• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Kasus Komunikasi Antar Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Contoh Kasus Komunikasi Antar Budaya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah Seminar Komunikasi Antarbudaya

Pengajar: Prof. Dr. Ilya Revianti S.

RANGGI MARSETI LAYYINANTI NPM 1306348985

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

▸ Baca selengkapnya: contoh teks diskusi tentang budaya

(2)

KOREA DILIHAT DARI IKLAN “FALL IN LOVE WITH KOREA”

DI KBS WORLD TV

PENDAHULUAN

Korea merupakan salah satu negara di Asia yang sedang mengalami kemajuan yang pesat di antara negara-negara lain baik di Asia maupun luar Asia. Korea saat ini telah menjadi pusat budaya Asia di seluruh negara, dimana negara ini menjadi salah satu pedoman baru tentang keberadaan dan kebudayaan warga Asia. Tidak hanya itu Korea telah menjadi negara di Asia yang telah menjadikan semua kebudayaan yang ada di dalam diri Korea diketahui oleh manusia yang ada di dunia. Seperti yang banyak orang ketahui bahwa Amerika merupakan negara ternama yang seakan-akan tidak memiliki tandingan dari negara manapun. Amerika sangat menguasai di berbagai bidang baik musik, film, acara televisi, berita, maupun kebudayaan mereka. Tapi, Korea saat ini telah berhasil membentuk dirinya menjadi hampir sama, bahkan setara dengan Amerika. Hal ini terlihat dimana Korea sudah menjadi panutan bagi siapapun dari kalangan manapun.

▸ Baca selengkapnya: contoh berita tentang budaya

(3)

kosmetik-kosmetik Korea menjadi banyak peminatnya karena ingin merasakan bagaimana rasanya menggunakan kosmetik tersebut dan apakah bentuk aslinya sama seperti yang diiklankan atau tidak.

Iklan bisa dikatakan dengan kata lain Promosi. Mengapa? Karena menurut saya iklan adalah sesuatu yang menampilkan, menjual, dan memberikan arah semangat pada suatu barang atau event dengan cara yang berbeda dalam menarik perhatian banyak orang dari kalangan manapun dan juga menaikkan dan mempertahankan barang atau event tersebut ke dan di level lebih tinggi. Hal inilah kenapa iklan bisa disebut promosi. Penjelasan lain mengatakan bahwa iklan dan promosi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial masyarakat modern. Iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi yang sangat penting tidak saja bagi produsen barang dan jasa tetapi juga bagi konsumen. Hal inilah yang menunjukkan bahwa kemampuan iklan dan metode promosi lainnya dalam menyampaikan pesan kepada konsumen menjadikan kedua bidang tersebut memegang peran sangat penting bagi keberhasilan perusahaan (Morissan, 2010: 1).

Instrumen dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan komunikai perusahaan disebut dengan bauran promosi atau promotional mix dimana mencakup iklan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), publikasi/humas, dan personal selling (Belch & Belch, 2001: 14). Dari promotional mix ini sangat penting adalah iklan. Iklan atau advertising ini dapat didefinisikan sebagai “setiap bentuk non-personal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang diketahui” (Ralph S. Alexander, 1965). Mengapa ‘dibayar’ dan ‘non-personal’? Maksud ‘dibayar’ lebih menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan ikaln pada umumnya harus dibeli. Sedangkan ‘non-personal’ berarti suatu iklan yang melibatkan media massa, seperti TV, radio, majalah, koran, dan lain-lain yang mengirimkan pesan ke kelompok individu dengan jumlah yang sangat besar dan pada saat waktu yang bersamaan. Karena itulah, pemasang iklan harus betul-betul mempertimbangkan bagaimana audiens akan menginterpretasikan dan memberikan respon terhadap pesan iklan yang dimaksud.

(4)

iklannya dan mempromosikan barang atau jasanya di media massa. Pertama, iklan di media massa dinilai efisien dari segi biaya untuk mencapai audiens dalam jumlah besar. Kedua adalah kemampuannya dalam menarik perhatian konsumen terutama produk yang iklannya populer atau sangat dikenal masyarakat. Sifat dan tujuan iklan memang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya, mungkin ada satu perusahaan yang bertujuan untuk mendapatkan respon atau aksi segera, sedangkan perusahaan lain bertujuan untuk lebih mengembangkan kesadaran atau ingin membentuk suatu citra positif dalam jangka pajang bagi barang atau jasa yang ia promosikan. Ternyata tidak hanya sifat dan tujuan dari perusahaan saja yang berbeda, namun konsumen yang menjadi target suatu iklan juga berbeda antara satu jenis produk dengan produk yang lainnya.

