• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712011002 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712011002 Full text"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS KOTA KUPANG

Oleh

Adrian Gumilar Therik

712011002

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si Teol)

PROGRAM STUDI TEOLOGI

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

2

PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS

KOTA KUPANG

Adrian Gumilar Therik, 71 2011 002

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan upaya untuk memahami bagaimana peran doa malam

terhadap anak usia 10-12 tahun dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan.

Terutama kedudukan doa malam yang sudah menjadi budaya. Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam terhadap informan yaitu kepada pendeta

jemaat, orangtua dan anak yang melaksanakan doa malam. Kemudian data diolah dan

disajikan melalui teknik analisa dekriptif. Penelitian ini mengambil lokasi di Jemaat GMIT

Kefas Kota Kupang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan

anak dari beberapa tokoh, teori doa, dan teori keluarga sebagai pusat pembentukan. Peran doa

malam dalam Jemaat GMIT Kefas sudah merupakan budaya yang terus dilaksanakan sampai

sekarang, namun yang terjadi adalah sudah banyak keluarga yang meninggal budaya doa

malam ini, secara tidak langsung berdampak pada anak usia 10-12 tahun. Dampak paling

besar adalah ketidakikutserta anak dalam kegiatan gerejawi yang dilaksanakan gereja. Tetapi

dari sekian keluarga yang meninggalkan doa malam masih pula ada keluarga yang rutin

melaksanakan doa malam dan dampak bagi anak sangat menunjukan sebuah perkembangan

iman yang baik, karena orangtua adalah cermin anak.

(7)

3

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada masa anak-anak, seseorang mulai belajar melepaskan diri dari sikap

egosentrismenya, juga mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang

lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain.1

Dalam

masa ini, anak-anak mulai menyerap semua yang dilihat, didengar dan dirasakan dari

sekitarnya. Proses penyerapan semua informasi ini mulai dibandingkan oleh anak-anak

sehingga jika frekuensi informasi terus menerus diolah maka akan menjadi sebuah perspektif

bagi anak itu sendiri. Misalkan saja jika frekuensi kekerasan dalam keluarga anak itu terus

terjadi antara orangtua, maka kekerasan bukan hal yang baru lagi bagi anak itu, oleh sebab itu

peran serta kelurga dalam membentuk anak sangat penting. Usia 10-12 tahun adalah

masa-masa di mana seorang anak mulai mengembangkan semua yang dia dapatkan. Anak mulai

mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, yaitu perkembangan fisik, kognitif, mental,

termasuk perkembangan iman. Dalam kaitan dengan perkembangan iman, maka doa adalah

suatu disiplin rohani yang penting.2

Setiap doa yang di panjatkan oleh manusia kepada Yang Maha Kuasa pasti memiliki

kepentingan masing-masing. Kepentingan yang dimaksudkan disini adalah sesuai dengan

kebutuhan manusia itu sendiri dalam menjalani proses kehidupan ini. “Yang Maha Kuasa”

adalah sesuatu yang transenden, di mana manusia tidak bisa melihat, meraba dan menyentuh

secara langsung “Yang Maha Kuasa”, maka dari itu doa bisa dijadikan sarana komunikasi antara manusia dan Yang Maha Kuasa. Tom Jacobs mengatakan bahwa doa baik isi maupun

bentuknya sebagian besar tergantung dari paham manusia menganai Allah itu sendiri.3

Pemahaman ini didasarkan pada pemikiran manusia bagaimana Allah bisa menjawab dan

membantu manusia dalam menghadapi atau menyelesaikan sebuah masalah. Seorang pemuda

penggangguran yang sedang mencari pekerjaan akan memanjatkan sebuah doa bahwa Allah

akan memberikan dia pekerjaan yang layak, di sini Allah dipahami sebagai seorang penyedia

lapangan kerja. Berbeda pula dengan seorang anak kecil yang sedang menginginkan sekali

sebuah sepeda di hari ulang tahunnya, maka anak kecil itu akan memanjatkan doa agar Allah

1

Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-Karya Penting James Fowler (Yogyakarta: Kanisius,1995), 29.

2

Thomas P. Rausch, Katolisisme (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 281.

3

(8)

4

mengirimkan sepeda dari surga. Ini didasarkan pada pemahaman anak kecil tersebut bahwa

ketika meminta sesuatu pada Allah maka akan diberikan. Tentunya di sini sangat jelas bahwa

doa yang dilakukan oleh manusia akan berbanding lurus dengan gambaran mereka tentang

Allah itu sendiri. Baik Allah sebagai Pemberi, Pengasih, Pengampun dan lain-lain.

Thompson Marjorie mengatakan bahwa doa pada keluarga harus dilaksanakan setiap

harinya karena penting bagi kelangsungan hidup kerohanian anggota keluarga terutama pada

anak-anak.4

Keluarga memang bukanlah satu-satunya konteks pembentukan pribadi (anak)

yang sedang berlangsung. Kehidupan anak-anak ini penuh dengan konteks-konteks alternatif.

Misalkan saja sekolah, tempat bermain, gereja, kelompok bermain, kebudayaan dan di mana

sumber informasi itu muncul. Tetapi dengan siapa anak itu secara akrab tinggal, berjuang,

dan bermain, dan itulah yang memberikan dampak yang paling besar dan disitulah keluarga

menjadi titik tolak utama.

Gereja Kefas Kota Kupang adalah salah satu anggota GMIT yang berdiri pada tanggal 30

November 1957 sampai sekarang telah memiliki jumlah jemaat sekitar 945 kepala keluarga di

mana terdiri dari 3.424 jiwa dan dibagi menjadi 9 wilayah pelayanan (rayon). Dari jumlah

jemaat yang tercatat di bagian administrasi Gereja Kefas Kota Kupang maka anak-anak

memiliki jumlah sekitar 275 anak yang dikategorikan dari usia 3 tahun sampai 12 tahun.

Setiap kali peneliti mengikuti kebaktian di gereja Kefas kota Kupang, maka yang selalu

menjadi warta pelayanan rutin adalah kurangnya minat terhadap sekolah minggu, di mana

banyak anak-anak yang tidak pernah hadir. Orang tua lebih banyak membiarkan anak mereka

tinggal di rumah atau bahwa ada orang tua yang lebih memilih anak-anak mereka ke gereja

dan mendengar khotbah pendeta, dan belum tentu khotbah pendeta anak-anak bisa mengerti.

Padahal doa malam keluarga sudah menjadi tradisi keluarga Kristen di Jemaat Kefas sampai

sekarang, sehingga di sini menjadi menarik bahwa peneliti melihat peran doa malam

sepertinya sudah menggantikan posisi sekolah minggu sebagai sarana utama Gereja

mengfasilitasi anak usia 10-12 tahun.

4

(9)

5

Melihat berbagai pandangan dan pemikiran tentang doa dan anak-anak berdasarkan

keluarga sebagai pusat pembentukan yang terjadi pada usia anak maka penulis tertarik

meneliti tentang doa anak dalam keluarga. Penelitian ini bertujuan agar dapat mengetahui

sejauh mana peran doa malam pada anak ketika melakukan doa malam. Berdasarkan latar

belakang tersebut, Peneliti memilih judul penelitian: PERAN DOA MALAM TERHADAP

ANAK USIA 10-12 TAHUN DARI PERSPEKTIF KELUARGA SEBAGAI PUSAT

PEMBENTUKAN DI GMIT KEFAS KOTA KUPANG

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas maka rumusan pertanyaan

penelitian sebagai berikut: Bagaimana peran doa malam terhadap anak usia 10-12 tahun

dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan di GMIT Kefas kota Kupang ?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendiskripskan peran doa malam terhadap anak usia

10-12 tahun dari perspektif keluarga sebagai pusat pembentukan di GMIT Kefas kota

Kupang.

