• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Farmokognosi Minyak Atsiri dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Farmokognosi Minyak Atsiri dan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR MINYAK ATSIRI DAN ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT DALAM JAMU ATAU BAHAN TRADISIONAL

A. Tujuan

1. Menentukan kadar minyak atsiri dalam sampel kumis kucing (Orthosiphon aristatus) 2. Menentukan kualitas bahan kimia obat dalam jamu atau bahan tradisional.

B. Teori Dasar

Minyak atsiri, atau yang dikenal juga sebagai volatile oil, atau essential oil, adalah cairan pekat yang tidak larut air, mengandung senyawa-senyawa beraroma yang berasal dari berbagai tanaman. Disebut essential oil karena bersifat khas sebagai pemberi aroma atau bau. Minyak atsiri biasanya terdiri dari senyawa organik yang bergugus alkohol, aldehid, keton, dan berantai pendek. Kadar minyak atsiri dapat menunjukkan kualitas dari simplisia yang diperiksa. Minyak atsiri ini umumnya diperoleh dengan cara destilasi, juga dapat diperoleh melalui proses mekanik (pemerasan tanaman), dan ekstraksi pelarut.

Bahan kimia obat digunakan sebagai istilah untuk bahan dasar obat yang berasal dari zat kimia. Adanya bahan kimia obat yang dilarang atau melebihi kadar yang dipersyaratkan dan bahan tambahan berbahaya dalam obat dan makanan, akan menyebabkan ketidaktenangan pada pengkonsumsinya. Pasalnya setelah mengkonsumsi produk tersebut, akan memunculkan beberapa efek samping yang tidak pernah diharapkan oleh konsumen.

C. Alat dan Bahan 1. Alat

Labu alas bulat satu liter

Timbangan

Mantel pemanas

Stirrer magnetic

Pendingin

Alat penampung berskala

Gelas kimia secukupnya

Chamber dan kertas KLT

Kertas saring dan timbang

UV

(2)

2. Bahan

Sampel kumis kucing dan sampel jamu

Dua bahan pembanding (BKO)

Air suling

Toluene

Pelarut metanol : kloroform (7:3 ; 9:1)

D. Prosedur

D.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Alat destilasi dan sampel serta bahan lain (kumis kucing, aquadest, xylene) disiapkan, sampel dilarutkan dalam aquadest, batu didih dimasukkan ke dalamnya. Tabung destilasi diisi aquadest dan ditambahkan xylene ke tabung vertikal berskala. Dilakukan pendidihan dengan batu didih.

D.2 Analisis Bahan Kimia Obat dalam Jamu

Alat disiapkan, larutan sampel dan larutan pembanding dilarutkan dalam etanol. Chamber KLT dijenuhkan, lempeng silika digaris bawahi untuk tempat penotolan. Larutan sampel dan pembanding ditotolkan pada spot lempeng. Proses elusi dilakukan, dan setelah sempurna, lempeng dikeringkan dan dilihat di bawah sinar UV.

E. Data dan Pengolahan

E.1 Penetapan Kadar Minyak Atsiri Diketahui :

Berat sampel uji = 2 gr Volume minyak atsiri = 0,4 mL

Volume xylena = 0,2 mL

Maka kadar minyak atsiri dalam sampel :

Jadi % v/b = 0,1 % mL / gr

Menurut referensi : 0,02 % v/b – 0,06 % v/b (Materia Medika Indonesia Jilid I dan IV)

Dirata-ratakan = = 0,04% v/b

(3)

E.2 Analisis Bahan Kimia Obat dalam Jamu

Minyak atsiri merupakan suatu zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani, 2004).

Minyak atsiri atau disebut juga volatil oil atau essential oil adalah istilah yang digunakan untuk minyak mudah menguap dan diperoleh dalam tanaman (daun, bunga, buah, kulit batang dan akar) dengan cara destilasi. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni, akan tetapi merupakan campuran senyawa organik yang seringkali tersusun lebih dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan. Sebagian komponen minyak atsiri adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen, atau karbon, hidrogen, dan oksigen yang tidak bersifat aromatik. Senyawa-senyawa ini secara umum disebut terpenoid (Guenther, 2006).