URAIAN TEORI

Dalam mempertimbangkan budaya populer, kita dibutuhkan untuk memikirkan bahwa tidak hanya bagaimana orang-orang menafsirkan dan mengonsumsi budaya populer, tapi juga memikirkan bagaiman teks-teks budaya populer ini menggambarkan kelompok-kelompok khusus dalam cara yang spesifik. Kita juga butuh untuk memikirkan bagaimana kekuatan suatu hubungan dapat ditanamkan dalam budaya populer yang dinamis.

What is Popular Culture?

Penulis dan penyair esai abad ke-19, Matthew Arnold, mendefinisikan budaya sebagai “The best that has been thought and said in the world” – sebuah definisi yang menekankan kualitas. Dalam konteks ini, banyak masyarakat Barat membedakan High Culture dan Low Culture. High Culture mengacu pada kegiatan budaya yang sering dilakukan kalangan elit atau dinilai “baik untuk dilakukan”, yaitu balet, simfoni, opera, sastra besar, dan seni rupa. Nilai budaya mereka dilihat sebagai sesuatu yang transenden dan abadi. Bahkan, universitas mengabdikan kursus, program, dan bahkan seluruh departemen untuk mempelajari aspek high culture. Sedangkan Low Culture mengacu pada kegiatan masyarakat

(5)

Elitisme tercermin dalam perbedaan antara budaya tinggi dan rendah dalam sistem sosial Barat dalam beberapa dekade terakhir. Namun perbedaan ini sudah mulai patah. Sebaliknya, mereka memberikan kontribusi untuk kerangka konseptual baru dengan membuktikan legitimasi bentuk-bentuk budaya lainnya yang secara tradisional dikategorikan sebagai budaya rendah tetapi kini dibingkai sebagai budaya populer. Karena dari pandangan elitis budaya tersebut, perbedaan antara "budaya tinggi" dan "budaya rendah" telah menyebabkan budaya rendah yang dikonseptualisasikan ulang sebagai budaya populer.

Beberapa ahli pemikir telah memberikan sudut pandang terhadap budaya populer. Menurut Barry Brummett (1994) yang merupakan seorang ahli pidato kontemporer, menawarkan sebuah definisi yaitu, budaya populer mengacu pada sistem atau artefak yang banyak orang berbagi (share) dan yang banyak diketahui. Kalau menurut John Fiske (1989), untuk dibuat menjadi budaya populer, sebuah komoditas juga harus membawa kepentingan rakyat. Budaya populer bukan konsumsi, itu adalah budaya – proses aktif menghasilkan dan menyebarkan makna dan kesenangan dalam sebuah sistem sosial, budaya, indusrialisasi, dan tidak pernah bisa cukup dijelaskan dalam hal pembelian dan penjualan komoditas. Sedangkan menurut Professor George Lipsitz (1990), kemampuan musisi untuk belajar dari budaya lain menjadi kunci dalam keberhasilan mereka sebagai artis rock-and-roll.

Kontak antar budaya dan komunikasi antarbudaya memainkan peran sentral dalam penciptaan dan pemeliharaan budaya populer. Ada empat karakteristik penting dari budaya populer:

1. Diproduksi oleh industri budaya (menguntungkan secara ekonomi);

2. Berbeda dari folk culture (kegiatan budaya tradisional dan kebudayaan non-mainstream tanpa dorongan secara finansial);

3. Ada di mana-mana, dan 4. Mengisi fungsi sosial.

(6)

2004). Koran juga menyajikan forum diskusi kejadian yang tragis dan aspek yang berhubungan dari kehidupan sehari-hari dan komunitas.