4. Manfaat Penelitian

Memberikan sumbangan pemikiran kepada anggota Jemaat GMIT Kefas kota Kupang

mengenai begitu pentingnya doa malam yang dilaksanakan keluarga bagi anak-anak,

karena anak-anak adalah masa depan Gereja yang akan meneruskan semua perjuangan

saat ini, sehingga berharap bahwa iman pada anak-anak di GMIT terkhusus pada Kefas

Kota Kupang terus bertumbuh dan juga penelitian ini bermanfaat untuk memberikan

sumbangsi pemikiran bagi sivitas akademika Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

Wacana dalam menyikapi pentingnya pendidikan dalam keluarga bagi anak-anak

5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah metode deskriptif. Metode

deskriptif merupakan suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, maupun suatu kelas peristiwa

pada sekarang. Tujuannya ialah untuk menggambarkan atau melukiskan secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, serta gejala-gejala yang nyata atau realita apa

adanya sebagaimana dinyatakan oleh kenyataan itu sendiri.5

Maka dari itu metode

deskriptif ini akan menggambarkan peran doa terhadap anak usia 10-12 tahun. Sedangkan

jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yaitu penelitian dengan serangkaian

kegiatan atau proses menjaring informasi dari keadaan yang sewajarnya dalam kehidupan

5

(10)

6

suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang

teoritis maupun praktis.6

Ada pun teknik pengumpulan data dari sumber data dengan cara:

a) Wawancara

Wawancara adalah hal yang dilakukan dengan cara Tanya jawab dengan seseorang

yang diperlukan guna untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal

yang diketahuinya, guna untuk dimuat dalam sebuah tulisan7

. Sumber data yang akan

diwawancarai ialah orangtua dan anak-anak di GMIT Kefas Kota Kupang yang

melaksanakan doa malam. Peneliti akan mewancarai sebanyak 5 keluarga jemaat Kefas

Kota Kupang yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

b) FGD (Focus Group Discussion)

FGD merupakan suatu metode pengumpulan data dengan memuaskan teknik

pengambilan data melalui diskusi kelompok dan terarah. Lebih lanjut, Krueger8

menggambarkan untuk melakukan FGD harus ditentukan besar peserta, menentukan

lamanya diskusi dan lain-lain. Maka dari itu ketika sudah menyelesaikan wawancara

setiap individu dilanjutkan dengan mengumpulkan mereka yang terdiri dari orangtua dan

anak-anak dalam suatu ruangan.

6. Sistematika Penelitian

Tulisan ini terdiri dari 4 (empat) bagian yang dideskripsikan sebagai berikut: bagian

pertama yakni pendahuluan yang berisi tentang uraian latar belakang, pertanyaan penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bagian

kedua tentang teori anak dari J. Fowler, piaget dan Erikson, selanjutnya teori doa menurut

Tom Jacobs, dan teori keluarga sebagai pusat pembentukan M Thompson. Bagian ketiga

terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian di lapangan Jemaat

Kefas. Bagian keempat terdiri dari kesimpulan dan saran dan tidak menutup kemungkinan

terdapat hal-hal baru pada saat penelitian yang akan diungkapkan.

6

Jopie Daan Engel, Metode Penelitian Sosial dan Teologi Kristen (Salatiga: Widya Sari Press, 2005), 20.

7

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2008),1559.

8

(11)

7

II. PERAN DOA MALAM TERHADAP ANAK USIA 10-12 TAHUN 2.1Tahap Perkembangan Anak Usia 10-12 tahun

The progressive and continuous change in the organism from birth to death”. 9 Manusia selalu mempunyai ciri khas dalam kehidupan seperti pertumbuhan dan perkembangan,

tentunya setiap individu harus melewati semua tahap perkembangan dari awal sampai akhir.

Di mulai dengan kelahiran menjadi bayi, anak, remaja, dewasa dan mencapai lansia. Semua

ini tidak dapat dipisahkan dalam proses perkembangan, sehingga bisa dikatakan bahwa setiap

perkembangan manusia melalui tahap-tahap dan setiap tahap mempunyai perbedaan.

Tentunya harus di sadari bahwa setiap individu itu berbeda dengan yang lainnya, tidak

ada dua orang yang memiliki kesamaan yang sama persis, maka dari itu Singgih Gunarsa,

mangatakan bahwa pentingnya masa anak-anak sebagai dasar dari keseluruhan kehidupan.

Dianut anggapan bahwa pola kepribadian dasar seseorang terbentuk pada tahun-tahun

pertama kehidupan. Adanya pengalaman-pengalaman yang kurang menguntungkan yang

menimpa diri seorang anak pada masa mudanya akan memudahkan timbulnya masalah

gangguan penyusaian diri di kelak kemudian hari.10 Sehingga masa-masa awal ini harus

dijadikan sebagai momentum terbaik dalam kehidupan seorang anak dan akhirnya

pertumbuhan dan perkembangan anak lebih baik, karena perkembangan dan pertumbuhan

fisik, kognitif, mental, termasuk perkembangan iman sangat membantu anak dalam masa

depannya. Beranjak dari berbagai perkembangan dan pertumbuhan yang beraneka ragam

terhadap anak, maka peneliti akan memfokuskan perkembangan kepercayaan anak

berdasarkan penelitian dari J. Fowler dan para tokoh lain seperti Piaget (kognitif), dan Erik

Erikson (psikososial).

2.1.1 Tahap Perkembangan Kepercayaan James Fowler

James Fowler, membagi tahap-tahap kepercayaan berdasarkan penelitian empirisnya

(wawancara semi-klinis) dan membaginya dalam tujuh tahap kepercayaan eksistensial.

Dalam masa kanak-kanak Fowler membaginya dalam 3 tahap, yaitu tahap 0 sampai tahap 2.

a. Tahap 0 adalah kepercayaan Elementer Awal (Primal Faith) pada usia 0 tahun sampai 3

tahun atau biasa tahap ini disebut kepercayaan yang belum terdiferensiasi. Kepercayaan

ini didasarkan karena yang pertama ciri disposisi praverbal si bayi terhadap

9

Chaplin J. P, Dictionary of Psychology (London: Random House Publishing, 2010), 15.

10

(12)

8

lingkungannya yang belum dirasakan maupun disadari. Kedua ini adalah daya-daya

seperti kepercayaan dasar, keberanian, cinta kasih belum bisa dirasakan lewat proses

pertumbuhan.11 Dalam tahap ini juga anak belum bisa mengfokuskan dirinya terhadap

pembentukan karakter dari sang anak sendiri, sehingga orangtua menjadi salah satu

aktor pembentukan anak dalam usia ini.

b. Tahap 1 adalah kepercayaan Intuitif-Proyektif pada usia 3 tahun sampai 7 tahun. Pada

tahap ini anak belum memiliki kemampuan operasi logis yang mantap. Demikian juga

kesanggupannya untuk membeda-bedakan perspektifnya sendiri dengan perspektif

orang lain untuk mengkoordinasikan masih sangat terbatas.12 Dalam tahap ini juga anak

belum bisa secara penuh mengkonsepkan dirinya sendiri secara utuh tetapi masih

memakai perspektif orang lain untuk mengkonsepkan dirinya.

c. Tahap 2 adalah kepercayaan Mitis-Harfiah pada usia 10 tahun sampai 12 tahun.

Termasuk dalam “Anak mulai berpikir secara logis dan mangatur dunia dengan

kategori-kategori baru, seperti kategori kausalitas (sebab-akibat), kategori ruang dan

waktu dan sebagainya. Anak-anak manjadi empirikus kecil yang secara empiris dan

logis berniat menyelidiki struktur dan fungsi sebenarnya dari segala hal dan keseluruhan

kenyataan. Kini anak sanggup membalikan arah dan susunan pikirannya dan mampu

menguji segala pikirannya secara empiris atas dasar pengataman sendiri, maka anak

akan mengecek apakah pandangan-pandangan kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan

pendapat-pendapat orang dewasa yang dihargainya seperti orangtua, guru dan kelompok

masih tetap masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya, khususnya dalam

bentuk cerita, kenyakinan kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok anggotanya.13

Maka anak-anak usia sekolah mulai mengatasi dalam perspektif orang lain serta

mengambil alihnya. Oleh karena itu, anak-anak dapat mengambil pandangan hidup dan

keyakinan-keyakinan kepercayaan orang lain. Bentuk kepercayaan ini muncul sebagai

tahap kedua (umur 7-12 tahun). Di sini mulai bertumbuh operasi-operasi logis terhadap

pengalaman imajinatif di Tahap 1. Operasi-operasi logis itu mulai bersifat konkret, dan

mengarah pada adanya kategori sebab-akibat. Di sini anak berusaha melepaskan diri

dari sikap egosentrismenya, mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan

11

Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler

(Yogyakarta: Kanisius, 1995), 27.

12

Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler. 28.

13

(13)

9

perspektif orang lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih

pandangan (perspektif) orang lain.

Aspek paling penting dan mencolok dalam tahap ini ialah bahwa anak dapat menyusun

dan mengartikan dunia pengalamanya melalui media cerita dan hikayat. Fowler,

menambahkan bahwa anak mulai berpikir secara konkret tanpa mengrefleksikan lebih lanjut

tindak berpikirnya. Hal ini antara lain berarti bahwa percampuran antara fantasi, fakta dan

perasaan sudah melemah sedangkan sifat berubah-ubah tanpa batas yang mantap pada konsep

anak pun semakin berkurang. Kini anak sanggup membedakan antara spekulasi fantasi

melulu dan fakta-fakta empiris, maka fantasinya dikendalikan sedemikian rupa agar sikap

empirisnya mendapatkan cukup peluang untuk berkembang.14 Peluang yang dimaksud

Fowler biasa disebut “operasi konkret” di mana anak bisa berhenti mencampurkan fantasi dan

dunia nyata yang terjadi.

