• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistemic Lupus Eritematosus (SLE) sedang dengan hipertiroid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistemic Lupus Eritematosus (SLE) sedang dengan hipertiroid"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Sistemic Lupus Eritematosus (SLE) sedang dengan hipertiroid M.Aron Pase, Melati Silvanni Nasution, Santi Syafril, Dharma Lindarto, Fiblia

Divisi Endokrin dan Metabolik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan

1. Pendahuluan Abstrak

Sistem imun- neuroendokrin berpartisipasi pada patogenesis dan klinis dari penyakit autoimun salah satunya

adalah penyakit SLE. Selama stimulasi inflamasi dan aktivitas penyakit aktif, terjadi interaksi secara jelas

antara hipotalamic-pituitary-adrenal, hipotalmaic-pituitary gonadal, hipotalamic pituitary – thyroid dan

prolactin dengan sistem imun. Hal ini yang menyebabkan respon abnormal dari sistem –imun-

neuroendokrin dapat menyebabkan gangguan toleransi sel imun. Disfungsi tiroid sering dijumpai pada SLE

dan Reumatoid Artritis. Insiden gangguan tiroid pada SLE lebih banyak dibandingkan pada populasi umum.

Banyak kasus yang diterapi sebagai disfungsi tiroid sebelum diagnosa SLE ditegakkan. Berdasarkan hasil

penelitian dilaporkan bahwa gangguan tiroid sekitar 36% dan 50% diantaranya merupakan gangguan

autoimun dan berhubungan signifikan dengan aktivitas penyakit autoimun serta disfungsi tiroid.1,2

Laporan Kasus

Seorang Perempuan usia 31 tahun dengan keluhan nyeri sendi. Hal ini dialami os ± 6 bulan SMRS.

Nyeri sendi pada daerah tangan, kaki dan lutut. Ruam kemerahan pada daerah wajah dan semakin menebal

dialami os dalam 2 bulan ini jika terpapar sinar matahari. Rambut rontok dialami os dalam 2 bulan ini.

BAK volume 1000 cc perhari, warna kuning jernih. Riwayat berkeringat berlebih dijumpai. Riwayat

penurunan berat badan tidak dijumpai. Jantung berdebar debar tidak dijumpai. Mudah lelah dijumpai.

Dari pemeriksaan fisik dijumpai alopesia, ruam malar, fotosensitifitas, atralgia. Laboratorium

dijumpai peningkatan fungsi ginjal, peningkatan nilai ANA dan anti ds-DNA, hipoalbumin, dislipidemia,

penurunan TSH dan peningkatan Free T4, serta peningkatan protein urin 24 jam. EKG : sinus ritme, foto

thorax PA : dalam batas normal. USG tiroid : tidak tampak kelainan. USG ginjal dan saluran kemih : dalam

batas normal.

Pasien didiagnosa dengan SLE sedang + Hipertiroid + lupus nefritis+ isk komplikata+ dislipidemia +

hipoalbumin dan selama perawatan pasien diterapi dengan tirah baring, diet ginjal 1700 kkal 30 gram

protein, IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i macro, Drip Ciprofloxacin 200mg/12jam, Inj methylprednisolon 500

mg/iv/hari selama 3 hari, inj ranitidin 50mg/12 jam, thyrozol tab 1x10 mg, captopril 2x6,25 mg dan

simvastatin 1x10 mg. Pasien sebelumnya telah mendapatkan thyrozol ± 1 bulan dari rawat jalan dan

ditemukan perbaikan fungsi tiroid, namun untuk SLE, kesan masih belum teratasi.

(2)

Sistemik Lupus Erithematosus (SLE) merupakan gangguan autoimun multisistem

dengan spektrum klinis yang luas yang melibatkan banyak organ dan jaringan.

Heterogenesitas yang ditemukan pada SLE ini menyebabkan terdapat penelitian yang

menyatakan bahwa SLE hadir sebagai sindroma bukan sebagai penyakit tunggal. 3,4

Disfungsi tiroid sering dijumpai pada SLE dan Reumatoid Artritis. Insiden gangguan

tiroid pada SLE lebih banyak dibandingkan pada populasi umum. Banyak kasus yang diterapi

sebagai disfungsi tiroid sebelum diagnosa SLE ditegakkan. Dari hasil penelitian R,Porkadi

dkk 2004, 13,1 5 dari 153 pasien SLE yang menderita disfungsi tiroid. Semua pasien adalah

wanita, dengan rata-rata usia 29,5 tahun (17-35 tahun), lama menderita SLE 26 bulan dan

disfungsi tiroid 55 bulan. Disfungsi tiroid mendahului terjadinya SLE 6 (30%). Dengan

insiden hypertiroid klinis 60% dan subklinis 20% sedangkan hipotiroid 10% dan eutiroid

