• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Berpikir Kritis Siswa LakiLaki dan Perempuan dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Aritmatika Sosial pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga Tahun Pelajaran 20162017 T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Proses Berpikir Kritis Siswa LakiLaki dan Perempuan dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Aritmatika Sosial pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga Tahun Pelajaran 20162017 T"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL PADA

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana

Oleh:

Muhammad Muhklisin 202013034

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL PADA

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Muhammad Muhklisin, Tri Nova Hasti Yunianta

muhammad.lisin10@gmail.com; trinova.yunianta@staff.uksw.edu Program Studi Pendidikan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana

Abstrak

Berpikir kritis diperlukan dalam pelajaran matematika. Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir yang perlu dimiliki oleh setiap peserta didik laki-laki maupun perempuan. Melalui berpikir kritis ini, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan bernalar dalam menghadapi permasalahan sehari-hari, salah satunya adalah soal cerita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan pada materi aritmatika sosial pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 7 Salatiga. Terdapat 4 tahap proses berpikir kritis dalam penelitian ini, yaitu clarification, assesment, inference, dan strategies. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengambilan subjek menggunakan purposive sampling, sehingga diperoleh 4 siswa yang terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan yang masing-masing memiliki kemampuan matematika rata-rata yang sama. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data, yaitu dengan menggabungkan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan verifikasi data atau kesimpulan. Melalui kegiatan subjek dalam menyelesaikan soal cerita matematika dan dilanjutkan dengan wawancara untuk mengungkap kemampuan berpikir kritis mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek AL dengan gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki dapat melalui semua tahapan proses berpikir kritis, artinya siswa mampu melalui tahap clarification, assesment, inference, dan strategies. Adapun subjek yang belum dapat melalui semua tahapan proses berpikir kritis adalah subjek SR dengan gender perempuan dan subjek PC dengan gender laki-laki, dimana keduanya hanya mampu mencapai tahap inference. Temuan dari penelitian ini didapat bahwa subjek laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan berpikir kritis yang sama. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan mengenai proses kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan, sehingga siswa, guru dan peneliti dapat merancang dan mengembangkan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk berlatih berpikir kritis.

Kata Kunci: proses berpikir kritis, siswa laki-laki dan perempuan, soal cerita, aritmatika sosial. PENDAHULUAN

Menurut Permendikbud Nomor 22 (2006: 345), mata pelajaran matematika perlu

diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan

bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan

memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan

dan perkembangan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sejalan dengan

perkembangan dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah-istilah perdagangan

seperti harga pembelian, harga penjualan, untung dan rugi. Adapun istilah diskon, bruto, neto,

(7)

sosial, yaitu membahas perhitungan keuangan dalam perdagangan dan kehidupan sehari-hari

beserta aspek-aspeknya (Karso, 2007: 1). Materi aritmatika sosial adalah salah satu materi

yang membutuhkan proses berpikir kritis pada penyelesaiannya.

Berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan berpikir yang perlu dimiliki oleh

setiap peserta didik. Melalui berpikir kritis ini, peserta didik dapat meningkatkan kemampuan

bernalar dalam menghadapi permasalahan sehari-hari. Richard Paul (Fisher, 2008: 4)

mengemukakan berpikir kritis adalah mode berpikir-mengenai hal, substansi atau masalah apa

saja-di mana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara

terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar

intelektual padanya.

Salah satu cara untuk mengetahui proses berpikir kritis peserta didik adalah dengan

menghadapkannya pada suatu permasalahan matematis. Soal cerita merupakan salah satu

permasalahan matematis yang terdapat pada pelajaran matematika. Menurut Winarni dan Sri

Harmini (2011: 122) soal cerita adalah soal matematika yang diungkapkan atau dinyatakan

dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari, atau soal matematika yang dinyatakan dengan serangkaian kalimat. Berpikir kritis

diperlukan dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita karena dalam

menyelesaikan masalah tersebut berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir

dan bekerja, serta membantu menemukan keterkaitan faktor yang satu dengan yang lainnya

secara lebih akurat. Oleh karena itu, murid memerlukan latihan dalam menyelesaikan masalah

soal cerita. Dalam prakteknya terdapat faktor lain yang mempengaruhi kemampuan berpikir

kritis menjadi lebih beragam seperti perbedaan gender.

Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Secara biologis perbedaan itu terlihat

jelas pada alat reproduksinya, dengan adanya perbedaan hormon antara laki-laki dan

perempuan mengakibatkan perilaku yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Leonard

Sax (Sanders, 2006: 11) menyatakan bahwa anak perempuan dan laki-laki berbeda dalam cara

mendengar, melihat, merespons stres dan perbedaan itu sudah ada sejak lahir.

