• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum bisnis kasus penggunaan formalin p

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum bisnis kasus penggunaan formalin p"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberitaan di berbagai media massa cetak dan elektronik tentang produk pangan yang mengandung formalin sudah fenomenal. Betapa tidak, bahan pengawet makanan yang membahayakan kesehatan ini penggunaannya sudah meluas di Tanah Air. Karena itulah para konsumen dituntut waspada. Di lain pihak, para produsen diharapkan segera menarik produk bermasalah tersebut dari peredaran. Apalagi, Departemen Perdagangan sendiri secara proaktif terus mengawasi peredaran barang di pasar yang diduga mengandung formalin sebagai upaya perlindungan terhadap konsumen.

Yang perlu digarisbawahi, penggunaan formalin untuk bahan pengawet makanan adalah melanggar peraturan pemerintah. Karena, dalam jangka panjang pengonsumsinya dapat menderita penyakit kanker dan gangguan ginjal. Kasus penggunaan formalin, boraks dan sejenisnya pada makanan mencerminkan kelemahan koordinasi dari tiga instansi bertanggung jawab menangani peredaran bahan makanan dan minuman.

Ketiga instansi tersebut adalah Departemen Perindustrian (Deperin) yang bertugas membina industri, Departemen Perdagangan (Depdag) menangani tata niaga, dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengawasan bahkan penyelidikan langsung sampai ke batas-batas tertentu.Ketiga instansi tersebut diduga kuat tidak berfungsi optimal dalam menindak produsen pengguna formalin, boraks atau sejenisnya dalam makanan. Patut dipertanyakan, sejauh mana Deperin telah mengontrol ribuan industri makanan-minuman yang tersebar di Indonesia? Apakah pihak Deperin telah mengalokasikan anggaran yang memadai untuk melakukan pembinaan berkelanjutan?

(2)

masuk dan ketika beredar di pasaran tak boleh luput dari pengawasan pemerintah. Di negara maju, pemerintahlah yang paling aktif melaksanakan fungsi kontrolnya. Di Indonesia kontrol pemerintah atas tata niaga produk pangan dan bahan pengawet masih lemah. Padahal tata niaga tersebut harus dilakukan secara ketat.

Ironisnya, peraturan tentang penggunaan formalin dan bahan kimia tertentu (BKT) dalam produk pangan seperti tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan serta UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kelihatannya telah terdistorsi. Deperin dan Depdag sebenarnya sudah membuat regulasi tentang tata niaga BKT, seperti formalin dan rhodamin B. Bahan-bahan itu seharusnya hanya dijual kepada pengguna akhir (end user), tetapi ternyata masih terjadi penyimpangan pada tahap distribusi. Sebab itu, pemerintah hendaknya memperketat distribusi peredaran formalin dan sejenisnya, di samping mencari alternatif bahan pengawet lain yang murah tetapi aman untuk produk pangan. Mutlak, perlu pengawasan ketat terhadap bahan pengawet berbahaya, sebab sampai sekarang beberapa jenis bahan berbahaya dipakai untuk produk makanan atau minuman agar lebih awet atau berwarna lebih menarik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Tanggapan masyarakat mengenai formalin yang digunakan dalam makanan 2. Pelanggaran hukum terkait dengan kasus tersebut

3. Kerugian untuk masyarakat yang ditimbulkan dengan adanya kandungan formalin tersebut di dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat.

4. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani kasus ini

1.3 Tujuan

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi Masalah

Gaya hidup masyarakat yang berubah dan meningkat, khususnya dalam mengonsumsi berbagai variasi produk makanan, menjadi pemicu bagi tindakan spekulasi para pelaku ekonomi produksi makanan. Upaya mendapatkan untung besar dengan biaya minimal dilakukan denganberbagai cara, terutama dengan menekan biaya produksi dan membuat produk tahan lama. Contohnya penggunaan bahan pengawet seperti formalin. Pemakaian formalin pada bahan makanan, dan pengurangan komponen bahan lainnya, termasuk penggunaan zat pewarna pun bahkan dilakukan dengan sengaja

Produk pangan yang mengandung formalin sudah fenomenal di Tanah Air.. Betapa tidak, bahan pengawet makanan yang membahayakan kesehatan ini penggunaannya sudah meluas.

Karena itulah para konsumen dituntut waspada. Di lain pihak, para produsen diharapkan segera menarik produk bermasalah tersebut dari peredaran. Apalagi, Departemen Perdagangan sendiri secara proaktif terus mengawasi peredaran barang di pasar yang diduga mengandung formalin sebagai upaya perlindungan terhadap konsumen.

(4)

tertentu.Ketiga instansi tersebut diduga kuat tidak berfungsi optimal dalam menindak produsen pengguna formalin, boraks atau sejenisnya dalam makanan.