10%. Gejala dari ganggan tiroid tidak jelas pada SLE. Sehingga disarankan untuk

mengindentifikasi gangguan tiroid pada SLE. Hipertiroid biasanya lebih dahulu terjadi

dibandingkan dengan SLE dan terapi anti tiroid dapat menyebabkan SLE. SLE dan

Reumatoid Artritis dapat mempercepat disfungsi tiroid. 2,5

Laporan Kasus

Seorang Perempuan usia 31 tahun datang dengan keluhan nyeri sendi. Hal ini dialami

os ± 6 bulan SMRS. Nyeri bersifat terus menerus dengan intensitas berat. Nyeri sendi pada

daerah tangan, kaki dan lutut. Ruam kemerahan pada daerah wajah dan semakin menebal jika

os terpapar sinar matahari dialami os dalam 2 bulan ini. Sesak nafas tidak dijumpai, batuk

tidak dijumpai, demam tidak dijumpai. Mual dan muntah tidak dijumpai. Rambut rontok

dialami os dalam 2 bulan ini. Bengkak pada kedua tungkai tidak dijumpai. BAK volume

1000 cc perhari, warna kuning jernih, riwayat BAK berpasir dan berdarah tidak dijumpai.

Riwayat nyeri saat BAK tidak dijumpai. Nyeri pinggang tidak dijumpai. BAB dalam batas

normal. Riwayat sering berkeringat berlebih dijumpai. Riwayat penurunan berat badan tidak

dijumpai. Jantung berdebar debar tidak dijumpai. Mudah lelah dijumpai.

Keadaan umum pasien tampak sedang, Keadaan penyakit tampak sedang serta keadaan

gizi kesan normoweight. Pada pemeriksaan fisik dijumpai alopesia, malar rash,

fotosensitivitas, atralgia.

Laboratorium dijumpai Hb:11,9gr/dl ;Leukosit:15760/mm3, Platelet 377000/mm3,

B/E/N/L/M: 0/0/90,4/8,9/0,7. Ureum : 64,5 mg/dl, kreatinin 0,77 mg/dl, asam urat 6,4 mg/dl.

Na/K/Cl : 136/4,2/102 Meq/L. Bil total 0,14, bil direk 0,07, ALP 52, SGOT 16, SGPT 22,

(3)

Fibrinogen 188, D-dimer 245. Faktor reumatoid negatif, ANAtest 188,(N<20), ANTI

ds-DNA 1119, CRP kuantitatif <0,7 mg/dl. Kol/TG/HDL/LDL : 246/324/43/159. Sel LE

negatif. Albumin 1,9 g/dl, T3 Total 1,26 (N : 0,8-2), t4 Total 10,8 (N:5-14), Free T4 : 3,5 (N :

1-1,6), TSH :<0,005 (N: 0,27-4,2).

Urinalisa : P/R/B/U: +2/-/-/-. Sedimen urin : E/L/Epitel/ Cast/Kristal : 3-6/5-10/1-2/-/-.

Volume urin/24 jam 2000ml, protein urin 267 mg% (++), protein urin 24 jam 5340 mg. Foto

thorax : tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo. Kesimpulan USG tiroid : tidak tampak

lesi fokal di kedua lobus tiroid, ukuran dan bentuk dalam batas normal, tidak tampak

pembesaran KGB leher. USG ginjal dan saluran kemih : dalam batas normal.

Diskusi

Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis

dengan etiologi yang belum diketahui serta manfestasi klinis, perjalanan penyakit dan

prognosis yang beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan

angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta

lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE. Insiden wanita dibanding pria 9-14: 1.

Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun

2002 di RSU Cipto Mangunkusumo (RSCM) 1,4%, RS Hasan Sadikin 10,5% pada tahun

2010. 3,4

Penyakit autoimun tiroiditis, ditandai dengan hadirnya antibodi yang menyerang

antigen tiroid dan hal ini telah banyak dihubungkan dengan organ non spesifik pada

gangguan reumatologi diantaranya adalah sistemik lupus eritematous. Sejumlah penelitian

melaporkan bahwa gangguan tiroid sering ditemukan pada SLE dibandingkan dengan

populasi umum. Namun masih belum jelas apakah gangguan tiroid ini apakah hipotiroid atau

hipertiroid yang lebih dominan. Hasil penelitian juga melaporkan bahwa ditemukan

antimicrosomal antibodi dan antithiroglobulin antibodi pada SLE dibandingkan dengan

populasi umum. Meskipun gejala klinis tiroid tidak muncul. SLE merupakan faktor risiko

terjadinya gangguan tiroid atau apakah ini merupakan suatu koinsiden masih belum dapat

dijelaskan. Namun kedua gangguan ini terjadi pada subjek yang sama yaitu usia muda dan

perempuan. Berdasarkan penelitian juga dilaporkan bahwa antimicrosomal antibodi lebih

sering ditemukan pada grup hipotiroid. 5.6

Hanya terdapat sedikit laporan yang menyebutkan SLE dengan hipertiroidisme. Boey

dkk melaporkan bahwa terdapat 8,9% pasien hipertiroidisme dari 129 pasien SLE. Goh dan

(4)

Prevalensi ini tinggi dibandingkan pada populasi normal. Dua kasus Grave dilaporkan pada

wanita penderita SLE. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pyne d,Isenberg Da,

(Ann Rheum Dis 2002) bahwa prevalensi hipotiroidisme pada SLE lebih banyak

dibandingkan pada populasi umum yaitu : 5,7:1%. Sedangkan hipertiroidisme prevalensinya

tidak berbeda bermakna dengan populasi umum yaitu 1,7%. Sejumlah kasus menghubungkan

SLE dengan hipotiroidisme mupun subklinis hipotiroidisme. Berdasarkan laporan Chan dkk

dari 69 pasien SLE diperoleh 13% hipotiroidisme subklinis dan 4,3 hipotiroid klinis.

