• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HELMINTOLOGI Dosen Pembimbing Dr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HELMINTOLOGI Dosen Pembimbing Dr"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

HELMINTOLOGI

Dosen Pembimbing: Dr. Grido Handoko S

Disusun Oleh

Kelompok 2:

Ayu Kaprilia Lailatul Sya’diah Mochamad Fuad Mahfud

Siti Hofi Datur Rofiah Syamsiah Chandrawati

S1-KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH

HELMINTOLOGI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

MIKROBIOLOGI dan PARASITOLOGI

Mengetahui,

Dosen Mata Ajar

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “HELMINTOLOGI”dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM selaku pengasuh pondok pesantren Zainul Hasan Genggong

2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. selaku ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong

3. Ns. Khusyairi, M.Kep. selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan

4. Dr. Grido Handoko S. selaku dosen Mata Ajar Mikrobiologi dan Parasitologi 5. Ns. Nafolion Nur Rahmat S.Kep. selaku Dosen Wali S1 Keperawatan Tingkat 1

6. Santi Damayanti, A.md. selaku Ketua Perpustakaan STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong

7. Teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum sempurna. Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, Desember 2014

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi Helmintologi 2.2 Toxocara

2.2.1Toxocara Cati 2.2.2 Toxocara Canis 2.3 Nematoda

2.4 Trematoda

2.4.1 Trematoda Hati ( Clonorchis sinensis ) 2.4.2 Trematoda Paru ( paragonimus westermani ) 2.4.3 Trematoda Usus

2.4.4 Trematoda Darah (Schistosoma japonicum)

2.5 Cestoda

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan 3.2 Saran

(5)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua macam, yaitu nemathelminthes (cacing gilik) dan platyhelminthes (cacing pipih). Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk nemathelminthes (kelas nematoda) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Cacing dewasa yang termasuk platyhelmintes mempunyai badan pipih, tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit.

Penyakit karena cacing (helminthiasis), banyak tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Hal ini berkaitan dengan faktor cuaca dan tingkat sosio-ekonomi masyarakat.

Kebanyakan cacing memerlukan suhu dan kelembaban udara tertentu untuk hidup dan berkembang biak. Sebagian cacing memerlukan vertebrata atau invertebrata tertentu sebagai host, misalnya ikan, siput, crustacea atau serangga, dalam siklus (lingkaran) hidupnya. Di daerah tropis, host-host ini juga banyak berhubungan dengan manusia, karena tidak adanya pegendalian dari masyarakat setempat.

Serangga, seperti nyamuk dan lalat pengisap darah, di samping sebagai intermediate host, juga merupakan bagian dari lingkaran hidup cacing. Penyebaran telur cacing yang ke luar bersama feses penderita, tidak hanya berkaitan dengan cuaca, seperti hujan, suhu dan kelembaban udara, tetapi juga berkaitan dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang sanitasi. Kebiasaan penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga dan makanan tertentu, misalnya sayuran, akan meningkatkan jumlah penderita helminthiasis.

Demikian juga kebiasaan makan masyarakat, menyebabkan terjadinya penularan penyakit cacing tertentu. Misalnya, kebiasaan makan ikan, kerang, daging atau sayuran secara mentah atau setengah matang. Bila di dalam makanan tersebut terdapat kista atau larva cacing, maka siklus hidup cacingnya menjadi lengkap, sehingga terjadi infeksi pada manusia. Berbeda dengan infeksi oleh organisme lain (bakteri, rikettsia, virus, jamur, protozoa), pada infeksi karena cacing, cacing dewasanya tidak pernah bertambah banyak di dalam tubuh manusia.

(6)

Bagaimana macam-macam helmintologi dan akibatnya?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi Helmintologi. 2. Untuk mengetahui macam macam Helmintologi.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi mahasiswa

Manfaat makalah ini bagi mahasiswa, baik penyusun maupun pembaca adalah untuk menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang konsep pemeriksaan tentang helmintologi.

1.4.2 Bagi institusi

Manfaat makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu fenomena kesehatan yang spesifik tentang konsep pemeriksaan tentang helmintologi.

1.4.3 Bagi masyarakat

(7)

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Helmintologi

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi :

1. NEMATHELMINTHES (cacing gilik)

2. PLATYHELMINTHES (cacing pipih)

Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk NEMATHELMINTHES (kelas NEMATODA) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Dalam parasitologi Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh.

