• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat

atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk

dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy),

keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan

kesehatan (Priyambodo, 2007).

Menurut Priyambodo (2007), dibandingkan dengan berbagai industri lain,

industri farmasi memiliki ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu

diperhatikan antara lain:

1. Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi,

Cara Pembuatan Obat yang Baik, distribusi dan perdagangan produk yang

dihasilkan, dan lain lain) karena menyangkut jiwa (nyawa) manusia.

2. Industri farmasi di samping menghasilkan obat untuk penderita, juga

merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan

(profit). Jadi tidak hanya aspek sosial namun juga ada aspek ekonomi (bisnis).

3. Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi karena bukan tidak

(2)

diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan membayar

ganti rugi yang sangat besar.

4. Industri farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi,

karena usia hidup produk atau obat (product life cycle) relatif singkat (lebih

kurang 10-25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang

lebih baik, lebih aman dan lebih efektif.

2.1.2 Persyaratan Izin Industri Farmasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010

tentang Industri Farmasi, proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat

dilakukan oleh industri farmasi.Setiap pendirian industri farmasi wajib

memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal yang

dimaksud adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan

tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.

Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana yang tercantum

dalam Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/IX/2010 adalah sebagai berikut:

1. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

4. Memiliki paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia

masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan

pengawasan mutu

5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak

langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

(3)

Dikecualikan dari persyaratan di atas poin 1 dan 2, bagi pemohon izin

industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

2.1.3 Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi

Berdasarkan Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/IX/2010, untuk

memperoleh izin usaha industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip.

Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.

Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal setelah pemohon

memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan.

Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat

langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan

instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip ini berlaku selama

3 (tiga) tahun dan dapat diubah berdasarkan permohonan dari pemohon izin

industri farmasi yang bersangkutan.

2.1.4 Penyelenggaraan Industri Farmasi

Suatu industri farmasi mempunyai fungsi:

a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat

b. Pendidikan dan pelatihan

c. Penelitian dan pengembangan

Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi

yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

(4)

2.1.5 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi

Pembinaan terhadap pengembangan Industri Farmasi dilakukan oleh

Direktur Jenderal, sedangkan pengawasan dilakukan oleh Kepala Badan.

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Permenkes RI No.

1799/Menkes/Per/IX/2010 dapat dikenakan sanksi administratif berupa :

a. Peringatan secara tertulis

b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk

penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan

obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,

khasiat/manfaat, atau mutu

c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi

persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, atau mutu

d. Penghentian sementara kegiatan

e. Pembekuan izin industri farmasi

f. Pencabutan izin industri farmasi

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat

dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan

tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu (Anonim, 2006).

Ruang lingkup CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan

dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi

(5)

produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan

kontrak, serta kualifikasi dan validasi (Anonim, 2006).

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar

(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya

karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung

jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang

memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di

dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor (Anonim, 2006).

Menurut Anonim (2009), untuk melaksanakan Kebijakan Mutu

dibutuhkan 2 unsur dasar:

1. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan

kewajiban, semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang

mengatur proses yang ada.

2. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu, yang disebut pemastian

mutu atau quality assurance.

2.2.2 Personalia

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009, industri farmasi

harus memiliki 3 (tiga) orang apoteker sebagai penanggung jawab masing-masing

pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi

Sediaan Farmasi.

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

(6)

sebab itu industri farmasi farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil

yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas

(Anonim, 2006).

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,

konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang

dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata

letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil

terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta

memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk

menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain

yang dapat menurunkan mutu obat (Anonim, 2006).

Untuk pengolahan produk yang mengandung bahan yang beracun dan

bahan sitotoksik, harus disediakan fasilitas tersendiri untuk masing-masing

produk, dengan sistem penyaringan udara khusus (efisiensi minimum 98%).

Sedangkan untuk sediaan beta laktam (turunana penisillin) harus terpisah secara

fisik dengan bangunan non-beta laktam (Priyambodo, 2007).