Beberapa penelitian tentang perbedaan gender dan kemampuan berpikir kritis diteliti

oleh Hasratuddin (2010: 27) menemukan tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

berpikir kritis siswa melalui pembelajaran matematika yang dilakukan dengan pendekatan

matematika realistik terhadap perbedaan gender. Analisis di Amerika Serikat menunjukkan

bahwa siswa laki-laki selalu berprestasi lebih unggul dalam matematika selama tahun 2005

(8)

Educational Progress (NAEP) bidang sains pada tahun 1986, 1990, dan 1992 daripada siswa perempuan (Coley, 2001: 17).

Berdasarkan latar belakang tersebut dipandang perlu untuk mendeskripsikan proses

berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan pada materi aritmatika sosial pada siswa kelas

VIII A SMP Negeri 7 Salatiga. Manfaat penelitian ini diharapkan untuk menambah

pengetahuan mengenai proses kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan.

KAJIAN PUSTAKA Proses Berpikir Kritis

The National Council for Exellence in Critical Thinking (Tuanakotta, 2011: 11)

mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses intelektual berdisiplin yang secara aktif dan

cerdas mengonseptualisasikan, menerapkan, menganalisis, mensistesakan, dan/atau

mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan melalui observasi, pengalaman,

refleksi (perenungan kembali), nalar, atau komunikasi sebagai panduan mengenai apa yang

dipercaya dan tindakan yang diambil. Jacob dan Sam (2008) mendifinisikan 4 tahapan proses

berpikir kritis dalam pemecahan masalah, yaitu: 1) Clarification, yaitu tahap dimana siswa

merumuskan masalah dengan tepat dan jelas; 2) Assesment, yaitu tahap dimana siswa

menemukan pertanyaan penting dalam masalah; 3) Inference, yaitu tahap dimana siswa

membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh; 4) Strategies, yaitu tahap dimana

siswa berpikir secara terbuka dalam menyelesaikan masalah.

Siswa Laki-laki dan Perempuan (Gender)

Menurut Susento (2006) perbedaan gender bukan hanya berakibat pada perbedaan

kemampuan dalam matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan matematika juga terkait

dengan perbedaan gender. Keitel (1998) menyatakan “Gender, social, and cultural

dimensions are very powerfully interacting in conceptualization of mathematics education.”.

Berdasarkan pendapat Keitel bahwa gender, sosial dan budaya berpengaruh pada

pembelajaran Matematika. Menurut American Psychological Association Science Daily

(Lestari, 2010) mengemukakan berdasarkan analisis terbaru dari penelitian internasional

kemampuan perempuan di seluruh dunia dalam matematika tidak lebih buruk daripada

kemampuan laki-laki meskipun laki-laki memiliki kepercayaan diri yang lebih dari

perempuan dalam matematika, dan perempuan-perempuan dari negara dimana kesamaan

gender telah diakui menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam tes matematika.

Jika prestasi belajar siswa yang terintegrasi dengan kemampuan pemecahan masalah

(9)

ketertarikan dan rasa ingin tahu yang besar terhadap masalah, dan memiliki jalan penyelesaian

masalah yang lebih variatif daripada siswa perempuan Bastable (Widianto, 2002: 194). Sejak

masa kanak-kanak, siswa laki-laki memang dikenal lebih mudah dalam mengenali masalah.

Namun, kepedulian mereka dalam menyelesaikan masalah tersebut lebih rendah daripada

siswa perempuan yang cenderung memberikan upaya lebih terhadap penyelesaian masalah,

sehingga sering ditemukan siswa laki-laki bermalas-malasan didalam kelas ketika proses pembelajaran (D’Zurilla, Olivares, & Kant, 1998: 250-251).

METODE PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga yang

berjumlah 4 siswa dari 28 siswa kelas VIII A yang terdiri dari 2 siswa laki-laki dan 2 siswa

perempuan yang mempunyai prestasi matematika rata-rata sama. Penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dan sumber data dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012: 54). Pertimbangan pengambilan subjek berdasarkan

nilai ulangan materi relasi dan fungsi, yang masing-masing diambil 2 siswa laki-laki dengan

nilai tertinggi yaitu 75 dan 70, dan 2 siswa perempuan dengan nilai tertinggi yaitu 77,5.

Subyek AL dan SR adalah subyek dengan gender perempuan, sedangkan subjek PC dan TA

adalah subjek dengan gender laki-laki.