(4)

signifikan dari minyak atsiri sebagai antialergi, antipiretik, anaestetik dan analgesik dari berbagai varietas yang telah diteliti. Di Indonesia sendiri minyak atsiri sudah banyak dimanfaatkan, mulai dari pemanfaatan bau dari minyak atsiri itu sendiri sampai penggunaan minyak atsiri sebagai obat-obatan dan aditif makanan.

Pada umumnya faktor-faktor perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panenan, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak. Kemudian dalam satu spesies yang sama, namun lokasi tumbuh berbeda, komposisi kimia yang dihasilkan cukup variatif. Hal ini disebabkan adanya hubungan kimiawi antara komponen kimia minyak atsiri dengan proses metabolisme sekunder yang terjadi dalam tanaman. Proses ini dipengaruhi oleh ekosistem dan tantangan alam seperti iklim, cuaca, dan kondisi tanah (Danha, 2009). Profil mengenai minyak atsiri lebih jelasnya dapat dilihat di bagian lampiran.

Pada percobaan penentuan kadar minyak atsiri ini, digunakan metode destilasi. Destilasi yang kami lakukan adalah destilasi dengan sistem rebus (water distillation), yaitu dengan cara memasukkan sampel ke dalam labu destilasi/labu alas bundar yang telah diisi air dan dipanaskan. Zat cair pada bahan dengan titik didih yang rendah akan menguap terlebih dahulu. Uap yang terdiri dari air serta minyak akan dikondensasi untuk diubah kembali menjadi zat cair dalam suatu wadah. Kondensor ini berfungsi untuk mendinginkan dan mengembunkan uap yang keluar dari tungku destilasi. Cara destilasi ini tidak cocok untuk bahan/sampel yang tidak tahan panas.

(5)

minyak atsiri tidak bertambah-tambah, proses pendidihan pun dihentikan, dan didapatkan minyak atsiri sekitar 0.2 mL.

Dari hasil percobaan, didapatkan kadar minyak atsiri dalam sampel kumis kucing sebesar 0,1 % mL/gr. Sedangkan, menurut referensi, kadar minyak atsiri yang seharusnya terkandung adalah sebesar 0,02 % v/b – 0,06 % v/b (Materia Medika Indonesia Jilid I dan IV). Galat sebesar 150% ini dapat disebabkan karena terkontaminasinya sampel dengan zat-zat asing yang datang dari udara atau alat set destilasi sehingga penentuan kadar minyak atsiri terganggu. Bisa juga disebabkan karena terdapat gelembung pada larutan saat didistilasi.

Menurut literatur, tumbuhan kumis kucing pada penyulingan uap menghasilkan minyak atsiri yang antara lain mengandung beberapa senyawa seskuiterpen seperti selinen, beta-elemen, beta-bourbonen, alfa-guaien, beta-kariofilen oksid, dan beta-humulen sebagai komponen utama (Schmidt, 1986; Scut, 1986). Namun pada percobaan kali ini, tidak dilakukan penentuan jenis-jenis senyawa minyak atsiri yang ada pada sampel kumis kucing.

