MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG
KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG
( 1954-1990 )
Skripsi Sarjana Dikerjakan
O L E H
NAMA : EDYTA SIANTURI NIM : 080706007
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN SEJARAH MEDAN
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG
KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG
(1954-1990)
Yang diajukan oleh :
Nama : EDYTA SIANTURI NIM : 080706007
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing,
Drs. TIMBUN tanggal: 5 Mei 2014
NIP. 195901281984031001
Ketua Departemen Sejarah
Drs. Edi Sumarno, M. Hum tanggal: 7 Mei 2014 NIP. 196409221989031001
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG
KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG
(1954-1990
Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh
Nama : EDYTA SIANTURI
Nim : 080706007
Pembimbing
Drs. TIMBUN NIP. 195901281984031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya
Dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lembar Persetujuan Ketua Departemen
Disetujui Oleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN SEJARAH
Ketua Departemen,
Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP. 196409221989031001
Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian PENGESAHAN:
Diterima Oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan
Pada
Tanggal : 30 Mei 2014 Hari : Jumat
Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A NIP. 195110131976031001
PanitiaUjian
No. Nama TandaTangan
1 . Drs. Edi Sumarno, M.Hum (………)
2 . Dra.Nurhabsyah, Msi (……….…………)
3. Drs. Timbun (………)
4. Dra. Peninna Simanjuntak, M.S (………)
KATA PENGANTAR
Terlebih dahulu penulis mengucapkan segala puji syukur bagi kemuliaan-Mu
yang Maha tinggi, karena berkat dan karunia yang Engkau berikan kepada penulis
sehingga tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik, semua ini tidak terlepas dari
uluran tangan Tuhan Yesus Kristus. Kasih-Nya telah memampukan penulis dan atas
kehendakNya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, sebab tanpa ada pertolongan
dariNya semua itu tidaklah akan terlaksana.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi
setiap mahasiswa dalam menyelesaikan studinya dari jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara. Untuk memenuhi syarat tersebut penulis
mengangkat sebuah permasalahan yang dapat dituliskan menjadi sebuah skripsi
dengan judul MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA SERDANG (1954-1990) .
Sepanjang penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kelemahan serta
kekurangan dari segi isi maupun penulisan.
Tulisan ini akan lebih sempurna apabila ada saran-saran, kritik dan pandangan
yang sifatnya dapat membangun dari para pembaca. Sehingga segala bentuk pendapat
yang bertujuan memperbaiki skripsi ini akan diterima dengan senang hati. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan seluruh masyarakat.
Medan, 2014
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, ini semua tak terlepas dari
dukungan dan doa orang-orang tercinta. Dengan setulus hati penulis menyampaikan
rasa syukur dan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus kristus, karena kasihNya yang tanpa batas selalu menyertai
setiap langkah dalam kehidupanku.
2. Teristimewa buat kedua orang tuaku tercinta, khusus buat mama yang selalu
memberi semangat dalam mengerjakan skripsiku.
3. Bapak Dr.Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU,
Pembantu Dekan serta seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Sejarah, yang
telah bersedia berbagi pengalaman dan pengetahuan akademis, sehingga
penulis memperoleh banyak wawasan sebagai bekal dikemudian hari.
4. Bapak Drs. Edi Sumarno, M. Hum dan Dra. Nurhabsyah M. Si, selaku ketua
dan sekretaris jurusan Sejarah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara Medan.
5. Bapak Drs. Timbun, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini.
Beliau memberikan saran-saran dan waktunya untuk memberikan bimbingan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Kepada adikku Rista uli Sianturi, Santoni Sianturi, Roy humisar Sianturi yang
telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan
7. Buat Himawari: kak Taruli, Novita perangin-angin, riyeni dan adik-adikku
stambuk 011: Rani, Wendi, Nelvida, Evelida, Martionar, Susan dan buat
Amang Pendeta kami tercinta H. Simangunsong yang telah memberi
dukungan semangat dan doa dalam penulisan skripsi ini.
8. Buat Pelayanan Mahasiswa UKM KMK USU UP FIB yang telah
memberikan dukungan doa dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat
terselesaikan.
9. Buat teman-teman seperjuanganku stambuk 08 dan buat sahabatku Niko
sianipar, Melisa F Manalu, kak dorta, kak intan, adikku Ira susanti dan
Endang yang telah membantu penulis dalam mengerjakan penulisan skripsi
ini.
10.Para informan yang telah membantu, memberi kemudahan kepada penulis
dalam penulisan skripsi.
Waktu terus berlalu, apa yang terjadi hari ini dan besok tidak ada yang tahu.
Tapi semua berlalu dangan begitu indah, karena hidup ini akan indah pada
waktunya.
Tertanda,
ABSTRAK
Kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Serdang, Kecamatan Beringin Kabupaten Deli serdang merupakan judul skripsi yang dapat diselesaikan dengan berbagai tahapan dalam penulisan sejarah, yang mana kajian tersebut mengenai migrasi atau perpindahan orang Batak Toba di kawasan desa Serdang belum pernah diteliti.
Semua manusia hampir pernah melakukan migrasi, perpindahan sesaat juga dapat diartikan sebagai migrasi, walaupun hanya berpergian dalam bentuk waktu yang relatif singkat. Orang Batak Toba telah lama dikenal sebagai perantau yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka tinggal dan dapat bertahan hidup dalam bidang pertanian. Sebab ciri khas masyarakat Batak Toba yang pergi melakukan perantauan adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di tempat yang akan dituju.
Para perantau ini membangun pemukiman dari generasi ke genarasi pada wilayah-wilayah yang dirasa dapat sesuai untuk meningkatkan sumber kehidupan mereka. Dimana wilayah tersebut sebagian besar berada di desa-desa, sebab didesalah dapat menanam segala macam tanaman seperti padi, jagung dan lainnya. Termasuklah salah satu lokasinya yang telah penulis lakukan yaitu di daerah desa Serdang.
Kehidupan masyarakat Batak Toba yang bermigrasi ke tempat tujuan saling berkaitan dengan adat-istiadat dan mata pencaharian, sehingga berpindah menjadi satu kebiasaan ataupun kebanggaan bagi mereka secara turun-temurun, maka secara perlahan terlihatlah pada kenyataannya sebagian besar orang Batak toba di kabupaten Tapanuli Utara, Tengah dan lainnya selalu berada di perantauan dari pada di kampung halamannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perantau Batak Toba yang terdapat di desa dengan serangkaian dorongan yang memaksa mereka untuk berpindah, sehingga menimbulkan berbagai tujuan dalam memperoleh manfaat bagi masa depan individu ataupun kelompok keluarga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara. Sehingga hasil penelitian ini menjelaskan bahwa orang Batak Toba dapat mengembangkan budayanya dengan adanya system merantau dan mereka dapat bertahan hidup ditempat perantauan, dimana efek dari migrasi tersebut dirasakan dengan meningkatnya jumlah perantau Batak Toba di Desa serdang pada sekitar tahun 1954-1990.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..
UCAPAN TERIMA KASIH………
ABSTRAK……….
DAFTAR ISI……….
DAFTAR INFORMAN………... LAMPIRAN………..
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah……….1
1.2Rumusan Masalah………...9
1.3Tujuan dan Manfaat
Penelitian………...10
1.4Tinjauan Pustaka………
11
1.5Metode Penelitian………..
BAB II GAMBARAN UMUM DESA SERDANG (1954-1990)
2.1 Topografi Desa Serdang………..
18
2.2 Sistem Kemasyarakatan………
23
2.2.1 Intern……….
24
2.2.2 Ekstern………
29
2.3 Sistem Religi Masyarakat Batak Toba……….
30
2.4 Sistem Mata Pencaharian ………
36
BAB III KEBERADAAN ORANG BATAK TOBA DI DESA SERDANG
3.1 Sebelum dan Sesudah Masuknya Orang Batak Toba di Desa Serdang……
35
3.2 Interaksi Masyarakat Batak Toba di Desa
Serdang………...32
3.2.1 Sikap Masyarakat Melayu Menerima Orang Batak ………
3.2.2 Hubungan Masyarakat Batak Toba dengan penduduk
setempat…. 41
3.3 Upaya Mendapatkan Lahan
……….
BAB IV PERANAN ORANG BATAK
4.1 Pembangunan……….
46
4.1.1 Masuknya Listrik………
47
4.1.2 Sarana Transportasi dan jalan………
49
4.1.3 Pendidikan………
50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
ABSTRAK
Kehidupan masyarakat Batak Toba di Desa Serdang, Kecamatan Beringin Kabupaten Deli serdang merupakan judul skripsi yang dapat diselesaikan dengan berbagai tahapan dalam penulisan sejarah, yang mana kajian tersebut mengenai migrasi atau perpindahan orang Batak Toba di kawasan desa Serdang belum pernah diteliti.
