2.1 Kejadian Anemia pada Bayi
Kejadian anemia adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah di bawah normal.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dari jantung yang diperoleh dari paru-paru, dan kemudian
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Kejadian anemia pada bayi adalah keadaan jumlah sel dara merah dalam
tubuh bayi di bawah <11 g/dl. Penyebab anemia pada bayi adalah kurangnya
asupan zat besi dari asi ibu yang di konsumsi bayi sehingga pembentukan sel
darah merah menjadi kurang (hematopoiesis yang tidak efektif). Jumlah
Hemoglobin (Hb) dalam darah normal kurang lebih 15 gram setiap 100 ml
darah dan jumlah ini biasa di sebut “100 persen “. Dalam berbagai bentuk anemia
jumlah Hb dalam darah berkurang. Dalam bentuk anemia parah, kadar itu bisa
dibawah 30% atau 4,5 gram per 100 ml (Arshad, 2011).
Menurut Arshad (2011), pada anak usia 6-14 tahun dari 15 gram per 100
ml dapat turun sampai 12 gram per 100 ml. Sama atau lebih dari kadar ini
dikatakan tidak anemia dan kurang dari angka ini dikatakan anemia (adanya
Batasan Anemia secara individu menurut WHO berdasarkan kadar
hemoglobin (Hb) yang diperiksa per 100 gram per milliliter (gr/mL) atau gram
per desiliter (gr/dL) adalah :
1. Anak pra sekolah : Hb 11 (gr/dL)
2. Anak sekolah : Hb 12 (gr/dL)
3. Laki-laki dewasa : Hb 13 (gr/dL)
4. Perempuan dewasa : Hb 12 (gr/dL)
5. Ibu hamil : Hb 11 (gr/dL)
6. Ibu menyusui : Hb 12 (gr/dL)
Perkembangan anemia (kurang besi) menurut Depkes RI 2004
penyebabnya salah satu atau lebih dari keadaan berikut :
1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh
3. Pendarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria dan
lain-lain
Makanan yang kaya kandungan zat besinya adalah makanan sumber
hewani dengan penyerapan zat besi kedalam tubuh kurang lebih diatas 15%,
sedangkan sumber nabati walaupun kaya akan zat besi tetapi tidak dapat diserap
dengan baik dalam tubuh sehingga hanya sedikit sekali yang dapat digunakan
dalam tubuh, dengan penyerapan zat besi ke adalam tubuh hanya dibawah 3%.
Adapun klasifikasi Prevalensi kadar hemoglobin untuk penentuan status
wilayah dan dalam jangka waktu tertentu per konstanta 100 individu untuk
menyatakan prevalensinya adalah :
1. <15% dikatakan mempunyai Prevalensi rendah dan diinterpretasikan sebagai
kelompok masyarakat yang tidak bermasalah dengan anemia.
2. 15-40% dikatakan mempunyai Prevalensi sedang dan diinterpretasikan
sebagai kelompok masyarakat yang mempunyai masalah (ringan – sedang)
dengan anemia.
3. > 40% dikatakan mempunyai Prevalensi tinggi dan diinterpretasikan sebagai
kelompok masyarakat yang mempunyai masalah berat dengan anemia.
2.2 Tumbuh Kembang Bayi
Bayi merupakan individu yang berusia 0-11 bulan yang ditandai dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam
kebutuhan zat gizi (Wong, 2003).
Dimulai dari fase perkembangan Kognitif Fase Sensorimotor. Selama fase
sensorimotor bayi, terdapat tiga peristiwa yang terjadi selama fase ini yang
melibatkan antara lain; (1) perpisahan yaitu bayi belajar memisahkan dirinya
sendiri dari benda lain di dalam lingkungan, (2) penerimaan konsep keberadaan
objek atau penyadaran bahwa benda yang tidak lagi ada dalam area penglihatan
sesungguhnya masih ada. Misalnya ketika bayi mampu mendapatkan benda yang
diperhatikannya telah disembunyikan di bawah bantal atau di belakang kursi. (3)
Kemudian memasuki fase perkembangan fisik, pada bayi perkembangan
fisik dikategorikan dalam beberapa usia antara lain yaitu dimana usia 4 bulan,
bayi mulai mengences, refleks Moro, leher tonik dan rooting sudah hilang. Usia 5
bulan, adanya tanda pertumbuhan gigi, begitu juga dengan berat badan menjadi
dua kali lipat dari berat badan lahir. Usia 6 bulan, kecepatan pertumbuhan mulai
menurun, terjadi pertambahan berat badan 90-150 mg perminggu selama enam
bulan kemudian, pertambahan tinggi badan 1,25 cm per bulan selama enam bulan
kemudian, mulai tumbuh gigi dengan munculnya dua gigi seri di sentral bawah
serta bayi mulai dapat mengunyah dan menggigit. Di Usia 7 bulan, mulai tumbuh
gigi seri di sentral atas serta memperlihatkan pola teratur dalam pola eliminasi
urine dan feces di Usia 8 bulan (Wong, 2008 ).
