Daftar Isi
Daftar Isi...1
A. Pendahuluan...2
1. Latar Belakang...2
B. Pembahasan...2
1. Pemanasan Global dan Dampaknya...2
a. Perubahan Cuaca dan Iklim...5
b. Kenaikan permukaan air laut...6
c. Gagal panen besar-besaran...6
d. Kepunahan sejumlah besar spesies...7
e. Hilangnya terumbu karang...7
f. Meningkatnya intensitas dari bencana alam...8
2. Dampak dan Ancaman Pemanasan global Indonesia...10
a. Naiknya Permukaan Air Laut...10
b. Menurunnya Hasil Pertanian...12
c. Ancaman Terhadapa Kesehatan Masyarakat Indonesia...13
3. Pandangan Green Politics terhadap Pemanasan Global...14
4. “Think Globally, Act Locally” sebagai solusi demi masa depan Bumi...17
C. Penutup...20
1. Kesimpulan...20
2. Saran...20
Dampak Pemanasan Global dan Pandangan dari
Perspektif Green politics.
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perubahan iklim global adalah hal yang menjadi perhatian seluruh masyarakat di dunia dan selalu menjadi perbincangan hangat mulai dari masyarakat seperti petani dan nelayan hingga para peneliti dan ilmuan professional di perguruan tinggi karena hal ini memang mempengaruhi seluruh aktivitas penduduk bumi. Salah satu penyebab besar perubahan iklim sendiri adalah pemanasan global.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem
Makalah ini akan mendeskripsikan bagaimana dampak pemanasan global terhadap Indonesia dan Apa yang perlu dilakukan dengan merujuk pada pemikiran Green Politics.
B. Pembahasan
1. Pemanasan Global dan Dampaknya
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia".1 melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.2 Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat.
1 Summary for Policymakers" (PDF). Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. 05-02-2007. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-02-03. Diakses pada
Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.3
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko populasi yang sangat besar.
Dampak Pemanasan Global antara lain adalah sebagai berikut
a. Perubahan Cuaca dan Iklim
persegi.4 Hasil penelitianmnyebutkan bahwa kawasan kutub utara mengalami pemanasan global lebih cepat dari tempat lain.
b. Kenaikan permukaan air laut
Laju penyusutan lapisan es di lautan sekitar kutub, diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2080 mendatang, sampai semuanya mencair. Dampaknya adalah meningkatnya permukaan air laut global. Dalam 20 tahun terakhir ini, permukaan air laut sudah naik rata-rata delapan centimeter. Jika semua lapisan es mencair, diperkirakan permukaan air laut akan naik rata-rata 90 centimeter.
c. Gagal panen besar-besaran.
Menurut penelitian, sekitar 3 miliar orang di seluruh dunia harus memilih untuk pindah ke wilayah beriklim sedang karena kemungkinan adanya ancaman kelaparan akibat perubahan iklim dalam 100 tahun. Perubahan iklim ini diramalkan memiliki dampak yang paling parah pada pasokan air. Kekurangan air akan mengancam produksi pangan, mengurangi sanitasi, menghambat pembangunan ekonomi dan kerusakan ekosistem. Hal ini menyebabkan perubahan suasana lebih ekstrim antara banjir dan kekeringan. Salah satu kasus gagal panen akibat pemanasan globs adalah gagal panen di afrika selatan.5 PBB mengatakan sejumlah 14 juta orang di seluruh Afrika bagian selatan, tidak mengetahui di mana mereka bisa mendapatkan makanan. Sebanyak 2,5 juta orang berada dalam krisis dan membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak.Daerah ini sedang dalam cengkeraman kekeringan intens, yang didorong oleh
4 Greenpeace. “Perubahan Iklim Global” www.greenpeace.org/kutubutara /id/campaigns/perubahan-iklim-global diakses 18 Februari 2016.