Semua manusia hampir pernah melakukan migrasi, perpindahan sesaat juga dapat diartikan sebagai migrasi, walaupun hanya berpergian dalam bentuk waktu yang relatif singkat. Orang Batak Toba telah lama dikenal sebagai perantau yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka tinggal dan dapat bertahan hidup dalam bidang pertanian. Sebab ciri khas masyarakat Batak Toba yang pergi melakukan perantauan adalah untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di tempat yang akan dituju.
Para perantau ini membangun pemukiman dari generasi ke genarasi pada wilayah-wilayah yang dirasa dapat sesuai untuk meningkatkan sumber kehidupan mereka. Dimana wilayah tersebut sebagian besar berada di desa-desa, sebab didesalah dapat menanam segala macam tanaman seperti padi, jagung dan lainnya. Termasuklah salah satu lokasinya yang telah penulis lakukan yaitu di daerah desa Serdang.
Kehidupan masyarakat Batak Toba yang bermigrasi ke tempat tujuan saling berkaitan dengan adat-istiadat dan mata pencaharian, sehingga berpindah menjadi satu kebiasaan ataupun kebanggaan bagi mereka secara turun-temurun, maka secara perlahan terlihatlah pada kenyataannya sebagian besar orang Batak toba di kabupaten Tapanuli Utara, Tengah dan lainnya selalu berada di perantauan dari pada di kampung halamannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perantau Batak Toba yang terdapat di desa dengan serangkaian dorongan yang memaksa mereka untuk berpindah, sehingga menimbulkan berbagai tujuan dalam memperoleh manfaat bagi masa depan individu ataupun kelompok keluarga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara. Sehingga hasil penelitian ini menjelaskan bahwa orang Batak Toba dapat mengembangkan budayanya dengan adanya system merantau dan mereka dapat bertahan hidup ditempat perantauan, dimana efek dari migrasi tersebut dirasakan dengan meningkatnya jumlah perantau Batak Toba di Desa serdang pada sekitar tahun 1954-1990.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Perpindahan penduduk (migrasi) pada dasarnya dapat dikatakan sebagai gerak
pindah penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk mengadu
nasib. Menurut Everett S. Lee, ada dua faktor yang terdapat di daerah asal maupun
tujuan yang terkait dengan perpindahan penduduk, yaitu faktor positif dan negatif.
Faktor positif yaitu faktor yang menarik seseorang untuk tidak meninggalkan daerah
tersebut dan memberi nilai yang menguntungkan, misalnya daerah tersebut terdapat
sekolah, kesempatan kerja, iklim yang baik. Sedangkan faktor negatif yaitu faktor
yang menyebabkan seseorang meninggalkan daerah tersebut yang sudah ada pada
nilai yang negatif, sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan
nilai kumulatif antara kedua tempat tersebut cenderung menimbulkan arus migrasi
penduduk.1
- Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan pada daerah asal sehingga
menyebabkan migrasi ke daerah yang memiliki sumber-sumber kehidupan
yang lebih memadai.
Terjadinya migrasi dapat disebabkan dengan beberapa hal yaitu :
- Berkurangnya lapangan pekerjaan di daerah asal (misalnya tanah untuk
pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit), sehingga
1
kebanyakan para migran beralih ke daerah yang mempunyai lapangan
pekerjaan yang lebih luas.
- Adanya tekanan-tekanan pada bidang politik yang melanggar hak asasi
penduduk di daerah asal. Contohnya : kerusuhan dan demonstrasi
besar-besaran pada era orde baru yang menuntut lengsernya kepempimpinan
pemerintahan Soeharto sehingga menyebabkan kurangnya rasa aman bagi
para penduduk setempat khususnya penduduk keturunan bangsa oriental
berelokasi atau migrasi ke daerah yang lebih aman seperti di daerah Jawa
Barat.
- Adanya tekanan pada perbedaan suku. Karena tidak adanya rasa saling
menghormati dan menghargai perbedaan kebudayaan antar suku maka
mengakibatkan perselisihan antar suku yang kemudian menyebabkan
terpecahnya integrasi sosial diantara dua suku.
- Alasan pendidikan dan perkawinan. Sama halnya dengan lapangan pekerjaan,
pendidikan dan perkawinan juga memegang peranan penting sebagai faktor
penyebab terjadinya migrasi. Contohnya : dalam bidang pendidikan,
kurangnya pendidikan di daerah terpencil yang sulit dijangkau menyebabkan
sebagian orangtua menyekolahkan anaknya di kota besar yang tingkat dan
fasilitas pendidikannya lebih maju dan memadai, dengan harapan anaknya
perkawinan, ada anggapan bahwa seorang istri yang memiliki suami dari luar
daerah harus ikut tinggal bersama dengan suami di daerah asal suaminya.
- Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim
kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.2
Begitu juga dengan proses migrasi masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang
Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Masyarakat Batak Toba yang ada di
Desa Serdang berasal dari Samosir, Dolok Sanggul, Parapat, Pangururan dan Porsea.
Mereka bermigrasi ke Desa Serdang karena faktor keadaan lahan yang tidak
mendukung di daerah asalnya. Selain itu jumlah penduduk yang semakin meningkat
tidak sesuai dengan luasnya lahan yang tersedia, yang mana lahan mereka digunakan
untuk mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal mereka. Hal ini membuat
masyarakat Batak Toba berusaha mencari lahan baru yang lebih luas dan subur untuk
dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Sehingga pada akhirnya orang
Batak Toba melakukan perpindahan ke daerah lain, salah satunya ke Desa Serdang.
Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang merupakan sebuah
desa dengan keadaan alam yang menjanjikan. Banyaknya lahan dan ditambah dengan
kondisi tanah yang sangat subur menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar
untuk datang bahkan menetap di desa tersebut. Sebelum kedatangan masyarakat
Batak Toba, Desa Serdang sudah terlebih dahulu dihuni oleh masyarakat suku
2
Melayu. Mereka bertahan di desa ini dengan memanfaatkan lahan yang subur dan
menjadikannya sebagai tempat untuk bercocok tanam.
Pada tahun 1930 telah terjadi bencana alam besar yang menimpa Desa Serdang,
yaitu banjir bandang yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat desa.
Rumah-rumah rusak dan tanaman yang mereka tanami terutama padi menjadi hancur serta
gagal panen akibat banjir bandang tersebut. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat
tidak hanya itu, lahan yang biasanya digunakan untuk tempat bercocok tanam tidak
bisa digunakan untuk sementara waktu. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak
mempunyai penghasilan seperti biasanya dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-sehari.
Lambat laun keadaan ini membuat masyarakat suku Melayu yang mendiami
Desa Serdang mulai meninggalkan desa mereka dan pindah ke daerah lain untuk
memulai hidup baru. Sebagian besar masyarakat ada yang pindah ke Percut Sei Tuan,
Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk Pakam, Tembung, Perbaungan, dan Tanjung
Morawa. Ada juga sebagian masyarakat yang tetap memilih tinggal di Desa Serdang
tersebut.3
Sepeninggalan masyarakat suku Melayu, Desa Serdang mulai terbengkalai dan
menjadi hutan belantara. Bencana alam yang menimpa Desa Serdang dalam jangka
waktu yang cukup lama, terutama karena tidak adanya sistem irigasi yang memadai
mengakibatkan surutnya debit air akibat banjir bandang semakin lama. Kemudian
3
muncullah inisiatif dari pemerintah dalam menanggulangi bencana ini dengan
membuat galian tanah menjadi sebuah aliran sungai yang saat ini dikenal orang
dengan nama Sungai Serdang. Dengan dibuatnya Sungai Serdang, intensitas air di
daerah ini semakin berkurang bahkan surut dan banjir pun tidak ada lagi. Ketika
banjir bandang telah surut, orang-orang Melayu yang sudah terlebih dahulu pergi
meninggalkan desa tetap tidak berkeinginan datang kembali ke desa tersebut.
Pada tahun 1954, dua orang warga asal Batak Toba yang bermarga Samosir dan
Nainggolan datang ke Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.
Mereka adalah orang Batak Toba pertama yang melakukan migrasi dan kemudian
menetap di desa tersebut bersama istri dan anaknya. Tersedianya lahan yang cukup
luas dan lahan ini tidak diolah atau dimanfaatkan masyarakat sekitar desa menjadi
salah satu faktor menarik sebagai daerah tujuan para migran.
