• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Regulasi Keamanan Pangan Uni Erop

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dampak Regulasi Keamanan Pangan Uni Erop"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Dampak Regulasi Keamanan Pangan Uni Eropa

Food safety problems are rather overlooked and often undermined on international relations and governance studies. However, it is by no means a simple problem as the writer underlined here that food safety problem still presents danger to the society. In United Kingdom, every year there’s tendency that food safety crises rising steadily ever since European Union regulation to regulate food safety on European level. Therefore, analysing how European Union regulations might impact the efficiency of food safety governance in UK during 2000-2013 become the main issue here. Many actors has been created and on 3 levels, supranational, national, and subnational. On supranational level, there are EFSA, DG Sanco, DG Agri, CHAFEA, etc. While on national level, there are FSA, Defra, PHE, Dept.of Health, etc. On subnational level, there are LAs and PHA. Every major actors as stated before has its own role and responsibility on food safety governance in United Kingdom. This research focuses on how the actors will interact and influence each other and can affect food safety goevernance efficiency. This research uses explanative analysis method with qualitative approach and takes secondary data.

Keywords: food safety, United Kingdom, European Union, regulation

Pendahuluan

Bank Dunia pada tahun 2013 menyatakan bahwa keamanan pangan (food safety)

berpengaruh penting terhadap food security, pengurangan kemiskinan, dan pertumbuhan

ekonomi. Namun sayangnya, masih banyak negara, terutama negara berkembang, tidak

memiliki kapasitas untuk mengatasi celah dalam sistem keamanan pangan mereka. Celah ini

dapat menjadi penyebab makanan terkontaminasi oleh bakteri dan bahan kimia berbahaya yang

dapat membahayakan kesehatan. Jutaan kasus penyakit yang terkait makanan di seluruh dunia

memiliki efek sosial dan ekonomi yang besar setiap tahunnya. Badan Kesehatan PBB WHO

memperkirakan setiap tahunnya 2,2 juta orang meninggal karena penyakit akibat makanan dan

(2)

Tujuan utama pemerintah dalam kebijakan keamanan pangan (food safety) adalah

memastikan bahwa makanan aman untuk dikonsumsi dan konsumen tidak tertipu terkait

keaslian dan komposisi makanan yang dibeli. Sistem keamanan pangan, baik di tingkat lokal,

nasional, hingga internasional telah berkembang sedemikian rupa dan melibatkan berbagai

pihak.

Di tingkat global, standar keamanan pangan dunia diatur oleh Codex Alimentarius,

badan yang berada dibawah Food and Agriculture Organization (FAO). Selain sistem

keamanan pangan di tingkat global, terdapat juga sistem keamanan di tingkat regional. Sistem

keamanan pangan menjadi salah satu hal yang diatur oleh Uni Eropa, organisasi regional di

kawasan Eropa. Organisasi yang saat ini beranggotakan 28 negara ini memiliki sistem

keamanan pangan yang kompleks dan rumit. Regulasi yang dibuat Uni Eropa mengatur

keamanan pangan dari tingkat supranasional, nasional, hingga lokal. Sedangkan di tingkat

nasional, kebijakan keamanan pangan tergantung pada masing-masing negara.

Sejak awal terbentuknya, Uni Eropa menyadari perlunya membentuk kebijakan

keamanan pangan yang seragam untuk seluruh anggota. Adanya pasar tunggal Eropa (Single

European Market) juga mendorong Uni Eropa untuk membentuk standar dan regulasi pangan

bagi seluruh anggotanya. Salah satu negara yang menjalani reformasi kebijakan keamaan

pangan adalah Inggris. Hal ini salah satunya diakibatkan karena lemahnya kondisi food safety

di Inggris sebelum tahun 2000. Sebelum Inggris membentuk FSA sebagai badan independen

pengawas standar makanan terdapat beberapa kasus keamanan pangan yang cukup serius.

Selain itu, Uni Eropa juga membentuk berbagai badan di tingkat supranasional seperti EFSA,

DG Sanco, DG Agri, dan lain-lain untuk mengawasi keamanan pangan.

