• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pembelajaran matematika Model P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi pembelajaran matematika Model P"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Strategi pembelajaran matematika

Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI)

Menggunakan Media Lembar Kerja Siswa (LKS)

DISUSUN OLEH:

ERLINA EKA SEPTIANI (

E1R 010 016

)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Melalui pendidikan seseorang akan mendapatkan berbagai macam ilmu baik ilmu pengetahuan maupun ilmu teknologi. Tanpa sebuah pendidikan seseorang tidak akan pernah tahu tentang perkembangan dunia luar bahkan tidak bisa bersaing di dunia luar. Oleh karena itu, pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada umumnya guru mengajarkan matematika dengan menerangkan konsep dan operasi matematika, memberi contoh mengerjakan soal, serta meminta siswa untuk mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang sudah diterangkan guru. Guru menekankan pembelajaran matematika bukan pada pemahaman siswa terhadap konsep dan operasinya, melainkan pada pelatihan simbol-simbol matematika dengan penekanan pada pemberian informasi dan latihan penerapan dalam soal. Guru bergantung pada metode ceramah, siswa yang pasif, sedikit tanya jawab, dan siswa mencatat dari papan tulis.

Proses belajar mengajar matematika yang baik adalah guru harus mampu menerapkan suasana yang dapat membuat murid antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mampu mencoba memecahkan persoalannya (Mulyono, 2003: 13). Proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar siswa dalam pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena dalam proses siswa kurang dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar.

(3)

diminati” atau ”kalau bisa dihindari” oleh sebagian siswa dan kurangnya kesabaran bahwa aliran-aliran yang ada dalam matematika mengajarkan untuk dapat berpikir lagi, rasional kritis, cermat, efisien dan efektif. Mengingat pentingnya belajar matematika, seorang guru matematika dituntut untuk memahami dan mengembangkan suatu metode pengajaran di dalam kelas untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hal ini juga bertujuan agar dapat mengurangi rasa jenuh pada siswa dan juga rasa takut pada mata pelajaran matematika.

Dalam proses pembelajaran matematika keaktifan siswa dalam belajar merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran matematika. Siswa di harapkan benar-benar aktif dalam belajar matematika, sehingga akan berdampak pada ingatan siswa tentang materi pelajaran yang di ajarkan. Keterlibatan siswa dalam melakukan langkah-langkah pembelajaran dapat mempertajam ingatan tentang materi pelajaran. Suatu konsep akan lebih mudah untuk di pahami dan di ingat apabila di sajikan melalui langkah dan prosedur yang menarik. Selain kurangnya keaktifan dalam pembelajaran matematika guru seringkali kurang memperhatikan tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti perubahan, langkah, tahap demi tahap dalam penyampaian materi pelajaran, dengan kata lain siswa hanya dibuat tercengang oleh guru dalam mempermainkan rumus yang begitu runtun dalam sebuah rangkaian pokok bahasan. Kondisi ini mungkin bagi guru suatu pekerjaan yang remeh jika sekedar menulis rumus yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai penuntun siswa dalam memahami materi dan menyelesaikan soal–soal.

(4)

dengan jumlah siswa yang banyak dan mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar matematika.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, timbul beberapa permasalahan yang di identifikasikan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah dan keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran belum nampak.

2. Dalam proses belajar mengajar guru kurang memperhatikan apakah penggunaan model pembelajaran yang ia terapkan dapat diterima oleh kebanyakan siswa.

D. Perumusan Masalah

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Kooperatif Teknik TAI (Team Assisted Individualization)

TAI (Team Assisted Individualization) merupakan salah satu teknik dalam model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin. Terjemahan bebas dari TAI (Team Assisted Individualization) adalah bantuan individual dalam kelompok dengan karakteristik bahwa tanggung jawab belajar adalah pada siswa (Driver dalam Herdian ; 1980 ; 3). Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.

Dalam teknik ini guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana kooperatif dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pada model pembelajaran kooperatif teknik TAI ini siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan struktur kelompoknya yang heterogen. Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.