Pada penelitian ini akan meneliti mengenai proses berpikir kritis siswa laki-laki dan

perempuan kelas VIII A SMP Negeri 7 Salatiga dengan data yang diperoleh berdasarkan apa

yang telah dikerjakan oleh subjek dan selanjutnya akan dideskripsikan hasil dari penelitian

ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dimana yang menjadi instrumen

atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen utama dibantu oleh

lembar soal, pedoman wawancara, alat rekam dan alat dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan peneliti dalam pengambilan dan pengumpulan data.

Sugiyono (2012: 63) menyatakan bahwa terdapat 4 macam teknik pengumpulan data,

yaitu observasi, wawancara, dokumentasi, dan triangulasi. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik triangulasi data yaitu dengan menggabungkan observasi, wawancara,

dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi reduksi data,

display/penyajian data dan verifikasi data atau kesimpulan (Sugiyono, 2012: 91). Uji

keabsahan data pada penelitian ini menggunakan uji kredibilitas data dengan triangulasi

sumber. Sugiyono (2012: 121) menyatakan bahwa triangulasi sumber adalah menguji

kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data melalui beberapa sumber.

(10)

proses berpikir kritis yang dikemukakan oleh Jacob dan Sam (Lestari dan Wijayanti, 2013)

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahapan Proses Berpikir Kritis No Tahapan

Berpikir Kritis Deskripsi Karakteristik Berpikir Kritis

1. Clarification

a. Siswa dapat memilah informasi dari soal yang dibutuhkan untuk informasi yang relevan dalam soal dan atau pengetahuan sebelumnya yang ia

a. Siswa dapat menjelaskan dengan baik langkah penyelesaian yang sudah ia temukan.

b. Siswa dapat menemukan langkah lain untuk menyelesaikan soal atau jawaban lain.

Data terdiri dari hasil pekerjaan tertulis, wawancara semi terstruktur dan dokumen.

Data dikumpul dengan cara memeriksa hasil pekerjaan tertulis subjek materi aritmatika sosial

dan wawancara semi terstruktur untuk mengklarifikasi temuan serta menggali informasi lebih

lanjut. Soal tes terdiri dari tiga nomor, meliputi satu soal tentang diskon dan dua soal tentang

harga jual, harga beli dan keuntungan. Wawancara semi terstruktur dilakukan oleh peneliti (P)

terhadap semua subjek (AL, SR, PC, TA) dari hasil jawaban tertulis subjek.

Berdasarkan hasil jawaban tertulis tersebut dilakukan wawancara semi terstruktur

untuk memeriksa kekonsistenan data dan menelusuri pemahaman subjek selain yang ada pada

hasil jawaban tertulis. Hasil analisis ini menghasilkan kategori tahap-tahap proses berpikir

kritis siswa laki-laki dan perempuan dalam mengerjakan soal cerita materi aritmatika sosial.

(11)

HASIL DAN ANALISIS

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses berpikir kritis siswa yang menjadi

subjek dalam penelitian ini dalam mengerjakan soal cerita matematika pada materi aritmatika

sosial, berbeda-beda satu dengan lainnya. Hasil validasi instrumen penelitian yang terdiri atas

tes soal cerita berpikir kritis dan pedoman wawancara dinyatakan valid oleh validator.

Instrumen tes tertulis terdiri atas tiga soal cerita berpikir kritis. Instrumen tes soal cerita

berpikir kritis diberikan kepada subjek untuk memperoleh data tentang tahapan proses

berpikir kritis pada subjek dan dilanjutkan dengan wawancara yang mendalam untuk

memperoleh data atau informasi dari subjek dalam mengerjakan soal cerita proses berpikir

kritis. Data hasil tes soal cerita berpikir kritis dan wawancara yang telah dianalisis untuk

mendapatkan data yang valid. Data yang valid digunakan untuk mengetahui proses berpikir

kritis subjek pada masing-masing tahapan proses berpikir kritis. Tabel 2 menunjukkan

rangkuman karakteristik yang dimiliki setiap subjek pada setiap tahap proses berpikir kritis.

Tabel 2. Rangkuman Karakteristik Proses Berpikir Kritis Setiap Subjek Tahapan

a. Siswa dapat menyebutkan

informasi secara tepat dan jelas x b. Siswa dapat menyebutkan

dengan tepat pertanyaan yang diminta dari soal.

x

Assesment

a. Siswa dapat memilah informasi dari soal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal dengan informasi yang tidak dibutuhkan untuk menyelesaikan soal.

x

b. Siswa dapat menemukan pertanyaan yang penting dalam soal berdasarkan informasi yang dibutuhkan.

x

Inference

a. Siswa dapat menggunakan informasi-informasi yang relevan dalam soal dan atau pengetahuan sebelumnya yang ia peroleh untuk menyelesaikan soal.