Adanya perubahan kebijakan di Uni Eropa mendorong perubahan sistem keamanan

pangan di Inggris. Aktor-aktor dan regulasi baru dikeluarkan untuk menangani sistem

(3)

pangan Uni Eropa telah berdampak terhadap tata kelola (governance) sistem keamanan pangan

Inggris. Banyaknya regulasi, aktor dan yurisdiksi yang terlibat akan mempengaruhi efisiensi

sistem keamanan pangan di Inggris.

Dampak Regulasi Uni Eropa terhadap Sistem Keamanan Pangan di Inggris

Untuk membahas mengenai dampak regulasi keamanan pangan Uni Eropa terhadap

efisiensi sistem keamanan pangan di Inggris, penulis akan menggunakan teori Multilevel

Governance yang pertama kali dikembangkan oleh Liesbet Hooghe dan Gary Marks pada

tahun 1993. Penulis akan menganalisa dampak regulasi menggunakan teori Multilevel

Governance Tipe II yang memiliki 5 indikator diantaranya 1) fungsi masing-masing lembaga,

2) institusi dengan wewenang saling tumpang tindih, 3) peraturan, 4) aktor yang terlibat, 5)

proses dan menganalisa efisiensi menggunakan 3 konsep efisiensi, yakni efisiensi teknis,

efisiensi alokatif, dan efisiensi antaryurisdiksi.

Multilevel Governance Tipe II

Penulis memakai konsep Tipe II governance dari model Multilevel Governance dalam

melihat efisiensi tata kelola. Sistem pemerintahan Tipe II ini memiliki ciri khas fungsi yang

spesifik, dengan yurisdiksi yang saling overlapping dalam sistem yang relatif stabil, terdiri atas

banyak level, dan memiliki yurisdiksi yang tidak terbatas. Tipe II memberikan model terhadap

koordinasi dalam multilevel governance. Argumen Tipe II adalah membatasi terjadinya

spillover diantara institusi dengan compartmentalizing atau mengkotak-kotakkan otoritas,

sehingga setiap institusi bertanggung jawab pada satu bidang tertentu.

Tugas yang dimiliki oleh institusi tersebut sangat spesifik dan berbeda dengan institusi

lainnya. Hal ini memungkinkan terciptanya banyak institusi namun meminimalkan koordinasi

(4)

suatu organisasi. Berdasarkan argumen Tipe II, pemerintahan yang terdiri atas berbagai level

dan task-specific akan memunculkan overlapping diantara yurisdiksi yang pada akhirnya akan

menghasilkan efektivitas dan efisiensi yurisdiksi.

Fungsi Masing-masing Aktor

Berdasarkan teori dari Multilevel Governance hal ini sesuai dengan kondisi dimana

banyaknya aktor yang terlibat pada akhirnya membentuk jaringan tata kelola yang terdiri atas

berbagai tingkat. Mulai dari tingkat supranasional, nasional, hingga subnasional. Setiap aktor

memiliki tugas dan fungsi yang spesifik (task-specific jurisdiction) dalam tata kelola keamanan

pangan.

Fungsi utama EFSA, DG Agri, DG Sanco, Dewan Menteri Kesehatan, Urusan

Konsumen dan Sosial, dan Consumers, Health and Food Executive Agency adalah keamanan

pangan dan perlindungan konsumen. Namun disini EFSA lebih berfungsi sebagai lembaga

yang memiliki kemampuan teknis karena EFSA terdiri atas ilmuwan dan petugas lapangan.

Sedangkan DG Sanco, Dewan Menteri Kesehatan, Urusan Konsumen dan Sosial dan

Consumers, Health and Food Executive Agency (CHAFEA) memiliki kewenangan untuk

membuat dan mengawasi kebijakan keamanan pangan dan perlindungan konsumen.