Macam-macam Helmintologi yaitu sebagai berikut:

(8)

Toxocara adalah jenis cacing yang terdapat pada hewan. Yang paling banyak angka kejadiannya adalah:

2.2.1 Toxocara Cati

a. Etiologi

Toxocaracati berpredeleksi di dalam usus halus kucing. Cacing jantan panjangnya 3-7 cm, spikulumnya tidak sama besar dan bersayap. Cacing betina panjangnya 4-12 cm. Telur berukuran 65-75 mikron. Kucing jantan dan anak kucing bertindak sebagai hospes definitive dari Toxocaracati (Hubneret al., 2001).

Telurinfektif dikeluarkan bersama feses. Feses yang mengandung

Toxocaraspp. jatuh di tanah dengan temperatur 10-35ºC dan kelembaban 85% serta kondisi yang optimal maka dalam waktu paling sedikit 5 hari akan berkembang menjadi telurinfektif yang mengandung embrio (Levine, 1978; Bowman, 1995; CDC, 2002).

a. Siklus Hidup

Siklus hidup Toxocaracati mengalami beberapa generasi, yakni stadium telur, larva stadium pertama (L1), kedua (L2), ketiga (L3), keempat (L4) dan stadium dewasa. Larva stadium kedua (L2) adalah larva infektif yang merupakan sumber penularan toxocariasis pada hewan dan manusia. Hospes definitive dari T. cati adalah kucing jantan dan anak kucing (Hubneret al., 2001).

Menurut Levine (1978), larva stadium kedua (L2) tidak akan pernah berkembang menjadi larva stadium ketiga (L3) apabila menginfeksi selain hospes definitive dan hospestranspor (cacing tanah, kecoa, ayam, anak kambing). Kondisi yang demikian disebut larva dorman, yaitu larva yang tidak mengalami perkembangan dan hanya menetap di dalam jaringan. Toxocaracati

(9)

Kucing yang telah dewasa bisa juga terinfeksi oleh cacing ini apabila menelan telurinfektif. Larva akan menetas dalam usus dan akan menyebar kelapisan mukosa, kemudian akan migrasi secara pasif melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah atau secara aktif menembus jaringan dan menyebar keseluruh bagian tubuh. Larva yang menembus dinding usus akan menyebar melalui pembuluh darah kesetiap jaringan tubuh terutama otak, mata, hati, paru-paru, dan jantung. Larva bertahan hidup selama beberapa bulan, menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara berpindah kedalam jaringan lain dan menimbulkan peradangan di sekitarnya.

b. Gejala Klinis

Gejala klinis pada anak kucing tidak terlihat jelas, karena tidak terjadi migrasi larva ketrakhea dan gejala batuk-batuk pun tidak tampak. Larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa sejalan dengan pertumbuhan anak kucing. Pada kucing dewasa yang terinfeksi Toxocara, bulu akan terlihat kasar dan akan terjadi diare sehingga akan terlihat dehidrasi (Hendrix, 1995).

c. Diagnosis

Konfirmasi diagnosis dikuatkan dengan sejarah penyakit, adanya pneumonia, dan ditemukan telur cacing Toxocara dalam feses. Telur Toxocara berbentuk bulat berwarna kecoklatan, permukaannya berbintik-bintik dan dinding luarnya sangat tebal. Pemeriksaan feses dengan ujiapung adalah merupakan metode untuk mendeteksi adanya infeksi cacing.(Hendrix, 1995).

Telur cacing akan mengapung dalam larutan garam jenuh dan dapat dihitung di dalam kotak hitung. Infeksi prepaten bisa dilakukan dengan uji serologi.Uji serologi dengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk deteksi antibody.(Sadjjadiet al., 2000).

d. Pengobatan dan Pencegahan

(10)

untuk bermain anak-anak dan bisa juga dilakukan pengobatan terhadap anak kucing.(Labordeet al., 1980 ;Schantz, 1981).

