohon atau biomassa pohon merupakan peubah tak

bebas yang besar nilainya diduga oleh diameter dan tinggi total pohon, yang

disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu

persamaan allometrik (Hairiah et al., 2001).

Persamaan allometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh

dengan melakukan penebangan dan perunjukan dari berbagai sumber pustaka

yang mempunyai tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut

biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang

diukur 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Persamaan empirik untuk

biomassa total W berdasarkan diameter D mempunyai sebuah bentuk polinomial :

W = a + bD + cD2 + dD3 atau mengikuti fungsi : W = aDb. Setelah persamaan

allometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau parameter lain yang

digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu pohon.

Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat

dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah et al., 2001).

Menurut Thenkabail et al., (2004) tanaman kelapa sawit yang tumbuh di

Afrika memiliki model persamaan alometrik yang baik ini berdasarkan hasil

penelitiannya, persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

Berat Kering (kg) = 0.3747*tinggi (cm) + 3.6334 (R2 = 0.9804).

Pilihan persamaan model allometrik untuk tujuan penaksiran biomassa

harus berdasarkan persamaan yang telah diketahui. Model yang telah banyak

digunakan secara luas adalah berdasarkan hukum allometrik pertumbuhan : loge

(18)

hasil pengukuran seperti diameter pangkal atau diameter yang diukur setinggi

dada (Dbh) dengan berat, volume atau riap. Selain itu penaksiran dapat dilakukan

dengan memasukan pengukuran diameter dan tinggi pohon ke dalam persamaan :

loge Y = a + b loge (d2h). Setelah persamaan dibangun, dapat dilakukan

perhitungan berat biomassa dengan menggunakan berbagai dimensi pohon yang

Gambar

Gambar 2. Karbon Tersimpan Dalam Tanaman Kelapa Sawit Pada  Berbagai Umur Tanaman Serta Nilai Time Average C   (Sumber: Rogi, 2002)
Tabel 1. Hasil Pendugaan Cadangan Karbon Pada Berbagai Perkebunan di Kabupaten Langkat Dengan Menggunakan Metode Allometrik Tahun 2012 No Perusahaan Tahun Tanam Umur (Tahun) Total Cadangan Karbon

Referensi

Dokumen terkait

Approved and ratified the Annual Report for the fiscal year ended on 31 December 2016 including within it the Report on the Company’s Activity, Supervision Report of the Board

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXVIII-5/W16, 2011 ISPRS Trento 2011 Workshop, 2-4 March 2011,

In the third step the predicted models from the Coarse Classification including the ratings and the new found edges from Image Based Verification are used together to do a

KNP mencerminkan bagian atas laba rugi dan aset neto dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung pada entitas induk, yang

To find more homogenous regions of the segmentation output, each band of the fused Kompsat-2 image is overlaid with the segments and some simple statistical

The method manipulates the redundancy inherent in line pair-relations to generate artificial 3D point entities and utilize those entities during the estimation process to improve

Menyetujui dan mengesahkan Laporan Keuangan Perseroan untuk Tahun Buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2015, yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Osman Bing

Membawa : Laptop, Kabel Roll, Modem dan Flasdisk Acara : Kualitas Data Sekolah. Demikian atas perhatian dan kehadirannya disampaikan