Timbulnya “operasi konkret” menunjukan bahwa di satu pihak pikiran anak

mengendalikan daya fantasi yang meluap-luap, dan di pihak lain meningkatnya

perkembangan sikap empiris yang nyata. Anak menjadi sang empirikus kecil yang selalu

ingin melakukan pengecekan empiris, mencari bukti-bukti nyata bagi klaim bahwa segala hal

yang nyata dan konkret mempunyai struktur fakta empiris. Bukti ini hanya dapat diberikan,

jika dengan tegar dan tekun anak berhasil menetapkan garis pemisah yang jelas antara fakta

dan fantasi, antara kenyataan real dan khayalan atau kenyataan semu. Tentu saja sisa endapan

afektif-imajinatif masih agak berpengaruh, tetapi sekarang seluruh endapan tersebut harus

tunduk pada kegiatan-kegiatan operasi-operasi “logis”baru yang memungkinkan terjadinya

bentuk penyusunan arti dan penafsiran pengalaman yang lebih mantap. Dunia pengalaman

fisik di mengerti menurut gaya pemikiran magis yang berubah-ubah itu semakin berkurang

pengaruhnya sebab pada tahap ini anak dapat membedakan antara “yang kodrati” dan “yang adikodrati”.15

2.1.2 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap

perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan

kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme

14

Cremers Agus, Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler. (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 142.

15

(14)

10

biologis perkembangan sistem syaraf. Makin bertambahnya umur seseorang, maka makin

komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika

individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan

lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam

struktur kognitifnya. Dalam tahap kognitif ini Piaget membagi dalam 4 bagian besar yaitu

tahap 1 sampai tahap 4: 16

a. Tahap 1 adalah sensorimotor terjadi pada anak usia 0 sampai 2 tahun. Dalam

tahap ini inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan indrawi anak terhadap

lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau dan

lain-lain. Pada tahap ini anak belum dapat berbicara bahasa. Anak belum

mempunyai bahasa simbol untuk mengungkapkan adanya suatu benda.

Mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan

akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan

perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena

adanya rangsangan atau kontak pengalaman.

b. Tahap 2 adalah praoperasi terjadi pada anak usia 2 sampai 7 tahun. Tahap

pemikiran praoperasi dicirikan dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan

simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu obejek yang saat itu

tidak berada bersama subjek. Secara jelas cara berpikir simbolik diungkapkan

dengan penggunaan bahasa pada masa anak mulai berumur 2 tahun. Tahap ini

juga dicirikan dengan pemikiran intuitif pada anak. Dengan penggunaan bahasa

seorang anak dapat mengungkapkan suatu hal yang tidak dilihat.

c. Tahap 3 adalah operasi konkret terjadi pada anak usia 7 sampai 11 tahun. Tahap

ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada

aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah mulai mengembangkan

operasi-operasi logis. Operasi itu bersifat reversibel artinya dapat dimengerti dalam 2 arah

yaitu sebuah pemikiran yang dapat dikembalikan pada awalnya. Dengan operasi

itu, anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan

dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi. Oleh karena itu ia

tidak mempunyai banyak kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan

persoalan-persoalan konservasi, anak juga mulai dapat menganalisi masalah dari berbagai

segi.

16

(15)

11

d. Tahap 4 adalah operasi formal terjadi pada anak usia 11 dan 12 tahun keatas,

mulai beranjak remaja. Pada tahap ini anak sudah mulai berpikir logis, berpikir

dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis

dan dapat mengambil kesimpulan dari apa yang diamati pada saat itu.

Dalam teori yang dikembangkan Piaget, maka anak usia 10-12 tahun masuk dalam

tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap akhir anak memasuki dunia dewasa yang harus

di lalui masa remaja terlebih dahulu. Pada tahap 3 sudah menjelaskan bahwa anak sudah

bisa menganalisa berbagai masalah dari berbagai pandangan, sehingga disini menjadi

menarik bahwa peran keluarga juga memainkan peran yang cukup penting dalam

pandangan anak itu sendiri ketika berhadapan dengan sebuah masalah. Sehingga ketika

anak sudah mulai beranjak remaja permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks bisa

anak tangani sendiri.

2.1.3 Tahap perkembangan Psikososial Erikson

Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk

mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial,

yang biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap Perkembangan Manusia”. Dari 8 jenis

tahap-tahap perkembangan psikososial Erickson maka anak usia 10-12 tahun melalui 4 tahap

yaitu:17

a. Psikososial Tahap: 1Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)

Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun (infancy).

Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa

percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang

merawat) bayi tersebut. Apabila bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si

penjaga, dia akan merasa nyaman & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika

penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak

nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar. Kegagalan mengembangkan rasa percaya

menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan

kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.

17

(16)

12

b. Psikososial Tahap: 2Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.

Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita

yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood). Pada masa ini anak cenderung aktif

dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak

serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun

yang dia mau. Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah

menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun

sebaliknya, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang

dia inginkan tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut. Maka orang tua dalam

mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan

ruang gerak anak, karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol

diri dan harga diri.

c. Psikososial Tahap: 3Inisiatif vs kesalahan

Tahap ini di alami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age). Anak-anak pada usia ini

mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu

terhadap segala hal yang dilihatnya. Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa

ingin tahu yang mereka alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola

asuh yang salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri. Sikap

berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu kesalahan-kesalahan

dalam sikap maupun perbuatan.

d. Psikososial Tahap: 4Kerajinan vs inferioritas

Tahap ini merupakan tahap laten usia 6-12 tahun (school age) di tingkat ini anak mulai

keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga semua aspek memiliki peran

misal orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus

menerima kehadirannya. Pada usia ini anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana

rasanya berhasil melalui tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak

tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak dapat

mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangat penting

untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik

(17)

13

ada nilai positif yang dapat di petik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni

kompetensi.

2.2Doa Malam

Dalam Perjanjian Lama doa bukanlah hal yang baru dari zaman Adam dan Hawa sampai

pada bangsa Israel sebagai status bangsa pilihan Allah pun, doa menjadi penolong yang

ampuh bagi mereka. Hanya dengan doa yang bisa membuat bangsa Israel dapat

berkomunikasi dengan Allah secara baik selain menggunakan peran dari para nabi, dan pola

ini terus berlanjut sampai pada waktu Perjanjian Baru pada saat Yesus sendiri yang

mempunyai peran penting.

Yesus sendiri pun selalu berdoa kepada Bapa ketika Ia tak kuat menahan beban yang Ia

dapatkan. Doa paling terkenal yang diajarkan Yesus sampai pada saat ini adalah doa Bapa

Kami yang menjadi simbol doa orang Kristen. Dalam Perjanjian Baru juga mengatakan

bahwa kita senantiasa selalu tetap berdoa, karena doa tidak pernah mengenal waktu. Rick

Warren mengatakan bahwa kita tidak akan pernah menumbuhkan hubungan yang dekat

dengan Allah hanya dengan menghadiri gereja sekali seminggu atau bahkan memiliki saat

teduh harian, karena Allah ingin terlibat di dalam setiap kegiatan kita baik dalam pikiran

maupun setiap tindak laku.18 Keterlibatan Allah yang dimaksud di sini adalah Allah mau agar

doa tidak menjadi pembatas saja tetapi lebih dari itu setiap tindakan, perilaku dan pikiran kita

mencerminkan sikap Allah yang semestinya. Walaupun tidak secara rutin berdoa pada saat

melakukan aktifitas setiap hari namun harus mencerminkan sikap perilaku dan pikiran sejalan

dengan Allah maka pada saat itu juga kita sebenarnya sedang berdoa kepada Allah.