2.2.2 Toxocara Canis canis adalah gonochorists, dewasa cacing ukuran 9-18 cm, berwarna kuning-putih dalam satu warna, dan predileksi terjadi dalam usus dari tuan rumah definitif. Pada anjing dewasa, infeksi biasanya tanpa gejala. Sebaliknya, infeksi besar dengan T. canis dapat berakibat fatal pada anak anjing. Sebagai paratenic host, sejumlah berbagai vertebrata, termasuk manusia, dan beberapa invertebrata dapat terinfeksi. Manusia dapat terinfeksi, seperti host paratenic lainnya, dengan menelan T. berembrio canis eggs. Penyakit yang dapat disebabkan oleh T. canis larva (toxocariasis) memiliki bentuk dalam dua sindrom yaitu migrans larva visceralis dan migrans larva Ocularis. Klasifikasi ilmiah Kingdom: Animalia Filum, Nematoda Kelas, Secernentea Ordo, Ascaridida Family, Toxocaridae Genus, Toxocara Spesies, T. Canis.

b. Morfologi

T.canis dewasa memiliki tubuh bulat dengan bagian runcing tengkorak dan ekor, ditutupi oleh kuning kutikula. Bagian tengkorak dari tubuh berisi dua Alae lateral (panjang 2-2,5 mm, lebar 0,2 mm). T. canis jantan cacing ini memiliki ukuran 9-13 cm × 0,2-0,25 dan cacing betina 10-18 × 0,25-0,3 cm. Telur canis memiliki bentuk oval atau bulat dengan permukaan pasir, berdinding tebal, dan langkah-langkah 72-85 µm.

c. Siklus Hidup

(11)

dalam usus kecil. Pada anjing tua, infeksi paten juga dapat terjadi, namun encystment larva dalam jaringan yang lebih umum. Tahap encysted yang diaktifkan kembali pada anjing betina selama kehamilan akhir dan menginfeksi dengan rute transplasenta dan transmammary anak-anak anjing, yang dalam usus kecil cacing dewasa menjadi mapan. Puppies merupakan sumber utama pencemaran telur lingkungan. Toxocara canis juga dapat ditularkan melalui konsumsi host paratenic: telur tertelan oleh mamalia kecil (misalnya kelinci) menetas dan larva menembus dinding usus dan bermigrasi ke berbagai jaringan di mana mereka encyst. Siklus hidup selesai ketika anjing itu makan host ini dan larva berkembang menjadi bertelur cacing dewasa di usus kecil. Manusia adalah host disengaja yang terinfeksi dengan menelan telur infektif di tanah yang terkontaminasi atau host paratenic terinfeksi. Setelah konsumsi, telur menetas dan larva menembus dinding usus dan dibawa oleh sirkulasi ke berbagai jaringan (hati, jantung, paru-paru, otak, otot, mata). Sementara larva tidak menjalani segala perkembangan lebih lanjut di situs ini, mereka dapat menyebabkan reaksi lokal yang parah yang merupakan dasar dari toxocariasis. Dua presentasi klinis utama toxocariasis adalah larva migrans visceral dan migrans okular larva. Diagnosis biasanya dibuat oleh serologi atau temuan dari larva di biopsi atau spesimen otopsi. Jenis Penyakit Gejala Mekanisme Infeksi Toxocara canis Toxocarosis Visceral larva migrans (VLM) Eosinophilia, leukocytosis, fever, cough, asthmatic attacks, lymphadenopathie, hepatomegaly, gastrointestinal disorders, cardial symptoms, urticarial skin changes Eosinofilia, leukositosis, demam, batuk, serangan asma, lymphadenopathie, hepatomegali, gangguan pencernaan, gejala cardial, perubahan kulit urtikaria Pada manusia, visceral larva migrans secara umum menyebabkan demam, eosinofilia, dan hepatomegali.

d. Diagnosis

Cara diagnosis toksokariasis sulit karena cacing ini tidak menjadi dewasa, maka dari itu harus dilakukan tes immunologis atau biopsi jaringan. Serologi dengan penentuan antibodi spesifik berdasarkan teknik ELISA. Toxocara canis IgG ELISA ditujukan untuk penentuan kualitatif IgG-kelas antibodi terhadap Toxocara canis pada manusia serum atau plasma (sitrat).

e. Pengobatan

(12)

toxocariasis okular lebih sulit dan biasanya terdiri dari langkah-langkah untuk mencegah kerusakan progresif pada mata.