Kontrasnya, tidak semua budaya populer menyajikannya sebagai forum pertimbangan publik. Ritual ini cenderung mengecilkan ungkapan opini yang berbeda dari patriotik nasionalis pada pertimbangan demokratis (Michael Butterworth, 2005). Cara manusia menegosiasi hubungan mereka untuk budaya populer memang rumit dan kerumitan ini yang membuat pemahaman tentang peran budaya populer dalam komunikasi antar budaya sangat sulit. Jelasnya, kita bukan penerima yang pasif dari budaya populer yang membanjir ini. Faktanya, kita cukup aktif dalam konsumsi atau perlawanan terhadap budaya populer.

Global Circulation of Images and Commodities

Konsep globalisasi saat ini sudah begitu melekat bagi kita semua. Berbagai bangsa, negara, budaya, semuanya telah sangat akrab dengan istilah ini. Sebagian besar (sangat sulit untuk tidak mengatakan semua) telah terpapar dan menjadi bagian dari globalisasi. Globalisasi adalah sebuah proses yang selalu membawa pengaruh –pengaruh yang signifikan bagi segala aspek, seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Robertson (1992: 8) mendefinisikasi globalisasi sebagai “The compression of theworld and theintensification of consciousness of the world as a whole”, yaitu kompresi dunia dan intensifikasi kesadaran tentang dunia menjadi satu kesatuan. Sementara itu, Silverstone (1999: 107) menyatakan bahwa globalisasi adalah “the product of a changing economic and political order, one in which technology and capital have combined in a new multi-faceted imperialism”, yaitu produk dari perubahan economi serta politik, di mana teknologi dan modal menjadi satu dalam berbagai wajah baru imperialisme.

(7)

infeksi penyakit (W.A. Haviland, H. E.L. Prins. D.Walrath, and B. Mc Bride, Cultural Anthropology: The Human Challenge, 12th ed. Belmont, CA: Thompson Higher Education, 2008: 19). Samovar, Porter, dan McDaniel (2007), dengan baik menggarisbawahi kesamaan dari semua definisi tentang globalisasi dengan kata “keterhubungan”. Mereka menegaskan bahwa pada kondisi dunia saat ini, adalah semakin sulit kita hidup tanpa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh opini dan tindakan orang lain.

Gambaran global saat ini telah mengalami sirkulasi, seperti contohnya budaya populer dari Amerika. Menurut Guback (1969), beberapa ilmuwan Amerika mencatat bahwa industri film Amerika menghasilkan sangat banyak penghasilan dari negara di luar Amerika Serikat dibandingkan dari penghasilan box office domestik (di Amerika Serikat sendiri). Dalam situasi ini, menjadi mudah dipastikan bahwa Hollywood akan berlanjut untuk mencari pasar luar negeri dan untuk menumbuhkan sumber daya finansial. Produser dan distributor pastinya membuat sejumlah uang dari pemutaran film di dalam negaranya sendiri, tapi mereka memiliki pendapatan dengan sejumlah uang yang signifikan dari negara non-Amerika Serikat. Seperti contohnya, poster film-film Hollywood banyak sekali terpampang di negara manapun termasuk Indonesia, atau dalam contoh di dalam buku Martin & Nakayama terlihat adanya pemasangan spanduk pada tahun 1996 dengan gambar salah satu icon budaya populer, James Dean, aktor dari film East of Eden dengan bertuliskan huruf kanji Jepang disalah satu gedung di Tokyo.

Tidak hanya film-film Amerika saja, tetapi juga media Amerika yang secara bebas disiarkan dan tersebar di luar Amerika, seperti Televisi dan koran (MTV, CNN, New York Times, dan Washington Post). Sebenarnya implikasi dari dominansi oleh media dan budaya populer Amerika belum pasti ditentukan, walaupun kita sendiri sudah bisa mengimajinasikan apa konsuekensinya. India memproduksi lebih banyak film dibandingkan film-film Amerika, tapi India kalah dalam menghasilkan uang dimana India memiliki hasil yang kecil dalam menghasilkan uang dibandingkan dengan box office Amerika. Contoh lainnnya adalah budaya populer Amerika memiliki efek yang mayoritas di negara-negara lain, khususnya selama abad yang lalu, seperti jeans/blue jeans. Jeans ini adalah salah satu contoh yang benar-benar secara total dan komplit asli dari Amerika dan telah diadopsi ke seluruh negara di dunia.