Kemudian perkembangan motorik, perkembangan motorik bayi dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu motorik kasar dan motorik halus. Dimana motorik kasar
terdiri dari, kepala tidak terjuntai ketika ditarik keposisi duduk dan dapat
menyeimbangkan kepala dengan baik, punggung kurang membulat, lengkung
hanya di daerah lumbal, mampu duduk tegak bila ditegakkan, mampu menaikan
kepala dan dada dari permukaan sampai sudut 90 derajat, melakukan posisi
simetris yang dominan seperti berguling dari posisi telentang ke miring.
Begitu juga ketika duduk bayi mampu mempertahankan kepala tetap tegak
dan kuat, duduk dengan lebih lama ketika punggung disangga dengan baik.
Motorik halus bayi meliputi menginspeksi dan memainkan tangan, menarik
tangan namun terlalu jauh, bermain dengan kerincingan dan jari kaki, dapat
membawa benda kemulut.
Selanjutnya perkembangan bahasa ,komunikasi verbal bermakna bayi
pertama kali adalah menangis, untuk mengekspresikan ketidaksenangannya,
mengeluarkan suara yang parau, kecil dan nyaman selama pemberian makan,
berteriak kuat untuk memperlihatkan kesenangan, “berbicara” cukup banyak
ketika di ajak bicara. Selanjutnya menghasilkan suara vocal dan merangkai suku
kata, berbicara ketika orang lain berbicara, mendengarkan secara selektif
kata-kata yang dikenal, mengucapkan tanda penekanan dan emosi serta
menggabungkan suku kata sepertidada, namun tidak ada maksud di dalamnya.
Perkembangan sosial, perkembangan sosial bayi pada awalnya
dipengaruhi oleh refleksinya, seperti menggenggam dan pada akhirnya
bergantung terutama pada interaksi antara mereka dengan pemberian asuhan
utama. Kelekatan orang tua dan anak yang dimulai sebelum kelahiran, sangat
penting disaat kelahiran. Menangis dan perilaku refleksi adalah metode untuk
memenuhi kebutuhan bayi dalam periode neonatal dan senyum social merupakan
langkah awal dalam komunikasi social.
Bermain juga menjadi agen sosialisasi utama dan memberikan stimulus
yang diperlukan untuk belajar dan berinteraksi dengan lingkungan (Wong, 2008).
2.2.1 Kebutuhan Gizi Bayi
Bayi (usia 0-11 bulan) merupakan periode emas sekaligus periode kritis
karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat yang
pada masa ini bayi memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang
optimal. Sebaliknya apabila bayi pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai
kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang
akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun
masa selanjutnya.
Makanan terbaik bagi bayi adalah air susu ibu (ASI) sampai berumur 2
tahun, dimana sampai 6 bulan pertama hanya ASI tanpa disertai makanan atau
minuman lain (ASI ekslusif). Mulai umur 6 sampai 24 bulan pemberian ASI
harus disertai makanan lain (MPASI) karena kualitas dan kuantitas ASI tidak
mampu lagi memenuhi kebutuhan bayi yang terus tumbuh. Jumlah kebutuhan ASI
bagi bayi tidak dibatasi, kapan bayi mau menyusui harus diberikan (Afi, 2015).
Pada bayi sehat :
Kalori bayi usia 0-3 bulan : 116 kkal/kg dari berat badan perhari.
Kalori bayi usia 3-12 bulan : 100 kkal/kg dari berat badan perhari.
Berikut ini daftar standar kebutuhan gizi bayi untuk memenuhi angka
kecukupan kalori tersebut:
1. Karbohidrat yang diperlukan tubuh bayi berkisar antara 40% dari kebutuhan
kalori tadi.
2. Protein yang diperlukan sebesar 10% dari jumlah kebutuhan kalori bayi per
hari.