x x x

b. Siswa dapat menjelaskan bagaimana hubungan tiap

a. Siswa dapat menjelaskan dengan baik langkah penyelesaian yang sudah ia temukan

(12)

b. Siswa dapat menemukan langkah lain untuk menyelesaikan soal atau jawaban lain.

x x x x x x x x x x

Kemampuan Proses Berpikir Kritis pada Soal Nomor 1

Soal nomor 1, dari hasil analisis yang dilakukan subjek AL, SR, PC, dan TA dapat

melalui tahap berpikir kritis yang pertama, yaitu clarification. Tahap dimana siswa mampu

merumuskan masalah dengan tepat dan jelas. Pada tahap ini, semua subjek dapat

menyebutkan maksud dan informasi yang diminta soal dengan tepat dan jelas.

Subjek AL, SR, PC dan TA dapat melalui tahap berpikir kritis yang selanjutnya,

yaitu assesment. Tahap ini adalah tahap dimana siswa mampu menemukan pertanyaan yang

penting dalam masalah. Pada tahap ini, semua subjek dapat memilah informasi dari soal yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan soal dengan cara menyebutkan apa yang diketahui dari soal

tersebut. Siswa juga dapat menemukan pertanyaan yang penting dalam soal berdasarkan

informasi yang dibutuhkan yaitu dengan cara menyebutkan apa yang ditanyakan dalam soal

cerita tersebut.

Tahap selanjutnya adalah inference, tahap dimana siswa mampu membuat

kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh. Subjek TA dapat melalui tahap ini dengan

baik, karena subjek TA dapat menjelaskan hubungan tiap informasi yang ada pada soal dan

mampu menemukan langkah-langkah untuk menyelesaikan soal dengan cermat, sehingga

subjek TA mampu menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh. Adapun hasil

pekerjaan subjek TA dapat dilihat dari Gambar 1.

Gambar 1. Pekerjaan TA Soal Nomor 1

Berbeda dengan subjek PC, meskipun antara subjek TA dan PC adalah siswa dengan

(13)

perempuan yaitu subjek AL dan SR yang tidak dapat melalui tahap inference. Hal ini

disebabkan karena langkah-langkah dalam mengerjakan soal dan jawaban akhir subjek PC,

AL dan SR salah. Sehingga mereka tidak dapat menarik kesimpulan apa yang telah

dikerjakannya dengan baik dan tidak dapat melalui ke tahap proses berpikir kritis berikutnya.

Adapun hasil pekerjaan subjek PC dapat dilihat dari Gambar 2.

Gambar 2. Pekerjaan PC Soal Nomor 1

Adapun hasil pekerjaan subjek AL dapat dilihat dari Gambar 3.

Gambar 3. Pekerjaan AL Soal Nomor 1

Adapun hasil pekerjaan subjek SR dapat dilihat dari Gambar 4.

Gambar 4. Pekerjaan SR Soal Nomor 1

Tahap terakhir yaitu strategies. Subjek TA dapat menjelaskan dengan baik

langkah-langkah penyelesaian yang sudah ia temukan. Tetapi, subjek TA tidak mampu berpikir secara

(14)

tidak dapat melalui tahap ini. Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek TA sebagai

berikut:

P: “Langkah-langkah kamu dalam mengerjakan bagaimana?”

TA: “Pertama mencari hasil harganya dengan mengalikan harga semula dengan

diskonnya, Toko Rama yaitu 50% dikali 350.000 hasilnya 175.000, 350.000 dikurangi 175.000 sama dengan 175.000, terus dikalikan dengan 20% hasilnya 35.000, lalu 175.000 dikurangi 35.000 hasilnya 140.000, sedangkan Toko Sinta 65% dikali 350.000 sama dengan 227.500, terus 350.000 dikurangi 227.500

hasilnya 122.500.”

P: “Cara menentukannya bagaimana?”

TA: “Mengurangi harga semula dengan hasil tersebut. Tetapi kita harus mencari dulu

agar bisa dibandingkan.”

P: “Terus bagaimana caranya?”

TA: “Untuk soal a. lebih memilih harga yang lebih murah, sedangkan soal b. Memilih

yang diskonnya lebih untung.”

Kemampuan Proses Berpikir Kritis pada Soal Nomor 2

Soal nomor 2, subjek AL, SR, PC, dan TA dapat melalui tahap berpikir kritis yang

pertama, yaitu clarification. Tahap dimana siswa mampu merumuskan masalah dengan tepat

dan jelas. Pada tahap ini, semua subjek dapat menyebutkan maksud dan informasi yang

diminta soal dengan tepat dan jelas.