Sama seperti kewenangan antara EFSA, DG Agri dan Dewan Menteri Pertanian dan

Perikanan. Ketiganya sama-sama memiliki fungsi yang berkaitan dengan pengawasan produk

pertanian dan perikanan. Hanya saja EFSA bertindak langsung di lapangan dan bertugas

melakukan riset. Sedangkan DG Agri dan Dewan Menteri memiliki kewenangan dalam

pembuatan kebijakan.

Dari paparan diatas, penulis berargumen EFSA memiliki peran penting dalam tata

kelola keamanan pangan. Namun kewenangan EFSA hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat

(5)

aktor-aktor lain yang berada pada yurisdiksi eksekutif. Namun, hal ini mengakibatkan EFSA tidak

dapat menjadi lembaga independen sepenuhnya dan mempengaruhi efisiensi mereka.

Buktinya, EFSA tidak dapat berbuat banyak ketika terdapat masalah keamanan pangan

karena tugas dan fungsi utama mereka hanya mencari dan mengumpulkan data serta riset

ilmiah. EFSA tidak dapat bergerak dan memutuskan sendiri. Pada saat isu modifikasi genetis

tumbuhan muncul tahun 2008, EFSA tidak lagi mampu menjaga kepentingan terbaik

konsumen Eropa. EFSA tidak dapat bergerak langsung untuk mengambil tindakan, melainkan

harus menunggu arahan dan kebijakan dari DG Sanco dan Dewan Menteri, lembaga yang

mewakili kepentingan negara anggota Uni Eropa.

Sedangkan di Inggris, ada 5 lembaga yang berwenang dalam tata kelola. Lembaga

tersebut adalah FSA, Defsa, Depkes, PHE, dan Environment, Food and Rural Affairs

Committee (EFRAC). Lembaga-lembaga diatas juga memiliki tugas dan fungsi yang spesifik.

Di tingkat Inggris, peran dan fungsi masing-masing lembaga adalah pada peningkatan

keamanan pangan di Inggris dan agar setiap regulasi tidak bertentangan dengan regulasi Uni

Eropa.

Berbeda dengan di tingkat Eropa, dimana EFSA hanya memiliki fungsi risk assesment,

di Inggris FSA memiliki fungsi risk assesment, risk management, dan risk communication.

Namun, sama seperti EFSA, FSA juga memiliki fungsi koordinasi dengan secara horizontal

dan vertikal dengan lembaga yang berada satu level atau berbeda level dengan mereka.

Singkatnya, FSA adalah lembaga non-departemen dan berdiri secara independen yang

memiliki peran sentral dalam tata kelola keamanan pangan di Inggris.

Selain FSA, ada lembaga lain yang berbentuk departemen dan memiliki peran penting

dalam tata kelola keamanan pangan, yakni Defra dan Depkes. Defra lebih berfokus pada

(6)

dan penanggulangan kontaminasi akibat makanan dan kesehatan masyarakat. Sedangkan PHE

adalah lembaga di bawah Depkes yang bertugas pada penanganan dan pengawasan kesehatan.

EFRAC juga memiliki kewenangan dalam pengambilan kebijakan dan tata kelola keamanan

pangan. Namun, EFRAC merupakan komite yang berada di bawah lembaga eksekutif, yakni

House of Commons atau Parlemen Rendah Inggris. Jadi, komite ini merupakan representasi

dari lembaga yang berada di bawah yurisdiksi legislatif.

Aktor-aktor yang berwenang di tingkat subnasional adalah Local Authority (LA) dan

lembaga setingkat LA. Peran dan fungsi lembaga di tingkat subnasional adalah pengawasan

langsung dan penanganan administrasi. Lembaga di tingkat nasional memiliki tugas untuk

mengawasi dan menginspeksi institusi atau badan usaha secara langsung karena mereka

memiliki sumber daya dan kemampuan untuk turun ke lapangan secara langsung.