(8)

bahwa karakter seorang Inggris menjadi pahlawan bagi audiens Amerika dan Internasional melalui industri film Amerika. Hal ini yang menunjukkan bahwa tidak selalu mudah untuk mengetahui apa yang termasuk budaya populer Amerika dan apa yang bukan. Pembuktian dalam budaya populer yang mengglobal adalah banyak budaya populer yang diekspresikan dalam bahasa non-Inggris memiliki waktu yang sulit di dalam global. Karena bahasa Inggris sendiri adalah bahasa Internasional yang menjadi acuan untuk bisa berinteraksi dengan siapapun dari berbagai negara, untuk itu budaya populer yang menggunakan bahasa Inggris akan lebih terangkat dan memiliki kepopuleran lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa dari negaranya masing-masing.

Cultural Imperialism

Diskusi mengenai Cultural imperialism sudah dimulai sejak tahun 1920 dan masih berlangsung sampai sekarang. Cultural imperialism banyak dibahas mengenai keterkaitannya dengan ekonomi, imperialisme media, dan budaya yang dijadikan sebagai komoditas untuk mencari keuntungan. Seperti dikutip dalam Martin & Nakayama (2007, p.353), John Tomlinson mengungkapkan bahwa terdapat lima cara berpikir untuk menjelaskan mengenai

cultural imperialism: (1) sebagai dominasi kebudayaan, (2) sebagai imperialisme media, (3) sebagai diskursus nasionalisme, (4) sebagai kritik atas kapitalisme global, dan (5) sebagai kritik atas modernitas.

Tomlinson telah menjelaskan bahwa cultural imperialism dapat dipahami sebagai dominasi kebudayaan dan imperialisme media. Nakayama (2007, p.348) telah mengemukakan bahwa kebudayaan Amerika mendominasi dan memiliki kekuatan sampai pada tahap global. Budaya populer seperti, film, musik, video game, acara televisi, majalah, dan lain-lain merupakan bentuk kebudayaan Amerika yang paling mendominasi. Dimana dominasi kebudayaan popular culture ini menjadi pendukung terjadinya imperialisme media oleh media Amerika.

(9)

mendapatkan keuntungan dari penjualan-penjualan produk dari Amerika yang digunakan secara sengaja dalam berbagai bentuk popular culture. Sekarang ini, film Hollywood menjadi komoditas ekspor utama Amerika, yang pendapatannya melebihi penjualan di dalam negri. (Maisuwong, 2012, http://www.ijert.org)

Dominasi kebudayaan Amerika melalui popular culture menimbulkan imperialisme media. Sebagai contoh adalah CNN yang merupakan media berita besar di Amerika, dengan adanya dominasi Amerika, CNN menjadi saluran berita international. Berita-berita yang dimuat oleh CNN ditayangkan ke berbagai negara di dunia dan CNN dijadikan sumber berita international. Hal ini semakin menegaskan adanya cultural imperialism yang dilakukan oleh Amerika.

Amerika memiliki kekuatan dan pengaruh tetapi bukan berarti dominasi hanya dimiliki dan dikuasai seorang diri oleh Amerika. Negara lain seperti Inggris, berhasil mempertahankan dominasi kebuyaannya sendiri dan mencegah masuknya dominasi budaya asing (budaya Amerika) ke dalam negaranya. Rasa nasionalisme yang tinggi berhasil mencegah masuknya dominasi budaya aslng. Inggris juga bahkan berhasil membuat kebudayaannya menyebar ke negara lain, seperti tokoh James Bond yang menjadi terkenal tidak hanya di Inggris tetapi juga secara international.

Tomlinson juga menyebutkan bahwa cultural imperialism sebagai bentuk kritik terhadap kapitalisme global. Dengan adanya dominasi produk-produk kultural tertentu yang menyebar di seluruh dunia, maka pihak yang memproduksi produk budaya juga menjadi bagian dalam dominasi tersebut. Pihak-pihak produsen tersebut menjadi para kapitalis, yang seperti telah dituliskan sebelumnya hanya melihat produk budaya sebagai komoditas untuk memperoleh keuntungan semata. Dimana budaya dan media hanya dijadikan alat para kapitalis untuk menyebarkan kekuasaan mereka dan menambah keuntungan.