Namun kedatangan pertama kali orang Batak Toba ke Desa Serdang ini
mendapatkan kendala terutama soal keyakinan agama dengan orang Melayu.
Sebagian masyarakat Melayu yang masih tetap memilih tinggal di desa tersebut
menganut keyakinan agama Islam, sedangkan orang Batak Toba yang menjadi
pendatang menganut keyakinan agama Kristen.
Orang Batak Toba terkenal dengan pintar berpolitik. Mereka kemudian
memikirkan bagaimana cara untuk dapat tinggal di Desa Serdang yang lahannya
keyakinan mereka, dari agama Kristen menjadi beragama Islam untuk mengikuti
keyakinan orang Melayu yang menghuni desa itu. Dengan berpindahnya keyakinan
orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan Nainggolan membuat mereka dengan
mudah berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat di Desa Serdang. Setelah
mereka berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat Melayu dengan baik,
akhirnya mereka menetap di Desa Serdang dan memulai kehidupan baru mereka
menjadi warga Desa Serdang dengan bercocok tanam sebagai mata pencahariannya.
Seiring berjalannya waktu, orang Batak Toba yang bermarga Samosir dan
Nainggolan beranggapan bahwa Desa Serdang cocok dijadikan tempat tinggal
mereka. Dengan giat dan penuh semangat orang Batak Toba bermarga Samosir dan
Nainggolan mengelola lahan subur di Desa Serdang yang telah menjadi hutan
belantara ini menjadi tempat untuk bercocok tanam sehingga akhirnya mereka
menanam padi dengan hasil yang memuaskan. Berita keberhasilan mereka di tanah
rantau kemudian di dengar oleh keluarga dan sanak saudara yang ada di kampung
mereka masing-masing. Sehingga berdatanganlah saudara-saudara mereka dari
kampung ke Desa Serdang bahkan memilih untuk tinggal juga di desa tersebut.
Mereka secara bersama-sama membangun Desa Serdang tersebut dan setelah
masuknya masyarakat Batak Toba ke Desa Serdang ini, ada hal baru yang mereka
(baik orang Melayu maupun Batak) dapatkan yaitu menjalin komunikasi dengan yang
Sebelumnya dapat diketahui bahwa orang Melayu sangat mudah menjual
tanahnya kepada orang Batak Toba tanpa adanya perdebatan ataupun perkelahian.
Hal ini dikarenakan orang Melayu tidak mau tinggal ditempat yang sunyi,
kebanyakan orang Melayu sangat suka tinggal ditempat yang ramai. Lalu akhirnya
orang-orang Melayu banyak menjual tanahnya kepada para pendatang orang Batak
Toba. Dalam masyarakat agraris, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang
penting. Dalam sistem nilai Batak Toba, memiliki tanah terutama persawahan
memberi status yang tinggi bagi mereka. Tanah merupakan lambang kekayaan dan
kerajaan.4
Dari peristiwa tersebut akhirnya orang Batak Toba ini komunikasinya kurang
baik dengan masyarakat yang lainnya di Desa Serdang. Perlu diketahui juga bahwa
transportasi ke Desa Serdang ini sangat jarang, sehingga dahulu masyarakat Batak Setelah beberapa tahun, ternyata jumlah penduduk masyarakat Batak Toba
yang tinggal di Desa Serdang semakin meningkat, sehingga ada julukan “kampung
orang-orang Batak”. Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang ini banyak
sekali memelihara ternak hewan seperti : babi, anjing dan ayam. Akan tetapi ternak
yang mereka pelihara ini sering sekali keluar dari kandangnya seperti babi, sehingga
orang luar yang datang ke Desa Serdang tersebut menjadi ketakutan dan akhirnya
pergi.
4
Toba yang berdomisili di Desa Serdang ketika melakukan perjalanan ke Batang Kuis
pekan harus berjalan kaki. Jarak antara Desa Serdang ke Batang Kuis Pekan ± 6 km.
Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Serdang bermata pencaharian di
bidang pertanian yaitu dengan bercocok tanam. Mereka menanami lahan mereka
dengan aneka tanaman pangan seperti ubi, jagung, sayur-sayuran dan yang paling
dominan ialah padi. Hasil yang mereka peroleh dari menanam padi dan juga yang
lainnya mereka jual ke pasar. Kehidupan mereka selalu serba cepat karena orang
Batak Toba itu identik dengan kerja keras, sehingga mereka ingin berusaha
melakukan yang terbaik termasuk bagi anak-anaknya.
Pada tahun 1990-an sudah mulai ada perkembangan yang terjadi di Desa
Serdang, termasuk itu ialah mulai adanya televisi, perbaikan jalan dan lainnya,
sehingga Desa Serdang ini mulai dikenal oleh masyarakat lain. Interaksi sosial
merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara
perorangan dengan kelompok manusia.5
Dari sejumlah permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat di
Desa Serdang, penulis membatasi waktu dalam penulisan skripsi ini, agar penulis
dapat fokus terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul. Maka penulis
memulai dari tahun 1954. Dimana pada tahun tersebut masyarakat Batak Toba sudah
5
ada di Desa Serdang dan menjadikan corak kehidupan bagi masyarakat tersebut.
Sedangkan penulis mengakhiri tahun 1990, karena pada tahun ini Desa Serdang
sudah berkembang dan suku Batak Toba sudah menyebar ke Sungai Tuan, Batang
Kuis dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Penulis memilih beberapa permasalahan pokok dari kehidupan masyarakat
Batak Toba di Desa Serdang 1954–1990. Agar dapat mengetahui hal-hal apa saja
yang akan dibahas dan menjadi akar permasalahan dalam sebuah penelitian.
Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis perlu
untuk membuat pokok permasalahan yang dianggap penting dalam studi sejarah dan
untuk mempermudah penulisan ini agar dapat mencapai penelitian yang objektif,
maka perlu diberikan batasan masalah terhadap penelitian yang berjudul “Migrasi
Batak Toba ke Desa Serdang (1954-1990)” memiliki beberapa pokok permasalahan
yang ingin dikaji antara lain:
1. Bagaimana kondisi Desa Serdang sebelum tahun 1954?
2. Bagaimana awal kedatangan Suku Batak Toba yang bermigrasi ke Desa
Serdang?
3. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat Batak Toba di Desa
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum, masa lampau manusia memang tidak dapat ditampilkan
kembali secara utuh, melainkan perlu dipelajari sebagai aktifitas kehidupan manusia
yang mampu mengharapkan suatu pelajaran bagi kehidupan manusia di masa kini dan
masa yang akan datang. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
proses serta pengaruh terjadinya perpindahan orang Batak Toba ke Desa Serdang
yang awalnya bermukim orang Melayu hingga dampak masuknya orang Batak Toba
serta pengaruh sosial budaya didalamnya.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi Desa Serdang sebelum tahun 1954.
2. Untuk mengetahui awal kedatangan Suku Batak Toba yang bermigrasi ke
Desa Serdang.
3. Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat Batak Toba di
Desa Serdang.
Sedangkan manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai proses masuknya orang
Batak Toba di Desa Serdang,
2. Secara akademik penulisan ini dapat menambah literatur dalam penulisan
sejarah mengenai tentang proses masuknya suku Batak Toba di Desa
3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis memadukan semua informasi
dilapangan, sesuai dengan kenyataan yang ada, berdasarkan pengalaman dan sumber–
sumber yang akurat dengan menggunakan beberapa buku-buku yang berkaitan
dengan kebutuhan penelitian sebagai pendukung. Dalam hal ini buku-buku yang
digunakan antara lain :
Dalam bukunya O. H. S Purba dan Elvis F.Purba yang berjudul “Migrasi
Spontan Batak Toba (Marserak): sebab, motif dan akibat perpindahan penduduk dari daratan tinggi Toba” menjelaskan bahwa perpindahan orang Batak Toba dari daerah
dataran tinggi Toba disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor pendorong dan
faktor penarik baik dari daerah asal maupun daerah yang dituju.
Masih dalam buku yang sama dijelaskan, bahwa faktor yang dominan bagi
etnis Batak Toba bermigrasi adalah faktor alam. Tidak dapat dipungkiri bahwa
sebahagian besar tanah Batak, yang berada di punggung bukit, pada umumnya
gersang dan bergunung–gunung sehingga tidak mungkin dapat dijadikan lahan
pertanian yang cukup menjanjikan. Pengertian lahan pertanian yang dimaksud itu
ialah untuk melakukan perluasan areal akan mendapatkan hambatan yang rumit dari
tata letak tanah tersebut. Jadi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka pergi
adalah faktor pendidikan, dimana pada masa colonial orang-orang Batak Toba
mendapatkan pendidikan Barat yang notabennya tidak mengerjakan lahan pertanian,
mereka lebih suka menjadi pegawai karena memiliki penghasilan yang terjamin serta
memberikan status sosial yang tinggi.