3. Lemak yang diperlukan sebanyak 40 sampai 50% dari total kebutuhan kalori.
Selain itu, kebutuhan gizi bayi akan vitamin dan mineral juga harus
usia 7 sampai 12 bulan terhadap vitamin dan mineral yang direkomendasikan oleh
The George Mateljan Foundation for The World’s Healthiest Foods :
1. Vitamin D : 5 mg
2. Vitamin E : 5 mg
3. Vitamin K : 2,5 mg
4. Vitamin B6 : 0,3 mg
5. Folat : 80 mg
6. Vitamin B12 : 0,5 mg
7. Kolin : 150 mg
8. Vitamin C :50 mg
9. Kalsium : 570 mg
10. Fosfor : 275 mg
11. Magnesium : 75 mg
12. Zat besi : 11 mg
13. Zinc : 3 mg (Afi, 2015).
2.3 Pola Konsumsi Ibu Menyusui
Makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI
disamping emosi, rangsangan pada payudara dan kondisi kesehatan ibu.
Penambahan za-zat gizi selama menyusui terutama adalah memenuhi kebutuhan
dalam produksi ASI (Khanifah, 2010). Menurut Sediaoetama (2010), pola makan
adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih
psikologis, budaya dan social. Sedangkan menurut Khanifah (2010), pola makan
adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai frekuensi,
jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan
merupakan ciri khas untuk kelompok masyarakat tertentu.
Pola makan di Indonesia rata-rata susunan hidangannya meliputi: bahan
makanan pokok, bahan makanan lauk pauk, bahan makanan sayur mayor, bahan
makanan buah, serta susu dan telur. Susu dan telur dikelompokkan sendiri karena
merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi yang mudah dicerna, protein
ini sangat dianjurkan untuk pada kelompok rentan gizi termasuk ibu menyusui.
Secara umum pola makan memiliki 3 komponen penting yaitu jenis,
frekuensi dan jumlah. Jenis yang ada dimasyarakat meliputi makanan pokok, lauk
hewani, lauk nabati sayur dan buah. Sedangkan frekuensi yang sangat tergantung
pada kelompok umur tetapi secara keseluruhan frekuensi yang berlaku adalah 3
kali makan menu utama dan 2 kali makan makanan selingan (Manjilala, 2013).
Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat
pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas
kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola
makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal (Almatsier, 2009).
Pola Makan terdiri dari:
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari baik kualitatif dan
kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung
tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata-rata, umumnya lambung kosong
antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya
lambung.
2. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,
dicerna, dan serap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan
seimbang. Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara unuk
menghilangkan rasa bosan, sehingga mengurangi selera makan. Menyusun
hidangan sehat memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi. Variasi menu
yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang diperhitungkan dengan tepat
akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik
pengolahan makanan adalah guna memperoleh intake yang baik dan bervariasi.
2.3.1 Hal-hal yang Mempengaruhi Konsumsi Ibu Menyusui
Ada beberapa hal yang mempengaruhi konsumsi ibu selama menyusui
yaitu :
1. Pantangan dan Tabu
Pola konsumsi pangan merupakan hasil budaya masyarakat setempat dan
mengalami perubahan terus menerus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan
dan tingkat kemajuan budaya masyarakat. Makanan pantangan dan tabu adalah
ancaman terhadap orang yang melanggarnya. Diketahui bahwa tidak semua
makanan pantangan dan tabu itu merugikan bagi kondisi dan lingkungan.
Pantangan atau tabu dapat dikategorikan; tabu yang jelas merugikan
kondisi gizi dan kesehatan sebaiknya dikurangi atau dihapuskan misalnya bagi ibu
menyusui tidak boleh makan ikan laut karena ASInya akan menjadi amis, tabu
yang memang menguntungkan bagi keadaan gizi dan kesehatan diusahakan untuk
memperkuat dan melestarikan serta tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi
kondisi dan kesehatan sebaiknya dihilangkan.
2. Nilai Sosial Bahan Pangan dan Makanan
Dalam masyarakat berbagai jenis makanan dan bahan makanan itu
mempunyai nilai sosial tertentu, karena itu masyarakat akan mengonsumsibahan
makanan yang mempunyai nilai social yang dianggap sesuai dengan tingkat naluri
pangan yang terdapat pada masyarakat. Tetapi sering nilai social ini tidak dengan
gizi makanan. Makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi diberi nilai sosila yang
rendah atau sebaliknya, misalnya beras pecah kulit mempunyai nilai gizi tinggi,
tetapi dianggap mempunyai nilai social lebih rendah dengan beras giling
sempurna.
3. Sosial Ekonomi Keluarga
Asupan zat gizi ibu ditentukan oleh ketersedian makanan di tingkat
keluarga. Ketersediaan makanan atau ketahanan pangan tingkat keluarga atau
rumah tangga sangat ditentukan oleh kemampuan daya beli atau pendapatan
keluarga tersebut. Pada keluarga dengan tingkat pendapatan rendah akan sulit
keluarganya, sehingga anggota keluarganya menjadi rawan masalah gizi.