5 NationalGeograpic, 2016. “El Nino Gagalkan Panen Di Afrika Selatan“
salah satu peristiwa iklim El Nino terkuat dari 50 tahun terakhir. El Nino menghasilkan kekeringan ekstrim, dan kekurangan air akut di beberapa bagian dunia dan curah hujan berat menyebabkan banjir di daerah lainnya.Kurangnya hujan di Afrika bagian selatan menyebabkan penundaan yang lama untuk penanaman dan mengakibatkan gagal panen meluas. Juru bicara Program Pangan Dunia, Bettina Luescher mengatakan kepada VOA bahwa orang-orang telah berjuang untuk mengatasi kerugian.
d. Kepunahan sejumlah besar spesies.
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Nature, peningkatan suhu dapat menyebabkan kepunahan lebih dari satu juta spesies. Hal ini akan membawa dampak buruk bagi manusia. . Menurut Chris Thomas, seorang staff konservasi biologi dari University of Leeds.Perubahan iklim yang terjadi sekarang ini diperkirakan sama besarnya dengan ancaman terhadap jumlah spesies yang masih hidup di Bumi akibat penghancuran dan perubahan habitat. 6
e. Hilangnya terumbu karang
Sebuah laporan tentang terumbu karang dari WWF mengatakan bahwa dalam skenario terburuk, populasi karang akan runtuh pada tahun 2100 karena suhu dan keasaman laut meningkat. 'Pemutihan' karang akibat kenaikan suhu laut yang terus-menerus sangat berbahaya bagi ekosistem laut, dan banyak spesies lainnya di lautan bergantung pada terumbu karang untuk kelangsungan hidup. Meskipun luas lautan 71 persen dari permukaan bumi dengan kedalaman rata-rata hampir 4
km,terdapat indikasi bahwa hal ini mendekati titik kritis. Bagi terumbu karang, pemanasan dan pengasaman air akan mengancam hilangnya ekosistem global.
f. Meningkatnya intensitas dari bencana alam
Selama satu dekade terakhir, kita telah melihat suatu peningkatan intensitas dari bencana alam di seluruh dunia. Melalui media masa, dan bagi sebagian dari kita, melalui pengalaman langsung, kita telah menyaksikan kekuatan alam yang luar biasa. Belum lama ini, kita telah mengalami bencana alam yang diciptakan oleh tsunami-tsunami di Asia dan Jepang, gempa bumi di Pakistan, Haiti dan China, serta badai Katrina dan lainnya di Amerika Utara dan Tengah. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menyebabkan kerusakan dan kehilangan jumlah jiwa sangat besar yang membuat terpatri dalam pikiran kita, karena besarnya skala dari bencana tersebut.
Lembaga ilmiah paling bergengsi di dunia juga setuju bahwa Bumi menjadi semakin hangat. IPCC, sebuah panel ilmiah PBB untuk perubahan iklim, menyatakan bahwa di tahun 2007 telah terjadi kenaikan sekitar tiga-perempat derajat Celsius pada suhu di Bumi selama satu abad terakhir, di mana kebanyakan dari dampak pemanasan global tersebut terjadi selama beberapa dekade terakhir.
Beberapa akademi-akademi ilmiah nasional mengklaim bahwa aktivitas manusia lah yang telah memainkan peranan utama dalam menyebabkan pemanasan global selama beberapa dekade terakhir. Ilmuwan-ilmuwan modern mengatakan hal ini terjadi karena setiap tahunnya, aktivitas manusia menyebabkan milyar-an ton gas rumah kaca dilepaskan ke atmosfer.
Bencana Tsunami, Selain bisa menenggelamkan
akibat pemanasan global juga bisa menyebabkan abrasi atau banjir didaerah pesisir pantai bahkan bukan tidak mungkin terjadinya bencana tsunami. Tentu kita tidak mau kejadian Tsunami Aceh 2004 terulang lagi, maka dari ini itu kita harus sedini mungkin melakukan aktivitas go green.