F.2 Analisis Bahan Kimia Obat dalam Jamu

Dalam praktikum ini dilakukan analisis bahan kimia obat dalam sampel jamu. Baik sampel jamu ataupun bahan pembanding (paracetamol dan dexamethasone) dilarutkan dalam etanol. Penggunaan dexamethasone dan paracetamol sebagai pembanding disebabkan karena kedua senyawa tersebut merupakan senyawa kimia obat yang sering ditemukan pada jamu. Karena metode yang digunakan untuk menganalisis bahan kimia obat adalah kromatografi lapis tipis, maka harus dibuat fasa gerak dan fasa diam. Dalam percobaan ini terdapat dua fasa gerak yang digunakan, yaitu kloroform:methanol 7:3 dan kloroform:methanol 9:1. Penggunaan dua pelarut yang berbeda bertujuan untuk membandingkan dalam pelarut mana senyawa dapat terelusi sempurna. Pelarut yang digunakan merupakan pelarut campur (kloroform dan methanol) dengan tujuan agar mendapatkan kepolaran yang diinginkan. Jika pelarut yang digunakan hanya kloroform yang memiliki sifat non-polar, maka senyawa akan terikat sangat kuat dengan pelarut tersebut sehingga senyawa akan terelusi sangat cepat dan dapat keluar dari sistem atau senyawa tidak dapat terdeteksi. Oleh karena itu, kloroform dicampur dengan methanol yang bersifat lebih polar dari kloroform. Fasa diam yang digunakan adalah silica gel GF 254 yang memiliki sifat lebih polar dibanding pelarut dan mengandung pengikat gypsum (CaSO4/polimer). Sampel yang digunakan harus memiliki gugus yang dapat berfluorosensi di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm sehingga saat dideteksi dibawah sinar UV bercak dapat terlihat dan nilai Rf dapat dihitung.

(6)

biarkan pelarut tersebut terserap sempurna oleh kertas saring. Tujuan dilakukannya penjenuhan ini adalah untuk menyamakan tekanan uap pelarut sehingga saat proses pemisahan, pelarut akan naik dalam waktu yang bersamaan sehingga hasil yang didapat akan lebih akurat.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada percobaan kali ini, digunakan metode kromatografi lapis tipis untuk analisis bahan kimia obat dalam sampel. Kromatografi sendiri adalah teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan migrasi dan distribusi antara komponen-komponen campuran diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (dapat berupa cair atau gas). Fasa diam merupakan fasa yang tidak bergerak, senyawa yang digunakan dapat berupa silica gel (SiO2) atau alumina (Al2O3). Fasa gerak merupakan fasa yang bergerak melalui fasa diam dan membawa komponen-komponen yang akan dipisahkan, menggunakan suatu pelarut organik atau campuran beberapa pelarut organic (Brooker et al. 1981).

Prinsip yang digunakan dalam pemisahan tersebut meliputi proses adsorpsi, elusi, dan desorpsi. Proses adsorpsi merupakan proses penyerapan pada lapisan permukaan dimana molekul atau senyawa terkumpul pada bahan adsorben dalam hal ini adalah fase diam yang terbuat dari silica gel. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu adsorben, diantaranya adalah sebagai:

1. Luas permukaan adsorben

Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang diserap sehingga proses adsorpsi semakin efektif.

2. Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan adsorpsinya.

3. Waktu kontak

Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik.

4. Distribusi ukuran pori

(7)

Fase gerak akan melewati lapisan sepanjang fasa diam dan akan mengelusi campuran menjadi senyawa-senyawa penyusunnya, hal ini sangat ditentukan oleh tingkat kepolaran senyawa dibanding fase gerak dan fase diam, sehingga menentukan interaksi keduanya. Sedangkan desorpsi merukan pelepasan kembali molekul atau senyawa yang telah berikatan dengan gugus aktif pada adsorben akibat interakasi yang lebih kuat antara senyawa dengan fase gerak daripada dengan fase diam. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen (fase gerak) maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. (Park et al. 2002).

Pada percobaan kali ini, digunakan dua macam pelarut, yaitu pelarut kloroform: methanol = 7:3 dan 9:1. Pada pelarut 7:3 diketemukan satu bercak pada sampel yang sejajar dengan bercak pada standar dexamethasone, setelah dihitung nilai Rf keduanya juga memiliki hasil yang berdekatan, yaitu 0.71 untuk nilai Rf dexamethasone dan 0.74 untuk nilai Rf sampel. Pada standar selain dexamethasone juga digunakan paracetamol yang memilkiki nilai Rf 0.64. Kandungan paracetamol tidak terindikasi keberadaannya pada sampel, hal ini karena nilai Rf yang berjauhan antara paracetamol dan sampel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel jamu yang diuji mengandung dexamethasone dan bukan paracetamol. Hal ini dilihat dari kedekatan nilai Rf hasil uji sampel dengan dexamethasone.