Penulis berargumen banyaknya aktor dan fungsi-fungsi dari setiap aktor yang terlibat

dalam sistem keamanan pangan di Inggris mengurangi efisiensi antaryurisdiksi namun

meningkatkan efisiensi alokatif dan teknis. Efisiensi antaryurisdiksi dicapai dengan

meminimalkan level pemerintahan yang terlibat dan dengan demikian juga mengurangi

koordinasi antarlevel dalam suatu yurisdiksi. Namun, setelah adanya regulasi keamanan

pangan di Uni Eropa, aktor dan level yang terlibat dalam sistem keamanan pangan di Inggris

semakin banyak dan fungsi-fungsi mereka semakin spesifik.

Meskipun demikian, semakin banyaknya aktor dan fungsi dalam sistem keamanan

pangan di Inggris justru meningkatkan efisiensi teknis. Semakin banyak aktor dan fungsi, maka

akan semakin mudah menangkap efek positif dan negatif suatu kebijakan di masyarakat, sesuai

variabel kedua dari efisiensi teknis. Selain itu, hal ini juga meningkatkan heterogenitas atau

(7)

dalam tata kelola keamanan pangan di Inggris mampu merepresentasikan keberagaman

preferensi dan keinginan masyarakat dengan lebih baik.

Institusi dengan Wewenang Saling Tumpang Tindih

Wewenang lembaga-lembaga di tingkat Uni Eropa juga bisa tumpang tindih dengan

wewenang lembaga-lembaga di tingkat nasional dan subnasional di Inggris. Banyaknya aktor

yang terlibat justru berpotensi menciptakan benturan kepentingan dan wewenang yang saling

tumpang tindih diantara lembaga. Secara umum, setiap lembaga berada pada bidang yang

sama, yakni keamanan pangan, sehingga besar kemungkinan tugas dan tanggung jawab setiap

lembaga juga bersinggungan dengan lembaga-lembaga yang lain. Sebagai contoh, di tingkat

nasional FSA bertanggung jawab atas keamanan pangan; Departemen Kesehatan bertanggung

jawab untuk standar gizi, dan Defra memiliki tanggung jawab yang meliputi labeling makanan,

pertanian, dan kesehatan hewan. Namun, fungsi Defra seperti labeling makanan dan kesehatan

hewan adalah bagian dari keamanan pangan yang ditangani FSA, kemudian masalah pangan

sendiri erat kaitannya dengan masalah pertanian yang ditangani Defra. Lalu di tingkat

subnasional, ada LA yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan kontrol di

lapangan, sedangkan FSA menerima laporan dari FSA. Namun, kenyataannya FSA juga dapat

melakukan pengawasan langsung di masyarakat tanpa harus menunggu laporan dari LA.

Hampir sama dengan analisis mengenai efisiensi fungsi lembaga-lembaga dalam tata

kelola keamanan pangan di Inggris, adanya institusi yang saling tumpang tindih juga

mengurangi efisiensi antaryurisdiksi. Adanya institusi yang saling tumpang tindih

(overlapping) menyebabkan pemerintahan menjadi tidak efisien menurut efisiensi

antaryurisdiksi yang dicapai jika fungsi yang saling tumpang tindih diantara institusi dibatasi.

Nyatanya, baik di tingkat supranasional, nasional, maupun lokal, fungsi dan tanggung jawab

(8)

Peraturan tentang Keamanan Pangan

Terdapat 19 peraturan di tingkat Uni Eropa dan 3 peraturan di tingkat Inggris. Peraturan

di tingkat Uni Eropa tersebut juga menjadi dasar peraturan di Inggris. Jadi, semakin banyak

pula peraturan yang berlaku di Inggris. Adanya Multilevel Governance dan sistem tata kelola

yang terdiri atas berbagai level membuat negara tidak hanya mematuhi peraturan yang dibuat

di tingkat nasional, melainkan juga di tingkat supranasional. Dalam hal ini Uni Eropa memiliki

beberapa peraturan yang mengikat negara-negara anggotanya.