Menurut Koenjaraningrat dalam bukunya “Manusia dan Kebudayaan di
Indonesia”, memberikan penjelasan tentang kebudayaan Batak bahwa orang Batak
khususnya orang Batak Toba prasarana yang menghubungkan dan memperkenalkan
orang Batak dengan dunia luar adalah sarana jalan yang sudah ada sejak jaman
sebelum kemerdekaan.
Jaringan jalan-jalan raya telah mencapai sampai daerah-daerah pelosok
sehingga memudahkan orang Batak Toba untuk berintegrasi dengan dunia luar.6
6
Koenjaraningrat, Manusia dan kebudayaan Indonesia , Medan : Djambatan. 1988, hal. 94.
Telah banyak orang Batak Toba melakukan migrasi keberbagai daerah seperti daerah
Langkat,Deli,Serdang dan kota Medan.
Perpindahan orang Batak Toba keluar Daerah dalam jangka 40 Tahun
bertambah hamper tiga kali lipat. Dan dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana
kehidupan orang Batak Toba, pola pemukiman, mata pencaharian, sistem
kekerabatan, sistem religi di bonapasogit sebelum mengadakan perpindahan ke
Luckman Sinar dalam bukunya “Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Di
Sumatera Timur“, dalam buku ini menjelaskan tentang Kerajaan Serdang. Nama
“Serdang” berasal dari nama sebuah pohon Serdang,daunnya dipergunakan untuk
atap rumah. Berkisar pada Tahun 1723 terjadi perang suksesi perebutan tahta di Deli.
Maka salah seorang putera dari Tuanku Panglima Paderap, bernama Tuanku Umar
Johan Pahlawan Alamsyah,bergelar kejeruan Junjongan (1713-1782) tidak berhasil
merebut haknya atas tahta Deli.Tuanku umar selaku putera gahara (permaisuri)
menurut adat prioritas pertama menjadi raja, maka terjadi konflik dalam perebutan
dengan abangnya yaitu panglima Pasutan, karena ia masih kecil menderita kekalahan
lalu diusingkan bersama ibunya, Tuanku Puan Sampali, (permaisuri) pindah dan
mendirikan Kampung Besar Serdang. Peristiwa perpindahan ini berkisar pada Tahun
1723.
Dr. Usman Pelly dalam bukunya mengenai “Sejarah Pertumbuhan
Pemerintahan Kesultanan Langkat, Deli dan Serdang“ dalam buku ini menjelaskan
tentang mulai adanya kesultanan Serdang itu dan sampai kepada pemerintahannya
serta pemekaran wilayah. Dalam buku ini juga menjelaskan mengenai sebahagian
jumlah penduduk melayu. Dimana orang melayu lebih suka menetap di
daerah-daerah pantai/pesisir.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, hubungan sosial
dapat terjadi karena adanya kontak sosial dan komunikasi, hal ini dapat dilihat pada
masyarakat diwujudkan dalam bentuk kerjasama, gotong - royong. Masyarakat dapat
berinteraksi dengan siapa saja yang berkepentingan dengannya selama tidak terjadi
konflik yang serius, karena seringkali konflik yang terjadi juga memutuskan jalan
interaksi dalam masyarakat.
Seluruh sarana dan prasarana seperti prasarana perhubungan, sarana
komunikasi dan fasilitas media masa diarahkan agar dapat menunjang pembangunan
desa. Masuknya media komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan sebagainya. Salah satu usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk adalah meningkatkan pemakaian listrik7
7
Sugiarto Dakung, Dampak Listrik Masuk Desa cisande, kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, hal 1.
.
Merupakan pendapat dari Sugiarto Dakung dalam bukunya yang berjudul “Dampak
Listrik Masuk Desa di Desa Cisande, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi”.
Dalam penelitian ini juga dapat diketahui sejauh mana listrik mempengaruhi
kehidupan masyarakat desa Serdang dan dampaknya bagi kehidupan sosial ekonomi
masyarakat secara umum. Masyarakat telah mengetahui manfaat listrik bagi
kehidupan mereka jauh sebelum listrik masuk desa, sebab sebelumnya sekelompok
kecil masyarakat telah menikmati sumber daya listrik secara terbatas. Saat itu
manfaat listrik tidak benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat penggunanya
Kemudian setelah listrik PLN masuk di desa Serdang diawal tahun 1980 an,
masyarakat secara bertahap mulai menikmati manfaat dari listrik dengan lebih
leluasa, karena mereka telah memiliki listrik dirumah masing - masing, kecuali bila
terjadi pemadaman oleh pihak PLN.
1.5 Metode Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk merekonstruksi sejarah dan
menghasilkan sebuah karya sejarah yang bernilai ilmiah,sehingga tahapan demi
tahapan harus dilalui untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Untuk itu dalam
merekonstruksi masa lampau pada objek yang ditulis tersebut dipakai metode sejarah
dengan mempergunakan sumber sejarah sebagai bahan penelitian. Metode sejarah
adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa
lampau.8
Langkah pertama yang dilakukan adalah Heuristik, yaitu mencari dan
mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dan menjadi bahan penelitian.
Sumber-sumber penelitian dapat berupa tulisan maupun lisan yang diperoleh Metode penelitian sejarah juga merupakan proses kerja yang
memperlihatkan tahap - tahap, mulai dari yang teoritis sampai pada pelaksanaan
teknis yang dilakukan pada masa penelitian. Tahap - tahap yang harus dilakukan
dalam metode sejarah adalah:
8
dilapangan/tempat berlangsungnya penelitian. Sumber yang berbentuk tulisan
biasanya berupa dokumen/arsip, buku, dan sebagainya yang tersaji dalam tulisan.
Sedangkan sumber lisan dapat diperoleh melalui proses wawancara dengan
narasumber yang mengetahui betul tentang permasalahan yang diteliti oleh penulis.
Wawancara sangat penting dilakukan apalagi bila sumber tertulis sangat
minim dilapangan. Penulis juga perlu melakukan observasi secara langsung
kelapangan atau lokasi objek penelitian yaitu dengan mengamati kondisi masyarakat
Batak Toba yang ada di Desa Serdang. Dengan begitu penulis akan mendapat
gambaran yang nyata tentang penelitian, untuk mengetahui sejauh mana dampak dari
perubahan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan membandingkannya dengan
keterangan para saksi dan keterangan dari data - data yang ada. Data-data diperoleh
dari hasil wawancara dengan masyarakat yang ada disekitar tempat penelitian
maupun instansi yang dianggap mengetahui dan memahami tentang proses migrasi
Batak Toba ke Desa Serdang.
Langkah kedua yang dilakukan adalah kritik sumber. Kritik sumber
merupakan kegiatan yang mempertanyakan, menilai bahan-bahan yang sudah
terkumpul dapat dipercaya baik dari segi materi maupun isi dan memang dapat
dipercaya kebenarannya. Kritik sumber dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui apakah sumber benar-benar asli
susunan kata, memperhatikan tanggal, dan sebagainya. Kritik ekstern
merupakan kritik yang dilakukan terhadap tampilan luar sumber.
2. Kritik intern dilakukan setelah kritik ekstern, dimana penulis
mempertanyakan kebenaran isi dari sumber, apakah dapat diterima sebagai
kenyataan. Membandingkan kesaksian narasumber dengan sumber-sumber
tertulis. Sebaliknya mencermati narasumber, apakah masih layak didengar
kesaksiannya. Melalui kritik sumber akan mendapati fakta sejarah.
Langkah yang ketiga adalah interpretasi. Disini, penulis menafsirkan dengan
menguraikan (menganalisa) fakta - fakta yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya
dengan tujuan untuk memperoleh fakta yang memiliki arti. Penulis dapat memahami
situasi pada masa penelitian dengan berdasarkan pada fakta-fakta yang telah
disimpulkan. Pada tahap ini penulis dihadapkan pada pemahaman terhadap sumber
yang telah ada dan sekaligus merangkainya dalam uraian yang kronologis.