Subjek AL, SR, dan TA dapat melalui tahap berpikir kritis yang selanjutnya, yaitu

assesment. Tahap ini adalah tahap dimana siswa mampu menemukan pertanyaan yang penting dalam masalah. Pada tahap ini, subjek AL, SR, dan TA dapat memilah informasi dari soal

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal dengan cara menyebutkan apa yang diketahui dari

soal tersebut. Siswa juga dapat menemukan pertanyaan yang penting dalam soal berdasarkan

informasi yang dibutuhkan yaitu dengan cara menyebutkan apa yang ditanyakan dalam soal

cerita tersebut.

Berbeda dengan subjek PC meskipun dalam menyebutkan apa yang diketahui dan

apa yang ditanyakan sesuai, tetapi dia tidak cermat dalam menghubungkan informasi dari soal

yang dibutuhkan dengan apa yang ditanyakan dalam soal cerita tersebut. Sehingga pengerjaan

soal yang dia buat tidak sesuai dengan pertanyaan yang terdapat pada soal dan menyebabkan

belum bisa melalui tahap berpikir kritis selanjutnya. Adapun hasil pekerjaan subjek PC dapat

dilihat dari Gambar 5.

(15)

Tahap selanjutnya adalah inference, tahap dimana siswa mampu membuat

kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh. Pada tahap ini yang lebih mendominasi

adalah subjek dengan gender perempuan. Hal ini terbukti bahwa subjek AL dan SR mampu

menjelaskan bagaimana hubungan setiap informasi-informasi yang relevan dalam soal dengan

apa yang ditanyakan dalam soal cerita tersebut dan mampu menemukan langkah-langkah

untuk menyelesaikan soal cerita dengan cermat, sehingga mereka dapat membuat kesimpulan

berdasarkan informasi yang diperoleh dengan baik. Adapun hasil pekerjaan subjek AL dapat

dilihat dari Gambar 6.

Gambar 6. Pekerjaan AL Soal Nomor 2

Adapun hasil pekerjaan subjek SR dapat dilihat dari Gambar 7.

Gambar 7. Pekerjaan SR Soal Nomor 2

Subjek TA dengan gender laki-laki belum dapat menggunakan informasi-informasi

yang relevan dan belum dapat menghubungkan setiap informasi yang ada, sehingga cara

menyelesaikan soal kurang tepat dan belum dapat melalui tahap berpikir kritis selanjutnya.

(16)

Gambar 8. Pekerjaan TA Soal Nomor 2

Tahap yang terakhir adalah tahap strategies, subjek AL dan SR mampu menjelaskan

dengan baik langkah-langkah yang mereka temukan untuk menyelesaikan soal cerita tersebut.

Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek AL sebagai berikut.

P: “Langkah-langkah dalam mengerjakan apakah kamu bisa menjelaskan?”

AL: “Soal yang a, 10 korang terjual dengan harga 80.000 sisa 10 koran dijual dengan harga 4.000

maka hasilnya 40.000 jadi jumlah koran yang harus terjual berjumlah 10 koran, karena 40.000 dibagi 4.000. Jawaban soal b, Harga 100.000 itukan hasil pembelian 20 koran ingin mendapatkan laba 20.000 maka 100.000 ditambah 20.000 jadi 120.000. 120.000 – 80.000, 80.000 adalah hasil karena yang terjual pertama. Sama dengan 40.000. Terus 40.000 : 8.000, 8.000 adalah saran penjualan koran oleh teman yang kedua. Jadi 40.000 dibagi 8.000 sama dengan 5 koran. Maka jumlah koran yang terjual adalah 5 koran. Soal c, Jawabanya saran yang kedua, karena 20 korang yang terjual 10 + 5 maka lima koran terkahir dapat dijual

kembali.”

P: “Kesimpulan dari soal yang kamu kerjakan apa?”

AL: “Saran yang digunakan adalah saran untuk menghasilkan keuntungan, yaitu saran yang

kedua.”

P: “Apakah kamu dapat menemukan cara lain atau saran lain dalam mengerjakan soal cerita

tersebut?”

AL: “Saya belum bisa.”

Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek SR sebagai berikut.

P: “Apakah kamu bisa mejelaskan langkah-langkahnya?”

SR: “Bisa, tadi modalnya adalah 100.000 ingin mendapatkan laba 20.000 jadi bisa ditotal 120.000.