Perlindungan konsumen terhadap produk pangan yang bermasalah, paling efektif dilakukan pemerintah. Idealnya, sistem penyaluran atau distribusi produk pangan sebelum masuk dan ketika beredar di pasaran tak boleh luput dari pengawasan pemerintah. Di negara maju, pemerintahlah yang paling aktif melaksanakan fungsi kontrolnya. Di Indonesia kontrol pemerintah atas tata niaga produk pangan dan bahan pengawet masih lemah. Padahal tata niaga tersebut harus dilakukan secara ketat.

Patut dipertanyakan ?

1. Sejauh mana instansi-instansi terkait mengontrol ribuan industri makanan-minuman yang tersebar di Indonesia?

Peraturan tentang penggunaan formalin dan bahan kimia tertentu (BKT) dalam produk pangan seperti tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan serta UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kelihatannya telah terdistorsi (ketidaksempurnaan pasar adalah yang membuat kondisi ekonomi ketidak efisien sehingga mengganggu agen ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri). Deperin dan Depdag sebenarnya sudah membuat regulasi tentang tata niaga BKT, seperti formalin dan rhodamin B. Bahan-bahan itu seharusnya hanya dijual kepada pengguna akhir (end user), tetapi ternyata masih terjadi penyimpangan pada tahap distribusi. Sebab itu, pemerintah hendaknya memperketat distribusi peredaran formalin dan sejenisnya, di samping mencari alternatif bahan pengawet lain yang murah tetapi aman untuk produk pangan. Mutlak, perlu pengawasan ketat terhadap bahan pengawet berbahaya, sebab sampai sekarang beberapa jenis bahan berbahaya dipakai untuk produk makanan atau minuman agar lebih awet atau berwarna lebih menarik.

 Ada dua instrumen perlindungan yang seharusnya diperhatikan pemerintah :

 Perlindungan pra-pasar, yaitu pemeriksaan produk sebelum masuk pasar. Untuk bahan pangan maupun kemasannya, semua produk itu mestinya melalui proses registrasi. Juga harus ada proses standarisasi.

(5)

yang telah ditetapkan maka barang itu harus ditarik dari pasar. Kedua kontrol itu, pra dan pasca-pasar sejauh ini memang tidak berjalan baik di Indonesia. Padahal mekanisme kontrol yang bagus dari pemerintah akan menjamin bahwa barang yang beredar di pasaran steril dari bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

2. Mengapa bahan pengawet yang berbahaya masih diperbolehkan beredar bebas di pasaran, yang kemudian banyak disalahgunakan?

Pada dasarnya Penggunaan formalin tidak dilarang, asalkan untuk tujuan yang tidak merugikan individu dan masyarakat. Formalin dan boraks itu sendiri sebenarnya merupakan bahan pengawet mayat dan tekstil, juga banyak digunakan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, gudang, pakaian, dan sebagai getmisida dan fungisida pada tanaman dan sayuran. Formalin pun dapat digunakan sebagai pembasmi serangga dalam industri tahu. Selain itu formalin juga biasa digunakan untuk bahan kecantikan, Namun kenyataannya, terjadi penyalahgunaan bahan formalin dalam produk-produk kecantikan yang sebenarnya sangat berbahaya. Para produsen menggunakan bahan pengawet formalin demi keuntungan dan meminimalkan biaya, sementara masalah kesehatannya bukan menjadi tanggung jawab mereka. Formalin juga kerap muncul dalam fungsinya sebagai pewarna untuk menambah daya tarik penampilan makanan.

Para pelaku usaha mestinya tidak memroduksi dan mengedarkan produk pangan yang menggunakan bahanpengawet tersebut. Maraknya kasus produk pangan dengan bahan pengawet berbahaya juga menunjukkan adanya kegagalan sosialisasi dan pengabaian masyarakat tentang pentingnya makanan sehat. Karena itu, penanggulangan kasus ini hendaknya betul-betul bertujuan demi memberantas tuntas penyalahgunaan bahan pengawet dari bahan kimia, bukan karena motif lain demi keuntungan semata.

Berdasarkan UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan dan UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta UU No 23/1992 tentang Kesehatan, produsen yang terlibat dapat dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 600 juta.

(6)

Pulau Jawa, Sulsel, dan Lampung. Sebanyak 56% di antaranya mengandung formalin. Bahkan, 70% mie basah mengandung formalin.