Tom Jacobs mengatakan bahwa doa adalah penggerak agama. Tanpa doa, agama adalah

upacara adat atau kebudayaan saja. Maka, titik awal bukanlah agama, dan segala

peraturannya mengenai doa, melainkan doa pribadi yang timbul dari hati. Doa adalah

pertama-tama dan terutama pengungkapan iman. Dalam doa, iman bisa dibahasakan, dengan

segala kekhasan dan ciri-ciri bahasa. Itu bisa dalam bahasa puitis dan bahasa biasa, bisa

bahasa resmi dan bisa bahasa sehari-hari, semua itu adalah bentuk doa yang baik. Terpenting

adalah bahwa doa itu menyatakan apa yang ada di dalam hati. Orang beriman berdoa untuk

18

(18)

14

membuat imannya menjadi sadar dan jelas.19 Kejelasan di sini setidaknya berangkat dari

pemikiran bahwa sebenarnya kesalahan kita berdoa adalah pada saat kita membutuhkan

Allah, dalam kesusahan, mengalami sakit penyakit, dan lain-lain. Kembali lagi bahwa cermin

iman sebenarnya pada saat kita berdoa. Sehingga anak-anak begitu penting diingatkan bahwa

orang Kristen berdoa bukan karena berada dalam kesusahan ataupun penderitaan tetapi

karena doa adalah bagian iman yang terus menerus harus di asa setiap hari, adapun iman kita

semakin tajam setiap harinya.

Doa malam setiap anggota keluarga yang dilaksanakan setiap harinya adalah penting bagi

keseluruhan hidup kerohanian keluarga, sebab hal itu menambatkan hubungan kita dengan

anggota keluarga yang lain pada hubungan dengan Tuhan. Atas dasar yang mendalam itulah,

maka keluarga harus bertumbuh sesuai dengan rancangan Allah dan bukan rancangan sendiri.

Anak-anak yang senang bicara biasanya merasa nyaman dengan melakukan doa dialogis. Doa

dialogis membantu anak-anak dan orang dewasa mengerti bahwa doa tidak memerlukan

kata-kata dan kalimat-kalimat yang khusus; doa dialogis adalah cara berkomunikasi sederhana

yang menyentuh hati Allah. Kadang-kadang doa bermanfaat bagi orangtua dalam membantu

anak-anak mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka kepada anggota keluarga lainnya20.

Ketika diberi kesempatan Tuhan beraktifitas selama 24 jam maka doa malam menjadi begitu

penting bagi keluarga-keluarga Kristen karena doa malam bisa dijadikan sebuah pertemuan

kecil antara ayah, ibu dan anak-anak dalam membicarakan apa yang menjadi pergumulan

mereka selama satu hari penuh dalam berkantor maupun bersekolah, sehingga doa malam

memiliki multifungsi itu sendiri. Doa malam berbeda dengan doa pagi maupun doa-doa

mengawali sebuah aktifitas karena doa malam bisa menyimpulkan masalah hari ini yang

terjadi.

2.3Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan

Keluarga dapat diartikan berbeda-beda sesuai dengan orientasi yang digunakan seseorang

dalam mengartikan keluarga itu sendiri. Menurut Friedman, keluarga adalah kumpulan dua

orang atau lebih yang hidup bersama-sama dengan keterikatan aturan dan emosional dan

setiap individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga, yang

terdiri ayah, ibu dan anak. Dari sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak tentunya

19

Jacobs Tom, Teologi Doa (Penerbit Kanisius, 2004), 23.

20

(19)

15

memiliki peran dan fungsi masing-masing. Semua bentuk pola pembentukan dan

perkembangan dari anak akan terbentuk sempurna maupun tidak sesuai dengan keluarga itu

sendiri, sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal ini, di mana

pun anak itu bermain dan menemukan sesuatu yang pasti keluarga menjadi tolak ukur

pertama bagi anak dalam mengukur setiap pemikiran dan penemuannya. Begitu juga dengan

pola perkembangan iman dari seorang anak, jika tidak di mulai dari keluarga itu sendiri maka

akan gagal bagi anak itu sendiri.21

Keluarga, melebihi konteks apa pun, di mana merupakan tempat dasar pembentukan

rohani, terutama bagi anak-anak. Jika gereja ingin ingin melihat pembentukan rohani

kekristenan secara nyata, maka gereja perlu memainkan peran dan memberikan dukungan

yang lebih serius kepada keluarga.22 Dalam banyak hal, anak-anak amat di bentuk oleh pesan

hidup. Seiring dengan berlalunya waktu, susunan keluarga terus berubah sesuai dengan

berbagai irama kehidupan. Namun, keluarga masih tetap menjadi pusat di mana

hubungan-hubungan keakraban itu terbentuk dan membentuk ulang nilai-nilai, ide-ide dan pola-pola

kehidupan keluarga. Tentu saja, kelas-kelas dan kelompok-kelompok yang disponsori gereja

dalam bidang kehidupan keluarga itu memang perlu dan sangat membantu. Namun, jika

program-program tersebut merupakan cara tunggal, atau bahkan cara yang utama, yang

digunakan oleh gereja untuk memusatkan perhatian pada para keluarga, maka akibatnya

adalah justru keluarga-keluarga masa kini berada dalam kondisi yang membentukan

pembenahan oleh gereja. Dalam hal ini, telah terjadi suatu penyimpangan yang terselubung

dibalik asumsi bahwa terdapat norma-norma yang abstrak bagi keluarga-keluarga kristen

yang hanya boleh di ketahui dan disampaikan oleh gereja, dampaknya adalah pelemahan

keluarga. Ini bisa membuat orang menyakini bahwa jika keluarga mereka kurang sempurna,

maka mereka tidak dapat di terima oleh gereja23.

Peran keluarga begitu sensitif bagi tumbuh kembang seorang anak bagi masa depannya.

Pendidikan anak bukanlah suatu tanggung jawab yang sederhana. Tentunya semua tahu

bahwa begitu banyak orang tua Kristen yang kurang berhasil tugas dari Allah. Bahkan

kadang-kadang orang tua Kristen yang sudah berusaha menerapkan panggilan Allah pun

tidak berhasil mengadakan family altar. Mereka tidak mampu menanamkan dan menstimulur

kehendak Allah pada anak-anak. Family altar tidak sama dengan ibadah minggu di gereja,

21

Friedman Edwin, Generation to Generation (New York: The Guilford Press, 2011), 12.

22

Thompson Marjorie, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 80.

23

(20)

16

karena family altar sebenarnya merupakan aplikasi dari ibadah yang formil ke ibadah yang

tidak formil. Kenyataan mengatakan bahwa 90% keluarga kristen tidak memiliki family altar.

Banyak orang berpikir bahwa family altar merupakan ibadah formil yang dilakukan di rumah

pada waktu tertentu dengan metode dan waktu tertentu pula. Akibatnya orang tua harus

manjadi pendeta yang selalu berkhotbah dan anak-anak menjadi pendengarnya. Metode,

waktu dan tempat family altar bisa fleksibel. Kadang-kadang di meja makan di mana seluruh

keluarga berkumpul bersama dan alkitab bisa dibaca bersama. Family altar yang tidak formil

sebenarnya jauh lebih serius dan lebih sulit daripada ibadah formil. Dalam family altar yang

formil yang biasanya dilakukan sekali orangtua bisa menjadi pemain sandiwara seperti

pengkotbah yang cuma muncul di mimbar untuk berkhotbah. Lain halnya dengan family altar

yang tidak formil, yang terus menerus menuntut pertanggung jawaban iman orang tua.

Orang tua harus belajar hidup konsisten dengan apa yang mereka imani dan ajarkan.

Anak-anak belajar kebenaran firman Allah melalui model yang nyata yaitu kedua orang tua

mereka.24 Konsep family altar yang diberikan oleh Y. Susabda, sudah menjadi sebuah tradisi

dalam keluarga Kristen jemaat Kefas namun yang menjadi persoalan adalah tradisi ini masih

dijalankan atau tidak. Penulis berpikir bahwa yang menjadi kelemahan keluarga kristen pada

saat keterikatan waktu dan teknologi menjadi pemicu bom waktu yang paling dasyat antara

keluarga itu sendiri. Family altar yang menjadi sebuah media berkumpulnya orang tua dan

anak menjadi jurang paling lebar karena kesibukan masing-masing. Tetapi family altar

mempunyai fungsi paling ampuh dalam mengetahui pembentukan anak dalam keluarga

sejauh apa.