Selain itu, dapat dilihat di tingkat Uni Eropa terdapat 13 peraturan berbentuk regulation

(regulasi). Sesuai dengan tingkatan peraturan yang berlaku di tingkat Uni Eropa, regulation

(regulasi) menduduki tingkatan tertinggi. Regulasi adalah aturan yang mengikat semua negara

anggota secara langsung. Hal ini menjadikan Uni Eropa memiliki peran dan pengaruh penting

dalam mempengaruhi sistem tata kelola keamanan pangan di Inggris. Oleh karena itu, efisiensi

regulasi di Uni Eropa menentukan efisiensi regulasi dan tata kelola di Inggris. Hal ini

menunjukkan bahwa regulasi di Uni Eropa akan berdampak pada sistem tata kelola di Inggris.

Menurut William Mason, adanya Traktat Lisbon yang menjadi sumber hukum di Uni

Eropa saat ini, membuat situasi lebih buruk dan Uni Eropa bisa dikatakan telah mengalami

over-regulasi (over-regulation). Berbeda dengan negara independen, Uni Eropa sering

berusaha untuk mengatur karena lembaga-lembaganya melihat regulasi sebagai cara yang

diperlukan untuk membangun sebuah identitas bersama Eropa, terlepas dari biaya yang

dikeluarkan untuk membuat regulasi.

Pada tahun 2011-2012 jumlah tindakan penegakan aturan sebanyak 180.177 tindakan

atau turun 3,2% dari tahun 2010-2011. Dilihat dari besarnya biaya yang dikeluarkan

pemerintah Inggris dalam regulasi keamanan pangan, hal ini tidak efisien menurut efisiensi

(9)

meningkatkan efisiensi alokatif, karena regulasi yang semakin spesifik dibuat untuk memenuhi

heterogenitas preferensi individu. Disisi lain, banyaknya regulasi dan besarnya biaya yang

dikeluarkan juga meningkatkan efisiensi antaryurisdiksi. Banyaknya regulasi adalah bukti dari

banyaknya negosiasi dan transaksi yang terjadi. Namun, yang jelas persentase transfer

undang-undang yang gagal lebih kecil dibanding sebelum tahun 2000. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan efisiensi antaryurisdiksi.

Aktor yang Terlibat

Ada 3 aktor utama yang terlibat dalam sistem keamanan pangan di Inggris seperti yang

telah dibahas diatas. Di level supranasional, aktor utama yang terlibat adalah EFSA yang

memiliki fungsi koordinasi dan pengumpulan data dan fakta. Di level nasional, aktor utamanya

adalah FSA yang memiliki mandat sebagai lembaga independen pengawas keamanan pangan.

Sedangkan di level subnasional, ada Local Authority (LA) sebagai aktor utama yang melakukan

pengawasan langsung di masyarakat.

Hal ini membuktikan aktor yang terlibat dalam tata kelola keamanan pangan Inggris

semakin banyak setelah ada regulasi keamanan pangan di Uni Eropa. Sebagai contoh, pada

kasus skandal daging kuda (horsemeat scandal) di Inggris ada banyak aktor yang terlibat di

dalamnya. Selain aktor pemerintah, aktor swasta yakni pelaku usaha yang diindikasikan terlibat

dalam kasus ini. Diantaranya supermarket yang menjual produk olahan berisi daging kuda,

distributor, supplier, pengolah daging (meat processor), dan lain-lain seperti Tesco, ASDA

(supermarket), Findus (supplier), dan ABP (meat processor).

Banyaknya aktor yang terlibat ini mengurangi efisiensi antaryurisdiksi karena justru

menambah biaya negosiasi dan transaksi dari banyaknya koordinasi yang dilakukan. Disisi

(10)

pengawasan dan pelaksanaan regulasi dapat dilakukan di level terendah serta dapat merespons

keberagaman preferensi masyarakat dengan lebih baik.

Proses Pembuatan Regulasi

Proses pembuatan regulasi di tingkat Uni Eropa dari rancangan hingga pengesahan

regulasi cukup rumit karena melibatkan banyak aktor dan tahap-tahap yang berbeda. Baik aktor

di tingkat supranasional maupun perwakilan dari negara terlibat dalam proses pembuatan

regulasi melalui lembaga-lembaga Dewan Eropa, Parlemen Eropa, dan Komisi Eropa.