Hasil riset dari Balai Besar POM DKI Jakarta menyebutkan, delapan merek mie dan tahu yang dipasarkan di Ibu Kota mengandung formalin. Tidak mudah membedakan produk pangan yang mengandung formalin dengan yang tidak. Tetapi, produk makanan dengan kadar formalin tinggi akan terlihat sangat berminyak dan aromanya menyengat. Formalin dan boraks sebenarnya merupakan bahan pengawet mayat dan tekstil. Para pelaku usaha mestinya tidak memroduksi dan mengedarkan produk pangan yang menggunakan bahan pengawet tersebut. Agar kasus ini dapat ditanggulangi secara efektif, perlu ada nota kesepahaman bersama antara BPOM dengan pemerintah daerah setempat dan jajaran penegak hukum, termasuk kepolisian. Semua pihak, terutama para produsen dan oknum aparat pemerintah yang terlibat, perlu ditindak tegas sebagai therapi kejut agar tidak ada lagi produsen makanan yang berani menyalahgunakan bahan pengawet yang berbahaya.

2.2 Identifikasi Produk A. Mi basah

Penggunaan formalin pada mi basah akan menyebabkan mi tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 derajat Celsius). Baunya agak menyengat, bau formalin. Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal. Penggunaan boraks pada pembuatan mi akan menghasilkan tekstur yang lebih kenyal.

B. Tahu

(7)

C. Bakso

Bakso tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius). Teksturnya juga sangat kenyal

D. Ikan segar

Ikan segar yang diberi formalin tekstur tubuhnya akan menjadi kaku dan sulit dipotong. Ia tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius). Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan merah segar dan warna daging ikan putih bersih. E. Ikan asin

Ikan asin yang mengandung formalin akan terasa kaku dan keras, bagian luar kering tetapi bagian dalam agak basah karena daging bagian dalam masih mengandung air. Karena masih mengandung air, ikan akan menjadi lebih berat daripada ikan asin yang tidak mengandung formalin. Tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar ( 25 derajat Celsius). Tubuh ikan bersih, cerah.

2.3 Identifikasi Kerugian bagi Konsumen dan Keuntungan bagi ProdusenKerugian bagi Konsumen

Formalin merupakan cairan tidak berwarna yang digunakan sebagai desinfektan, pembasmi serangga, dan pengawet yang digunakan dalam industri tekstil dan kayu. Formalin memiliki bau yang sangat menyengat, dan mudah larut dalam air maupun alkohol.

Beberapa pengaruh formalin terhadap kesehatan adalah sebagai berikut.

1. Jika terhirup akan menyebabkan rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan , sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, dan dapat menyebabkan kanker paru-paru. 2. Jika terkena kulit akan menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan kulit terbakar. 3. Jika terkena mata akan menyebabkan mata memerah, gatal, berair, kerusakan mata,

pandangan kabur, bahkan kebutaan.

(8)

Formalin merupakan bahan tambahan yang sangat berbahaya bagi manusia karena merupakan racun. Bila terkonsumsi dalam konsentrasi tinggi racunnya akan

mempengaruhi kerja syaraf. Secara awam kita tidak dapat mengetahui seberapa besar kadar konsentrat formalin yang digunakan dalam suatu makanan. Formalin adalah nama dagang formaldehida yang dilarutkan dalam air dengan kadar 36 – 40 %. Formalin biasa juga mengandung alkohol 10 – 15 % yang berfungsi sebagai stabilator supaya

formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi.

Formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala : sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, depresi susunan syaraf dan gangguan peredaran darah. Injeksi formalin (suntikan) dengan dosis 100 gram dapat menyebabkan kematian dalam waktu 3 jam. Tahu merupakan produk pangan yang sering direndam formalin. Tahu yang tidak direndam formalin hanya bertahan 1 – 2 hari saja kemudian berlendir. Sedangkan yang direndam formalin akan bertahan 4 – 5 hari bahkan bisa sampai 1 bulan dalam kadar tertentu.

Keuntungan bagi Produsen

Pada umumnya, alasan para produsen menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan adalah karena bahan ini mudah digunakan dan mudah didapat, harganya relatif murah dibanding bahan pengawet lain yang tidak berpengaruh buruk pada kesehatan. Selain itu, formalin merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus.

Kebutuhan setiap orang tidak ada batasnya. Setelah kebutuhan yang satu terpenuhi, akan muncul kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh seseorang berpedoman pada prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan tertentu akan memperoleh hasil maksimal. Jadi, tindakan ekonomi harus didorong oleh motif ekonomi dan didasari oleh prinsip ekonomi.

Motif ekonomi adalah alasan seseorang untuk melakukan sesuatu atau dorongan dari dalam diri manusia untuk berbuat atau bertindak secara ekonomis untuk memperoleh keuntungan. Keadaan perekonomian Indonesia yang semakin sulit, harga bahan-bahan yang semakin meningkat memacu penjual untuk lebih cerdik dalam memproduksi atau menjual makanan dengan harga tetap terjangkau.