Diketahui kembali 10 koran dengan harga 10.000 berarti menjadi 80.000. Modal dengan laba ditambah jadi 100.000 tambah 20.000 sama dengan 120.000 lalu dikurangi dengan hasil penjualannya 80.000 jadi tinggal 40.000. Sisa koran adalah 10 karena 40.000 dibagi 4.000. Lalu jika memilih saran yang pertama yaitu masing-masing koran dengan harga 4.000, jika sisa uang tadi 40.000 terus dijual 4.000 per koran maka hasilnya adalah 10 koran. Jika sisa koran tadi adalah 10, maka sisa koran akan habis dan akan mendapatkan laba 20.000. Jika saran kedua, hanya tersisa 5 koran atau setengah dari sisa koran tersebut. Caranya yaitu, sisa penghasilan tadi

adalah 40.000 dibagi 8.000 sama dengan 5. 5 koran adalah setengah dari sisa koran tersebut.”

P: “Soal yang c, saran mana yang terbaik untuk dipilih?”

SR: “Menurut saya saran yang terbaik adalah saran yang pertama, karena pedagang bisa

(17)

memilih saran yang pertama.”

P: “Apakah kamu bisa menemukan cara lain atau saran lain untuk menyelesaikan soal erita

tersebut?”

SR: “Belum bisa.”

Tetapi, subjek AL dan SR belum dapat berpikir secara terbuka dalam menyelesaikan

masalah, sehingga belum menemukan langkah lain untuk menyelesaikan soal dan belum

mampu melalui tahap proses berpikir kritis yang terakhir.

Kemampuan Proses Berpikir Kritis pada Soal Nomor 3

Soal nomor 3, subjek AL, PC, dan TA mampu melalui tahap pertama clarification.

Tahap pertama dalam proses berpikir kritis dimana siswa mampu merumuskan masalah

dengan tepat dan jelas. Terdapat satu subjek yang tidak dapat melalui tahap ini, yaitu subjek

SR yang belum bisa menyebutkan maksud dan informasi yang diminta soal dengan tepat.

Adapun hasil kutipan wawancara oleh subjek SR sebagai berikut:

P: “Apakah kamu paham dari soal cerita tersebut?”

SR: “Kurang paham.”

P: “Mengapa kurang paham?”

SR: “Karena kalau 18 batik terus harga 1 batik 100.000 kalau misalnya ditanyakan itu kan lebih mudah, namun disini kan ada promo beli 3 batik gratis 1 dengan harga 300.000 jadi untuk berpikirnya

masih terlalu rumit.”

Tahap selanjutnya adalah tahap assesment, tahap dimana siswa mampu menemukan

pertanyaan yang penting dalam masalah yang terdapat pada soal cerita. Pada tahap ini, subjek

AL, SR, PC dan TA mampu memberikan penjelasan tentang apa yang diketahui yang terdapat

pada soal dan mampu menyebutkan apa yang ditanyakan dalam soal.

Tahap berpikir kritis selanjutnya adalah inference, hanya terdapat satu subjek yang

tidak mampu melalui tahap ini, yaitu subjek SR. Meskipun dalam tahap sebelumnya subjek

SR mampu meyebutkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal,

tetapi dia tidak mengetahui maksud dari soal cerita tersebut, subjek SR tidak bisa menjelaskan

bagaimana hubungan setiap informasi yang ada pada soal sehingga dia tidak menemukan

langkah untuk menyelesaikan soal dan belum bisa membuat kesimpulan berdasarkan

informasi yang diperoleh.

Berbeda dengan subjek AL, PC, dan TA yang dapat melalui tahap inference. Hal ini

dibuktikan bahwa mereka dapat menghubungkan informasi-informasi relevan yang terdapat

pada soal cerita dengan apa yang ditanyakan dalam soal tersebut, sehingga mereka dapat

menemukan langkah-langkah untuk menyelesaikan soal dan dapat menarik kesimpulan.

(18)

Gambar 9. Pekerjaan AL Soal Nomor 3

Adapun hasil pekerjaan subjek PC dapat dilihat dari Gambar 10.

Gambar 10. Pekerjaan PC Soal Nomor 3

Subjek PC ketika dalam mengerjakan dengan langkah lain, terdapat jawaban yang salah,

sehingga tidak dapat melalui ke tahap proses berpikir kritis selanjutnya.

Adapun hasil pekerjaan subjek TA dapat dilihat dari Gambar 11.

Gambar 11. Pekerjaan TA Soal Nomor 3

Selanjutnya adalah tahap berpikir kritis yang terakhir, yaitu strategies. Subjek AL

dan TA mampu melalui tahap ini, mereka dapat berpikir secara terbuka dalam menyelesaikan

soal cerita tersebut. Mereka menjelaskan dengan baik langkah-langkah penyelesaian yang

sudah mereka temukan. Meskipun Subjek TA tidak menuliskan jawaban lain pada lembar

pekerjaannya, tetapi ketika diberikan pertanyaan, apakah kamu dapat menemukan langkah

lain untuk menyelesaikan soal tersebut atau menemukan jawaban lain? Subjek TA dapat

menjelaskannya dengan baik dan benar. Adapun kutipan wawancara dari subjek TA sebagai

(19)

P: “Apakah kamu menemukan cara lain untuk mengerjakan soal cerita tersebut?”