Sebenarnya jika dicermati proses pembuatan regulasi di tingkat Uni Eropa cukup fleksibel

karena tidak hanya Komisi Eropa yang dapat mengajukan rancangan undang-undang atau

regulasi. Dewan Eropa, Parlemen Eropa, bahkan masyarakat juga dapat mengajukan. Selain

itu, proses pembuatan regulasi juga dilakukan melalui beberapa tahap dan jika belum tercapai

kesepakatan, maka proses tersebut akan diulang.

Proses pembuatan regulasi yang kompleks di Uni Eropa dapat meningkatkan efisiensi

teknis dan alokatif karena proses ini melibatkan banyak pihak dan mempertimbangkan aspirasi

masyarakat serta efek kebijakan tersebut. Namun mengurangi efisiensi antaryurisdiksi karena

proses pembuatan regulasi tersebut memakan waktu yang lama, melibatkan banyak aktor dan

level, serta membutuhkan negosiasi dan koordinasi diantara aktor-aktor.

Dinamika Sistem Keamanan Pangan

Penulis berpendapat bahwa tata sistem keamanan pangan di Inggris dan regulasinya

tergolong cukup kompleks. Jaringan diantara aktor yang terlibat dalam tata kelola keamanan

pangan sangat rumit dan tidak hanya melibatkan aktor negara atau lembaga pemerintah,

melainkan juga aktor non-negara. Selain itu, aktor-aktor ini tidak berdiri sendiri, namun

memiliki koordinasi baik secara horizontal dengan aktor di level yang sama dan secara vertikal

dengan aktor di level yang lebih tinggi atau lebih rendah. Namun, fungsi-fungsi dari

(11)

melibatkan banyak aktor ini rentan terhadap tumpang tindih fungsi dan tanggung jawab.

Kemudian, hal yang patut disorot adalah banyaknya regulasi dan koordinasi yang dimiliki

aktor-aktor ini. Regulasi tidak hanya sebatas dibuat di tingkat Uni Eropa, namun juga

diimplementasikan di tingkat nasional dan supranasional.

Kesimpulan

Regulasi di tingkat Uni Eropa memiliki dampak yang cukup besar terhadap tata kelola

sistem keamanan pangan di Inggris. Dalam penelitian ini penulis mempertanyakan bagaimana

dampak regulasi food safety Uni Eropa terhadap tata kelola sistem keamanan pangan di Inggris.

Dari hasil penelitian penulis, regulasi yang mengatur keamanan pangan di Uni Eropa terdiri

atas berbagai level atau multilevel. Dengan menggunakan model Multilevel Governance Tipe

II penulis menemukan bahwa tipe lembaga pengawas makanan yang berlaku di Uni Eropa

memiliki tugas yang spesifik (task-specific jurisdictions), saling tumpang tindih antar teritori

(territorially overlapping jurisdictions), memiliki jumlah yurisdiksi banyak (large number of

jurisdictions), banyak level yurisdiksi (many jurisdictional levels), dan sistem yurisdiksi yang

fleksibel (flexible jurisdictional system).

Di tingkat Uni Eropa, fungsi keamanan pangan dibagi diantara beberapa aktor, yaitu

European Food Safety Authority (EFSA), DG Agri, DG Sanco, Dewan Menteri Kesehatan,

Urusan Konsumen dan Sosial, dan Consumers, Health and Food Executive Agency

(CHAFEA). Sejak adanya berbagai peraturan di tingkat Uni Eropa pada tahun 2000, Inggris

telah merubah sebagian kebijakan, diantaranya dengan mendirikan lembaga-lembaga baru dan

mengamandemen peraturan yang sudah ada. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya FSA,

Departemen Kesehatan, Defra, Environment, Food, and Rural Affair Committee dan PHE di

(12)

Namun, penulis menemukan bahwa semakin banyaknya lembaga yang terlibat dalam

tata kelola keamanan pangan, justru mengakibatkan saling tumpang tindih (overlapping)

diantara lembaga. Selain itu, regulasi di tingkat Uni Eropa juga membuat semakin banyak

regulasi atau peraturan yang berlaku di Inggris. Adanya regulasi keamanan pangan Uni Eropa

juga menambah level, aktor, dan fungsi-fungsi keamanan pangan. Hal ini pada akhirnya

berpengaruh terhadap efisiensi tata kelola keamanan pangan.