Slavin (Widdiharto, 2006: 19) membuat model ini dengan beberapa alasan. Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelolah dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI siswa dapat mengeksplorasi cara dan strateginya sendiri pada saat menyelesaikan masalah secara individual sebelum bergabung dengan kelompoknya. Selanjutnya pada saat berada pada kelompoknya masing-masing anggota kelompok dapat berkontribusi untuk saling mengecek jawaban masing-masing, saling tukar pendapat, saling membantu, dan dilajutkan dengan berdiskusi untuk mencari solusi terbaik yang praktis dan mudah dipahami.

BAB II

(6)

Model pembelajaran kooperatif teknik TAI dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan penilaian yang menyeluruh menyangkut aspek kognitif, efektif dan psikomotor dengan alat penilaian tes dan nontes (Etin Solihatin ; 2000 : 23). Model pembelajaran kooperatif teknik TAI ini memungkinkan siswa untuk belajar mandiri serta saling berbagi pengalaman dengan teman-temannya. Bahkan dapat saling membantu, yang pintar membantu yang kurang pintar sehingga pada akhirnya semua anggota kelompok dapat menyelesaikan tugas atau soal-soal matematika dengan benar. Pengajaran matematika oleh teman sebaya (Peer Teaching) memungkinkan siswa untuk saling berinteraksi secara lebih baik dan menyenangkan karena yang dihadapi adalah teman sebaya yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang tidak jauh berbeda. Pada akhirnya siswa akan menjadi senang dan bersemangat belajar matematika.

Adapun prosedur pelaksanaan teknik ini adalah: 1. Guru meminta siswa untuk berkelompok (4-5 orang).

2. Guru menginformasikan kompetensi dasar, tujuan dan indikator yang ingin dicapai. 3. Guru membagikan wacana/materi/LKS untuk dikerjakan secara mandiri oleh siswa

(bantuan diberikan anggota kelompok jika menemui jalan buntu).

4. Siswa mendiskusikan hasil kerja mereka masing dalam kelompok masing-masing.

5. Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi mereka. 6. Kesimpulan siswa bersama-sama guru.

7. Guru memberikan tes/assessment

8. Penutup (penghargaan) (Slavin dalam Ardana; 2007; 11)

Menurut Retna (2007: 19), Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki 8 komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut.

a. Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. b. Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai

harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.

c. Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok, dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.

d. Team Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan.

(7)

secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f. Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

g. Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

h. Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

Adapun beberapa tahap-tahap dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut. a. Guru menyiapkan materi bahan ajar.

b. Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test).

c. Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group). d. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi harmonis berdasarkan nilai

ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5 siswa. (Mengadopsi komponen Teams). e. Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri

sebelumnya, dan guru memberikan bantuan secara individual bagi siswa yang memerlukannya. (Mengadopsi komponen Team Study).

f. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen Student Creative).

g. Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen Fact Test).

h. Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Team Score and Team Recognition).

i. Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan.

(8)

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan (Suyitno,2002:9). Dalam model ini, diterapkan bimbingan antar teman yaitu siswa yang pandai bertanggung jawab terhadap siswa yang lemah. Disamping itu dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Unsur-unsur program dalam model pembelajaran tipe TAI menurut Slavin adalah sebagai berikut.

(a) Kelompok

Para siswa dalam TAI dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang, seperti pada STAD dan TGT.

(b) Tes Penempatan

Para siswa diberikan tes pra-program dalam bidang operasi matematika pada permulaan pelaksanaan program. Mereka ditempatkan pada tingkat yang sesuai dalam program individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini.

(c) Materi-materi Kurikulum

Materi-materi kurikulum ini diadaptasi dari Slavin (2009) meliputi halaman panduan (LKK) yang berisi konsep-konsep materi beserta contoh soal dan pembahasannya, soal-soal latihan kemampuan, soal-soal tes formatif A dan tes formatif B, soal-soal tes unit, serta kunci jawaban untuk soal-soal latihan kemampuan, soal-soal tes formatif dan soal-soal tes unit.

Setiap unit materi memiliki bagian-bagian sebagai berikut :

· Lembar panduan untuk mereview konsep, dijelaskan oleh guru dalam pembelajaran kelompok.

· Lembar berbagai keterampilan praktis, masing-masing terdiri dari enam belas masalah.

· Tes formatif – dua set paralel terdiri atas sepuluh butir. · Lima belas butir unit tes materi.