TA: “Cara lainnya adalah jika tidak ingin menambah 2 batik, Bu Ani harus menambah sedikit uang untuk

mendapatkan 3 batik lagi. Dan ia bisa mendapatkan 20 baju batik tai dengan harga yang lebih mahal.”

P: “Terus caranya bagaimana?”

TA: “300.000 dikali 5 hasilnya 1.500.000”

P: “Terus lebih efisien yang pertama atau yang kedua?”

TA: “Lebih efisien yang kedua.”

P: “Mengapa?”

TA: “Karena dengan menambah uang sedikit lagi, ia mendapatkan tambahan batik.”

P: “Barti totalnya ada berapa?”

TA: “20 baju batik dan Bu Ani masih mempunyai sisa 2 batik.”

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa soal yang dapat dilalui

subjek adalah soal dengan nomer 3. Masing-masing subjek laki-laki dan perempuan hanya

terdapat 1 yang bisa melalui semua tahapan proses berpikir kritis, yaitu subjek AL dengan

gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa subjek AL berhasil melalui semua

tahapan proses berpikir kritis yaitu pada soal nomor 3. Hal ini dibuktikan bahwa subjek AL

dapat melalui 4 proses berpikir kritis, sehingga subjek sudah sampai pada tahap akhir, yaitu

tahap strategies. Pada saat wawancara, AL juga dapat menjelaskan langkah-langkah dan hasil

pekerjaannya dengan baik. Subjek AL hanya dapat mencapai tahap assesment pada soal

nomor 1 dan mencapai tahap inference pada soal nomor 2.

Selanjutnya subjek SR belum bisa melalui semua tahapan proses berpikir kritis, pada

soal nomor 1 subjek SR hanya mampu sampai tahap assesment. Pada soal nomor 2 subjek

hanya bisa menjelaskan langkah-langkah penyelesaiannya dengan baik, tetapi belum bisa

berpikir secara terbuka sehingga subjek SR belum bisa menemukan saran lain dari jawaban

nomor 2. Jadi, subjek SR belum bisa memenuhi karakteristik berpikir kritis pada tahap

strategies pada soal nomor 2. Selanjutnya subjek SR belum bisa menjelaskan maksud dari soal nomor 3.

Subjek PC pada soal nomor 1 hanya mencapai pada tahap assesment dan hanya

mencapai pada tahap clarification pada soal nomor 2. Subjek PC belum bisa memenuhi

karakteristik proses berpikir kritis pada tahap strategies, meskipun berhasil menemukan

langkah lain untuk mengerjakan soal nomor 3, tetapi pada jawaban akhirnya salah, sehingga

PC belum bisa melalui tahap strategies. Pada saat wawancara subjek PC juga terlihat ragu dengan jawabannya.

Subjek yang terakhir adalah subjek TA, pada soal nomor 1 mampu sampai tahap

(20)

melalui semua tahapan proses berpikir kritis yaitu pada soal nomor 3. Hal ini dibuktikan

bahwa subjek TA mampu menjelaskan langkah-langkah penyelesaian dengan baik pada saat

wawancara dan mampu berpikir secara terbuka sehingga dapat menemukan cara lain untuk

soal nomor 3, sehingga subjek TA mampu melalui sampai tahap yang terakhir, yaitu

strategies.

Temuan dalam penelitian ini yaitu dengan perbedaan gender laki-laki dan

perempuan, proses berpikir kritisnya sama. Hal ini tampak bahwa melalui gender laki-laki

dan perempuan, proses berpikir kritis melalui tahapan yang rata-rata sama. Kemudian

ditemukan ada subjek dengan gender laki-laki dan perempuan yang keduanya mampu melalui

semua tahapan proses berpikir kritis yaitu sampai tahap strategies, yaitu subjek AL dengan

gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada 4 siswa SMP Negeri 7 Salatiga

yang terdiri dari dua siswa laki-laki dan dua siswa perempuan, didapatkan hasil bahwa subjek

AL dengan gender perempuan dan subjek TA dengan gender laki-laki dapat melalui semua

tahapan proses berpikir kritis, artinya subjek mampu melalui tahap clarification, assesment,

inference, dan strategies. Adapun subjek yang belum dapat melalui semua tahapan proses berpikir kritis adalah subjek SR dengan gender perempuan dan subjek PC dengan gender

laki-laki, dimana keduanya hanya mampu mencapai yang paling tinggi yaitu tahap inference.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada guru dan kepada peneliti tentang

proses berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan pada siswa kelas VIII SMP pada materi

aritmatika sosial. Diharapkan menambah pengetahuan mengenai proses kemampuan berpikir

kritis siswa laki-laki dan perempuan, sehingga siswa, guru dan peneliti dapat merancang dan

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Alec Fisher. 2008. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Bastable. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prisip-Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran, Jakarta: EGC

Coley, R. J. 2001. Differences in Gender Gap: Comparisons Across Racial/Ethnic Groups in Educationaland Work. (Online). Diakses pada 8 April 2017.