Langkah yang keempat adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian atau
sumber-sumber yang dapat dipercaya menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik
dan berarti secara kronologis dan rasional. Dimana setelah penelitian, dituliskan
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1Topografi Desa Serdang
Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu daerah dari 25
Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki
keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang
memiliki peluang investasi cukup menjanjikan.
Dulu wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang dan pemerintahannya
berpusat di Kota Medan. Memang dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik
Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan
(kesultanan) yaitu Kesultanan Deli berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang
berpusat di Perbaungan.
Dulu daerah ini mengelilingi tiga “daerah kota madya” yaitu Kota Medan
yang menjadi ibukota Propinsi Sumatera Utara. Kota Binjai dan Kota Tebing Tinggi
disamping berbatasan dengan beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Langkat,
Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, dengan total luas daerah 6.400 km²
yang terdiri dari 33 kecamatan dan 902 kampung.
Daerah ini sejak terbentuk sebagai kabupaten sampai dengan tahun 1970an
Tinggi dan Binjai yang berada di daerah perbatasan pada beberapa waktu yang lalu
meminta atau mengadakan perluasan daerah sehingga luasnya berkurang menjadi
4.397,94 km².
Diawal pemerintahannya Kota Medan menjadi pusat pemerintahan karena
memang dalam sejarahnya sebagian besar wilayah Kota Medan adalah “tanah Deli”
yang merupakan daerah Kabupaten Deli Serdang. Sekitar tahun 1980an,
pemerintahan daerah ini pindah ke Lubuk Pakam, sebuah kota kecil yang terletak di
pinggir jalan lintas Sumatera ± 30 km dari Kota Medan yang telah ditetapkan menjadi
ibukota Kabupaten Deli Serdang.
Tahun 2004 kabupaten ini kembali mengalami perubahan baik secara
geografis maupun administrasi pemerintahan. Setelah adanya pemekaran daerah
dengan lahirnya kabupaten baru yaitu Kabupaten Serdang Bedagai sesuai dengan UU
No. 36 Tahun 2003, sehingga berbagai potensi daerah yang dimiliki ikut
berpengaruh. Dengan terjadinya pemekaran daerah maka luas wilayahnya sekarang
menjadi 2.497,72 km² terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan yang
terhampar mencapai 3.34 % dari luas Sumatera Utara.
Kabupaten Deli Serdang dihuni penduduk yang terdiri dari berbagai suku
bangsa seperti Melayu, Karo, Simalungun, Jawa, Batak, Minang, Cina, Aceh dan
penduduk berjumlah 1.686.366 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya (LPP)
sebesar 2,74 % dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa/km².
Dalam gerak pembangunannya, motto Kabupaten Deli Serdang yang
tercantum dalam lambang daerahnya adalah “Bhineka Perkasa Jaya” yang memberi
pengertian; dengan masyarakatnya yang beraneka ragam suku, agama, ras dan
golongan bersatu dalam kebhinekaan secara kekeluargaan dan gotong royong
membangun semangat kebersamaan, menggali dan mengembangkan potensi sumber
daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi kekuatan dan keperkasaan
untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan dan kejayaan sepanjang masa.
Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak diantara 2°57’-3°16’
Lintang Utara dan antara 98°33’-99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah
pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km²
dari luas Propinsi Sumatera Utara dengan batas sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.
Desa Serdang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Beringin,
Kabupaten Deli Serdang. Desa ini terletak di sekitar bantaran sungai yang jaraknya
Desa Serdang sekitar ± 6 km, sementara jarak dari Medan ± 24 km. Adapun
batas-batas wilayah Desa Serdang yaitu sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Tengah Kecamatan Pantai Labu.
b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Sidorip/Durian Kecamatan Pantai
Labu.
c. Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Baru/Paya Gambar Kecamatan
Batang Kuis.
d. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Aras Kabu Kecamatan Beringin.
Desa Serdang berada di dataran rendah dengan ketinggian 1 sampai dengan 8
meter di atas permukaan laut yang curah hujannya 200 mm, dengan ketinggian
tersebut dapat dijadikan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian. Sehingga struktur
atau bentuk permukaan laut dan produktivitas tanah dapat dikatakan baik sebagai
tempat pertanian dan memanfaatkan lahan tersebut untuk ditanami tanaman lain
seperti tanaman ubi, jagung, sayuran dan padi, oleh sebab itulah di Desa Serdang
terdapat tumbuh-tumbuhan yang hijau. Desa Serdang memiliki iklim sub-tropis
dengan 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini
dipengaruhi oleh 2 angin yang terdiri dari angin gunung yang membawa udara panas
sedangkan angin laut membawa udara lembab. Pada tahun 1954 curah hujan masih
dapat diprediksi, tetepi sekarang curah hujan tidak dapat diperidiksi lagi, Curah hujan
yang menonjol pada tahun 1954 yaitu pada bulan November–Juni sedangkan musim
Menurut data yang di peroleh dari kantor Kepala Desa berdasarkan Luas
pemukiman Desa Serdang 10 ha/m², luas persawahan 275 ha/m², luas perkebunan 14
ha/m², luas pekarangan 8 ha/m², luas tanah sawah tadah hujan 275 ha/m². Ada pun
iklim yang berada di Desa Serdang seperti curah hujan 200 Mm dan jumlah bulan
hujan ada 3 bulan. Kelembapan 1,5 dan suhu rata-rata harian itu ada 28,6°C.9
Pada tahun 1954 tanah di Desa Serdang masih berupa tanah rawa-rawa,
rendah dan datar, sehingga masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Serdang
tersebut menjadikan tempat itu sebagai lahan pertanian di dataran rendah dan
sebagian besar lahan untuk perumahan penduduk ditimbun agar menjadi tempat
tinggal dan terhindar dari banjir. Desa serdang memiliki suhu rata-rata harian yaitu
28,6 0C yang beriklim subtropis, sehingga mengakibatkan hujan. Dengan adanya
hujan maka lahan di desa ini ditanami tanaman yang berupa padi, sayuran dan
pohon-pohon.
Terdapat juga keadaan alam di Desa Serdang ini yang sangat indah bila
dipandang oleh mata, seperti adanya sungai yang mengalir begitu deras ditambah lagi
jembatan kereta api yang berada melintasi sungai tersebut. Dan jalan kecil disamping
jembatan itu terbuat dari papan dan sekarang papan tersebut sudah mulai lapuk. Oleh
karena itu masyarakat yang datang dari luar menjadi ketakutan ketika melewati jalan
kecil tersebut, tetapi masyarakat yang berada didesa serdang tidak ketakutan
melewati jembatan tersebut, sebab hal ini bagi mereka sudah terbiasa. Keadaan alam
9
yang ada di Desa Serdang sangat lah sejuk dan penuh dengan peghijauan, hal ini
dapat dilihat dari banyaknya padi yang bertebaran di desa Serdang.
Selain dari pada prasarana jalan, sarana transportasi juga jarang sekali ada,
bahkan pada tahun 1954 belum ada kendaraan yang beroda dua ataupun beroda tiga
dan empat. Sehingga pada tahun 1954 masyarakat yang berada di Desa Serdang,
ketika melakukan perjalanan ke Batang Kuis hanya berjalan kaki saja dan perjalanan
mereka tidaklah dekat selangkah, melainkan jaraknya sekitar 6 km bahkan lebih yang
mereka tempuh.
2.2 Sistem Kemasyarakatan
Penulis menggunakan kata sistem kemasyarakatan dalam pembahasan bukan
sistem kekerabatan, hal ini disebabkan karena sistem kemasyrakatan itu adalah
keseluruhan dari struktur sosial masyarakat, sedangkan sistem kekerabatan itu hanya
membahas tentang pergaulan hidup. Seperti garis keturunan yang terlihat dari silsilah
marga. Dengan berkembangnya kemajuan zaman mengakibatkan kata pergaulan
hidup semakin meluas dalam hal sistem kemasyarakatan. Oleh sebab itu
digunakanlah penulisan kata itu menjadi sistem kemasyarakatan. Suatu masyarakat
pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal tertentu. Masyarakat yang mempunyai
pengaruh kesatuan tempat tinggalnya.10
2.2.1 Intern
Masyarakat yang mendiami suatu tempat
tinggal akan menjalin komunikasi dengan masyarakat lainnya karena pada umumnya
masyarakat adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam masyarakat
Batak Toba yang ada di Desa Serdang terdapat sistem kemasyarakatan yang meliputi
intern dan ekstern.