(10)

menjadi dominasi pihak barat. Meskipun dominasi pihak barat sangat jelas terlihat dalam

cultural imperialism, tetapi dampak yang disebabkannya dapat berbeda pada tiap negara. Bukan berarti karena negara barat memiliki kekuasaan dan kekuatan melebihi negara berkembang, maka negara berkembang sudah pasti akan mengikuti segala bentuk budaya dari negara barat.

Kesimpulannya adalah bahwa cultural imperialism tidak dapat dilihat hanya melalui sudut pandang negara barat, khususnya Amerika, karena negara lain juga memiliki nilai dan budaya sendiri, sehingga pengaruh cultural imperialism beragam arahnya. Tidak hanya negara barat yang memberikan pengaruh pada negara berkembang tetapi juga negara berkembang memberikan pengaruh pada negara barat. Selain itu, cultural imperialism erat kaitannya dengan media imperialisme dan popular culture, karena cultural imperialism

disebarluaskan melalui popular culture dalam berbagai bentuk media.

BAHASAN KASUS

(11)

Korea” dan menampilkan cuplikan video-video dari orang-orang dari berbagai negara yang dengan sukarela mengirimkan videonya ke KBS World TV.

Awal mula dari iklan ini adalah dari sebuah kontes pembuatan video yang bertemakan “Korea, My Love” yang dihadiahkan sebuah perjalanan gratis ke Korea dan dibentuk oleh KBS World TV sendiri. Karena terlalu banyak pengirim video dalam kontes tersebut, pihak KBS World TV membuat video-video ini menjadi sebuah iklan, yang setiap minggunya memiliki video yang berbeda-beda. Iklan ini menampilkan pembuktian dari seberapa besar orang-orang yang ada di negara luar Korea menyukai dan jatuh cinta terhadap Korea. Mereka menunjukkan berbagai cara perwujudan rasa suka mereka terhadap Korea, bisa melalui nyanyi, akting, tari, gambar, dan lain-lain. Tidak hanya itu saja, mereka bisa mengungkapkan apapun yang mereka suka dari Korea, entah itu dari musik, drama, variety show, makanan, kebudayaan, bahasa, alam, dan lain-lain. Iklan yang berisikan kumpulan video kreatif dari pecinta Korea ini menggelitik saya untuk dijadikan contoh kasus sebagai pelengkap dalam penjelasan Popular Culture and Power.

(12)

Dari penjelasan lengkap mengenai iklan “Fall ini Love with Korea” yang ditayangkan oleh KBS World TV itu membentuk suatu permasalahan yang sangat ingin dipertanyak oleh peneliti. Permasalahan yang dipertanyakan, yaitu:

1. Apa yang audiens rasakan saat melihat iklan dari KBS World tersebut?

2. Apakah pihak audiens memahami isi dan maksud dari iklan “Fall in Love with Korea”?

3. Bagaimana tanggapan mereka terhadap iklan tersebut?

4. Apakah iklan “Fall in Love with Korea” tersebut merupakan salah satu rencana KBS World TV untuk menambahkan promosi Korea dan stasiun tersebut untuk semakin mendunia?

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah menggunakan metode perspektif kritis. Mengapa? Karena menurut peneliti, pembahasan mengenai popular culture lebih terfokus kepada pembentukan yang terjadi pada Indonesia sendiri terhadap iklan “Fall in Love with Korea” yang ditayangkan oleh KBS World TV. Selain pembentukan, peneliti ingin mencoba bahwa iklan yang ditayangkan tersebut tidak sepenuhnya memberikan dampak positif bagi para penikmatnya. Peneliti mencoba mengadakan perubahan terhadap kenyataan yang ada dalam isi iklan tersebut.