(8)

Pada percobaan yang menggunakan dua macam pelarut yaitu kloroform:methanol dengan perbandingan 9:1 dan 7:3 memiliki hasil yang berbeda. Seharusnya keduanya tidak menimbulkan perbedaan, jika pada pelarut 7:3 ditemukan dexamethasone maka pada pelarut 9:1 juga seharusnya ditemukan juga kandungan dexamethasone. Perbedaan hasil keduanya ini mungkin disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam preparasi terutama proses penjenuhan dan kesalahan dalam peletakkan fasa diam dalam fasa gerak. Proses penjenuhan dilakukan untuk mencegah penguapan pelarut dan mencegah elusi berjalan terlalu cepat, jika di dalam chamber belum terjenuhkan sempurna maka proses elusi tidak akan berjalan dengan baik. Peletakkan fasa diam dalam chamber juga dapat menjadi titik kritis, dimana permukaan chamber yang digunakan pada praktikum ini memiliki alas yang tidak rata di bagian bawah (mencembung) sehingga menyebabkan elusi pelarut tidak dimulai pada start yang sama untuk sampel maupun standar (paracetamol dan dexamethasone).

Pelarut pada percobaan dibuat berbeda, dengan perbedaan pada tingkat kepolarannya. Pelarut 9:1 lebih nonpolar dibanding pelarut 7:3. Hal ini karena pada pelarut 9:1 lebih banyak porsi kloroform yang merupakan spesi nonpolar. Pengaruh perbadaan tingkat kepolaran ini dapat terlihat pada hasil KLT. Penggunaan fase gerak bergantung pada sampel yang diuji juga fase diam yang digunakan. Pemilihan fase gerak.

Pemilihan fase gerak yang cocok sangat penting dalam pemisahan menggunakan KLT ini,

beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :

1. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif.

2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,

polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. (Madamba et al. 1996; Mujumdar&Menon 1995)

Dengan demikian, pelarut 7:3 lebih direkomendasikan sebagai fase gerak untuk mengelusi sampel jamu yang digunakan, daripada pelarut 9:1. Hal ini karena pada fase gerak kloroform:methanol 7:3 hasil diperoleh bercak sampel secara jelas, begitu pula bercak pada dexamethasone juga paracetamol, sehingga dapat mudah mmengidentifikasi kandungan pada sampel dengan membandingkan hasil Rf dengan standar.

(9)

tradisional/jamu ilegal beserta risiko dan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan bahan kimia obat tanpa pengawasan dokter atau apoteker:

1. Sildenafil Sitrat: dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, rinitis (radang hidung), bahkan kematian.

2. Fenilbutason : dapat menyebabkan mual, muntah, ruam kulit, oedema, pendarahan lambung, nyeri lambung, reaksi hipersensitivitas, hepatitis, dan gagal ginjal.

3. Asam Mefenamat: dapat menyebabkan mengantuk, diare, ruam kulit, dan kejang, serta dikontraindikasikan bagi penderita tukak lambung/usus, asma, dan ginjal.

4. Prednison: dapat menyebabkan moon face (wajah bulat seperti bulan, tembem), gangguan saluran cerna seperti mual dan tukak lambung, tulang keropos, dll.

5. Metampiron : dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, pendarahan lambung, rasa terbakar, serta gangguan sistem saraf seperti tinitus (telinga berdenging), dll.