Dalam masyarakat Batak Toba di Desa Serdang tidak terlepas dengan yang
namanya komunikasi. Salah satu komunikasi yang diterapkan dalam sistem
kemasyarakatan suku Batak Toba di Desa Serdang ialah adanya serikat tolong
menolong (STM). Serikat tolong menolong tujuannya untuk menggalang kerjasama
dan kebersamaan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang menimpa warga,
khususnya yang berhubungan dengan masalah kematian. STM ini dapat dilihat dari
sejumlah uang yang terkumpul baik secara sukarela maupun secara wajib yang akan
disumbangkan/diberikan kepada anggota masyarakat yang terkena musibah kematian
atau dalam bentuk peralatan yang dibutuhkan untuk suatu acara pesta. Dengan adanya
STM ini terlihatlah solidaritas dari sesama warga masyarakat yang sepenanggungan
untuk bekerja secara bersama-sama (gotong-royong) dalam melaksanakan dan
mengerjakan sesuatu.
Penelitian ini mengangkat tentang STM yang terbentuk atas dasar kesamaan
suku dan agama yang berada pada wilayah yang sama. Dalam hal ini adalah sesama
10
suku Batak Toba dan beragama Kristen terkait dengan keberadaan suku Batak yang
merupakan pendatang di Desa Serdang yang memiliki suku asli adalah suku Melayu,
maka aspek budaya yang menuntut mereka untuk mencari/berkumpul dengan sesama
suku Batak sebagai makhluk sosial. Sebagai pendatang di Desa Serdang mereka
terdesak oleh situasi lingkungan yang baru, agar dapat bertahan mereka harus
menyatukan diri dalam satu wadah dalam hal ini adalah STM. Dengan harapan
sesama anggota dapat hidup saling kenal, saling menolong dan hidup harmonis.
Adapun bentuk kepercayaan diatas dapat diartikan sebagai bentuk saling
percaya antara anggota kelompok yang didasari dengan pengharapan melalui anggota
STM agar saling menguntungkan dalam hal moril maupun materil. Harapan yang
dimaksud menunjuk pada sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang melalui
tindakan nyata yang dilakukan oleh setiap anggota terhadap anggota yang lain yang
sedang membutuhkan pertolongan. Sehingga hal tersebut akan memperkuat rasa
saling percaya antara anggota STM.
Jaringan sosial dalam STM yang didasari oleh hubungan sosial antar individu
karena adanya kesamaan agama serta diikat oleh rasa kepercayaan yang kuat mampu
membentuk kerja sama dan rasa sepenanggungan diantara anggotanya. Melalui
jaringan sosial setiap anggota saling mengingatkan, saling menginformasikan, saling
membantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah yang akan lebih
mudah diselesaikan bersama-sama dengan anggota yang lain dari pada bekerja
sistem kekerabatan. Orang Batak Toba dalam hidup merantau akan mencari keluarga
baru di daerah rantau atau lebih mencari hubungan kekerabatan. Demikian juga di
Desa Serdang, jika seseorang yang baru datang dari daerah akan ditanyakan marga
agar dapat dimengerti partuturon (menentukan kedudukan dalam hubungan
kekerabatan). Karena ada istilah dalam masyarakat Batak Toba:“ Jalo tinitip sanggar
laho bahen huruhuran, jalo sinungkun marga asa binoto partuturan “ yang berarti lebih dahulu ditanyakan marga untuk mengetahui apakah yang bersangkutan sebagai
”dongan sabutuha, hula-hula atau boru” sehingga dapat diketahui kedudukannya.
Hubungan komunikasi dengan sesama orang Batak cukup terjalin dengan akrab, ini
terlihat jika ada acara adat seperti perkawinan, kematian, dan kelahiran maka orang
Batak Toba akan datang dan sudah mengetahui kedudukannya dalam adat, sehingga
membantu secara bersama-sama. Setiap orang Batak Toba dalam pesta adat
mempunyai kedudukan dalam suatu pesta seperti hula-hula, boru dan donggan
sabutuha. Kedudukan mereka dalam adat diterima secara sukarela, hal ini menunjukkan hubungan sesama orang Batak Toba lebih mengandalkan Dalihan Na
Tolu.Pemeliharaan hubungan baik antara kelompok-kelompok kerabat tertentu sering
menjadi alasan bagi perkawinan. Perkawinan orang Batak adalah perkawinan dengan
orang di luar marganya sendiri. Artinya perkawinan semarga sangat terlarang.
Kalau perlakuan itu dilakukan oleh mereka yang masih sangat dekat
hubungannya atau generasi mereka kurang dari enam sundut, maka keduanya
dilakukan mereka yang sudah jauh pertalian kekeluargaannya berdasarkan sundut,
misalnya sudah lebih dari 7 generasi, maka dicari jalan dengan manompas bongbong.
Maksudnya agar perdamaian diantara kedua kelompok yang terlibat tetap terpelihara.
Dengan pesta besar dilakukan upacara manompas bongbong, akhirnya timbul
marga-marga baru.11
Dalam adat masyarakat Batak Toba proses perkawinan itu harus melalui
tahapan-tahapan. Ketika kedua muda-mudi sudah seiya sekata untuk menikah, maka
masing-masing memberitahukan kepada orang tuanya. Kemudian pihak laki-laki
Sistem perkawinan yang ideal, yang dilakukan sejak dahulu kala ialah
marboru ni tulang. Latar belakang perkawinan semarga dilarang itu disebabkan, agar
partuturan (hubungan kekerabatan ) tidak menjadi kacau dan terbalik-balik dan
hubungan sosial di dalam masyarakat tidak menjadi rusak. Orang yang mariboto
terikat kepada pantangan yang sangat kuat. Mereka tidak boleh berbicara secara
bebas dan tidak boleh memanggil nama satu sama lain. Kalau memanggil nama harus
memakai kata penghalus hamu (kamu) atau halak (orang). Kalau laki-laki hendak
memanggil saudaranya perempuan tersebut, dia memanggil nama anaknya (kalau
sudah punya anak), misalnya nai mawan (ibu si mawan). Demikian juga sebaliknya,
perempuan memanggil nama anak terbesar dari saudara laki-laki tersebut.
Pemanggilan dengan memakai nama anak ini merupakan adat kebiasaan orang Batak
dan dianggap sebagai kehormatan status.
11
menyuruh utusannya, yaitu borunya beberapa orang untuk menyampaikan pinangan
dan membicarakan berapa kira-kira tuhornya. Pembicaraan tuhor mula-mula
dilakukan oleh golongan boru dari kedua belah pihak, dinamakan marhusip (berbisik
membicarakan tuhor, belum boleh diketahui umum, jadi harus dengan berbisik-bisik).
Didalam marhusip selalu terjadi tawar-menawar adat soal tuhor, yang dibicarakan itu
ialah panjuhuti (daging untuk pesta), jumlah ulos yang akan diberikan pihak
hula-hula, jumlah undangan kedua belah pihak, tempat pesta, dan lain-lain. Setelah prinsip
dasar perkawinan itu disetujui oleh kedua belah pihak, maka dipilih hari baik untuk
pelaksanaan pesta perkawinan.
Pada zaman dahulu penentuan hari perkawinan diserahkan kepada datu
(dukun), yang disebut maniti ari (memilih hari baik). Sekarang itu tidak ada lagi.
Dahulu pengantin memulai hidup berumah tangga dengan tinggal satu minggu
dirumah perempuan. Setelah satu minggu baru mereka berangkat kerumah pengantin
laki-laki untuk seterusnya diantar oleh kaum ibu. Kemudian upacara maningkir
tangga rumah hela (menantu laki-laki) dan putrinya, dilakukan oleh pihak hula-hula
setelah satu minggu kemudian. Setelah kedatangan hula-hula ini, maka pengantin
baru bebas mengunjungi rumah keluarga istri, dinamakan paulak une. Semua
upacara ini dilakukan dalam rangkaian upacara perkawinan. Setelah upacara ini
dilakukan, maka kedua belah pihak bebas saling mengunjungi secara biasa di luar
kunjungan adat. Selama hula-hula belum datang maningkir tangga, kedua pengantin
Perubahan yang terjadi sekarang ialah maningkir tangga, pulak une maupun
marune (berangkat kerumah laki-laki langsung dari pesta perkawinan) sudah
disatukan pelaksanaannya selama satu hari di dalam gedung pesta. Sehingga sebagai
formalitas saja, tidak sungguh-sungguh seperti dahulu, hanya mempertahankan
unsure adat. Penyebab perubahan yaitu bahwa semakin timbul kesadaran orang
bahwa pesta perkawinan seperti dahulu menghabiskan banyak waktu dan biaya. Bagi
mereka yang tinggal di perantauan, misalnya di Jakarta, dan kawin di Desa Serdang,
waktu perkawinan harus dilaksanakan dengan cepat dan singkat, karena si pengantin
laki-laki harus segera kembali ke Jakarta untuk bekerja. Karena itu seluruh
unsur-unsur adat perkawinan tidak dapat dituruti lagi.12
12
Wawancara, pak Suhut Parhusip Nainggolan, Desa Serdang, 11 Oktober 2013.