Pada umumnya orang tua berpikir bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab

seorang guru dalam konteks sekolah dan yang dilakukan dengan cara memberikan

bahan-bahan pelajaran. Tidak heran dengan konsep seperti ini banyak orang Kristen berpikir bahwa

dengan mengirim anak-anak ke sekolah dan pada hari minggu ke sekolah minggu mereka

sudah memenuhi tanggung jawab dalam mendidik anak-anak mereka. Memang konsep

seperti ini tidak sepenuhnya salah karena kenyataannya anak-anak juga mengalami proses

belajar melalui pendidikan formal. Tetapi makna dari pendidikan anak sebenarnya lebih dari

pada apa yang dapat dicapai melalui metode formal. Bahkan proses belajar sesungguhnya

tidak terjadi melalui interaksi anak dengan bahan pengajaran. Pendidikan anak adalah

tanggung jawab orangtua yang sangat besar. Masa-masa pra-sekolah justru adalah masa-masa

24

(21)

17

pendidikan yang paling primer karena 75% dari kepribadian anak yaitu fisik, psikis, emosi,

sosial, intelek, dan moral terbentuk sebelum anak tersebut berumur 6 tahun. Pada masa-masa

itu, orang tua harus menanamakan kehausan dan kebutuhan akan kebenaran.25

25

(22)

18

III. Hasil Penelitian dan Analisa Data Peran Doa Malam Terhadap Anak Usia 10-12 Tahun dari Perspektif Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan di Jemaat GMIT Kefas Kota Kupang

3.1Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Tempat penelitian yang diteliti adalah GMIT jemaat Kefas Kota Kupang. Jemaat Kefas

merupakan salah satu bagian dari klasis Kota Kupang yang berada dalam rayon II. Letak

Gereja Kefas sendiri pun berada di tengah-tengah kota Kupang dan memiliki tempat yang

sangat strategis di mana diapit oleh sekolah-sekolah, institusi pemerintahan, toko-toko dan

lain-lain. Dari letak yang cukup strategis ini, jemaat Kefas pun memiliki latar belakang yang

beraneka ragam, mulai dari PNS, polisi, tentara, petani, wiraswasta, pedagang, anak sekolah,

dan lain-lain.

3.2GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang

3.2.1 Sejarah GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang26

Dilihat dari konteks perkembangan Jemaat Kefas maka dimulai dari era Penjajahan

Belanda (sekitar tahun 1930 an), konsentrasi penduduk lebih banyak terdapat di daerah Kota

yakni wilayah di sekitar pelabuhan dan pertokoan dan sekitar Bonipoi. Segala macam suku

(China, Arab, Rote Sabu, Timor, Solor) dan agama (Kristen, Islam) bergabung menjadi satu.

Di mata penjajah, pengelompokan seperti ini dipandang kurang baik. Penduduk beragama

Islam dipisahkan dengan yang beragama Kristen. Belanda kemudian memindahkan orang

Rote, Sabu yang beragama Kristen dan orang Arab yang beragama Islam ke wilayah yang

berbeda.

Pada tahun 1971-1980 ini banyak peristiwa monumental terjadi. Peristiwa bersejarah

yang terjadi dalam jemaat Kefas adalah digelarnya Persidangan Istimewa Sinode GMIT yang

terlaksana pada tahun 1975. Persekutuan jemaat terasa begitu kental. Salah satu contohnya PS

Gabungan menurut penurutan Pnt. M. Boboy bisa mencapai 100 orang. Kelompok pemuda

menunjukan partisipasi penuhnya dalam kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan keluar dari

Pemuda dengan Paduan Suara cukup intens pada saat itu. Dalam Keputusan Pleno Majelis

Jemaat Kefas Periode 1975-1976 telah diprogramkan untuk menanam kelapa dan pisang di

perkebunan gereja di desa Sumlili, Kec. Kupang Barat.

26

(23)

19

Peristiwa bersejarah lainnya terjadi menjelang akhir dekade adalah konflik internal dalam

jemaat yang melibatkan pihak Sinode, sehingga Pdt. Kalemudji yang oleh Majelis Sinode

ditugaskan untuk melayani di Kefas. Penyelesaian konflik internal ini tidak dapat

diselesaikan dengan pihak Sinode. Perkara ini kemudian diputuskan di pengadilan. Pendeta

yang melayani pada era ini antara lain Pdt. B. Luase, Pdt. Ny. J.S. Manafe Napu, Pdt J.Ch.

Kalemudji dan Pdt.A. Lakusa. Akhirnya pada Tahun 1991-2002 Mengingat kondisi fisik

gereja yang makin memprihatinkan maka pada tahun 1992 diputuskan untuk membentuk

Panitia Pembangunan Fisik. Pekerjaan rehab gedung gereja akhirnya rampung dan

diresmikan pada tanggal 14 Oktober tahun 1997 oleh Gubernur NTT pada saat itu yakni

Herman Musakabe, karena pekerjaan pembangunan tersebut, maka pelayanan kebaktian

Minggu dipindahkan ke Aula SMEA. Pendeta N. Maahury datang dan melayani di jemaat

Kefas persisnya pada tahun 1990 sampai pada masa pensiun beliau. Bersamaan dengan itu

pula Ny.Pdt. Y. Kisek-Nuban melayani di jemaat Kefas yang kemudian dimutasikan ke

Jemaat Agape pada tahun 2000.

3.2.2 Latar Belakang Kehidupan Jemaat Kefas Kota Kupang

Warga jemaat Kefas ditinjau dari sejarah pembentukannya senantiasa didominasi oleh

warga yang berasal dari etnis Rote-Ndao yang diikuti oleh etnis Timor, Semau dan Alor.

Pengelompokan sosial penduduk oleh pemerintah kolonial Belanda pada satu wilayah

tertentu disesuaikan menurut kelompok etnis misalkan: orang Solor berdiam di wilayah

sekitar pantai karena pada umumnya perdagangan merupakan pekerjaan utama mereka, orang

Kisar terkonsentrasi di daerah Tode-Kisar, orang China di pusat perdagangan di Lay-lay Bisi

Kopan, orang Arab di Airmata.

Bagi etnis Rote sendiri terbagi menurut sub-etnis yang tersebar di wilayah Oeba,

Kuanino, Oepura, Oebobo, Oebufu. Pengelompokan etnis Rote ini pun masih juga terpola

menurut asal nusak27, sehingga misalkan mayoritas orang Termanu berdomisili di Kampung

Baru, juga Babau dan Oesao. Orang yang berasal dari nusak Dengka di Kuanino, Oebobo dan

Sikumana, orang Korbafo di Oebufu, Orang Keka Talae bermukim di Naikoten, orang Bilba

terkonsentrasi di wilayah Manulai, orang dari nusak Ringgou di desa Tablolong. Persebaran

dan konsentrasi ini masih terlihat sampai sekarang ini, walaupun telah ada migrasi dan

percampuran penduduk dari berbagai etnis lain di Nusa Tenggara Timur.

27

Nusak adalah masyarakat Rote Ndao terdiri dari 19 sub etnis dan setiap sub etnis mendiami sebuah

wilayah kesatuan adat yang merupakan daerah teritorial. Antara lain adalah Landu, Ringgou, Oepao, Bilba, Diu,

(24)

20

Sedangkan orang Sabu terkonsentarsikan di tempat-tempat seperti Fountein, Nunhila,

Nunbaun Sabu. Pengelompokan seperti ini meningggalkan jejak sampai sekarang, yang

walaupun mobilitas penduduk makin meningkat namun masih tetap terlihat pada identitas

warga jemaat dengan dominasi dari etnis-etnis tertentu seperti yang ada pada awal

pembentukan wilayah pemukiman penduduk. Hal ini tergambar sampai sekarang dari

komposisi warga jemaat menurut katagori etnis pada masing-masing jemaat GMIT yang ada

di Kota Kupang misalkan jamaat Agape didominasi oleh etnis China, orang Sabu

mendominasi jemaat kota Kupang, jemaat Oebobo sebahagian besar warganya berasal dari

etnis Rote bercampur Sabu. Demikian juga halnya dengan warga jemaat Kefas yang

sebahagian besar warganya berasal dari etnis Rote-Ndao yang terbagi dalam berbagai

sub-etnis berdasarkan penglompokan nusak-nusak yang ada di Rote.

Jika dilihat dari kehidupan Jemaat Kefas yang lain maka Jemaat memiliki berbagai

keberanekaragaman kehidupan pada saat sekarang ini, dan yang bisa peneliti jelaskan ada

beberapa latar belakang kehidupan jemaat seperti, jenis mata pencaharian dan segmentasi

pekerjaan jemaat bervariasi dari jenis pekerjaan yang dilakukan di sektor pertanian,

pemerintahan, TNI/POLRI, pengusaha dan jasa.28 Jika dilihat juga dari latar belakang

pendidikan maka statistik menunjukan bahwa tamatan SMA/SMP memiliki angka yang

paling besar dan diikuti oleh SD kemudian sarjana dan selanjutnya adalah tidak bersekolah

juga memiliki yang lumayan besar.

3.3Peran Doa Malam Bagi Anak Usia 10-12 Tahun

Secara umum anak usia 10-12 tahun adalah sebuah tahap perkembangan menuju remaja.