· Halaman jawaban untuk lembar keterampilan praktis, formatif dan tes satuan. (d) Belajar Kelompok

(9)

Setelah ujian penempatan, guru memberikan materi pertama. Selanjutnya siswa sebagai peserta didik mulai mempelajari unit materi matematika secara individual. Unit materi tersebut tercetak pada buku atau media pembelajaran siswa.

(e) Skor Kelompok dan Penghargaan Kelompok

Pada tiap akhir minggu, guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada jumlah rata unit yang bisa dicakupi oleh tiap anggota kelompok dan jumlah rata-rata tes unit yang berhasil diselesaikan dengan akurat. Kriterianya dibangun dari kinerja kelompok. Kriteria yang tinggi ditetapkan bagi sebuah kelompok untuk menjadi kelompok super, kriteria sedang untuk menjadi kelompok sangat baik, dan kriteria minimum untuk menjadi kelompok baik. Kelompok-kelompok yang memenuhi kriteria sebagai kelompok super atau kelompok sangat baik menerima sertifikat yang menarik.

Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari sumbangan setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota menyumbang poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai rata-rata A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, maka dia akan menyumbangkan 7 point untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan. Beberapa siswa yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena mereka juga memberikan sumbangan, bahkan mereka akan terpacu untuk meningkatkan usaha mereka dalam mencapai nilai. Sebaliknya, siswa yang pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga telah memberikan sumbangan bagi mereka.

(f) Kelompok Pengajaran.

Guru memberikan bantuan pengajaran selama sekitar sepuluh atau lima belas menit kepada anggota kelompok. Tujuan dari sesi ini adalah untuk mengenalkan konsep-konsep utama kepada para siswa. Ini dirancang untuk membantu para siswa memahami hubungan antara pelajaran matematika yang mereka kerjakan dengan soal-soal yang ditemui dan juga merupakan soal-soal-soal-soal dalam kehidupan nyata.

(g) Tes Fakta

Pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

Dua kali selama pemberian materi, siswa diberikan tes selama kurang lebih tiga menit tentang fakta dan materi yang diberikan.

(10)

Pada akhir tiap tiga minggu, guru menghentikan program individual dan menghabiskan waktu satu minggu untuk mengajari keterampilan geometri, pengukuran, himpunan, dan strategi pemecahan masalah ke seluruh kelas.

Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI yang diadaptasi dari Slavin yaitu :

(1) siswa membentuk kelompok berdasarkan pembagian kelompok heterogen yang telah ditetapkan oleh guru. Penetapan ini merujuk pada tes penempatan,

(2) guru menunjuk dua atau tiga orang dalam masing-masing kelompok yang bertugas sebagai pemeriksa jawaban,

(3) para siswa membaca halaman panduan (LKK) mereka dan meminta teman satu kelompok atau guru untuk membantu bila diperlukan. Selanjutnya mereka akan memulai latihan kemampuan,

(4) masing-masing siswa mengerjakan empat soal latihan kemudian lembar jawabannya diperiksa oleh pasangan masing-masing dalam kelompoknya. Jika jawaban keempat soal tersebut benar, maka siswa tersebut dapat melanjutkan mengerjakan tes formatif A. Jika ada jawaban yang salah, siswa harus mencoba mengerjakan kembali keempat soal tersebut sampai siswa bersangkutan dapat menyelesaikan keempat soal tersebut dengan benar. Siswa yang pada tahap ini mengalami kesulitan, didorong untuk meminta bantuan kepada guru,

(11)

(6) tes formatif para siswa ditandatangani oleh siswa pemeriksa yang berasal dari kelompok lain supaya bisa mendapatkan tes unit. Siswa tersebut selanjutnya menyelesaikan tes unitnya, dan siswa pemeriksa akan menghitung skornya.

Model pembelajaran koperatif TAI memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif TAI, Slavin (1995:101) menyatakan bahwa belajar kooperatif model TAI mempunyai kelebihan sebagai berikut:

 Guru terlibat minimal dalam pengaturan dan pengecekan rutin

 Guru akan menggunakan waktunya paling sedikit dalam mengajar kelompok kecil

 Pelaksanaan program sederhana

 Para siswa dapat mengecek pekerjaan satu sama lain

 Mengurangi perilaku yang mengganggu

 Mengurangi konflik antar pribadi

 Program ini sangat membantu siswa yang lemah

 Meningkatkan motivasi belajar pada diri siswa

 Meningkatkan hasil belajar

Selain memiliki kelebihan model pembelajaran kooperatif TAI juga memiliki kekurangan. Disebutkan oleh Derc (1991) dalam Anwar (2003) bahwa:

Dibutuhkan waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan perangkat pembelajaran, dan

Jumlah siswa yang besar dalam kelas, maka guru akan mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada siswanya.