2.2.2 Ekstern
Dalam sebuah kehidupan masyarakat tidak terlepas dengan hubungan antara
individu yang satu dengan yang lain. Hubungan yang dimaksud ialah adanya
interaksi guna terjalinnya kehidupan yang harmonis dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari sebagai makhluk sosial di dalam masyarakat. Seperti halnya yang
terjadi di Desa Serdang, dimana keragaman etnis yang terdapat di Desa Serdang
Keragaman etnis yang ada didaerah Desa Serdang ialah Melayu, Jawa, Batak
Toba dan Karo. Dalam kehidupan sehari-hari, orang Batak sangat terkenal dengan
nada bicara yang kasar dan keras yang terbawa dari daerah asalnya dan sampailah
ditempat tinggalnya sekarang, oleh sebab itu didalam masyarakat orang Batak Toba
yang berada di daerah Desa Serdang selalu beradu pendapat ketika terjadi suatu
permasalahan mengenai lahan yang ingin dikuasai. Agar tidak semakin besar
permasalahannya, maka mereka membangun kampung lainnya yaitu adanya
kampung sumur, kampung karo, dan kampung mesjid yang letaknya tidak jauh dari
Desa Serdang. Dengan adanya kampung sumur, kampung karo, dan kampung mesjid
tidak menjadikan orang Batak Toba tersebut berselisih paham, melainkan interaksi
mereka tetap terjaga dengan baik antara yang satu dengan yang lainnya.
2.3 Sistem Religi Masyarakat Batak Toba di Desa Serdang
Sistem religi merupakan semua aktivitas manusia yang mendorong untuk
melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi. Sistem religi juga berhubungan
dengan kepercayaan dan agama. Secara sederhana agama merupakan pegangan hidup
agar tidak menyimpang. Tapi bagi orang-orang yang beraliran komunis mungkin
agama hanya merupakan candu yang tidak membawa dalam kemajuan atau
kehidupan yang sempurna. Kepercayaan dan agama ini memiliki perbedaan, dimana
kepercayaan itu lahir dari adanya kesadaran akan kekuatan supranatural, seperti
kepercayaan terhadap roh nenek moyang, dewa - dewa, kekuatan alam, ilmu gaib dan
oleh umatnya yang berisi pedoman - pedoman tentang apa yang harus dilakukan dan
tidak boleh dilakukan dan menuntun umatnya agar memperoleh keselamatan di dunia
dan di surga.
Masyarakat yang ada di Desa Serdang pada umumnya menganut agama
Kristen, Islam, Katholik dan sebagian lagi ialah kepercayaan Parmalim. Dahulu
kepercayaan Parmalim yang ada di Desa Serdang hanya ada 2 keluarga, akan tetapi
sekarang tinggal 1 keluarga. Hal ini disebabkan orang tua dari salah satu keluarga
tersebut meninggal dan hanya tinggal anaknya saja yang masih hidup, lalu
anak-anaknya masuk ke agama Kristen. Sampai sekarang agama parmalim masih bertahan
hanya 1 keluarga saja di Desa Serdang.
Kedatangan masyarakat Batak Toba yang ada di Desa Serdang membawa
pengaruh agama yang mereka anut dari daerah asal mereka masing-masing. Agama
yang dianut oleh masyarakat Batak Toba mayoritasnya adalah Kristen dan Katholik
Tabel I
Jumlah pemeluk agama di Desa Serdang kecamatan Beringin
Agama Laki – laki Perempuan
ISLAM 160 Orang 147 Orang
KRISTEN 900 Orang 949 Orang
KATHOLIK 323 Orang 300 Orang
JUMLAH 1283 Orang 1296 Orang
Sumber data: Kantor Kepala Desa Serdang
2.4 Sistem Mata Pencaharian
Pada umumnya Desa Serdang merupakan salah satu daerah lahan pertanian,
dimana masyarakat yang tinggal didaerah ini hidup dari sektor pertanian. Dengan
kata lain bertani merupakan mata pencaharian utama dari Desa Serdang tersebut.
Pada awalnya Desa Serdang ini dibuka oleh masyarakat Melayu, tetapi pada tahun
1930 terjadi bencana alam yaitu banjir bandang yang mengakibatkan sebagian
masyarakat Melayu berpindah ke daerah lain, seperti: Percut Seituan, Pantai Labu,
Serdang tersebut menjadi lahan yang kosong ataupun dapat dikatakan bahwa Desa
Serdang tersebut menjadi hutan.
Pada waktu daerah Desa Serdang itu menjadi hutan, maka ada 2 orang Batak
yang bermarga Samosir dan nainggolan, mereka melihat bahwa lahan yang ada di
Desa Serdang yang hutan atau rawa-rawa sangat cocok dijadikan lahan pertanian
untuk ditanami segala jenis tanaman, seperti: jagung, sayuran,dan yang peling
dominan ialah padi.
Kemudian sesudah orang Batak tersebut membuka lahan pertanian diajaklah
sebagian orang Batak yang berasal dari kampung halaman mereka yaitu samosir
untuk bermigrasi ke Desa Serdang, agar dapat memperbaiki kehidupan ekonomi
mereka. Sehingga dengan bermigrasi orang Batak ke Desa Serdang maka desa
tersebut lebih dominan dihuni oleh masyarakat Batak Toba.
Pada tahun 1954 mulai dibuka Desa Serdang yang dulunya rawa-rawa
menjadi lahan pertanian. Masyarakat Desa Serdang pada tahun 1954 masih
mengandalkan air dari sungai untuk mengairih sawah mereka, agar dapat ditanami
padi, karena keadaan alam dan letak sawah atau ladang mereka berada dekat dengan
pinggiran sungai, sehingga memudahkan masyarakat Desa Serdang tersebut untuk
menanam padi. Pada tahun 1954 masyarakat Desa Serdang tersebut menanam padi
dengan menggunakan peralatan yang sederhana, seperti: cangkul, tajak, sabit, dan
Namun setelah mengalami perkembangan masyarakat Batak yang berada di
Desa Serdang ini mengganti sistem peralatan yang dulunya mereka pergunakan alat
sederhana seperti cangkul, tajak, sabit dan kerbau menjadi tenaga mesin seperti jetor.
Hasil pertanian mereka pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok
dan sebagian juga dijual. Setelah mereka menggunakan tenaga mesin, akhirnya
membawa dampak yang cukup baik dan tidak memerlukan waktu yang lama.
Selain menanam padi, masyarakat Desa Serdang juga menanam tanaman
palawija, seperti sayur-sayuran dan cabai yang dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari mereka dan hasilnya mereka jual ke pasar. Selain bertani masyarakat
Batak yang ada di Desa Serdang juga melakukan kegiatan berdagang. Berdagang juga
merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang.
Pada tahun 1980 an masyarakat Batak yang ada di Desa Serdang mulai
mengalami perubahan, baik itu dari segi kehidupan sehari-hari dan juga pekerjaan
mereka setiap harinya. Terlebih lagi setiap tahun jumlah penduduk yang ada di desa
Serdang semakin bertambah dan sebagian pergi dari desa tersebut untuk menambah
wawasan mereka ditempat perantauan. Sebelum tahun 1954 orang melayu yang
tinggal di desa Serdang diperkirakan sekitar 3308 orang, sedangkan Pada tahun
sekarang orang melayu yang ada di Desa Serdang sekitar 271 orang.13
13
Wawancara, Abdul Malik, Desa Serdang, 20 agustus 2013.
Sehingga dilihat dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa orang
melayu sekarang jumlah penduduknya tidak sebanding dengan tahun sebelum
BAB III
KEBERADAAN ORANG BATAK TOBA DI DESA SERDANG 3.1 Sebelum Dan Sesudah Masuknya Orang Batak Toba di Desa Serdang
Keberadaan kerajaan Serdang ini sebagai salah satu kerajaan Melayu di
pesisir pantai Timur Sumatera Utara dan tidak terlepas dari kerajaan Deli. Kerajaan
Serdang secara Historis berasal dari keturunan yang sama dengan kerajaan Deli.
Kedua kerajaan ini mengakui bahwa leluhur mereka adalah panglima Gocah
Pahlawan.
