BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Leukemia
Leukemia adalah suatu penyakit keganasan pada sistem hematopoiesis yang menyebabkan proliferasi sel darah yang tidak terkendali. Sel-sel progenitor dapat berkembang pada elemen sel yang normal, karena peningkatan rasio proliferasi sel dan penurunan rasio apoptosis sel. Hal ini menyebabkan gangguan dari fungsi sumsum tulang sebagai pembentuk sel darah yang
utama(Kliegman,2007)
Leukemia merupakan penyakit keganasan yang paling sering pada anak-anak. Diperkirakan sebanyak 41% dari seluruh penyakit keganasan pada anak yang berumur kurang dari 15 tahun. Pada tahun 2002, tercatat sekitar 2500 anak dibawah umur 15 tahun didiagnosa dengan leukemia di Amerika. Insidensi sebesar 4,5 kasus per 100.000 anak(Greer J.P,2003)
Leukemia limfoblastik akut terhitung sebanyak 77% kasus leukemia pada anak. Leukemia mieloblastik akut sekitar 11%, leukemia mieloblastik kronik sekitar 2-3%, dan leukemia mieloblastik kronik juvenil sekitar 1-2%(American Cancer Society,2012)
2.2 Fisiologi Darah 2.2.1. Komponen Darah
2.2.1.1 Plasma Darah
Plasma darah adalah suatu cairan yang berwarna kekuningan. Pada plasma darah dapat ditemukan beberapa protein dalam tubuh, atau yang lebih sering dikenal dengan plasma protein(Tortora G J,2009).
Plasma protein memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan osmotik yang merupakan faktor penting dalam pertukaran cairan melewati dinding kapiler(Tortora G J,2009).
2.2.1.2 Elemen-elemen Pembentuk
Elemen-elemen pembentuk dari darah terdiri atas eritrosit, leukosit, dan trombosit.
1. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit atau sel darah merah adalah sel darah yang khusus dalam proses transport oksigen. Eritrosit tidak memiliki nucleus (inti), oleh karena itu seluruh bagian dalamnya tersedia untuk mengankut oksigen. Eritrosit tidak banyak memiliki mitokondria sehingga ATP yang diperoreh melalui anaerobik(Tortora G J,2009).
Fungsi utama dari sel darah merah adalah transport hemoglobin yang berguna membawa oksigen dari paru menuju jaringan tubuh. ketika sel darah merah bebas dalam plasma,sekitar 3% berpindah melalui kapiler membran melalui membrana glomerular pada ginjal menuju filtrasi glomerulus setiap kali darah melewati kapiler(Tortora G J,2009). 2. Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih diklasifikasikan atas 2 kelompok berdasarkan granula sitoplasma yaitu leukosit granular dan leukosit agranular.
a) Leukosit granular
Leukosit ini mengandung granula spesifik dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi pada bentuknya. Leukosit granular terdiri atas 3 jenis yaitu:
i. Neutrofil
Neutrofil merupakan sistem pertahanan tubuh primer melawan infeksi bakteri dengan cara
Phagocytosis(Tortora G J,2009).
ii. Eosinofil
Eosinofil memiliki fungsi Phagocytosis yang kurang baik. Pada pewarnaan, granula tidak menutupi nukleus yang terdiri atas dua lobus yang saling
berhubungan(Tortora G J,2009). iii. Basofil
Basofil berfungsi dalam pengaktifan histamin. Pada pewarnaan dijumpai berwarna biru-keunguan. Biasanya granula menutupi nukleus yang terdiri atas dua
lobus(Tortora G J,2009).
b) Leukosit agranular
Leukosit ini tidak memiliki granula spesifik dalam
sitoplasmanya. Leukosit agranular terdiri atas 2 jenis yaitu: i. Limfosit
selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal(Tortora G J,2009).
ii. Monosit
Monosit memiliki fungsi phagocytosis dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme(Tortora G J,2009).
3. Trombosit
Gambar 2.1 proses proliferasi sel darah(Tortora G J,2009)
2.3. Klasifikasi Leukemia
Berdasarkan maturasi sel dan asal sel, leukemia dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah suatu proses proliferasi dari sumsum tulang yang immature. Sel-sel ini dapat melibatkan darah pada daerah tepi dan juga organ-organ padat. Persentase yang di temukan pada penegakan diagnosa leukemia akut berkisar 30% atau lebih(Abdul-Hamid G,2011).