(9)

a. Perilaku Konsumen

Sebagian konsumen lebih senang memilih produk yang awet dan harga yang murah. Konsumen umumnya bersikap tidak ambil peduli, yang penting harganya murah. Selain itu, konsumen biasanya sulit membedakan produk yang diawetkan dengan formalin yang boleh jadi membuat mereka mengambil jalan mudah memilih produk apa saja. Sehingga produsen dapat dengan mudah memperjualbelikan makanan dengan kandungan formalin yang memiliki keuntungan yang besar kepada konsumen. b. Formalin lebih tahan lama.

Formalin bisa mengawetkan bahan makanan tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama Banyak para pedagang dan pengusaha yang mengatakan bahwa produk makanan yang tidak diberi bahan pengawet, formalin, makanan seperti tahu atau mi basah seringkali tidak bisa tahan dalam lebih dari 12 jam. Bagi sebagian produsen maupun pedagang, alasan penggunaan zat ini adalah untuk mengawetkan produk mereka, terutama untuk jenis makanan yang mudah rusak atau busuk. Daya tahan produk hingga berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan tentu saja sangat menguntungkan penjual. Apalagi pada kondisi pasar yang tengah melesu.

c. Formalin dinilai cukup murah dan mudah didapat.

Meski disadari berbahaya, penggunaan formalin dalam makanan sangat sulit

dihindari. Para pedagang dan pengusaha makanan menggunakan formalin untuk motif ekonomi. Penggunaan bahan pengawet makanan ini dapat menolong untuk menekan biaya produksi sehingga menambah keuntungan produsen. Selain itu bahan ini juga tergolong mudah untuk didapat, karena bahan ini dijual bebas di pasaran.

d. Formalin dinilai lebih efektif untuk menghambat proses pembusukan. Formalin adalah suatu zat kimia. Oleh karena itu, zat ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya pembusukan pada produk makanan.

2.4 Upaya Pemerintah

Walaupun penyebaran boraks dan formalin di Indonesia sudah luas sekali dan sudah menjadi umum, pemerintah masih tidak mengambil langkah yang tegas dalam menangani hal ini. Buktinya bisa didapat, bahwa ternyata penggunaan formalin dan boraks sebagai bahan pengawet makanan masih merajalela.

(10)

BPOM, seperti : melarang panganan permen merek white rabbit creamy, kiamboy, classic cream, black currant, dan manisan plum; mengeluarkan permenkes no. 722/1998 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan; dan melakukan

(11)

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

Penggunaan formalin untuk bahan pengawet makanan adalah melanggar peraturan pemerintah. Karena, dalam jangka panjang pengonsumsinya dapat menderita penyakit kanker dan gangguan ginjal. Kasus penggunaan formalin, boraks dan sejenisnya pada makanan mencerminkan kelemahan koordinasi dari tiga instansi bertanggung jawab menangani peredaran bahan makanan dan minuman. Ketiga instansi tersebut adalah Departemen Perindustrian (Deperin) yang bertugas membina industri, Departemen Perdagangan (Depdag) menangani tata niaga, dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengawasan bahkan penyelidikan langsung sampai ke batas-batas tertentu.Ketiga instansi tersebut diduga kuat tidak berfungsi optimal dalam menindak produsen pengguna formalin, boraks atau sejenisnya dalam makanan.

3.2 Saran

(12)
(13)

DAFTAR PUSTAKA

http://asyharstf08.wordpress.com/2009/10/31/penggunaan-formalin-dalam-produk-makanan/

UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan

Referensi

Dokumen terkait

Raja dan permaisurinya lari ke gunung dan mendirikan kerajaan baru Yang diberi nama Watuparang yang kemudian terkenal dengan nama kerajaan Selaparang.. Kapan nama Lomboq

Dilihat dari tingkat partisipasi sekolah pada tahun 2010, tampak bahwa hampir semua provinsi berhasil dalam menjalankan program pemerintah untuk memberikan pendidikan dasar

Berdasarkan nilai centroid nya, cluster ini termasuk kinerja dosen yang kurang baik dalam hal kedisiplinan, materi perkuliahan kurang sesuai dengan silabus, cara mengajar yang

Di dalam UULH itu ditetapkan adanya sanksi yaitu sanksi administratif, perdata dan pidana serta adanya tindakan tata tertib. Sanksi administratif tentunya hanya dapat diterapkan

Karena signifikansi variabel lebih dari 0,05 maka H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa antara variabel X1 (data.. kecerdasan emosional) dengan hasil belajar matematika

Letakkan benih yang akan di ukur kadar airnya pada tempat yang disediakan oleh aqua boy, pasangkan alat tersebut pada kotak aqua boy, setelah jarum menunjukkan angka dan

Sumber Penerimaan Daerah Kota Samarinda adalah Pendapatan Asli Daerah, dimana sumber – sumber keuangan tersebut diambil dari potensi di wilayah daerah yang terkait yang

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis potensi wisata karst yang ada di Kecamatan Semanu sebagai obyek tujuan wisata, (2) Menganalisis klasifikasi tingkat