B. Lembar Kerja Siswa (LKS)

(12)

LKS merupakan bimbingan guru dalam pembelajaran yang disajikan secara tertulis, maka dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual, khususnya tentang visualnya untuk menarik perhatian siswa. Sedangkan isi pesan disamping memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis juga memperhatikan hirarkhi materi (matematika) dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif (Sugiarto, 2006: 8).

Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran Matematika

Lembar Kerja Siswa (LKS) Merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran, bahkan ada yang menggolongkan dalam jenis alat peraga pembelajaran matematika. Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh peserta didik. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik dipergunakan dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan. Dalam proses pembelajaran matematika, LKS bertujuan untuk menemukan konsep atau prinsip dan aplikasi konsep atau prinsip.

LKS merupakan stimulus atau bimbingan guru dalam pembelajaran yang akan disajikan secara tertulis sehingga dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual untuk menarik perhatian peserta didik. Paling tidak LKS sebagai media kartu. Sedangkan isi pesan LKS harus memperhatikan unsur-unsur penulisan media grafis, hirarki materi (matematika) dan pemilihan pertanyaan-pertanyaan sebagai stimulus yang efisien dan efektif. (Hidayah, 2007:8)

Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.

1. Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik. 2. Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan. 3. Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.

Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.

(13)

3. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.

4. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.

5. Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.

6. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. (Suyitno, 1997:40).

Langkah-langkah menyusun LKS adalah sebagai berikut.

Analisis kurikulum untuk menentukan materi yang memerlukan bahan ajar LKS. 1. Menyusun peta kebutuhan LKS.

2. Menentukan judul-judul LKS. 3. Penulisan LKS.

4. Rumusan kompetensi dasar LKS diturunkan dari buku pedoman khusus pengembangan silabus.

5. Menentukan alat penilaian. 6. Menyusun materi.

(Abadi, Hartono, Junaedi, 2005 dalam Rahmawati, 2006:25).

Ada dua macam lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah.

1. Lembar Kerja Siswa Tak Berstruktur.

Lembar kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk menyampaiakn pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.

2. Lembar Kerja Siswa Berstruktur.

(14)

kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada setiap siswa. (Indrianto, 1998:14-17).

Rumaharto (dalam Hartati, 2002:22) menyebutkan bahwa LKS yang baik harus memenuhi persyaratan konstruksi dan didaktik. Persyaratan konstruksi tersebut meliputi syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran dan kejelasan yang pada hakekatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna LKS yaitu peserta didik sedangkan syarat didaktif artinya bahwa LKS tersebut haruslah memenuhi asas-asas yang efektif.

Lembar kerja dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap penanaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep). Pemanfaatan lembar kerja pada tahap pemahaman konsep berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik dengan maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep (TIM PPPG Matematika dalam Rahmawati, 2006:27).

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran (Hidayah dan Sugiarto, 2006: 8). Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap/ sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pembelajaran (RP). Lembar Kerja Siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal ( pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa).

LKS sangat baik dipakai untuk menggalakkan keterlibatan siswa dalam belajar baik dipergunakan dalam srategi heuristic maupun strategi ekspositorik. Dalam stategi heuristik, LKS dipakai dalam penerapan metode terbimbing, sedangkan strategi ekspositorik, LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan.

LKS ini sebaiknya dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya (Lestari, 2006: 19). LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap pemahaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman konsep), karena LKS dirancang untuk membimbing siswa dalam mempelajari topik. Pada tahap pemahaman konsep LKS dimanfaatkan untuk mempelajari pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari sebelumnya yaitu penanaman konsep.