2.2.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki

rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, dan

ditempatkan dengan tepat sehingga mutu dari setiap produk obat terjamin secara

seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan

(7)

teratur melalui program perawatan untuk mencegah cacat fungsi atau kontaminasi

yang dapat mengubah identitas, kualitas atau kemurnian suatu produk (Anonim,

2006).

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi diterapkan pada setiap aspek

pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan

perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat

merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran dihilangkan melalui

suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh serta terpadu (Anonim,

2006).

Sanitasi dan higiene yang diatur dalam pedoman CPOB terbaru adalah

terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene

divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur

agar selalu memenuhi persyaratan (Anonim, 2006).

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin

produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar

(registrasi) (Anonim, 2006).

Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.

Menurut Anonim (2006), aspek yang perlu diperhatikan dalam proses produksi

(8)

a. Penanganan terhadap bahan awal.

Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah

memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan

nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Pada saat penerimaan, hendaklah

dilakukan pemeriksaan secara visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah,

segelnya, kebocoran, kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan kesesuaian

catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima

hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh

kepala bagian pengawasan mutu. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa

dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung rusak atau turun

potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan hendaknya ditandai

secara jelas, disimpan terpisah dan secepatya dimusnahkan atau dikembalikan

kepada pemasok.

b. Validasi proses

Semua kegiatan produksi hendaklah divalidasi dengan tepat, hal tersebut

bertujuan untuk menguatkan pelaksanaan CPOB. Validasi hendaklah

dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya

disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan atau bahan

harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut tetap

menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

c. Pencegahan pencemaran silang

Setiap tahap proses, produk, dan bahan hendaklah dilindungi terhadap

pencemaran mikroba dan pencemaran lain yang dapat timbul akibat tidak

(9)

yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja

operator. Sistem penghisap udara yang efektif hendaknya dipasang untuk

menghindari pencemaran dari produk atau proses lain.

d. Sistem penomoran batch dan lot

Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk

ruahan atau produk jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau

lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang.

e. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan atau perhitungan dan penyerahan bahan awal, bahan

pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus

produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan

pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh

pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang dapat diserahkan.

f. Pengolahan

Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan

hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah

dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang dapat

diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya memenuhi

persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi mutu dimana

semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan didokumentasikan.

Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap pengolahan.

g. Pengemasan

Pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan

(10)

pengawasan yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir

yang dikemas. Produk jadi yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil

menungu pelulusan dari bagian pengawasan mutu.

h. Pengawasan selama proses

Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi

kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik

produk selama proses berjalan.

i. Penanganan bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan

Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan

disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut

hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu diolah

ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah lebih dulu

disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat.

j. Karantina produk jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum

penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Selama menunggu

pelulusan dari bagian manajemen mutu, seluruh bets/lot yang sudah dikemas

hendaknya disimpan dalam status karantina. Setelah pelulusan, produk tersebut

dipindahkan dari daerah karantina ke gudang produk jadi.

k. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi. Bahan atau produk hendaknya disimpan rapi dan teratur

untuk mencegah risiko tercampur baur atau pencemaran serta memudahkan

pemeriksaan dan pemeliharaan. Hendaknya semuanya disimpan dalam kondisi

(11)

l. Pengiriman dan pengangkutan produk jadi

Pengawasan distribusi produk jadi pada sistem distribusi hendaknya

dirancang dengan tepat sehingga menjamin produk jadi yang pertama masuk akan

didistribusikan terlebih dahulu. Pengiriman dan pengangkutan produk dilakukan

setelah ada permintaan pengiriman.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan obat

yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi

persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Keterlibatan dan

rasa tanggung jawab semua unsur yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian

pembuatan adalah mutlak untuk mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai

dari saat obat dibuat sampai distribusi obat jadi (Anonim, 2001)

Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan yang dilakukan di

laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan

awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup

uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam

rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui

spesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya (Anonim, 2006).

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan

(12)

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh

petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan

auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan

pada situasi khusus, misalnya bila terjadinya penarikan kembali obat jadi atau

terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya

dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan

dibuat program tindak lanjut yang efektif (Anonim, 2006).

Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan

pabrik, namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh dilaksanakan

minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri tertulis dalam prosedur

tetap inspeksi diri (Anonim, 2006).

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem

manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu

umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang

dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan (Anonim, 2006).

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk

dan Produk Kembalian

Penarikan kembali produk adalah suatu penarikan kembali dari satu atau

beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Hal ini dilakukan

bila ada produk yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan

(Anonim, 2006).

Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian

dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa,

(13)

sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat

yang bersangkutan (Anonim, 2006).

Penanganan keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan secepatnya

ditangani kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan

berupa tindakan perbaikan, penarikan produk dan dilaporkan kepada pemerintah

yang berwenang (Anonim, 2006).

Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan dilaporkan,

dan setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana

dan yang menyaksikan pemusnahan (Anonim, 2006).

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan

dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.

Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap

personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga

memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya btimbul

karena hanya mengandalkan komunikasi lisan (Anonim, 2006).

2.2.11 Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara

jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak

(14)

diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu

(Pemastian Mutu) (Anonim, 2006).

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi.

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang

perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan

yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses

dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi (Anonim, 2006).

2.2.12.1 Perencanaan Validasi

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program

validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana

Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV sekurang-kurangnya mencakup:

kebijaksanaan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas,

sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen, protokol, dan

laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan;

acuan dokumen yang digunakan (Anonim, 2006).

2.2.12.2 Dokumentasi

Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan

validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala

bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Hendaklah dibuat laporan yang

mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat

ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi,

kesimpulan dan rekomendasi perbaikan tiap perubahan terhadap rencana yang

ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan

(15)

2.2.12.3 Kualifikasi

Kualifikasi dibedakan atas :

1. Kualifikasi Desain (KD)

Kualifikasi desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan validasi

terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru.

2. Kualifikasi instalasi (KI)

Kualifikasi Instalasi adalah (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas,

sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.

KI hendaklah mencakup, tidak terbatas pada hal berikut:

a. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi hendaklah

sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain;

b. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian peralatan dari

pemasok

c. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi

d. Verifikasi bahan konstruksi.

3. Kualifikasi Operasional (KO)

KO hendaklah dilakukan setelah KI selesai dilaksanakan, dikaji dan

disetujui.

KO hendaklah mencakup, tidak terbatas pada hal berikut:

a. Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses,

sistem dan peralatan.

b. Pengujian yang meliputi satu dan beberapa kondisi yang mencakup batas

(16)

4. Kualifikasi Kinerja (KK)

KK hendaklah dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan, dikaji

dan disetujui.

5. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah

Operasional.

Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter

operasional dan batas variabel kritis pengoperasian alat. Selain itu, kalibrasi,

prosedur pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan

Referensi

Dokumen terkait

By using a Biskiz Susu packaging design as a case study, I try to analyze the design elements, like color, shape, brand, illustration/character, typography, and layout and

Under the Paperwork Reduction Act, a person is not required to respond to a collection of information unless it displays a valid OMB control number. We try to create

Start-up of an Upflow Anaerobic Sludge Blanket Reactor Treating Low-Strength Wastewater Inoculated with Non-Granular Sludge.. International Refereed Journal of

IC AT89S51 bekerja untuk memproses hasil dari sensor untuk diteruskan pada output yang berupa pergerakan motor stepper dan display led matrix. Alat ini sangat praktis dan efisien,

Pembuatan Aplikasi Game Minesweeper ini menggunakan Java 2 Micro Edition (J2ME), dan dicobakan pada emulator yang disediakan, juga pada handphone NOKIA 3120 classic. Permainan

Dengan diterbitkannya Duplikat Polis tersebut, maka dokumen Polis ASLI yang diterbitkan oleh PT Sun Life Financial Indonesia atas nama saya dengan nomor tersebut di atas dibatalkan

Dari Hasil Penelitian mengenai penelitian pada PT.Milenium Pharmacon Internasional,Tbk.Penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam perhitungan PPh 21 yang menggunakan UU Tahun Pajak Nomor

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 51 BAB XII Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Nomor 12 Tahun