2.3 Nematoda

Nematoda berasal dari bahasa Yunani,

Nema yang artinya benang. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 meter.

Nematoda yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan, dan sistem peredaran darah. Keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan orga yang dihinggapi.

a. Penggolongan Nematoda

Menurut tempat hidupnya, Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua, yaitu : 1. Nematoda intetinaslis (usus)

(13)

a. Ascaris lumbricoides

b. Trichuris truchuira

c. Oxyuris vermicularis (pin worm)

d. Strongyloides stercoralis (small roundworm of man)

e. Ancylostoma duodenale (old world worm hook)

(14)

g. Necator americanus (new world worm hook)

h. Trichinella spiralis (trichina worm)

i. Toxocara canis (dog worm)

(15)

2. Nematoda jaringan/darah

Spesies yang dipelajari meliputi :

a. Wuchereria bancrofti (filarial worm)

b. Brugia malayi (Malaya filarial worm)

c. Manzonella ozzardi

(16)

e. Loa loa (eye worm)

f. Dracunculus medinensis (guinea worm)

b. Morfologi dan Sifat Umum

Tubuh Nematoda tidak bersegmen, silindrik, panjang, dan simetris bilateral. Tubuh Nematoda sudah mempunyai sistem pencernaan (sistem digestiva), sudah mempunyai mulut (oral), kerongkongan (esofagus), usus (intestinum), dan anus (anal). Usus terdiri atas usus depan, usus tengah, dan usus belakang. Permukaan usus dilapisi oleh kutikula yang sewaktu-waktu dilepaskan yaitu pada saat terjadi pergantian kulit. Lapisan kutikula mempunyai bermacam-macam ciri, beberapa dianataranya berupa tonjolan-tonjolan.

Ciri ini dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi spesies, terutama dalam potongan jaringan. Cacing jantan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan cacing betina, ujung posterior cacing jantan berukuran lebih kecil dari pada cacing betina dan ujung posteriornya melingkar ke arah ventral, sedangkan yang betina bagian ujung posteriornya lurus.

Sistem ekskresi terdiri dari dua pipa, terletak di kordalateral. Pada ujung anterior pipa-pipa ini berhubungan dan terbuka dibagian tengah ventral sebagai sinus eksrestorius.

(17)

Sistem reproduksi (alat kelamin) cacing betina berpasangan, masing-masing terdiri dari ovarium, oviduk, dan uterus. Kedua uterus bersatu membentuk organ vagina. Alat kelamin yang jantan tidak berpasangan, terdiri dari testes dan vas diferens. Di bagian kloaka terdapat dua buah spikula.

Sel telur yang dibuahi membentuk lapisan pertama berupa membran kuning, yaitu bagian yang membentuk kulit pertama. Kulit kedua dibentuk oleh dinding uterus. Bentuk telur pada umumnya seperti elips dan mudah dibedakan antara spesies satu dengan lainnya. Reproduksi Nematoda umumnya dengan cara bertelur (ovipar) dan beberapa spesies ada yang mengeluarkan larva (larvipar).

2.3 Trematoda

Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya lobang, bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun. Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang tapi tak punya anus.

Sistem eksretori bercabang- cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori yang punya lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae. Siklus hidup ada yang secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea).

Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi menjadi tiga sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan jumlah jenis dan macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat pada manusia, karena pada hewan sub-klas ini dapat dijumpai.

Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat penghisap. Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior. Alat hisap (Sucker) ini untuk menempel pada tubuh inangnya makanya disebut pula cacing hisap.

(18)

dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata, ternak, ikan, manusia Trematoda. Trematoda berlindung di dalam inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula permukaaan tubuhnya tidak memiliki sila.

Jenis-jenis Trematoda

Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitife cacing Trematoda, antara lain: kucing, anjing, kambing, sapi , babi, tikus, harimau, dan manusia.