Meningkatnya Intensitas Badai, Salah satu dampak yang
diakibatkan oleh pemanasan global adalah meningkatnya intensitas badai. Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara peristiwa pemanasan global dengan terjadinya badai yang semakin sering terjadi. Perlu diingat bahwa badai sangat merugikan manusia karena dapat merusak segala sesuatu yang ada dibumi.
2. Dampak dan Ancaman Pemanasan global Indonesia
Perubahan iklim global yang dipengaruhi pemanasan global memiliki pengaruh yang signifikan dan ancaman bagi Indonesia. Hal-hal tersebut antara lain adalah
a. Naiknya Permukaan Air Laut
"Menurut para ahli, pada 2050 akan ada kenaikan permukaan air laut setinggi 90 CM sehingga bisa menenggelamkan 2.000 pulau kecil di Indonesia,"7
7 Republika.co.id/ “2.000 Pulau di Indonesia Terancam Tenggelam“
Gambar 1.1. Data Historis Kenaikan Curah hujan dan Temperatur Tahunan di Indonesia
Peneliti lingkungan hidup di Indonesia memperkirakan naiknya permukaan air laut setinggi 60 cm di tahun 2070. Penduduk pesisir akan kehilangan tempat tinggalnya, dan Indonesia akan kehilangan industri pariwisata bahari. Selain itu perubahan iklim akan mengakibatkan suhu dan pola hujan yang tidak tentu, sehingga para petani akan kesulitan menentukan masa kerjanya. Untuk lingkup yang lebih besar, keanekaragaman hayati dunia terancam punah, karena habitat individu akan terdegradasi dan hanya individu yang kuat saja yang bisa melewati seleksi alam. Secara hitungan ekonomis, global warming merugikan dunia sebanyak 5 triliun dollar AS.
b. Menurunnya Hasil Pertanian
Kekeringan di wilayah pertanian yang mengakibatkan tanaman
pertanian rusak
Banjir di wilayah pertanian akan merendam tanaman pertanian
yang mengakibatkan gagal panen.
Kerawanan pangan akan meningkat di wilayah yang rawan
bencana kering dan banjir
Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan hama dan
penyakit yang meningkat populasinya akibat perubahan iklim
c. Ancaman Terhadapa Kesehatan Masyarakat Indonesia
Dampak pemanasan global secara umum jugan mengancam kesehatan manusia. Dampak pemanasan global terhadap kesehatan manusia adalah sebagai berikut.
Meningkatnya kasus alergi dan penyakit pernapasan karena udara
yang lebih hangat memperbanyak polutan, seperti spora jamur dan serbuk sari tumbuhan.
Meluasnya penyebaran penyakit. Sebagai contoh, DBD dan
malaria adalah penyakit tropis yang saat ini telah menyebar ke daerah subtropis. Penyebabnya adalah suhu di udara subtropis yang saat ini menjadi lebih hangat sehingga patogen dapat berkembang biak di daerah subtropis.
Meningkatnya penyakit infeksi, yang semula menginfeksi hewan
Meningkatnya kasus orang meninggal akibat penyakit yang dipicu
oleh cuaca panas, misalnya stress, stroke, dehidrasi, jantung dan ginjal.
3. Pandangan Green Politics terhadap Pemanasan Global
Lingkungan merupakan salah satu isu hubungan internasional yang kini mendapatkan posisi banyak dalam interaksi hubungan internasional. Hal ini disebabkan dampak yang diberikan oleh isu ini sangat mengancam kelangsungan hidup bumi dan isinya. Sehingga diperlukan adanya tindakan tepat dalam menangani masalah lingkungan ini.
