BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang
2.1.1 Morfologi tanaman
Tanaman pisang tumbuh didaerah tropik, tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang cukup air pada daerah dengan ketinggian sampai 2.000 m diatas permukaan laut (dpl). Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27ºC, dan suhu maksimumnya 38ºC, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5 (Mulyati, dkk, 2008). Umumnya, pisang merupakan tanaman pekarangan, walaupun dibeberapa daerah sudah diperkebunkan untuk diambil buahnya. Tingginya antara 2-9 m, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bonggol) yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru (Dalimartha, 2003).
Jantung ini bewarna merah tua, tetapi ada pula yang bewarna kuning dan Ungu, jantung terdiri dari satu atau banyak bakal buah (sisir). Setiap sisir dilindungi oleh sebuah daun kelopak. Bunga nya sempurna, tetapi pada ujung jantung umumnya berbunga jantan. Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap tandan terdiri atas beberapa sisir, dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau tergantung pada varietasnya. Buah pisang pada umumnya tidak berbiji (Sumarjono, 2000).
2.1.2 Sinonim dan nama daerah tanaman
Tanaman pisang memiliki nama daerah seperti cau, gedang, pisang, gedhang, kedhang, pesang, pisah (Jawa), galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi, galo, awal pisang, gae (Sumatera), harias, peti, punsi, pute, puti, rahias (Kalimantan), biu, kalo, mutu, punti, kalu, muu, muku, muko (Nusa Tenggara), tagin, see, lambi, lutu, pepe, uti, loka (Sulawesi), fudir, pitah, temai, seram, kula, uru, fiat, tele (Maluku), nando, rumaya, pipi, mayu (Irian) (Dalimartha, 2003). 2.1.3 Klasifikasi tanaman
Tumbuhan pisang diklasifikasikan sebagai berikut (Balitbangkes, 2001): Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Musaceae Marga : Musa
2.1.4 Kandungan kimia tanaman
Kandungan kimia yang terdapat pada pisang antara lain akar mengandung serotonin, norepinefrin, tanin, hidroksitriptamin, dopamin, vitamin A, B dan C. Buah mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa, sukrosa, tepung, protein, lemak, minyak menguap, kaya akan vitamin (A, B, C dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor, fe), pektin, serotonin, 5-hidroksi triptamin, dopamin, dan noradrenalin (Dalimartha, 2003).
2.1.5 Manfaat tanaman
Buah pisang banyak manfaatnya selain untuk buah meja, buah pisang yang belum matang dapat dibuat keripik, sedangkan buah yang telah matang dapat dibuat sale dan pisang goreng. Buah masih muda dapat dibuat tepung yang mahal harganya (Sumarjono, 2000).
2.1.6 Jenis pisang
Berdasarkan manfaatnya bagi kehidupan manusia, pisang dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah.
1. Pisang serat (Musa textiles)
Pada pisang serat yang dimanfaatkan adalah batangnya, yaitu untuk pembuatan tekstil. Batang pisang tersebut tersusun dari lapisan pelepah yang mengandung serat. Pisang serat dipanen pada saat kuncup bunga sudah terlihat.
2. Pisang hias (Heliconia indica)
3. Pisang buah (Musa paradisiaca)
Pisang buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah terdiri dari beberapa kelompok, yaitu kelompok pertama adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang. Contohnya pisang mas, raja. Kelompok kedua adalah pisang yang diolah terlebih dahulu baru dimakan. Contohnya pisang tanduk, nangka. Kelompok ketiga adalah pisang yang dapat langsung dimakan setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Contohnya pisang kepok dan pisang raja. Kelompok keempat adalah pisang yang dimakan sewaktu masih mentah. Contohnya pisang klutuk atau pisang batu (Kaleka, 2013).