6. Paracetamol : dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kerusakan hati.

BPOM telah menghimbau masyarakat agar tidak mengkonsumsi produk-produk obat tradisional yang mengandung BKO ini karena termasuk dalam kategori zat yang berbahaya bagi tubuh. Zat kimia obat memiliki dosis atau takaran masing-masing, diantaranya dosis maksimal penggunaan sehari, dimana jika dilewati dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan. Selain itu, jika mengkonsumsi suatu obat/zat kimia dalam waktu yang panjang, dikhawatirkan bahaya akumulasi dan kerusakan organ tubuh. Pengkonsumsian obat tradisional yang mengandung BKO berisiko mengakibatkan gangguan kesehatan serius karena dosis BKO dalam obat tradisional tersebut tidak dapat terkontrol, dan memungkinkan terkonsumsi melewati dosis yang seharusnya untuk dikonsumsi. Efeknya dapat mempengaruhi organ-organ tubuh terutama pada lambung, jantung, ginjal, dan hati, bahkan dapat menyebabkan pada kematian karena dosis BKO yang tidak terkontrol. Obat-obat tradisional yang sering kali mengandung BKO diantaranya adalah obat diet, obat kuat, obat rematik, dan obat penghilang rasa sakit. Padahal, obat tradisional harusnya herbal, tidak diperbolehkan sama sekali mengandung bahan kimia.

G. Kesimpulan

1. Kadar minyak atsiri dalam sampel adalah sebesar 0,1 % ml/gr dari kadar standar dalam literatur: 0,02 % v/b – 0,06 % v/b.

2. Sampel jamu memiliki kualitas yang tidak begitu baik dilihat dari ditemukannya bahan kimia obat dexamethasone pada sampel.

H. Daftar Pustaka

(10)

Anonim. 1980. Materia Medika Indo-nesia. Jilid IV. Departemen Kesehatan RI, hal.90.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, hal. 971.

http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0201/D020102.pdf (diakses tanggal 16 November 2013, pukul 21.12 WIB)

http://health.kompas.com/read/2013/11/11/1325075/Herbal-herbal.Ini.Tak.Cocok.dengan.Obat.Kimia (diakses tanggal 16 November 2013, pukul 21.54 WIB)

http://rolanrusli.com/destilasi/ (16112013 21.27 WIB)

http://uad.ac.id/bahaya-jamu-berbahan-kimia-obat (diakses tanggal 16 November 2013, pukul 21.56 WIB)

http://uad.ac.id/content/farmasi-uad-analisis-keamanan-obat-dan-makanan-bersama-guru-sma (diakses tanggal 20 November 2013, pukul 08.50 WIB).

http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/minyak_atsiri.htm (diakses tanggal 20 November 2013, pukul 08.52 WIB).

(11)

LAMPIRAN

1. Profil dan gambar minyak atsiri

Minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal tetapi tersusun dari berbagai macam komponen. Menurut asal-usul biosintetik minyak atsiri dapat dibedakan atas turunan terpenoid dan turunan fenil propanoid. Turunan terpenoid terbentuk melalui jalur biosintesis asam asetat-mevalonat. Terpenoid berasal dari suatu unit senyawa sederhana yang disebut isoprene (Tyler, et al., 1976). Terpen minyak atsiri terdiri dari monoterpen (C5) dan seskuiterpen (C15). Monoterpen dibagi menjadi tiga golongan, tergantung struktur kimianya asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya limonene) atau basiklik (misalnya α- dan β-pinen). Dalam setiap golongan, monoterpen dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (misalnya limonene) atau dapat mempunyai gugus alkohol (misalnya linalool), aldehid (misalnya sitral), atau keton (misalnya menton). Seskuiterpen juga dibagi berdasarkan kerangka karbon dasarnya yang umum adalah asiklik (misalnya farnesol), monosiklik (misalnya bisabolen), atau bisiklik (misalnya karotol) (Harbone, 1987).