Dalam tahap ini anak mulai mengenal segala sesuatu yang dia temukan di luar rumah,

sehingga sangat berbahaya ketika anak-anak usia 10-12 tahun dibiarkan sendiri dalam

mencari tahu apa yang belum dia ketahui. Setidaknya anak perlu bimbingan yang lebih ekstra

oleh orangtua dan keluarga. Gereja memiliki peran penting dalam memfasilitasi anak dalam

mengembangkan bakat dan minat, di situ juga Gereja dengan sendirinya membantu anak

lebih mengerti tentang Kekristenan.29 Anak merupakan titipan Tuhan yang paling indah dan

selalu didambakan oleh setiap keluarga Kristen di mana pun berada. Harus diakui bahwa

ketika anak bertumbuh dan orangtua acuh tak acuh maka di situ sebenarnya ada sebuah

kesalahan besar yang dilakukan oleh orangtua. Ketika anak berusia 10-12 tahun, usia ini

merupakan usia mengenal dunia. Dunia begitu memperlihatkan semuanya, yang siap

28

Therik, Adrian. Laporan Akhir Pendidikan Praktek VI di Jemaat Kefas Kota Kupang, 2015.

29

(25)

21

dikonsumsi anak, sehingga Gereja Kefas Kota Kupang menyadari akan hal itu dan sekolah

minggu yang diadakan setiap minggu juga ibadah Rabu Gembira30, sangat membantu

anak-anak dalam bertumbuh bersama Tuhan (iman).31

Usia 10-12 tahun adalah usia transisi anak memasuki masa remaja. Di usia ini perilaku

mereka mulai menunjukkan apa yang mereka inginkan karena mereka biasanya mulai

mencari identitas diri. Misalnya mereka mulai belajar menjadi diri mereka sendiri dan mulai

mencoba mandiri dalam melakukan sesuatu atau mulai memakai cara pikir sendiri terhadap

suatu hal.32 Mitis-Harfiah yang dikategorikan oleh J. Fowler mengatakan bahwa anak mulai

berpikir secara logis dan mangatur dunia dengan kategori-kategori baru, seperti kategori

kausalitas (sebab-akibat), maka dari itu ketika anak mulai merasakan hal ini kewaspadaan

orang tua sangatlah diperlukan, sebab anak akan mencari semua kategori-kategori yang

belum anak ketahui sebelumnya. Anak di usia awal atau menuju ke masa remaja sangat perlu

pendampingan orang tua dalam banyak hal. Ini adalah usia di mana anak mulai belajar

banyak aspek, yang mana akan berbahaya jika salah dalam memahami hal-hal baru.33

Sehingga orang tua bisa terus berusaha untuk mengingatkan kepada anak untuk tetap

berkomunikasi dalam segala masalah, dengan demikian apa yang anak tidak mengerti bisa

orang tua ajarkan.34

Perubahan zaman yang semakin cepat dan tak bisa terkendalikan membuat banyak orang

tua mulai berpikir keras cara meningkatkan kewaspadaan kepada anak, sehingga anak bisa

terhindar dari berbagai ancaman yang ada dilingkungan sekitar. Gereja selalu memikirkan

berbagai cara mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat namun gereja tidak

bisa berbuat banyak bila tidak di mulai dalam keluarga itu sendiri.35 Salah satu cara dan

sudah menjadi sebuah budaya dari zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bahwa doa

dalam keluarga merupakan “metode tradisional” yang sangat ampuh untuk berkumpul

bersama keluarga baik orang tua maupun anak-anak.36 Dari awal berdiri sampai pada saat ini

Gereja Kefas Kota Kupang masih menerapkan doa malam dalam keluarga yang sudah

menjadi budaya yang tak bisa terlepaskan.37 Setiap kali dalam pelayanan langsung ke jemaat

30

Rabu gembira adalah ibadah kategorial anak yang biasa diadakan setiap hari Rabu jam 17:00 WITA disetiap rayon di Jemaat Kefas.

31

EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA).

32

TA, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 16.00 WITA).

33

GN, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 18.00 WITA).

34

LB, Jemaat Kefas Kota Kupang, wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, 20.00 WITA).

35

EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA).

36

NN, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 13.00 WITA).

37

(26)

22

ataupun dalam menyampaikan kotbah setiap minggu, selalu ditekankan bahwa peran doa

selalu besar bagi umat Kristiani di mana doa adalah nafas kehidupan orang Kristen, sehingga

Jemaat Kefas juga harus melaksanakan doa malam.38

Doa merupakan sarana komunikasi antara kita manusia dan Allah. Dengan berdoa,

menjadikan kita berkenan kepada Allah. Karena dengan berdoa, merupakan jalan yang

ditunjukkan Allah agar kita menerima berkat dan menemukan kasih karunia dan roh kudus39.

Doa adalah cara kita mengungkapkan rasa syukur.40 Doa Bapa Kami adalah doa yang paling

mewakili semua keluh kesah, tantangan, dan kehidupan kedepan, sehingga tidak perlu dalam

hal berdoa kita menggunakan kalimat-kalimat yang terlalu tinggi, maupun terlalu panjang.41

Bagi seorang anak di usia 10-12 tahun, mereka sudah mulai memahami doa itu seperti

apa, yang sebelumnya anak hanya dapat mengamati orang dewasa (orang tua) berdoa,

sekarang dalam tahap pertumbuhan ini, anak memahami doa bukan saja menutup mata dan

berbicara sendiri, tetapi doa adalah segalanya bagi orang Kristen.42 Maka dari itu berdoa itu

penting bagi anak supaya bisa dapat jalan keluar dari semua masalah.43 Ketika anak turun

kedalam lingkungan masyarakat yang lebih luas, misalkan sekolah maka orang tua memiliki

jangkauan lebih sedikit, maka dari itu ketika anak mendapatkan masalah di luar lingkungan

keluarga anak biasanya tidak bercerita kepada orang tua, lebih banyak mereka

menyimpannya sendiri, dengan cara mengajarkan anak berdoa kepada Tuhan merupakan

metode paling ampuh seorang anak dapat mengungkapkan isi hatinya.

Ketika anak sudah mengenal doa bagi dirinya sendiri maka doa yang dipanjatkan akan

sesuai dengan setiap pengalaman yang anak alami baik di lingkungan keluarga maupun

lingkungan di luar keluarga. Permasalahan-permasalahan yang sering di hadapi anak usia

10-12 tahun akan menjadi bagian yang terus anak sampaikan dalam doanya. Ketika anak berada

dalam lingkung yang lebih besar dari pada keluarga yang terjadi adalah anak akan mencoba

beradaptasi dengan semuanya itu namun ketika anak sulit dan tidak mampu dalam

beradaptasi adalah yang terjadi anak akan mengalami masalah-masalah yang sudah penulis

38

EM, Pendeta GMIT Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA).

39

MJ, Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul 13.00 WITA).

40

TM, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015, pukul 10.00 WITA).

41

GE, Majelis Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 16 Oktober 2015, pukul 15.00 WITA).

42

RR, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 13 Oktober 2015, pukul 10.00 WITA).

43

(27)

23

berikan di atas. Maka dari itu doa adalah sarana terpenting bagi anak untuk mengungkapkan

keluh kesanya. Ketika doa malam dijalankan bagi anak maka akan memiliki implikasi yang

lebih penting yaitu kepercayaan diri dari sang anak bahwa anak memiliki teman bercerita.

Pemikiran dari J. Fowler bahwa anak usia 10-12 tahun sudah sanggup membalikan arah

dan susunan pikirannya dan mampu menguji segala pikirannya secara empiris atas dasar

pengataman sendiri, maka anak akan mengecek apakah pandangan-pandangan

kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan pendapat-pendapat orang dewasa yang dihargainya

seperti orangtua, guru dan kelompok masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya.

Ternyata peran orangtua, guru di sekolah dan guru sekolah minggu masih memiliki peran dan

dampak paling besar dalam proses perkembangan spritualitas anak. Dalam tahap

perkembangan anak usia 10-12 tahun anak masih memberikan tolak ukur pada orang

kepercayaannya seperti orangtua di rumah untuk melaksanakan sebuah doa malam. Misalkan

saja banyak anak akan melakukan doa malam di rumah jika orangtua melaksanakan doa

malam juga begitu juga sebaliknya.