Golongan ibu menyusui merupakan kelompok sangat rawan terhadap masalah
kekurangan gizi (Yuli, 2006).
Meskipun suatu keluarga memiliki pendapatan yang cukup atau
kemampuan ekonomi yang memadai, tidak serta-merta akan menjamin
pemenuhan kebutuhan gizi suatu keluarga. Tidak sedikit masalah gizi ditemukan
pada anggota keluarga yang mapan secara ekonomi. Keluarga yang memiliki
finansial yang cukup tanpa dibarengi dengan pengetahuan gizi dan kesehatan yang
memadai memiliki risiko untuk menderita masalah gizi. Pengetahuan gizi yang
dimiliki ibu menyusui memiliki peran yang penting dalam praktek pemilihan,
pengolahan dan pengaturan makanan ibu sehari-hari (Nadimin, 2010).
2.3.2 Anjuran Makanan Seimbang Bagi Ibu Menyusui
Meningkatkan kualitas hidup,setiap orang memerlukan 5 kelompok zat
gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dalam jumlah yang
cukup. Disamping itu manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar
berbagai proses faali tubuh. Kemudian bahan makanan dikelompokkan
berdasarkan fungsi utama zat gizi yang dalam ilmu gizi disebut triguna makanan
yang terdiri dari makanan sumber zat tenaga antara lain beras, jagung, gandum,
kentang, ubi kayu, sagu, roti dan mie.
Selain itu minyak margarine dan santan yang mengandung lemak juga
dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari
bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang
Zat pembangun ini berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan serta
kecerdasan seseorang, dan kemudian makanan sumberr zat pengatur yaitu semua
jenis sayur-sayuran dan buah-buahan, makanan ini mengandung berbagai vitamin
dan mineral yang berperan untuk memperlancar bekerjanya fungsi organ-organ
tubuh.
Ibu yang menyusui makanan harus lebih banyak dalam porsi dan dalam
jumlah sesuai dengan kebutuhan ibu menyusui. Syarat makanan untuk ibu
menyusui yaitu :
1. Makanan mudah dicerna
2. Tidak belemak banyak
3. Tidak terlalu merangsang (pedas, asam, dll)
4. Pengaturan porsi kecil tapi sering
5. Cukup cairan, 6-8 gelas per hari (Khanifah, 2010).
2.3.3 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Asupan makanan merupakan faktor utama yang berperan terhadap status
gizi seseorang. Menilai status gizi dapat dilakukan penilaian konsumsi makanan
di masyarakat.
Beberapa cara untuk mendapatkan data konsumsi masyarakat adalah
sebagai berikut:
1.Food recall 24 jam
Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta
minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu (terhitung mulai saat
bantu yang dikenal sebagai formulir ingatan 24 jam, keberhasilan metode ingatan
24 jam ini tergantung pada daya ingat subjek, kemampuan responden memberikan
perkiraan ukuran/porsi yang akurat, tingkat motivasi responden, dan keuletan dan
kesabaran pewawancara.
2.Food Frequency Questionnaire (FFQ)
FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden
dalam mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi
makanan dilihat dalam satu hari atau minggu, atau bulan, atau dalam satu tahun.
(Siagian A, 2010)
Pola makan disuatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan
beberapa faktor ataupun kondisi setempat yang dapat dibagi dalam tiga bagian :
1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan pangan.
Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim kesuburan tanah yang dapat
mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya disuatu daerah.
2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumen. Taraf sosio ekonomi
dan adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam konsumsi
pangan penduduk. Jumlah penduduk adalah kunci utama yang menentukan
tinggi rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan disuatu daerah.
3. Demikian juga dalam hal keluarga, jumlah anggota keluarga akan
mempengaruhi pola konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan
pengetahuan, pendapatan yang rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung
2. 4 Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Alur kerangka konsep penelitian : Konsumsi zat besi pada ibu yang
menyusui meliputi jenis, frekuensi zat besi dan kecukupan energi serta riwayat
konsumsi tablet Fe selama hamil akan memberikan pengaruh terhadap kejadian
anemia pada bayi.
2. 5 Hipotesis
1. Ada hubungan pola konsumsi jenis makanan yang mengandung zat besi pada
ibu menyusui dengan kejadian anemia pada bayi 0-6 bulan di Kota Binjai
2. Tidak ada hubungan pola konsumsi jenis makanan yang mengandung zat besi
pada ibu menyusui dengan kejadian anemia pada bayi 0-6 bulan di Kota Binjai POLA KONSUMSI
- Jenis makanan sumber zat besi
- Frekuensi makanan sumber besi
- Kecukupan energi dan zat besi
- Riwayat konsumsi Tablet Fe