(13)

DISKUSI

Seperti yang kita ketahui, Korea telah menjadi negara ternama di masa sekarang, bahkan keberadaan negara ini sudah bisa disamakan dengan Amerika. Jika ditanyakan apakah Korea memiliki budaya pupuler, Korea memang menjadi negara yang terkenal akan budaya populernya di masa sekarang. Jika dilihat contoh kasus dari iklan yang ada di KBS World TV terlihat bahwa Korea memang negara yang dikenal oleh siapapun dan dimanapun. Pernyataan yang diungkapkan oleh beberapa orang yang ada di video iklan tersebut memperlihatkan musik ataupun drama Korea merupakan sebuah bentuuk budaya populer yang dapat memperngaruhi dan menarik perhatian orang-orang di dunia. Banyak dari mereka menyukai Korea karena musik dan drama, tapi dari itulah mereka menjadi lebih menyukai Korea karena semakin paham akan kebudayaan, kebiasaan, alam, bahasa, dan lain-lain yang dipaparkan disana. Kalau dilihat, Iklan ini bisa dianggap sebagai pembuktian dari popular culture dan juga sebagai alat untuk penambahan kekuasaan dari pihak Korea.

Korea menjadi salah satu gambaran sirkulasi global? Iya sekali, karena saat ini Korea telah bersaing layaknya Amerika. Seperti yang ada pada penjelasan di atas, bahwa Amerika memiliki pendapatan besar melalui film-film Hollywood dan media-media Amerika. Begitu juga di Korea, saat ini mereka memilki pendapatan besar melalui industri kreatif seperti musik dan drama yang selalu hadir di televisi dan membuat media-media Korea pun menjadi terkenal. Seperti halnya yang ada dalam Iklan Explore Korea yang menampilkan video-video para pecinta Korea, mereka rela membuat video tersebut karena melihat iklan kontes video “Korea. My Love” di Stasiun Televisi Swasta Korea, KBS World TV. Hal ini terlihat bahwa, media Korea telah memiliki kemajuan yang sangat pesat dan keberadaanya sudah berada di setiap negara melalui televisi berlangganan. Apalagi jaman sekarang, hampir semua rumah di dunia telah memiliki dan menggunakan televisi berlangganan untuk mengikuti perkembangan yang ada. Melalui televisi ini, para pecinta Korea mau tidak mau menjadi mengikuti semua yang disiarkan dalam televisi tersebut dan semakin mengenal akan Korea. Terlihat dalam iklan video tersebut, bahwa mereka hampir mengetahui penyanyi dan aktor yang ada di Korea, tidak hanya itu saja mereka juga mengetahui bagaimana kebiasaan di Korea bahkan sejarah mengenai Korea. Korea saat ini telah menjadi negara acuan bagi siapapun di Dunia setelah Amerika.

(14)

komoditas untuk mencari keuntungan. Dari Iklan tersebut terlihat bahwa Korea membuat iklan tersebut sebagai suatu cara untuk menambah pemikat siapapun untuk mengonsumsi atau menyukai Korea. Melalui Iklan tersebut, Korea memiliki keuntungan melalui kontes video dimana menjadi bertambah orang-orang yang mau mengikuti kontes dengan berhadiah jalan-jalan gratis ke Korea. Mereka mencoba membentuk para pecinta Korea untuk menyukai negara Korea seakan-akan mencintai negaranya sendiri bahkan lebih. Terlihat di dalam Iklan tersebut dimana mereka berusaha untuk bisa berbicara lancar dengan bahasa Korea. Mereka mencoba untuk berusaha seperti layaknya orang Korea dengan mengetahui dan mengagumi kebiasaan orang korea yang tampak dalam televisi. Tidak hanya itu saja mereka juga turut merasakan apa yang terjadi di Korea, entah dalam bentuk perisitiwa ataupun sejarah.

Tomlinson telah menjelaskan bahwa cultural imperialism dapat dipahami sebagai dominasi kebudayaan dan imperialisme media. Kebudayaan Korea telah mendominasi negara manapun dan juga memiliki kekuatan sampai pada tahap global. Iklan “Fall in Love with Korea” menjadi salah satu pembuktian bahwa pendominasian dan kekuatan global itu ada.