Jemaat Kefas Kota Kupang hampir 40%, sudah meninggalkan budaya doa malam

keluarga.44 Dari berbagai faktor yang mempengaharui, faktor kesibukan masing-masing

anggota keluarga adalah faktor paling utama. Orang tua lebih banyak mempercayakan hal

spritualitas kepada guru sekolah minggu (Gereja) dan guru agama di sekolah dasar. Tetapi

dari masalah ini masih banyak keluarga Jemaat Kefas yang melakukan doa malam keluarga

setiap hari dan memakai jadwal tertentu. Anak akan merasa lebih nyaman berdoa bersama

keluarga karena lebih dekat bersama orangtua dan saudara-saudara, sehingga hubungan

mereka selalu terjaga dengan sangat baik. Hal ini senada dengan pendapat M. Thompson

yang mengatakan bahwa doa malam setiap anggota keluarga yang dilaksanakan setiap

harinya adalah penting bagi keseluruhan hidup kerohanian keluarga, sebab hal itu

menambatkan hubungan kita dengan anggota keluarga yang lain pada hubungan dengan

Tuhan. Atas dasar yang mendalam itulah, diri keluarga bertumbuh sesuai dengan rancangan

Allah dan bukan rancangan sendiri.

3.4Peran Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan Bagi Anak Usia 10-12 tahun

Seorang anak selalu diharapkan oleh setiap keluarga bertumbuh menjadi seseorang yang

selalu bisa diandalkan oleh banyak orang dan berjalan bersama Tuhan. Dari jumlah keluarga

44

(28)

24

Jemaat Kefas yang mencapai hampir 975 kepala keluarga maka sesuatu yang cukup sulit bagi

gereja untuk mendampingi keluarga ini masing-masing dengan masalah yang begitu

kompleks. Namun Gereja tidak menutup mata dengan hal-hal yang bersifat kompleks yang

terjadi di tengah masyakrakat terutama di tengah jemaat Jemaat Kefas, tentunya berkaitan

dengan persoalan anak.45 Namun di lain pihak Gereja juga menyadari bahwa peranan

keluarga menjadi sangat krusial bagi perkembangan anak itu sendiri, karena gereja juga

terbentuk dari keluarga-keluarga Kristen maka dari itu Gereja mengfasilitasi setiap aspek

yang ada dalam Jemaat Kefas. Namun harus disadari dengan pasti bahwa keluarga adalah

produk gereja mini sehingga, ketika keluarga menyadari bahwa mereka adalah gereja mini

yang seharuhnya terjadi oleh gereja dan keluarga tidak ada lagi sebuah jurang pemisah antara

gereja dan krfeluarga. Jembatan antara gereja dan keluarga dalam Jemaat Kefas adalah doa

malam, di mana sebuah penghubung yang dapat menyadarkan kedua belah pihak.

Sebenarnya pendapat M. Thompson yang mengatakan bahwa, jika program-program

yang dilaksanakan Gereja (Doa Malam)46 tersebut merupakan cara tunggal, atau bahkan cara

yang utama, yang digunakan oleh gereja untuk memusatkan perhatian pada para keluarga,

maka akibatnya adalah justru keluarga-keluarga masa kini berada dalam kondisi yang

membentukan pembenahan oleh gereja. Dalam hal ini, telah terjadi suatu penyimpangan yang

terselubung di balik asumsi bahwa terdapat norma-norma yang abstrak bagi

keluarga-keluarga kristen yang hanya boleh diketahui dan disampaikan oleh gereja, dampaknya adalah

pelemahan keluarga. Ini bisa membuat orang menyakini bahwa jika keluarga mereka kurang

sempurna, maka mereka tidak dapat diterima oleh gereja. Pendapat ini sebenarnya

terpatahkan oleh Jemaat Kefas sendiri karena program doa malam yang dijalankan Gereja

bukan semata-mata dalam proses pembenahan Gereja namun Jemaat Kefas menyadari bahwa

dari keluarga semua dapat dimulai.

Gereja masa kini perlu adanya perubahan, dan itu yang disadari Jemaat Kefas, beribadah

bukan saja ke gedung kebaktian hari minggu, namun harus dimulai dari keluarga itu sendiri,

sehingga tak ada, keluarga yang sempurna dan keluarga tidak sempurna. Gereja akan terus

berusaha memenuhi dan memperbaiki setiap keluarga Jemaat Kefas. Usaha ini tentunya

dimulai dengan orangtua itu sendiri, di mana Gereja berusaha menjelaskan bahwa orang tua

adalah orang yang paling berperan penting dalam proses pembentukan anak. Contoh kecil

bisa diambil adalah ketika gereja Kefas melayani sepasang suami istri yang akan menikah

45

EM, Pendeta GMIT Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 15 Oktober 2015, pukul 11.00 WITA).

46

(29)

25

maka akan ada sebuah proses katekasasi pra-nikah. Proses ini langsung dilayani oleh Pendeta

Jemaat Kefas sendiri, di mana dalam proses katekasasi pra-nikah ini calon orangtua diajarkan

dan diberikan metode-metode dalam membina keluarga Kristen yang baik dan benar.47

Orangtua menjadi aktor paling penting dalam pembentukan karakter anak dalam proses

perkembangan, karena orangtua masih menjadi tempat anak itu mencari tahu dalam segala

hal. Orang tua adalah sahabat terdekat dan tempat bercerita dalam menghadapi sesuatu yang

baru ketika anak menemui hal di luar jangkauan mereka.48 Bagi anak, orang tua adalah

panutan hidup anak untuk menjadi lebih baik. Baik orang tua sebagai pelindungi, yang

membesarkan, yang menyekolahkan, dan mendidik anak lebih baik.49 Peran orang tua yang

begitu krusial bagi anak tidak bisa disepelekan begitu saja oleh orangtua dalam proses

pembentukan anak. Harus disadari bahwa keluarga adalah basis terkecil dari masyarakat

dalam suatu wilayah, maka apabila anak-anak di dalam kehidupan berkeluarga selalu

mendapat bimbingan dan tuntunan yang baik dan benar dengan hubungan sosial antara

sesama dan anggota keluarga berjalan dengan baik, maka ketika anak terjun ke tengah

masyarakat anak akan tetap berperilaku seperti di dalam keluarganya.50 Maka dari itu

komunikasi adalah hal paling mutlak yang harus diterapkan oleh setiap keluarga Kristen

ketika dalam proses pembentukan anak ke arah lebih baik.

Orangtua harus lebih peka terhadap kebutuhan anak ketika masuk usia-usia awal.

Komunikasi menjadi senjata paling ampuh dalam memerangi setiap pola pikir dan tindakan

anak yang di luar batas, bahwa orangtua harus mengajari mana yang baik dan benar. Maka

dari itu sebuah komunikasi yang baik yang dilakukan oleh keluarga Kristen menurut Yakub

Susabda dengan metode family altar adalah cara paling ampuh bagi orang Kristen dalam

membina anak-anak. Namun pendapat Y. Susabda bahwa family altar harus dipimpin oleh

orang tua ternyata tidak 100% terjadi jemaat Kefas. Anak dipercayakan memimpin doa,

membawa firman yang sederhana dengan bantuan orangtua sendiri. Kepercayaan yang

diberikan orangtua kepada anak dalam memimpin doa malam memiliki banyak manfaat.

Manfaat paling utama yang dirasakan anak adalah rasa kepercayaan dari orang dewasa dan

47

Pengamatan langsung selama melakukan praktek pendidikan lapangan VI di Jemaat Kefas Kota Kupang (4 bulan).

48

JT, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015, pukul 10.00 WITA).

49

BJ, anggota sekolah minggu Jemaat Kefas Kota Kupang, Wawancara, (Kupang, 18 Oktober 2015, pukul 10.15 WITA).

50

(30)

26

berani berbicara. Manfaat ini tentunya sangat berguna ke depan bagi anak ketika turun ke

masyarakat yang lebih luas.

Peran keluarga sebenarnya begitu sangat penting bagi perkembangan anak dan

pembentukan anak kedepannya. Baik secara perkembangan fisik, kognitif, mental, termasuk

perkembangan iman dari anak, akan dimulai dan terbentuk dalam keluarga. Ketika keluarga

Kristen gagal melakukan fungsi keluarga sebagai pusat pembentukan maka anak akan

mencari dan mengolah semua informasi baru secara individual. Dampak paling besar yang

akan dirasakan keluarga adalah kesusahan dalam mengontrol dan mengatasi anak yang

seperti ini. Tetapi sebaliknya jika keluarga memainkan peran sebagai pusat pembentukan

maka anak terus berjalan dalam rel yang telah ditentukan baik dari segi norma dan nilai yang

(31)

27 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Melihat dari permasalahan yang di angkat, bagaimana peran peran doa bagi anak usia

10-12 tahun dari perspektik keluarga sebagai pusat pembentukan sampai pada penelitian yang

dilakukan maka ada beberapa hal yang peneliti temukan ketika mendalami permasalahan ini.