1.a. Leukemia limfoblastik akut
anak-anak. Data yang diperoleh dari The National Cancer Institute`s surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER) menyatakan bahwa leukemia limfoblastik akut pada anak-anak terjadi sebanyak 26 anak /1.000.000 pertahun di Amerika serikat(Greer J.P, 2003).
1.b. Leukemia mieloblastik akut
Leukemia mieloblastik akut adalah suatu keganasan hematologi yang ditandai dengan pembentukan dan penyebaran dari sel myeloid yang muda(Greer J.P, 2003).
2. Leukemia kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
2.a. Leukemia Mieloblastik kronik (LMK)
LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif
matang. LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LMK. Sebagian besar penderita LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang(Greer J.P, 2003).
2.b. Leukemia Limfoblastik kronik (LLK)
yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki dan perempuan(Greer J.P, 2003).
2.4. Patofisiologi
Leukemia terjadi dari proses mutasi tunggal dari sel progenitor pada sistem hematopoiesis yang meneyebabkan sel mampu untuk berproliferasi secara tidak terkontrol yang dapat menjadi suatu keganasan dan sel prekursor yang tidak mampu berdiferensiasi pada sistem hematopoiesis(American Cancer
Society,2012).
Pada leukemia, terjadi keganasan sel darah pada fase limphoid, mieloid, ataupun pluripoten. Penyebab dari hal ini belum sepenuhnya diketahui. Namun diduga berhubungan dengan perubahan susunan dari rantai DNA. Faktor eksternal juga dinilai mempengaruhi seperti bahan-bahan obat bergugus alkil, radiasi, dan bahan-bahan kimia. Sedangkan faktor internal, yaitu kromosom yang abnormal dan perubahan dari susunan DNA(Wu,2010).
Perubahan susunan dari kromosom mungkin dapat mempengaruhi struktur atau pengaturan dari sel-sel onkogen. Leukemia pada sel limfosit B terjadi
translokasi dari kromosom pada gen yang normal berproliferasi menjadi gen yang aktif untuk berproliferasi. Hal ini menyebabkan limfoblas memenuhi tubuh dan menyebabkan sumsum tulang gagal untuk berproduksi dan akhirnya menjadi pansitopenia(Wu,2010).
Seiring sumsum tulang gagal, sel-sel yang abnormal bersirkulasi dalam tubuh dan masuk ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, dan mata. Gangguan pada sistemik ini menyebabkan perubahan pada kadar hematologi tubuh, terjadi infeksi oportunistik, iatrogenik karena komplikasi dari kemoterapi(Wu,2010).
Etiologi dari leukemia akut masih tidak diketahui. Namun diketahui ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi, yaitu:
a. Radiasi dan zat ionisasi
b. Bahan-bahan kimia (contohnya, benzene penyebab LMA) c. Obat-obatan (contohnya, penggunaan bahan-bahan bergugus
alkil pada terapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan LMA) (Lanzkowsky P, 2011)
• Berdasarkan genetika seseorang, ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi:
a. Kembar identik- apabila anak kembar yang pertama didiagnosa leukemia pada 5 tahun pertama, maka risiko untuk anak kembar kedua meningkat menjadi 20% didiagnosa leukemia. b. Kejadian leukemia pada saudara yang didiagnosa leukemia
akan meningkat sebanyak 4 kali lipat dibandingkan pada populasi umum.
c. Gangguan pada kromosom:
Trisomy 21 (Down Syndrome) memiliki risiko 95% untuk mengalami leukemia.
Bloom syndrome memiliki risiko 8% untuk mengalami leukemia.
Anemia fanconi memiliki risiko 12% untuk mengalami leukemia.
(Lanzkowsky P, 2011)
1. Paparan dari pekerjaan orang tua
Setelah sekitar lebih kurang 3 dekade penelitian yang dilakukan, maka hubungan paparan dari pekerjaan orang tua masih belum jelas. Awalnya hal ini diduga dari paparan hidrokarbon yang ada dalam pekerjaan orang tua, contohnya adalah pegawai pom bensin yang sering terpapar langsung dengan asap kendaraan tanpa menggunakan masker.