Penulis menyimpulkan regulasi keamanan pangan di tingkat Uni Eropa berdmapak

terhadap efisiensi tata kelola keamanan pangan di Inggris. Secara umum, adanya regulasi di

tingkat Uni Eropa mengurangi efisiensi antaryurisdiksi dalam tata kelola keamanan pangan di

Inggris. Hal ini akibat semakin banyaknya aktor, regulasi, fungsi, dan level yang terlibat.

Proliferasi aktor-aktor baru tidak menghasilkan tata kelola keamanan pangan yang efisien

menurut efisiensi antaryurisdiksi. Di sisi lain, semakin banyaknya aktor dan regulasi yang ada

meningkatkan efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Semakin banyak aktor dan regulasi, maka

semakin banyak pula isu yang ditangani dan keberagaman preferensi masyarakat yang dicakup

sesuai indikator efisiensi antaryurisdiksi. Selain itu banyaknya aktor dan regulasi

memungkinkan pemerintahan mengukur pada level mana regulasi akan menghasilkan biaya

yang serendah mungkin. Jadi, pemerintahan yang multilevel sesuai Tipe II MLG tidak

menghasilkan yurisdiksi yang efisien, namun dapat meningkatkan efisiensi teknis dan alokatif.

Referensi:

Abels, Gabriele dan Alexander Kobusch. 2010. Regulation of Food Safety in the EU:

Changing Patterns of Multi-level Governance. Diakses dari

http://regulation.upf.edu/dublin-10-papers/2F3.pdf pada 1 Maret 2013

Bartle, Ian dkk. 2012. Rethinking Governance: Towards a Convergence of Regulatory

(13)

Bernauer, Thomas dan Ladina Caduff. 2004. European Food Safety: Multilevel Governance,

Re-Nationalization, or Centralization?

Brown, David. 2006. Verification for Food Safety: The Case of the Meat Industry. Diakses

dari

http://www.odi.org/sites/odi.org.uk/files/odi-assets/publications-opinion-files/4476.pdf pada 14 Januari 2014

Commission of European Communities. 2001. White Paper on European Governance.

Diakses dari

http://ec.europa.eu/dgs/communication/pdf/comm-initiatives/2001-european-governance-white-paper-com2001_0428_en.pdf pada 6 Maret 2014

Hooghe, Liesbet dan Gary Marks. 2001. Types of Multi-Level Governance. Diakses dari

European Integration online Papers (EIoP) Vol. 5 (2001) No 11

http://eiop.or.at/eiop/texte/2001-011a.htm pada 4 Maret 2013

Referensi

Dokumen terkait

Puasa beliau yang paling banyak itu pada Bulan Syakban, maka aku (Aisyah) berkata, ‘Wahai Rasulullah mengapa aku melihat puasa engkau yang paling banyak di Bulan Syakban?’

Serta pada pertemuan pertama siklus dua persentase aktivitas guru mendapat 79,16% dengan kategori Baik dan mengalami peningkatan 12,5 poin dikarenakan, pada proses

Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh seorang guru akan berdaya guna dan berhasil guna jika mampu dipergunakan sebaik mungkin dalam mencapai tujuan pendidikan yang

yang dapat terjadi jika terdapat

[r]

8 Setelah itu dilakukan lagi penambahan pada tahun 1969 sebanyak 200 KK yang berasal dari Provinsi Jawa Timur (Malang, Madiun, Kediri), Provinsi Jawa Tengah (Purwodadi),

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar glukosa darah puasa pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2011 dengan Indeks Massa Tubuh

- ADH dikeluarkan bila konsentrasi garam dlm darah terlalu tinggi atau bila volume darah terlalu rendah - Maka ADH meransang ginjal untuk menahan atau. menyerap kembali air