(15)

LKS yang digunakan siswa harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikerjakan siswa dengan baik dan dapat memotivasi belajar siswa. Menurut Tim Penatar Provinsi Dati I Jawa Tengah, hal-hal yang diperlukan dalam penyususunan LKS adalah

1) berdasarkan GBPP berlaku, AMP, buku pegangan, siswa (buku paket), 2) mengutamakan bahan yang penting,

3) menyesuaikan tingkat kematangan berfikir siswa.

Menurut Pandoyo (dalam Lestari, 2006: 20) kelebihan dari penggunaan LKS adalah:

1) meningkatkan aktivitas belajar

2) mendorong siswa mampu bekerja sendiri

3) membimbing siswa secara baik ke arah pengembangan konsep.

C. Pembelajaran Menggunakan Model TAI (Team Assisted Individualization) Melalui Pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa)

(16)

kerjanya. Selanjutnya setiap ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami materi LKS yang diberikan oleh guru dan siap diberi ulangan. Langkah akhir dalam proses pembelajaran ini guru memberikan

ulangan (post-test) untuk dikerjakan secara individu dan siswa tidak boleh bekerjasama dalam mengerjakannya. Setelah sekitar 5 menit guru meminta setiap ketua kelompok untuk mengumpulkan hasil posttest masing-masing anggotanya kemudian menukarkan hasil post-test kepada kelompok lain untuk dicocokkan sesuai jawaban yang ditulis di papan tulis oleh guru. Selanjutnya guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi kemudian guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi dengan memberikan hadiah. Setelah itu guru membubarkan kelompok yang dibentuk dan siswa kembali ke tempat duduk masing-masing. Untuk menutup pembelajaran, siswa bersama guru membuat kesimpulan dari hasil pembelajaran kemudian guru memberikan pekerjaan rumah.

LEMBAR KERJA SISWA

Berikut ini terdapat 6 buah segitiga siku-siku pada kertas berpetak.

Pada segitiga Gb.1 dan Gb.2, sisi setiap segitiga siku-siku tersebut di sebelah luar telah tergambar tiga persegi, yang sisi-sisinya sama dengan sisi-sisi dari masing-masing sisi segitiga siku-siku tersebut. Bagaimana hubungan yang terdapat antara luas ketiga persegi tersebut dengan sisi segitiga.

(17)

Dengan memperhatikan hasil luas persegi pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa “Pada setiap segitiga siku-siku, luas persegi pada hipotenusa/sisi miring akan ... luas persegi pada sisi siku-sikunya.”

Karena luas persegi merupakan kuadrat sisi segitiga, maka dengan memperhatikan hubungan antara luas persegi dengan sisi-sisi segitiga siku-siku tersebut dapat disimpulkan bahwa :

Pada setiap segitiga siku-siku, ... sisi miring ... sisi siku-sikunya.”

Hubungan tersebut diatas berlaku untuk setiap segitiga siku-siku, disebut teorema phytagoras.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

http://etd.eprints.ums.ac.id/11604/ (diunduh pada 14 Mei 2012)

Referensi

Dokumen terkait

untuk mengontrol atau secara signifikan mengurangi usaha terkait dengan membangun perangkat lunak [2][3]. Terdapat berbagai masalah dalam melakukan estimasi usaha

Hal yang perlu dilakukan sebelum seleksi tanaman tipe simpang pada setiap fase pertumbuhan tanaman adalah melihat secara umum keragaan sebagian besar rumpun tanaman.. Setelah

Situasi dalam negeri yang panas setelah turunnya Suharto dan suasana reformasi sangat menguntungkan bagi Agrakom karena banyak yang mengakses Detik.com untuk mencari tahu

Usia perkawinan yang ideal menurut Islam, adalah perkawinan yang telah memiliki kesiapan dan kematangan, baik secara fisik maupun mental, namun kedewasaan atau

Rumusan masalah dalam penelitian ini, “Bagaimana warga Muhammadiyah dalam meningkatan pendidikan Islam melalui peran masjid, serta apa saja kendala-kendala yang dihadapi

Pada Bab 4 ini penulis akan menyajikan pembahasan yaitu membandingkan antara teori dengan Asuhan Kebidanan Komprehensif yang diterapkan pada klien Ny “I” G1P0000 sejak

Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan distribusi yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, mulai dari buah-buahan

Bank yang nilai BOPO-nya tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut tidak beroperasi dengan efisien karena tingginya nilai dari rasio ini memperlihatkan besarnya jumlah biaya