2.2 Tumbuhan Landoyung
2.2.1 Morfologi tumbuhan
Di Indonesia landoyung tumbuh liar secara berkelompok di lereng-lereng gunung di Sumatera, Kalimantan, dan seluruh Jawa pada ketinggian 700-2300 m dpl (Heyne, 1987). Di Aceh dapat dijumpai di Tripa Peat Swamp Forest Kawasan Ekosistem Lauser Aceh, dan Sumatera Utara (Hasairin, 1994). Tumbuhan ini termasuk famili Lauraceae, merupakan pohon perdu dengan diameter batang 6– 20 cm, tinggi pohon 5–12 meter. Minyak landoyung umumnya dimanfaatkan untuk berbagai makanan dan keperluan industri. Kecuali sebagai sumber minyak untuk industri makanan, dan makanan ternak, minyak tersebut juga dapat digunakan industri kimia seperti tinta plastik dan biodisel (Kurniaty, dkk., 2000).
bagian ujung cabang berambut tebal dan pendek, berwarna coklat dan bagian yang tua gundul, berwarna hitam. Helaian daun tunggal, berbintik-bintik kelenjar yang dapat tembus cahaya, bila diremas berbau khas seperti lemon, bentuk lonjong atau lanset, sedangkan bagian ujungnya runcing, permukaan atas mengkilat, tipis menjangat, ukuran helaian daun 7-15cm x 15-30 mm, pada permukaan bawah helaian daun pertulangan daun tampak menonjol, panjang tangkai daun 7-18 mm. Perbungaan berupa bunga tandan, setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung. buah buni berbentuk bulat, berwarna hitam. (Ditjen POM, 2010).
2.2.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan
Landoyung mempunyai nama lain seperti: krangean (Jawa tengah), ki lemo (Jawa barat), Antarasa (Sumatra utara). Sinonim: L cirata Bl., Laurus cubeba Lour., Tethrantera polyantha Walich ex Nees var. Citrata Meiss, T. Citrata Nees. (Ditjen POM, 2010).
2.2.3 Klasifikasi tumbuhan
Sistematika tumbuhan landoyung menurut Hutapea, (1994) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotylydoneae Bangsa : Rhamnales Suku : Lauraceae Marga : Litsea
2.2.4 Kandungan kimia tumbuhan
Kulit batang dan daun tumbuhan landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.) mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Hutapea, 1994). Buah mengandung senyawa asam laurat, asam kaprik, asam oleat, minyak atsiri, glikosida, resin, dan alkaloid (Perry, 1980).
2.2.5 Manfaat tumbuhan
Tumbuhan landoyung merupakan sumber sitral yang berkualitas dan merupakan
pesaing utama minyak lemongrass. Untuk mendapatkan minyak atsiri dapat melalui
penyulingan dengan cara rebus, kukus (Kurniaty, dkk., 2000).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. sedangkan ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Ditjen POM, 2014). Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida dan flavonoida dan lain-lain. Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut antara lain (Ditjen POM, 2000):
1. Maserasi
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500 C.
6. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980 C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
7. Dekoktasi
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.
2.4 Selulosa
dinding sel sekunder (Sjostrom, 1995). Selulosa juga menjadi konstituen utama dari berbagai serat alam misalnya kapas (Stevens, 2001). Selulosa dibuat secara alami dari selulosa yang telah dimurnikan. Hidrolisis dalam kondisi yang terkendali menjadikan mikrokristal selulosa stabil (Philips, 2000).
Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan, menggunakan pelarut. Berdasarkan pada sifat-sifat dalam larutan seperti kekentalan instrinsik dan sedimentasi dan laju difusi maka selulosa dalam larutan termasuk dalam kelompok polimer linier. Ini berarti bahwa molekul-molekulnya tidak mempunyai struktur tertentu dalam larutan yang berbeda dengan amilosa dan sejumlah molekul protein.
Selulosa berbeda nyata dari polimer-polimer sintetik dan lignin dalam beberapa
sifat polimernya. Kekhasan larutannya adalah kekentalannya yang relatif tinggi dan
koefisien sedimentasi dan difusi yang rendah (Sjostrom, 1995).