Banyak ahli lingkungan yang melihat paradigma penyelesaian masalah lingkungan selama ini sangat antroposentris. Antroposentris yakni sebuah pandangan hidup yang menganggap alam diciptakan hanya untuk kepentingan manusia dan bersifat eksploitatif, dengan melihat adanya dualisme antara lingkungan dan manusia.
aterson (dalam Burchill, 2001) menjelaskan bahwa Green Politics atau Teori Hijau juga memiliki asumsi-asumsi yang mendasarinya. Asumsi yang pertama yakni kaum ini lebih mengacu terhadap penolakan konsep anthropocentric atau human-centered. Konsep yang dimaksud yakni bahwa segala kebaikan yang ada di alam hanya berpusat pada manusia, sehingga adanya konsep anthropocentric ini akan membuat manusia cenderung untuk bertindak eksploitatif dengan berlebihan terhadap alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu, perpektif teori hijau ini menolak akan konsep anthropocentric tersebut karena dianggap merugikan kondisi alam. Asumsi yang kedua yakni pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan mengakibatkan lahan yang ada di alam semakin berkurang karena dijadikan tempat tinggal. Selain itu, semakin bertambahnya populasi manusia juga akan berpengaruh terhadap sumber daya alam yang ada di alam. Oleh karena itu, pembangunan lahan dan pengolahan sumber daya alam harus disesuaikan serta harus dirawat dan dilestarikan agar kelestarian lingkungan tetap terjaga dengan baik dan tidak merugikan lingkungan. Asumsi yang ketiga yakni konsep desentralisasi. Teori ini mempercayai bahwa jika dalam suatu negara terdapat banyak anggota penduduk didalamnya maka untuk mencapai lingkungan yang lestari atau perbaikan lingkungan tidak akan terwujud, dibutuhkan komunitas yang lebih kecil atau pendesentralisasian dalam mewujudkan perbaikan lingkungan. Teori ini beranggapan bahwa dengan adanya komunitas lokal yang lebih kecil dari negara maka diharapakan dapat memberikan perlindungan dan perawatan terhadap lingkungan (Paterson dalam Burchill, 2001: 238).8
Dua konsep utama Green politics adalah keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) serta desentralisasi tata kelola lingkungan, menjadi jalan alternatif bagi penyelesaian masalah lingkungan yang biasanya bertumpu pada konsep pembangunan keberlanjutan (sustainable
development) dan pembentukan rezim lingkungan internasional yang terbukti belum dapat menyelesaikan problem lingkungan dunia.
Green politics menawarkan konsep desentralisasi sebagai implementasi kontrol yang lebih baik dalam mengatasi kontrol level global dapat lebih efektif dilaksanakan dalam skala yang lebih kecil, yakni skala komunitas lokal yang langsung memiliki interdependensi tehadap alam sekitar dalam kehidupn mereka. Dengan konsep itu, selama beberapa tahun terakhir ini, keberadaan green politics bisa membawa perubahan signifikan dalam kebijakan prolingkungan. Mengutip Charlene Spretnak dalam Spiritual Dimension of Green Politics, yang mengatakan:
Betapa pentingnya mengembangkan green politics (politik hijau); gerakan politik sadar ekologi. Oleh karena itulah kebijakan-kebijakan sosial-poltik-ekonomi kita sudah saatnya mempertimbangkan soal lingkungan hidup. 18
Para pemikir Green Politics, Eckersley, Goodin dan Dobson yang biasa disebut sebagai kelompok Green Politics mengkritik eksploitasi manusia terhadap lingkungan, alasannya dengan mengatakan:
“Pada dasarnya pemikiran ini adalah menekankan pada pentingnya suatu paham serta upaya yang berlandaskan pada ecocentrism, yaitu suatu bentuk penolakan atas pandangan anthropocentris atas dunia. Yang terpenting adalah keseimbangan antara alam dan manusia. Pada saat keseimbangan tadi tidak lagi bersifat seimbang, maka pada saat itulah kerusakan akan terjadi, istilahnya adalah Katastrophe, atau bencana”.9
Pemikiran desentralisasi dalam bentuk sederhananya dapat diungkapkan dengan istilah ‘think globally, act locally’ yang memiliki arti berpikir secara global berarti menyebarkan pemikiran mengenai lingkungan dan kemudian melakukan aksi konkret pada lingkungannya.10
4. “Think Globally, Act Locally” sebagai solusi demi masa depan Bumi
Salah satu upaya negara negara di dunia terlihat dalam Protokol Kyoto yang merupakan kelanjutan dari Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahan Iklim dengan nama resmi Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dirancang pada tahun 1997 di Kyoto, Jepang. Penanda tanganan Protokol Kyoto mulai dibuka pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999, dan mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004. Isi dari Protokol Kyoto sendiri adalah, intinya, mencegah pemanasan global dengan mengurangi gas emisi dan mengurangi faktor-faktor penyebab pemanasan global.