Tersedia: http://files.eric.ed. gov/

D’Zurilla, J., Maydeu-Olivares, A., and Kant, G. L. 1998. Age and Gender Differences In Social

Problem Solving Ability.(Online). Journal Personality and Individual Differences.Volume 25. Diakses pada 3 maret 2017.

Tersedia: (www.ub.edu/gdne/)

Harmini, Sri & Ending, S. W. 2011. Matematika untuk PGSD. Bandung: Rosda.

Hasratuddin. 2010. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal Universitas Medan. Diunduh pada tanggal 28 Maret 2017

http://ejournal.unesa.ac.id

Jacob, S. M. & Sam, H. K. 2008. Measuring Critical Thingking In Problem Solving Through Online Discussion Forums In First Year University Mathematics. Proceedings of the International Multi Conference of Engineers and Computers Scientists 2008 Vol I, Hong Kong. Diunduh pada tanggal 15 Januari 2017

Tersedia: http://www.iaeng.org/publication/IMECS2008/IMECS2008_pp816-821.pdf

Karso. 2007. Aritmatika Sosial dan Perbandingan. Jurnal FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Diunduh pada tanggal 30 Maret 2017.

Keitel, Christine. 1998. Social Justice and Mathematics Education Gender, Class, Ethnicity and the Politics of Schooling. Berlin: Freie Universitat Berlin. Diunduh pada tanggal 10 Februari 2017

Lestari, N. D. F. 2010. Profil Pemecahan Masalah Matematika Open-Ended Siswa Kelas V Sekolah Dasar Ditinjau dari Perbedaan Gender dan Kemampuan Matematika. Tesis. Surabaya: Unesa

Lestari, Sri & Pradnyo, W. 2013. Proses Berpikir Kritis Siswa daam Memecahkan Masalah Matematika Open Ended Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa dan Perbedaan Jenis Kelamin pada Materi Kubus dan Balok. Jurnal Universitas Negeri Surabaya.

Mulyadi, Santi. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Soal Cerita Melalui strategi TTW Siswa Kelas V SD Negeri 02 Gemantar. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh pada tanggal 21 Maret 2017

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi.

Sanders. 2011. Gender Smart. Jakarta:PT. Bhuana Ilmu Populer

Santrock, John, W. 2009. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Susento. 2006. Mekanisme Interaksi Antara Pengalaman Kultural-Matematis, Proses Kognitif, dan Topangan dalam Reivensi Terbimbing. Disertasi. Surabaya: Unesa

Gambar

Tabel 1. Tahapan Proses Berpikir Kritis
Tabel 2. Rangkuman Karakteristik Proses Berpikir Kritis Setiap Subjek
Gambar 1. Pekerjaan TA Soal Nomor 1
Gambar 2. Pekerjaan PC Soal Nomor 1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Konsep register berkaitan dengan konsep variasi bahasa karena munculnya variasi bahasa sangat dimungkinkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam kaitan

dalam simulasi ialah, bagaimana node mobile yang berada pada wilayah laut dapat menjalin komunikasi dengan node fix dengan membangun jalur menggunakan protokol

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton serta mempelajari keterkaitan antara struktur komunitas dan

Menyelenggarakan kegiatan pelatihan membuat kerajinan batik ikat celup dengan media kelereng untuk anak- anak di Pedukuhan Pongangan, Sentolo, Sentolo, Kulon Progoa. 2 X

Hubungan Pengetahuan Tentang Pernikahan Usia Dini dengan Sikap Siswa Terhadap Pernikahan Usia Dini di SMA N 2 Banguntapan Berdasarkan hasil penilitian dapat diketahui

Dari segi struktur, golongan flavonoid Artocarpus memiliki kekhasan yaitu adanya pola oksigenasi di cincin B pada kerangka flavon yang tidak mengikuti kelaziman pola

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Kuliah. Program Sarjana Strata

Dengan adanya perubahan nomor rekening tersebut, maka seluruh transaksi keuangan (pembayaran) dilakukan dengan menggunakan Nomor Rekening yang