Menurut tempat hidup cacing dewasa dalam tubuh hospes, maka Trematoda dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

2.4.1 Trematoda Hati ( Clonorchis sinensis )

a. Hospes dan Nama Penyakit

Manusia, Kucing, Anjing, Beruang Kutub, dan Babi merupakan Hospes parasit Trematoda Hati, penyakit yang disebabkannya disebut Klonorkiasis.

b. Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang disaluran prankeas. ukuran cacing dewasa 10-25 mm x 3-5 mm, bentuknya pipih, lonjong, menyerupai daun. Telur berukuran kira-kira 30 x 16 mikron, bentuknya seperti bola lampu pijar dan berisi mirasidium, ditemukan dalam saluran empedu. Telur dikeluarkan dengan tinja, telur menetas bila dimakan keong air (Bulinus, Semisulcopira). Dalam keong air, mirasidium berkembang menjadi sporakista, redia induk, redia anak, lalu serkaria. Serkaria keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II, yaitu ikan (family cyprinidae). setelah menembus masuk tubuh ikan serkaria melepaskan ekornya dan membentuk kista didalam kulit dibawah sisik, kista ini disebut metaserkaria.

Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang. Ekskistasi terjadi di duodenum, kemudian larva masuk di duktus koledokus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan, seluruh daur hidup berlangsung selama 3 bulan.

(19)

Sejak larva masuk di saluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati, pada keadaaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati di sertai asites dan edema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi.

Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium, pada stadium ringan tidak di temukan gejala. Stadium progresif di tandai dengan menurunnya nafsu makan, perut rasa penuh, diare, edema, dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut di dapatkan sindrom hipertensi fortal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosis hepatis. Terkadang dapat menimbulkan keganasan dalam hati.

d. Diagnosis

Diagnosis di tegakkan dengan menemukan telur yang berbentuk khas dalam tinja atau dalam cairan duodenum.

e. Pengobatan

Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel.

2.4.2 Trematoda Paru ( paragonimus westermani )

a. Hospes Dan Nama Penyakit

Manusia dan binatang yang memakan ketan atau udang batu, seperti kucing, luak, anjing, harimau, serigala dan lain-lain merupakan hospes cacing ini. Pada manusia parasit ini menyebabkan paragonomiasis.

b. Morfologi Dan Daur Hidup

(20)

Batil isap mulut hampir sama besar dengan batil isap perut. Testis berlobus terletak berdampingan antara batil isap perut dan ekor. Ovarium terletak di belakang batil isap perut. Telur berbentuk lonjong berukuran 80-118 mikron x 40-60 miron dengan operculum agak tertekan ke dalam. Waktu keluar bersama tinja atau sputum, telurnya belum berisi mirasidium.

Serkaria keluar dari keong air, berenang mencari hospes perantara II , yaitu ketam atau udang batu, lalu membentuk metaserkaria didalam tubuhnya. Infeksi terjadi dengan makan ketan atau udang batu yang tidak dimasak sampai matang.

Dalam Hospes definitif, meta serkaria menjadi cacing dewasa muda di duodenum. Cacing dewasa muda berimigrasi menembus dinding usus, masuk ke rongga perut, menembus diafragma dan menuju keparu. Jaringan hospes mengadakan reaksi jaringan sehingga cacing dewasa terbungkus dalam kista, biasanya ditemukan 2 ekor didalamnya.

c. Patologi dan Gejala Klinis

Karena cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala dimulai dengan adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk darah. Keadaan ini disebut endemic hemoptysis. Cacing dewasa dapat pula berimigrasi kealat-alat lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut (antara lain hati, limfa, otak, otot, dinding usus).

d. Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Terkadang telur juga ditemukan dalam tinja, reaksi serologi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis.

e. Pengobatan

Prazikuantel dan bitionel merupakan obat pilhan.

(21)

Manusia mendapatkan penyakit cacing daun karena memakan hospes perantara II yang tidak dimasak sampai matang.

a. Hospes dan Nama Penyakit

Hospes cacing keluarga Echinostomatidae sangat beraneka ragam yaitu manusia, tikus, anjing, burung, ikan dan lain-lain (poliksen). Nama penyakitnya disebut

ekinostomiasis.

b. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan dari cacing trematoda lain, dengan adanya cirri-ciri khas berupa duri-duri leher dengan jumlah antara 37 buah sampai kira-kira 51 buah, letaknya dalam dua baris berupa tapal kuda, melingkari bagian belakang serta samping batil isap kepala. Cacing tersebut berbentuk lonjong, berukuran panjang dari 2,5 mm hingga 13-15 mm dan lebar 0,4 – 0,7 mm hingga 2,5 – 3,5 mm.

Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-lekuk, letaknya bersusun tandem pada bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah lateral, meliputi 2/3 badan cacing dan melanjut hingga bagian posterior. Cacing dewasa hidup diusus halus, mempunyai warna agak merah ke abu-abuan. Telur mempunyai operculum, besarnya berkisar antara 103-137 x 59 – 75 mikron. Telur setelah 3 minggu dalam air, berisi tempayak yang disebut mirasidium. Bila telur menetas, mirasidium keluar dan berenang bebas untuk hinggap pada hospes perantara I yang berupa keong jenis kecil seperti genus anisus, gyraulus, lymnae, dan sebagainya.

Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang kemudian membentuk serkaria yang pada suatu saat berjumlah banyak dilepaskan kedalam air oleh redia yang berada dalam keong. Serkaria ini kemudian hinggap pada hospes perantara II untuk menjadi metaserkaria yang efektif. Hospes perantara II adalah jenis keong yang besar, seperti genus vivivar/bellamya, pila atau corbicula.

Ukuran cacing besar, jumlah duri-duri sirkumoral berbentuk testis. Ukuran telur dan jenis hospes perantara digunakan untuk mengidentifikasi spesies cacing.

c. Diagnosis

Diagnosis ditegakkandengan menemukan telur dalam tinja.

(22)

Tetraklorotilen adalah obat yang dianjurkan akan tetapi penggunaan obat-obat baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.

2.4.4 Trematoda Darah (Schistosoma japonicum)

Cacing yang berbentuk dan mandi pada air yang kotor.

a. Hospes dan Nama Penyakit

Hospes definitive adalah manusia, berbagai macam binatang dapat berperan sebagai h ospes reservoar. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skistomiasis atau b ilharziasis.

b. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing darah ini sebagai parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan binatang pengerat lainnya.

Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih ramping. Cacing jantan panjangnya 9-22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah 14-26 cm.

Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian menuju keporos usus (rectum) dan kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur keluar bersama tinja dan urine.

Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk kedaalam tubuh siput. Kemudian dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang berekor bercabang. Serkaria dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman atau menembus kulit dan dapat menimbulkan penyakit schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini menyebabkan kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limfa , kantong urine dan ginjal.

(23)

Minum air yang sudah terdapat parasit cacing, mandi atau berenang pada air yang kotor.

2.5 Cestoda

Cacing dalam kelas cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun pembuluh darah. Tubuhnya memanjang terbagi atas segmen-segmen yang disebut proglotida dan segmen-segmen ini bila sudah dewasa berisi alat reproduksi jantan dan betina.

a. Morfologi

Ukuran cacing dewasa pada Cestoda bervariasi dari yang panjangnya hanya 40 mm sampai yang panjangnya 10-12 meter. Cestoda adalah cacing hermafrodit. Cacing ini terdiri atas scolex (kepala) yang berfungsi sebagai alat untuk mengaitkan diri pada dinding intestinum. Di belakang scolex terdapat leher, merupakan bagian cacing yang tidak bersegmen. Di belakang leher tumbuh proglotid yang semakin lama semakin banyak yang menyebabkan cacing menjadi semakin panjang dan bersegmen-segmen.

Setiap proglotid (segmen) dilengkapi dengan alat reproduksi (jantan dan betina). Semakin jauh dari scolex, proglotidnya semakin tua sehingga proglotid yang paling ujung seolah-olah hanya sebagai kantung telur saja sehingga disebut proglotid gravida. Proglotid muda selalu dibentuk dibelakang leher, sehingga proglotid tua akan didorong semakin lama semakin jauh letaknya dari scolex. Seluruh cacing mulai scolex, leher, sampai proglotid yang terakhir disebut strobila. Cestoda berbeda dengan nematoda dan trematoda, tidak memiliki usus. Makanan masuk dalam tubuh cacing karena diserap oleh permukaan tubuh cacing. Berikut ini bagian-bagian tubuh cacing:

Kepala (scolex)

(24)

Leher

Tidak bersegmen, sesudah scoleks melanjut ke leher.