2. Polusi udara
Polusi udara yang dapat menjadi pemicu terjadinya leukemia ada beberapa seperti anak perokok pasif dari orang tua yang merokok. Hal ini masih menjadi perdebatan apakah memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas atau tidak. Kemudian bahan dari turunan benzena. Benzena telah terbukti menjadi suatu faktor risiko yang besar untuk terjadi leukemia. Benzena dapat kita temukan pada makanan, pabrik perindustrian, dan
kosmetik yang digunakan.
3. Pestisida
Pestisida merupakan suatu bahan yang digunakan untuk membunuh hama, serangga, jamur, dan lain-lain. Pada
penelitian ditemukan terdapat hubungan terhirupnya pestisida melalui udara pada saluran nafas anak dapat menyebabkan leukemia pada anak.
4. Radiasi
5. Pasien anak yang immunocompromise
Pada pasien yang mengalami transplantasi organ, maka akan terjadi penurunan dari sistem imunitas tubuh. hal ini telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya leukemia pada anak(American Cancer Society, 2012).
2.6. Gejala klinis
Gejala klinis yang terjadi pada leukemia pada anak disebabkan kurangnya sel darah yang normal, karena berlebihannya sel darah normal yang membentuk sel darah baru pada sumsum tulang belakang. Akibatnya anak tidak memiliki sel darah merah, sel darah putih, dan platelet yang cukup. Hal-hal tersebut dapat diketahui pada pemeriksaan darah, namun dapat juga menyebabkan suatu gejala.
Adapun beberapa tanda dan gejala yang ditimbulkan pada anak dengan leukemia adalah: (American Cancer Society, 2012)
2.6.1. Lemah dan kulit yang pucat
Tanda-tanda ini merupakan tanda anemia(kurangnya sel darah merah). Hal ini menyebabkan anak merasa lemah, lelah, pusing, dan nafas yang pendek. Hal ini juga dapat
menyebabkan kulit menjadi pucat(American Cancer Society, 2012).
2.6.2. Infeksi dan demam
Gejala yang sering ditimbulkan leukemia pada anak adalah demam. Hal ini sering disebabkan infeksi, bahkan hal ini tidak berpengaruh setelah diberikan antibiotik sekalipun(American Cancer Society, 2012).
Pada penderita leukemia sering terjadi mimisan,gusi berdarah, dan bahkan perdarahan besar pada luka gores yang kecil. Pada kulit terlihat bercak-bercak kemerahan yang disebabkan perdarahan pada pembuluh darah yang kecil. Hal ini
disebabkan karena kurangnya platelet normal yang berfungsi memberhentikan perdarahan(American Cancer Society, 2012). 2.6.4. Nyeri pada tulang atau sendi
Nyeri pada tulang dan sendi disebabkan penumpukan sel-sel darah muda pada tulang ataupun sendi(American Cancer Society, 2012).
2.6.5. Perut yang membesar
Gejala yang jelas terlihat adalah hepatomegali dan spleenomegali. Hal ini terjadi karena penumpukan sel-sel
leukemia menumpuk pada limpa dan hati(American Cancer Society, 2012).
2.6.6. Penurunan selera makan, penurunan berat badan Gejala penurunan selera makan dan penurunan berat badan disebabkan pembesaran dari organ pada abdomen penderita. Sehingga banyaknya makanan yang bisa masukpun juga berkurang(American Cancer Society, 2012).
2.6.7. Kelenjar limph yang membengkak
Sel-sel leukemia dapat menyebar pada kelenjar limph. Hal ini menyebabkan terlihat pembengkakan pada leher, ketiak, atau tempat lainnya. Untuk mengetahui penyebab pasti biasanya dilakukan biopsi(American Cancer Society, 2012).
2.6.8. Batuk atau gangguan bernafas
Sel T limfosit pada leukemia juga melibatkan kelenjat timus yang berada di belakang sternum dan di depan trakea. Pembesaran dari kelenjar limph dapat menyebabkan batuk(American Cancer Society, 2012).
Pada leukemia, terjadi Superior Vena Cava (SVC) syndrome. Hal ini disebabkan karena pembesaran kelenjar timus yang dilalui oleh vena cava superior sehingga menyebabkan pembengkakan wajah dan tangan penderita(American Cancer Society, 2012).