2.5 Selulosa Mikrokristal
2.5.1 Rumus empiris dan berat molekul (C6H10O5)n ≈ 36000
Dimana n ≈ 220
2.5.2 Struktur kimia
2.5.3 Uraian umum selulosa mikrokristal
Penggunaan kayu sebagai sumber pembuatan selulosa mikrokristal dapat mengurangi ketersediaan kayu dan menyebabkan penebangan hutansecara besar-besaran. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis. Oleh karena itu, perlu dicari sumber nonkayu sebagai sumber alternatif untuk mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kayu dalam pembuatan selulosa mikrokristal (Sjostrom, 1995).
Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan dan telah mengalami depolimerisasi parsial, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan berupa serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang berpori (Rowe, et al., 2009). Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dihasilkan dari serat rami (Bhimte dan Tayade, 2007), kulit kacang kedelai, sekampadi, ampas tebu (Zulharmita, dkk., 2012), kulit kacang tanah, tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005), bambu India (Ejikeme,2007) dan serabut pinang (Lukita, 2015) Selain itu, serbuk kayu gergajian juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan pembuatan mikrokristalin selulosa (Gusrianto, dkk., 2011).
Ohwoavworhua dan Adelakun, (2005) menghidrolisis α-selulosa dari
2.6 Sediaan Tablet 2.6.1 Uraian umum
Tablet adalah sediaan padat, mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan (Ditjen POM, 2014). Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisik dan kimia, secara ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat dalam jumlah yang benar, penerimaan oleh pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna) dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian obat (Agoes, 2008). Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tablet dengan kualitas yang baik antara lain:
1. Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya tetap baik selama pabrikasi/pengemasan dan distribusi ke konsumen.
2. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya. 3. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya. 4. Mempunyai penampilan yang menarik, dari segi bentuk, warna dan rasanya. 2.6.2 Bahan tambahan formula tablet
Bahan tambahan adalah komponen lain dari suatu sediaan obat selain bahan aktif. Bahan tambahan memiliki banyak fungsi antara lain untuk membantu proses produksi, membantu disolusi, meningkatkan kestabilan, bioavailabilitas, keamanan dan keefektifan obat (Gangurde, et al., 2013).
pengikat, penghancur (disintegrant), anti lengket (anti adhesive), pelicin (glidant), pembasah (wetting/surface active agent), zat warna (colours), peningkat rasa (flavors) dan lain-lain. Pemilihan eksipien untuk formulasi tablet tergantung pada bahan aktif, tipe tablet, karakteristik yang dibutuhkan dan proses pembuatan yang akan diaplikasikan (Agoes, 2008).
1. Bahan pengisi (diluent)
Berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak atau dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa. Misalnya laktosa, pati, kalsium fosfat dibase, dan selulosa mikrokristal (Syamsuni, 2006).
2. Bahan pengikat (binder)
Bahan pengikat berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi, misalnya gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, CMC, pasta pati terhidrolisis, selulosa mikrokristal (Syamsuni, 2006).
3. Bahan penghancur/pengembang (disintegrant)
Bahan penghancur/pengembang berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Misalnya pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon (Syamsuni, 2006).
4. Bahan pelicin (lubricant)
2.6.3 Metode pembuatan tablet
Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung.
a. Granulasi basah
Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi kering
Dilakukan dengan menekan massa serbuk pada tekanan tingi sehingga menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak sehingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan (Ditjent POM, 2014 ).
Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk dislugged atau dikompresi menjadi tablet yang lebar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa (Ansel, 1989).
c. Cetak langsung
dekstrosa atau selulosa yang mempunyai sifat aliran dan kemampuan kempa yang diinginkan. Kempa langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada granulasi basah dan granulasi kering. Walaupun demikian sifat fisik dari masing-masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat mengubah sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa langsung (Ditjen POM, 2014).
2.7 SEM (Scanning Elektron Microscopy)
SEM (Scanning Elektron Microscopy) merupakan salah satu jenis