Tubuh atau badan

Terdiri dari segmen-segmen (Proglottid) yang dipisahkan oleh garis-garis transversal, tiap-tiap proglotid biasanya mengandung 1 atau 2 set organ reproduksi.

b. Siklus Hidup

Cacing pita merupakan hermafrodit, mereka memiliki sistem reproduksi baik jantan maupun betina dalam tubuh mereka. Sistem reproduksinya terdiri dari satu testis atau banyak, cirrus, vas deferens dan vesikula seminalis sebagai organ reproduksi jantan, dan ovarium lobed atau unlobed tunggal yang menghubungkan saluran telur dan rahim sebagai organ reproduksi betina. Ada pembukaan eksternal umum untuk sistem reproduksi baik jantan maupun betina, yang dikenal sebagai pori genital, yang terletak pada pembukaan permukaan atrium berbentuk seperti cangkir. Meskipun mereka secara seksual hermafrodit, fenomena pembuahannya termasuk langka. Dalam rangka untuk memungkinkan hibridisasi, fertilisasi silang antara dua individu sering dipraktekkan dalam reproduksi. Selama kopulasi, cirrus berfungsi menghubungkan satu cacing dengan yang lain melalui pori kelamin, kemudian dilakukan pertukaran spermatozoa.

Siklus hidup cacing pita sederhana dalam arti bahwa tidak ada fase aseksual seperti pada cacing pipih lainnya, tetapi rumit karena setidaknya satu hospes perantara diperlukan serta tuan rumah definitif. Pola siklus hidup telah menjadi kriteria penting untuk menilai evolusi antara Platyhelminthes. Banyak cacing pita memiliki siklus hidup dua fase dengan dua jenis host, yaitu:

1. Taenia saginata dewasa tinggal di usus yang seperti parasit pada manusia.

2. Proglottids dari Taenia saginata meninggalkan tubuh melalui anus dan jatuh ke tanah, di mana mereka mungkin jatuh pada rumput dan dimakan oleh hewan pemakan rumput seperti sapi. Ini dikenal sebagai hospes perantara atau host itermediate.

(25)
(26)

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua macam yaitu nemathelminthes (cacing gilik) dan platyhelminthes (cacing pipih). Stadium dewasa cacing-cacing yang termasuk NEMATHELMINTHES (kelas NEMATODA) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Dalam parasitologi Kedokteran diadakan pembagian nematoda menjadi nematoda usus yang hidup di rongga usus dan nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat tubuh. Macam-macam Helmintologi dibagi menjadi 4, yaitu Toxcara ( Jenis Cacing yang terdapat pada hewan ), Nematoda ( cacing yang bentuknya panjang, silindrik (gilig) tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral simetrik. Panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 meter. ), Trematoda (cacing daun yang berparasit pada hewan ), dan Cestoda ( Cacing pita ).

3.2 Saran

3.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan untuk lebih mendalami tentang helmintologi agar tercipta peserta didik yang paham mengenai helmintologi.

3.2.2 Bagi Profesi Keperawatan

Perawat perlu memahami macam-macam helmintologi supaya lebih waspada dan berhati-hati dalam menghadapi pasien dengan penyakit yang berhubungan dengan helmintologi.

3.2.3 Bagi Layanan Kesehatan

(27)

DAFTAR PUSTAKA

Tambayong, Jan.2000. Mikrobiologi Untuk Keperawatan Jan Tambayong, Monica Ester.

Jakarta:Widya Medika.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil negatif pengujian Coliform minuman serbuk effervescent serai ditandai dengan tidak adanya gelembung gas pada tabung Durham dan warna medium tidak keruh.. Dokumentasi

Realisasi pendapatan asli daerah pada tahun anggaran 2008 terhimpun sekitar 3.698,8 milyar rupiah naik sekitar 25,48 persen dibandingkan tahun anggaran 2007.. Pajak daerah

Giat bhabinkamtibmas Polsek Raman Utara Bripka Subasis, SE sambang masyarakat dan tokoh agama Dusun 6 Desa Rukti Sediyo sampaikan himbauan kamtibmas untuk

Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam studi bahasa ini, seperti

Nilai dari hasil pengolahan data pretest dan posttest kemudian diuji dengan menggunakan statistik inferensial untuk mengetahui pengaruh pembelajaran problem posing berbasis

Oleh karena itu, dalam pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, diharapkan dapat tercipta situasi belajar mengajar yang memungkinkan peserta didik

Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Munirul