2.6.10.Nyeri kepala, kejang, muntah
Pada leukemia, terjadi penyebaran ke seluruh tubuh. Nyeri kepala yang di timbulkan karena sel-sel leukemia telah menyebar hingga otak. Selain itu pandangan kabur juga menjadi gejala leukemia yang menyebar hingga sistem saraf pusat(American Cancer Society, 2012).
2.6.11.Ruam, masalah gusi
Pada penderita leukemia mieloblastik akut terjadi pembesaran gusi karena sel-sel leukemia menyebar pada gusi(American Cancer Society, 2012).
2.6.12.Kelemahan pada alat gerak
Gangguan ini jarang ditemukan. Namun hal ini terjadi karena penumpukan sel-sel leukemia yang sangat banyak pada exxtremitas(American Cancer Society, 2012).
2.7. Penegakan diagnosis
2.7.1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada anamnesis, dokter mencari dari tanda dan gejala leukemia. Dokter juga menanyakan apakah ada paparan dari faktor risiko yang dialami pada pasien. Dokter juga
menanyakan apakah di keluarga ada yang memiliki penyakit keganasan juga.
Pada pemeriksaan fisik, dokter fokus dengan adanya
yang penting untuk melihar apakah adanya pembesaran hati atau limpa(American Cancer Society, 2012).
2.7.2. Tes darah
Tes darah yang dilakukan diambil dari vena pada lengan atau dari jari tangan perifer. Pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat kadar hematologi pasien. Pemeriksaan apusan darah tepi juga dilakukan untuk melihat morfologi dari sel darah. Pada pasien dengan leukemia, akan ditemukan sel darah putih yang sangat banyak dibandingnkan sel darah merah dan platelet yang sedikit(American Cancer Society, 2012).
2.7.3. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi
Aspirasi sumsum tulang dan biopsi dilakukan secara
bersamaan. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi ini dilakukan untuk mendiagnosa leukemia dan diulangi kembali untuk melihat respon dari pengobatan(American Cancer Society, 2012).
Aspirasi sumsum tulang merupakan “gold standard” dari diagnosa leukemia. Tidak hanya indikasi diagnosa, namun indikasi menentukan jenis sel dan monitoring pengobatan seperti gangguan limfoblastik.(Wise-Draper T, 2012) 2.7.4. Lumbal pungsi
Lumbal pungsi dilakukan untuk melihat apakah ada sel leukemia pada CSF. Pada anak dengan leukemia, lumbal pungsi dilakukan sebagai terapi metastasis ke CNS untuk kemoterapi. Melalui lumbal pungsi diberikan bahan kemoterapi menuju cairan serebrospinal sehingga mencegah sel-sel
leukemia ada di sistem saraf pusat(American Cancer Society, 2012).
2.7.5. Biopsi kelenjar limph
kelenjar limph dilakukan bersamaan dengan proses
pembedahan untuk pengobatan atas indikasi tertentu(American Cancer Society, 2012).
2.8. Penatalaksanaan 2.8.1. Kemoterapi
Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat anti kanker yang diberikan ke cairan serebrospinal, atau melelui aliran darah untuk dapat mencapai ke seluruh tubuh agar terapi yang diberikan efektif. Pengobatan dengan kemoterapi pada
leukemia mieloblastik akut diberikan dengan dosis yang tinggi dan di konsumsi dalam waktu yang singkat. Sedangkan terapi untuk leukemia limfoblastik akut di berikan dengan dosis yang rendah dan waktu konsumsi yang lama biasanya 2-3
tahun(American Cancer Society, 2012). 2.8.2. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang sangat terbatas
penggunaannya pada pasien leukemia. Hal ini dikarenakan sel-sel leukemia telah menyebar kesel-seluruh tubuh melalui sumsum tulang menuju organ-organ yang ada di tubuh. Terapi
pembedahan hanya dilakukan atas indikasi tertentu dan memiliki risiko tinggi(American Cancer Society, 2012). 2.8.3. Radiasi
2.9. Prognosis
2.9.1. Prognosis leukemia anak akut
Tabel 2.1. prognosis leukemia pada anak no Faktor prognostik Leukemia limfoblastik
akut
Leukemia mieloblastik akut
1 Umur saat diagnosa
Umur 2-9 tahun prognosa baik
Umur <2 tahun atau >10 tahun prognosa buruk 2 Jumlah sel darah
putih
Lebih dari 50.000 prognosa buruk
Lebih dari 50.000 mm2 prognosa buruk 3 Jenis kelamin Wanita lebih sering
sembuh
-
4 Translokasi kromosom
Perubahan kromosom 12 dan 21 prognosa
baik
-
5 Down syndrome - Jika didiagnosa sebelum
4 tahun, prognosa baik 6 Jumlah kromosom
yang sehat
Sisa kromosom yang sehat lebih dari 50,
prognosa baik
-
7 Myelodisplastic syndrome
- Memiliki riwayat
myelodisplastic syndrome prognosis
buruk (American Cancer Society, 2012)
2.10. Definisi merokok
2.11. Epidemiologi merokok
Data menyatakan, pada tahun 2010 terdapat 20,1 % orang berumur 18-24 tahun yang mengkonsumsi rokok, umur 25-44 tahun sekitar 22%, umur 45-64 tahun sekitar 21,1% dan umur diatas 65% sekitar 9,5%(CDC,2010).