Slogan “Think Globally, Act Locally” tersebut memang benar dan tepat untuk diterapkan karena seperti kita ketahui protokol kyoto yang dirancang tahun 1997 tidak serta merta terbentuk, sebelumnya telah diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia. Dua dasawarsa kemudian isu lingkungan hidup diangkat kembali dalam konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Rio De Janeiro, Brazil tahun 1992, yang sebelumnya diawali dengan konferensi PBB mengenai perubahan iklim dunia di Montreal,
Kanada tahun 1990.11 Namun berbagai konvensi tersebut sampai saat ini masih mengalami banyak permasalahan.
Permasalahan ini menurut kami ini disebabkan inkonsistensi oleh negara maju disebabkan oleh kepentingan ekonomia yang notabene negara-negara tersebut adalah aktor utama, dan juga kurangnya kesadaran sebagai warga dunia. Dalam perkembangannya Protokol Kyoto mengalami hambatan hal ini menurut kami disebabkan oleh Amerika Serikat yang merupakan negara penghasil emisi terbesar dunia di antara negara-negara maju lainnya yang tergolong dalan negara Annex I. Pada awal perundingan Protokol Kyoto, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Bill Clinton memberikan sikap pro terhadap Protokol Kyoto melalui pendandatangan perjanjian ini oleh Amerika Seikat pada 12 November 1998 (www.unfccc.int). Namun dalam perkembangannya, pemerintahan Clinton tidak mengajukan Protokol Kyoto untuk diproses oleh Senat. Setelah tampuk kepemimpinan Amerika Serikat berpindah tangan kepada Presiden George Walker Bush, pemerintah menolak untuk meratifikasi Protokol Kyoto (www.eoearth.org).
)
12
China merupakan negara berkembang yang ikut menandatangani perjanjian Protokol Kyoto pada 29 Mei 1998 dan kemudian meratifikasinya pada 30 Agustus 2000 (www. unfccc.int). Akan tetapi, posisi China sebagai negara berkembang menjadikan China masuk dalam golongan negara Non-Annex I. Hal ini berarti, China tidak memiliki kewajiban untuk mencapai target penurunan emisi dalam level tertentu. Padahal, dalam perkembangan dan pembangunan ekonomi dan industrialisasi yang dilakukan oleh China
12 Appinsys Global Warming
telah menjadikan negeri tirai bambu ini sebagai salah satu kontributor emisi terbesar di dunia.
Dan selain itu juga akhirnya Jepang menolak untuk ikut serta dalam protokol kyoto periode kedua dan lebih memilih untuk melakukan tindakan secara sukarela dalam menurunkan emisi dengan menetapkan target sendiri dalam membatasi pengeluaran emisi hasil industrinya. Namun demikian, Jepang justru mendesak Amerika Serikat dan Cina untuk ikut dalam protokol kyoto di periode yang kedua.
Tidak hanya penolakan yang dilakukan oleh negara-negara maju tersebut, hambatan besar juga datang dari negara anggotanya yaitu Kanada yang menyatakan mundur dari perjanjian ini.
Pada desember 2011, Kanada menyatakan secara resmi mundur dari Protokol Kyoto, satu-satunya perjanjian internasional yang memasang target jelas pengurangan emisi gas rumah kaca, Senin (12/12/2011) waktu setempat. Kanada menjadi negara pertama yang mundur dari perjanjian ini dan menjadi pukulan berat bagi usaha PBB untuk menangani masalah pemanasan global.