Sebenarnya setiap keluarga di dunia ini memiliki masalah yang sama ketika merawat dan

mendidik anak-anak usia awal atau menuju remaja. Anak pada saat usia 10-12 tahun yang

memiliki karakter “seorang peneliti” akan terus melakukan eksperimen-eksperimen dalam memuaskan hasrat logika atau fisiknya. Tahap ini juga sangat kontrofesial bagi orang tua di

mana pun berada tak terkecuali di Jemaat Kefas karena jika orangtua tidak memainkan peran

sebagai “pusat pembentukan” maka peneliti mengatakan dengan tegas bahwa keluarga telah

gagal membentuk anak sebagai mana mestinya.

Doa malam sebagai salah satu aspek penting keluarga sebagai pusat pembentukan, tidak

bisa di anggap remeh oleh setiap keluarga Kristen. Fungsi dan peran doa malam ketika tidak

jalankan sama sekali atau bahkan tidak dikenalkan sejak dini kepada anak maka dampak

paling besar akan terjadi kepada anak. Dampaknya adalah anak tidak terlalu peduli dengan

perkembangan iman, anak menganggap remeh fungsional agama bagi dirinya. Tetapi

sebaliknya ketika anak dikenalkan doa malam sejak dini, setidaknya anak mulai

menggambarkan secara konkrit bagaimana agama (Tuhan) berperan dalam dirinya sendiri.

Doa malam yang dijalankan sebagai sebuah budaya yang akan terus dilaksanakan merupakan

sebuah jembatan antara gereja dan keluarga sebagai gereja mini, sehingga pengertian gereja

mini ini tidak habis dalam pengertian abstrak tetapi keluarga juga berperan penting dalam

tugas dan tanggung jawab gereja dalam hal ini adalah membentuk anak menjadi

misionaris-misionaris terdepan.

Hambatan-hambatan yang ditemui gereja Kefas pada saat ini adalah orangtua tidak lagi

memikirkan secara serius perkembangan dan pembentukan anak secara utuh tetapi

mempercayakan kepada sekolah. Hasil yang cukup signifikan adalah anak yang selalu rajin

menghadiri sekolah minggu adalah anak selalu melakukan doa malam bersama orangtua,

begitu juga sebaliknya anak yang tak pernah mengikuti kegiatan gerejawi juga dilakukan oleh

orantuanya. Hal seperti ini yang sebenarnya menjadi permasalahan inti bagaimana cermin itu

dapat memantulkan obyek yang sama. Jika tak dimulai dari keluarga itu sendiri maka akan

sia-sia. Friedman mengatakan bahwa “iman akan gagal kalau tidak dimulai dari keluarga”.

(32)

28

yang notabene akan menjadi penerus keluarga, kekristenan dan negara. Jemaat Kefas selalu

menyadari hal ini dan melalui pelayan jemaat yaitu pendeta, akan terus berbena dalam

melayani setiap keluarga Kristen yang ada. “Anak adalah cermin orangtua”. Kalimat ini

yang paling pantas menyimpulkan penelitian ini. Anak masih saja menjadikan orangtua

sebagai narasumber dan sumber tindakan tertinggi baginya, yang dilakukan orangtua akan

menjadikan anak seperti itu juga.

4.2Saran

Dalam bagian ini Penulis akan memberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait

diantaranya ialah kepada: pertama, Fakultas Teologi. Matakuliah seperti Pendidikan Agama

Kristen dan lain-lain yang memiliki keterikatan sebenarnya memiliki point yang begitu

penting bagi setiap mahasiswa teologi yang akan menjadi pemimpin-pemimpin gereja masa

depan, sehingga penelitian ini dan mata kuliah yang lain dapat diterapkan dengan baik dalam

setiap gereja yang dilayani, bahwa anak adalah bibit paling cepat berkembang dalam sebuah

komunitas gereja, maka dari itu ketika bibit tidak dijaga dan dirawat dengan baik maka gereja

juga yang akan merasakan dampaknya.

Kedua, Jemaat Kefas Kota Kupang. Dari penelitian yang dilakukan sebenarnya penulis

banyak belajar dari fakta-fakta yang tersaji di lapangan, namun saran yang diberikan kepada

Jemaat Kefas adalah gereja harus terlebih dahulu mengetahui peran dan fungsi keluarga itu

masing-masing seperti orangtua, anak berperan sebagai apa sehingga tidak terjadi tumpang

tindih ketika gereja berusaha memperbaiki dan mengatasi masalah yang ada terutama

berkaitan dengan keluarga. Penulis mengharapkan bahwa doa malam akan terus menjadi

budaya yang mendarah daging dalam Jemaat Kefas ke depannya, dan minat anak terhadap

kegiatan gerejawi terus baik.

Ketiga, keluarga Jemaat Kefas. Peranan orangtua begitu sangat penting bagi tumbuh

kembang anak. Apalagi usia 10-12 tahun adalah usia transisi menuju remaja, di mana masa

itu adalah masa paling berbahaya bagi anak, penulis mengharapkan bahwa keluarga-keluarga

Jemaat Kefas terus menjalankan doa malam sebagai bentuk kepedulian terhadap

(33)

29 Daftar Pustaka

Agus,Cremers. 1995. Teori Perkembangan Kepercayaan Karya-karya Penting James Fowler. Yogyakarta:Kanisius

Bob,George. 2004. Classic Cristianity. Batam:Gospel Press.

Depertemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat.

Editor. 2010. Childhood and Society Erik Erikson. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Engel, J.D. Metodelogi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen. Salatiga: Widya Sari Press, 2005

Gunarsa, Singgih. 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

Groenen. 1989. Mariologi Teologi dan Devosi. Yogyakarta:Kanisius.

Jacobs,Tom. 2004. Teologi Doa. Yogyakarta:Kanisius.

James, Keating. 2009. Suara Hati dan Doa. Yogyakarta:Kanisius.

James,White. 2009. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

Jhon,Lozano. 1989. Praying Even When the Door Seems Closed. New York:Paulist Press

J.P,Chaplin. 2010. Dictionary of Psychology. London:Random House Publishing

Krueger A. Richard. 1998. Focus Groups: a Practical Guide For Applied Research. Newburg Park Calif: Sage Publications Press.

Nazir. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia,

Marjorie,Thompson. 2001. Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

Maurice,Eminyan. 2001. Teologi Keluarga. Yogyakarta:Kanisius.

Paul,Suparno. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:Kanisius.

Philip,Yancey. 2011. Doa Bisakah Membuat Perubahan?. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

Rick,Warren. 2005. The Purpose Driven Life. Penerbit:Gandum Mas.

Robby,Chandra. 1996. Teologi dan Komunikasi. Yogyakarta:Duta Wacana University

Robert,Boehlke. 2009. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan

Agama Kristen. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

(34)

30

Sofyan,Willis. 2009. Konseling Keluarga. Bandung:ALFABETA.

Thomas H,Tjaya. 2011. Peziarahan Hati. Yogyakarta:Kanisius.

Yahya,Wijaya. 2004. Iman atau Fanatisme. Jakarta:BPK Gunung Mulia.

Yakub,Susabda. 2011. Marriage Enrichment. Jakarta:Mitra Pustaka.

Yustinus,Semiun. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.

Yogyakarta:Kanius.

Jurnal

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh analisis fundamental dan teknikal pada saham syariah di Indonesia, apakah dengan menggabungkan kedua

Selama pelatihan berlangsung, evaluasi akan dilakukan untuk melihat ketercapaian target dan luaran yang diharapkan. Terdapat dua jenis evaluasi yang akan

Based on Grabe‟ explanation (2002: 16) that there are twenty two reading strategies which are commonly used by readers such as specifying a purpose for reading, planning what to

Berdasarkan analisis sistem secara umum, effisiensi total IMAG adalah 47,48 % dan posisi ruang turbin dan IMAG masih jauh dari area bebas banjir, sehingga tinggi jatuh

Pendampingan dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan informasi mengenai GPP/H dan kedua model proses regulasi emosi melalui kelima aspeknya (pemilihan situasi,

Oleh karena itu salah satu upaya agar dapat menghasilkan minyak nilam dengan daya saing tinggi adalah dengan pembentukan klaster agroindustri minyak nilam

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan hukum Singapura, harta kekayaan negara yang disertakan dalam perusahaan negara yang berbentuk private limited company

memasy asyarak arakatk atkan an per perhat hatian ian khu khusus sus pad pada a seju sejuml mlah ah fak faktor tor. /i /i sisi sisi lai lain n kar karena ena metode