Popular culture yang mendominasi dan terlihat dalam iklan tersebut adalah drama, musik, acara televis (variety show), film, dan lain-lain. Dominasi yang terlihat dalam iklan inilah yang menjadi pendukung kuat terjadinya imperialisme media oleh media Korea sendiri. Iklan tersebut juga menjadi salah satu produk yang dapat dijual oleh pihak KBS World TV untuk menguasai dunia. Melalui pembuatan iklan tersebut, pihak KBS World TV dapat diperkenalkan dan ditanamkan pada masyarakat dunia, baik dari segi acaranya maupun kebudayaannya. Berkat pengadaan iklan dalam KBS World TV, media ini menjadi media Korea yang ternama di Dunia dan menjadi sumber utama bagi para pecinta Korea untuk menikmati tayangan-tayangan di Korea. Bahkan tayangan ini dibuat sama dengan apa yang ditayangkan di Korea saat itu juga, agar para pecinta Korea merasa update dalam setiap kejadian.

(15)

Cara berpikir terakhir untuk memahami cultural imperialism menurut Tomlinson adalah sebagai kritik atas modernitas. Hal ini dapat terjadi karena tingkat kesenjangan modernitas antara negara maju dengan negara berkembang. Korea saat ini telah menjadi negara maju dan terpandang bagi negara-negara di Asia, bahkan juga mulai dipandang oleh negara maju lainnya. Tapi terlihat sekali bahwa negara Korea sangat diagungkan di Asia karena keberanian meraka untuk memajukan warga Asia yang selama bertahun-tahun yang lalu dikucilkan oleh negara Barat. Korea ini memiliki segala kemajuan dan kecanggihannya dengan memiliki kemampuan untuk menyebarkan produk-produk budayanya ke berbagai negara di dunia. Dominasi Korea ini sangat jelas terlihat melalui Iklan ”Fall in Love with Korea”, tetapi dampak yang disebabkannya dapat berbeda pada tiap negara. Karena kekuatan yang dimiliki Korea tersebut, negara berkembang bahkan maju di Asia sudah pasti mencoba mengikuti jejak dan segala bentuk dari negara ginseng tersebut.

Jadi, alasan saya menggunakan contoh kasus ini adalah bahwa iklan ”Fall in Love with Korea” yang dibuat oleh KBS World TV ini merupakan sebuah pembuktian dari popular culture dan juga sebagai alat untuk penambahan kekuatan dan kekuasaan di pihak Korea.

Kesimpulan

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Gannon, M.J. 2008. Paradoxes of Culture and Globalization. Los Angeles, United States of America: SAGE

Haviland, W.A., Prins, H.E.L., Walrath, D., and Mc Bride, B. 2008. Cultural Anthropology:

TheHumanChallenge, (12thed). Belmont, CA: Thompson Higher Education

Holliday, Adrian, dkk. 2004. Intercultural Communication: An Advance Resource Book. New York: Routledge

Martin, Judith N dan Nakayama, Thomas K. 2007. Intercultural Communication in Context, Fourth Edition. New York, United States of America: The McGraw-Hill Companies Samovar, L.A., Porter, R.E., McDaniel, E.R. 2010. Communication Between Culture.

Referensi

Dokumen terkait

matematika antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran RME (Realistic Mathematics Education) berbantuan media semi konkret dengan siswa yang

Misalnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Young (1985) bahwa senjangan anggaran terjadi ketika bawahan yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran memberikan informasi

Pendahuluan - Mengucapkan Mengucapkan salam salam -- Berdo¶a Berdo¶a -- Absensi Absensi -- Apresiasi Apresiasi -- Memotivasi Memotivasi Siswa Siswa -- Menyampaikan Menyampaikan

Dan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, perilaku yang dimunculkan akan berbeda dalam menghadapi sesuatu, untuk melakukan kebutuhan secara riligius membutuhkan niat

Development). Penelitian inidilakukan di SD Negeri di Pacitan, Jawa Timur.. Hasil penelitian yang dihasilkan adalah sistem informasi inventaris barang ini dapat digunakan

ruang lingkup pertanyaan yang luas atau yang sempit. Aspek yang kedua ialah pemusatan terhadap jumlah tugas siswa sebagai akibat dari pertanyaan guru. Pertanyaan yang

Pada tahun 2002 batik pesisir Oey Soe Tjoen mengalami masa kemerosotan penjualan, salah satu penyebabnya adalah tidak ada metode pembaharuan dalam mempertahankan dan

Fungsi komponen Matakuliah Umum (MKU) Kurikulum Pascasarjana bagi Program Magister adalah untuk membekali para mahasiswa agar memperoleh wawasan profesional yang lebih