Di bawah perjanjian itu, Kanada diwajibkan menurunkan emisi gas karbon dioksida sebesar 6 persen dari tingkat emisi tahun 1990 pada tahun 2012. Alih-alih memenuhi target ini, emisi karbon dari Kanada justru meningkat drastis. Tahun lalu saja, emisi gas ini di negara itu sudah meningkat 35 persen dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 1990. Kanada merasa memiliki hak untuk memutuskan mundur dari Protokol Kyoto dan berpendapat ada jalan lain selain Protokol Kyoto. Dengan mundur dari Protokol Kyoto, Kanada terbebas dari kewajiban membayar denda sebesar 14 miliar dollar Kanada (sekitar Rp 123,23 triliun). 13
13 Kompas.com,“Kanada Mundur dari Protokol Kyoto”
C. Penutup
1. Kesimpulan.
Kesimpulan kami adalah tindakan lokal yang didasari atas etika kesadaran dan tanggung jawab adalah hal yang pentng untuk mengurangi dampak perubahan iklim global yang faktor utamanya adalah pemanasan global. Setelah tindakan-tindakan lokal oleh masyarakat internasional diberlakukan barulah kami yakin bahwa apa yang dikatakan Greene akan bisa tercapai, bahwa Kerusakan lingkungan hidup menjadi perhatian di lingkungan global, dimana aktor-aktor non negara memainkan peranan penting dalam merespon permasalahan lingkungan hidup internasional. Respon terhadap permasalahan lingkungan global berfokus pada perkembangan dan implementasi dari rezim lingkungan hidup internasional.14 Tinkat lokal penting karena dalam decision making negara demokratis rakya lewat parlemen memiliki pengaruh yang paling besar.
2. Saran
Saran dari kelompok kami adalah pendidikan lingkungan harus diterapkan sedini terutama dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini dan Sekolah Dasar karena 5 tahun pertama pertumbuhan seorang anak adalah pembentuk utama karakternya. Yang kedua adalah hal yang lebih praktis bagi pemerintah adalah mewajibkan bagi setiap pemilik kendaraan bermotor bertanggung jawab atas emisi gas buangnya dengan menanam pohon dalam hal ini kami menyarankan 4 pohon untuk roda 4 dan 1 pohon untuk roda dua dan jika yang bersangkutan memiliki kesulitan untuk mematuhinya ia dikenakan pajak emisi dengan membayar sejumlah dana dan dana itu digunakan pemerintah untuk reboisasi hutan dengan jumlah yang setara.
Daftar Pustaka
Buku
Mattew Patterson, 2001,“Green Politics”, dalam Burchill, Schoot, and all, “Theories of International Relation , 2nd Edition, Palgrave Macmillan: New York, 2001.
Greene , Owen, , “Environmental Regimes : Effectiveness and Implementation Review” dalam John Vogler dan Mark F Imber, The Environment and nternational Relations, Routledge, New York, 1996.
Jurnal
Summary for Policymakers" (PDF). Climate Change 2007: The Physical Science Basis.
Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. 05-02-2007. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-02-03. Diakses pada
Media Online
Appinsys Global Warming http://www.appinsys.com/globalwarming/GW_5GH_CO2Sources.htm
diakses pada 18 Februari 2016.
DW.com “Dampak Pemanasan Global Jadi Ancaman” www.dw.com/id/dampak-pemanasan-global-jadi-ancaman.../a-18037898 di akses 18 februari 2016
Greenpeace. “Perubahan Iklim Global” www.greenpeace.org/kutubutara /id/campaigns/perubahan-iklim-global diakses 18 Februari 2016.
Kompas.com,“Kanada Mundur dari Protokol Kyoto”
http://sains.kompas.com/read/2011/12/13/0807097/Kanada.Mundur.dari.Protokol.Kyoto diakses 18 Februari 2016
NationalGeograpic, 2016. “El Nino Gagalkan Panen Di Afrika Selatan“
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/02/el-nino-gagalkan-panen-di-afrika-selatan diakses 18 Februari 2016
Republika.co.id “2.000 Pulau di Indonesia Terancam Tenggelam“