2.12. Bahan-bahan kimia yang terdapat pada rokok
Adapun beberapa bahan-bahan kimia yang terdapat dalam rokok, antara lain:
a. Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai didalam rokok. Nikotin berbentuk cairan, tidak berwarna, merupakan basa yang mudah menguap. Bahan ini memiliki efek menaikkan tekanan darah,
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan menyempitkan pembuluh darah perifer(Emilia, 2011).
b. Karbon monoksida
Karbon monoksida merupakan gas bersifat toksis yang berlawanan dengan oksigen dalam transpor hemoglobin. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Sementara dalam darah perokok mencapai 4015%. Apabila keadaan terus berjalan akan terjadi polycytemia yang mempengaruhi fungsi saraf pusat(Emilia,2011). c. Tar
2.13. Efek yang di timbulkan merokok
Ada beberapa efek yang ditimbulkan setelah konsumsi rokok antara lain: • Penyakit jantung
• Kanker • Aneurisma • Bronkitis • Empisema • Stroke • Infertil
• Bayi prematur
• Bayi berat lahir rendah • Kecacatan pada bayi • Pneumonia
• Asma • Ulkus peptik
• Dan lain-lain (American Cancer Society,2012)
2.14. Hubungan rokok terhadap kejadian leukemia
Rokok merupakan suatu penyebab morbiditas dan mortalitas besar yang dapat dicegah. Selama 15 tahun hal ini telah menjadi perhatian. Potensi perokok pasif yang dapat menggaggu kesehatan dan dikenal juga sebagai bahan karsinogen(Bofetta P, Tredaniel J, Greco A,2000).
Bahan karsinogen pada rokok dari perokok pasif pada anak belum dipahami secara jelas. Asap rokok dari orang tua dapat meneyebabkan mutasi pada proses spermatogonia(Bofetta P, Tredaniel J, Greco A,2000).
rokok juga diduga memiliki hubungan dengan gangguan imunitas(Chelghoum. Y, Danaila. C, Belhabri.C, et al, 2002).
Penelitian sebelumnya di China tahun 2006 menyatakan bahwa paparan asap rokok pada perokok pasif menjadi faktor risiko yang penting leukemia pada anak. Pada penelitian ini, risiko ayah yang merokok lebih lima slope(pak) atau lebih pertahun sebelum konsepsi dapat meningkatkan kejadian leukemia(Chang J.S et al, 2006)
Pada penelitian kohort, ibu yang merokok pada usia kehamilan 8-12 minggu dapat meningkatkan kejadian leukemia mieloblastik akut dan meringankan risiko kejadian leukemia limfoblastik akut(Chang J.S et al, 2006).
Rokok memiliki 250 bahan kimia didalamnya yang diketahui sebagai racun dan karsinogenik antara lain: benzena, formaldehid,
aromatic amine, polycyclic aromatic hydrocarbons, dan nitrosamines juga bahan radioaktif seperti polonium. Benzena diketahui mengganggu sistem pembentukan darah pada kadar yang rendah. Formaldehid di ketahui mampu meningkatkan risiko leukemia dewasa. Dan pada perokok pasif dianggap mengkonsumsi bahan kimia rokok secara kualitatif yang
diketahui dapat menyebabkan gangguan pada sistem hematopoiesis. Hasil laporan ditemukan anak-anak umur 6-11 tahun kurang dapat menghindari asap rokok pasif dari pada orang dewasa. Hal ini terbukti pada