Lahirnya kerajaan ini disebabkan oleh konflik perebutan tahta kerajaan yang
terjadi di Deli antara keturunan Tuanku Panglima Paderap. Konflik bersaudara ini
diawali dari pengambil alihan mahkota kerajaan oleh tuanku Pasutan yang merupakan
putera kedua dari tuanku Panglima Paderap. Berdasarkan adat melayu, putera bungsu
Tuanku Panglima Paderaplah yang lebih berhak memimpin kerajaan Deli.14 Hal ini
dikarenakan Tuanku Umar , putera bungsunya tersebut merupakan putera gahara
(permaisuri) yang bernama tuanku Puan Sampali. Pada saat peristiwa tersebut terjadi,
Tuanku Umar belum cukup umur sehingga mengalami kekalahan akibat perebutan
tersebut. Akibatnya dari kekalahan tersebut Tuanku Umar dan permaisuri
(ibundanya) pindah dan mendirikan kampung besar (Serdang).15
14
Ichwan Azhari, Jejak Sejarah Dan Kebudayaan Di Sumatera Utara, Medan: Badan Perpustakaan Arsip Dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara, 2009.
15
Kampung Besar terletak di Desa Serdang Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.
Pada awalnya Desa Serdang ini dihuni oleh orang Melayu sekitar tahun 1723,
namun dengan kurun waktu selama 207 tahun orang melayu mendiami Desa Serdang.
Perlahan-lahan orang melayu tidak mendiami Desa Serdang lagi, hal ini disebabkan
oleh adanya terjadi suatu bencana alam yaitu: Banjir bandang sekitar tahun 1930.
Faktor inilah yang menyebabkan mereka harus berpindah tempat tinggal dari Desa
Serdang ke daerah lain, seperti: Percut Sei Tuan, Pantai Labu, Pantai Cermin, Lubuk
Pakam, Tembung dan Perbaungan. Sehingga daerah Desa Serdang itu menjadi
kosong atau hutan. Kemudian pada tahun 1954 ada 2 orang batak yang bermarga
samosir dan nainggolan melihat Desa Serdang yang kosong atau hutan tersebut dan
mereka beranggapan bahwa daerah Desa Serdang itu cocok untuk dijadikan sebuah
tempat tinggal / perkampungan dan sebagai lahan pertanian.
Membicarakan perpindahan orang Batak Toba dari Tapanuli Utara Ke Desa
Serdang tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan nilai-nilai filosofis mereka yang
masih dipegang teguh hingga dewasa ini. Ada beberapa nilai yang menjadi pegangan
bagi etnis Batak Toba dalam menjalani sendi-sendi kehidupannya yaitu: Hagabeon,
Hamoraon, dan Hasangapon, akan tetapi kadang- kadang ditambah dengan Sahala.
Setiap keluarga selalu mendambakan banyak keturunan dan panjang umur
(hagabeon), kekayaan dan sejahtera (hamoraon), wibawa sosial (hasangapon), dan
memiliki kemampuan untuk berkuasa (sahala harajaon), serta kemampuan untuk
Pertambahan jumlah penduduk yang pesat bukan hanya menimbulkan tekanan
terhadap lahan pertanian, tetapi juga bagi perkampungan. Keluarga- keluarga muda
yang baru berdikari (manjae), dapat mendorong pendirian rumah-rumah baru
dikampung yang sama bahkan pembukaan kampung baru besereta lahan-lahan
pertanian yang baru. Perkembangan kebudayaan yang membuka peluang bagi
masyarakat Batak Toba untuk tidak lagi menempati daerah asalnya masing-masing.
Kemudian dikenal dengan konsep marserak yang artinya terjadi penyebaran
penduduk ke daerah-daerah bukaan yang baru. Konsep pendirian Huta dalam hal ini
disebut dengan marserak, yang umumnya dilakukan dengan pendirian kampung
untuk satu marga. Pergeseran kata marserak memiliki arti yang lebih luas. Sehingga
dikenal dengan arti yang lain yaitu Manombang16
Dasar Migran untuk tidak kembali kedaerah asalnya adalah karena keinginan
hidupnya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik telah terpenuhi, seperti: . Istilah Manombang memiliki arti
yang luas, yang kenyataan sehari-harinya pergi meninggalkan kampung halaman
menuju daerah yang baru.
Kemajuan zaman yang berkembang dengan cepat dan kebutuhan hidup yang
semakin banyak disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Mereka berusaha untuk
memenuhi kebutuhan yang beranekaragam tersebut yang mungkin sangat sulit untuk
dipenuhi jika tetap di kampungnya.
16
kepemilikan tanah, rumah dan dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai kelak
anak-anaknya menjadi mandiri.
Kemiskinan mendorong penduduk untuk meninggalkan desa menuju daerah
lain yang lebih banyak memiliki kesempatan ekonomi. Kemiskinan ditandai dengan
pendapatan yang sangat rendah, produktivitas masyarakat yang rendah, penghasilan
di desa yang relatif rendah dan kurangnya pekerjaan non pertanian, tanah pertanian
yang dimiliki sudah sangat sempit sekali atau kurang yang diakibatkan oleh semakin
bertambahnya penduduk.
Setelah Etnis Batak Toba melakukan perpindahan dari tempat asalnya dan
menetap sekian lama di tempat yang baru, pada umumnya etnis Batak Toba tidak ada
yang kembali kekampung halamanya dan bilapun ada yang kembali kekampung
halamanya hanya sekedar untuk jiarah dan melepaskan rindu akan kampung
halamanya serta sanak keluarganya bahkan mereka pun semakin memperluas
tanahnya di daerah tujuan.
Tanah yang mereka miliki yang ada di daerah tujuan tersebut mereka anggap
adalah” harajaon”, sama halnya seperti tanah mereka yang ada di daerah asalnya.
Mereka mempergunakan tanah yang sudah ada bekas peninggalan dari orang–orang
Melayu yang telah berpindah kedaerah percut dan pantai labu. Orang Batak Toba
memperoleh tanah dari orang Melayu sangat mudah karena orang-orang Melayu tidak
pintar dalam hal berpolitik sehingga dengan mudah mereka mendapat tanah milik
orang-orang Melayu yang ada di Desa Serdang.
Didaerah yang baru tersebut mereka berusaha meningkatkan taraf
kehidupannya agar lebih maju tidak seperti di daerah asal mereka. Sifat dan
kemauan keras dari masyarakat etnis Batak Toba ini menyebabkan mereka pada
umumnya berhasil di daerah yang baru. Daerah yang baru tersebut kemudian menjadi
semakin luas dan berkembang seiring dengan pertambahan penduduknya.
Sebagai faktor penarik yang menyebabkan daerah Desa Serdang menjadi
pilihan orang Batak Toba adalah tersedianya lahan yang dapat digunakan sebagai
lahan pertanian, dimana hasil pertanian tersebut dapat membantu dan merubah sisten
perekonomian orang Batak Toba ini di Desa Serdang. Selain itu Desa Serdang ini
juga dekat dengan jalur kereta Api yang mempermudah jalur lintas perdagangan
untuk penjualan hasil pertanian mereka, dan untuk di ekspor ke daerah lain.
3.2.Interaksi Masyarakat Batak Toba di Desa Serdang
Interaksi sosial menyangkut adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis
antara orang-orang perorangan, antara kelompok - kelompok manusia, maupun antara
orang perongan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu interaksi
sosial dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara
bentuk-bentu interaksi sosial. Dengan adanya interaksi maka setiap masyarakat akan lebih
mengenal masyarakat yang ada dilingkungannya. Demikian juga orang Batak Toba
yang ada di Desa Serdang, sebagai penduduk yang bukan asli dari daerah tersebut
senantiasa membutuhkan orang lain, maka diperlukan interaksi agar dapat saling
berkomunikasi dengan masyarakat yang berada di Desa Serdang.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor antara
lain: faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat
bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Suatu
interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:
1. Adanya kontak Sosial
2. Adanya Komunikasi.
Dalam lingkungan yang baru, sebuah komunitas yang baru dengan sendirinya
akan melakukan proses penyesuaian, baik itu secara kultur maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini merupakan keharusan alam untuk menghindari konflik antara
komunitas yang satu dengan komunitas lainnya. Proses penyesuaian ini dengan
segala bentuk trasformasi sosial menjadikan berbagai komunitas masyrakat tersebut
yang dapat saling memahami dan menerima. Penyesuaian ini disebut juga dengan
Interaksi Sosial, dimana komunitas yang satu dengan komunitas yang lainnya saling