Turunan fenil propanoid adalah senyawa aromatik yang terbentuk melalui jalur biosintesis asam sikimat. Fenil propanoid berasal dari suatu unit senyawa sederhana yang terdiri dari gabungan inti benzene (fenil) dan propane. Dalam tanaman, senyawa ini dibentuk dari suatu senyawa asam amino aromatic fenilalanin dan tirosin yang akhirnya disintesis lewat jalur asam sikimat (Tyler, et al., 1976). Contoh komponen minyak atsiri turunan fenil propanoid adalah eugenol yang merupakan kandungan utama minyak cengkeh dan anetol yang ada dalam minyak adas.

Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1) Hidrokarbon, yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan 2) Hidrokarbon teroksigenasi.

a. Golongan hidrokarbon

(12)

monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen.

b. Golongan hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alcohol, aldehid, keton, ester, eter, dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Ketaren, 1985).

Daun mengandung minyak atsiri 0,02-0,06% terdiri dari 60 macam sesquiterpens dan senyawa fenolik. 0,2% flavonoid lipofil dengan kandungan utama sinensetin, eupatorin, skutellarein, tetrametil eter, salvigenin, rhamnazin; glikosida flavonol, turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikaffeoil tartarat ), metilripariokromen A 6-(7,8-dimetoksi-2,2-dimetil [2H,1-benzopiran]-il), saponin serta garam kalsium (3%) dan myoinositol.4,9,13). Hasil ekstraksi daun dan bunga Orthosiphon stamineus ditemukan metilripariokromen A atau 6-(7,8-dimetoksietanon).4).

Gambar 1. Struktur senyawa golongan flavonoid.

(13)

-5-hidroks i 6,7,3',4' tetrametoksi flavone. -Salvigenin (5-hidroksi-6,7,4'-trimetoksi flavon) -Kirsimaritin (5,6-dihidroksi-7,4'-dimetoksi flavon) -Pilloin (5,3’-dihidroksi-7,4’-dimetoksi flavon)

-Rhamnazin (3,5,4'-trihidroksi-7,3'-dimetoksi flavon).5)

Gambar 2. Struktur senyawa golongan flavonoid lainnya.

Juga ditemukan 9 macam golongan senyawa flavon dalam bentuk aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1 macam senyawa kumarin, asam kafeat dan 7 macam senyawa depsida turunan asam kafeat, skutellarein, 6-hidroksiluteolin, sinensetin.11)

(14)

Gambar 3. Struktur senyawa golongan seskuiterpen.

2. Gambar Proses Adsorpsi Kromatografi

(15)

Gambar

Gambar 1. Struktur senyawa golongan flavonoid.
Gambar 2. Struktur senyawa golongan flavonoid lainnya.
Gambar 3. Struktur senyawa golongan seskuiterpen.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari kegiatan introduksi kolam plastik atau permanen untuk irigasi, adalah untuk memanfaatkan teknologi irigasi dengan efisien dengan pemanfaatan air yang

hemostasis dilakukan pada pasien dengan riwayat atau kondisi klinis mengarah pada kelainan koagulasi, akan menjalani operasi yang dapat menimbulkan gangguan

Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota.. Semarang

Kombinasi dari studi-studi ini dan juga berdasarkan hasil pengamatan menghasilkan bahwa terjadinya peningkatan berat badan secara cepat yang terjadi pada anak yang

Dokumen dan data yang didistribusikan kepada personil yang sudah ditentukan, dan apabila terjadi perubahan/revisi terhadap dokumen dan data tersebut,

Dividen  yang  dibayarkan  oleh  suatu  perusahaan  yang  berkedudukan  di  Malaysia  kepada  penduduk  Indonesia  yang 

Torsi puncak pada kendaraan saat kondisi standar adalah 6,1 Nm pada putaran mesin 3.000 rpm, sedangkan torsi puncak pada saat rasio kompresi 9,3: 1 dengan waktu pengapian 18° dan

Media massa memainkan peranan penting dalam pembentukan kata baru bahasa Tamil bagi menyampaikan mesej kepada masyarakat dengan lebih efisien dan iklan merupakan salah satu