Berdasarkan Whickham, prevalensi hipotiroid subklinis pada perempuan usia 18 tahun

sekitar 7,5% dan hipotiroid klinis 1%. Pyne dan Isenberg melaporkan prevalensi hipotiroid

pada 300 pasien SLE. Pada penelitian di Korea dan Singapura pada pasien SLE diperoleh

3,9%% menderita tiroiditis hasimoto. Sedangkan berdasarkan Tsai dkk, diperoleh tiroiditis

hasimoto sekitar 8,8%. Sebagai kesimpulan yaitu bahwa prevalensi hipotiroid klinis dan

hipotiroid subklinis tinggi pada pasien SLE dibandingkan dengan populasi normal. 6,7

Pada kasus ini, sesuai yang disebutkan pada literatur bahwa pasien seorang wanita

muda dengan usia 31 tahun. Pasien dengan diagnosa SLE dan disertai dengan

hipertiroidisme. Dimana disebutkan bahwa hipertiroid lebih sering terjadi pada usia muda

yaitu rerata usia (27 sampai dengan 30,7 tahun, sedangkan hipotiroid subklinis pada usia 28

sampai dengan 35,7 tahun dan hipotiroid klinis pada usia 30,4 ssampai dengan 48,3 tahun).

Hal ini memperkuat hipotesa bahwa terjadi progresifitas menyeluruh dan lambat dari proses

autoimun. 5

Diagnosis

Rekomendasi diagnosis SLE di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis ACR 1997

revisi. Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria ACR untuk

SLE. Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria sesuai dengan tabel 1, diagnosa SLE memiliki

sensitifitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya

ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis.

Bila hasil test ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE. Bila hanya test ANA positif

dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tertentu SLE dan observasi jangka panjang

diperlukan. Pemeriksaan penunjang minimal lain yang diperlukan untuk diagnosis dan

(5)

Diagnosis ganggun tiroid berdasarkan American Thyroid Association kelenjar tiroid

bekerja dengan cara melepaskan hormon tiroid yaitu thyroxin atau disebut juga dengan T4

oleh karena terdiri dari 4 atom iodine. T4 ini dapat berefek dalam bentuk T3 yaitu dengan

cara melepaskan salah satu atom iodinenya didaerah hati ataupun otak. Pelepasan T4 ini

dikontrol oleh hormon yang dihasilkan oleh pituitary gland yang disebut dengan Thyroid

Stimulating Hormon (TSH). Jumlah TSH yang dikirim oleh pituitary gland tergantung pada

jumlah T4 yang beredar dalam darah, dimana jika kadar T4 rendah maka TSH tinggi, hal ini

dikenal dengan hipotiroid primer. Jika Kadar TSH rendah dan kadar free T4 juga rendah hal

ini menunjukkan hipotiroid sekunder yang bisa disebabkan oleh karena gangguan pituitary

gland. Sedangkan jika kadar T4 tinggi di dalam darah, maka kadar TSH yang dikirimkan

rendah dan hal ini disebut dengan hipertiroidisme. 8

Test TSH dilakukan melalui pemeriksaan darah. Level TSH yang tinggi

(6)

primer. Sedangkan jika TSH rendah mengindikasikan adanya over aktivitas dari kelenjar

tiroid (hipertiroidisme).

Test T4 yaitu oleh karena T4 memiliki dua bentuk dalam sirkulasi :

1. T4 berikatan dengan protein sehingga mencegah T4 masuk ke dalam organ yang

memerlukan hormon tiroid.

2. Free T4 dapat memasuki organ target dan berefek. Free T4 sangat berperan dalam

menunjukkan aktivitas kelenjar thyroid. Pada pasien hypertiroidisme maka freeT4

akan meningkat sedangkan pada hipotiroid maka free T4 akan menurun.

Kombinasi antara TSH dengan fre T4 secara akurat dapat menunjukkan fungsi tiroid.

Test T3 adalah berguna untuk mendiagnosis hipertiroidisme atau untuk menentukan

derajat keparahan dari hipertiroidisme. Pasien dengan hipertiroidisme akan memiliki

peningkatan kadar T3. 8

Thyroid Antibody Test merupakan salah satu pemeriksaan gangguan tiroid. Pada

keadaan normal, sistem imun dalam hal ini limfosit akan membentuk antibodi untuk melawan

antigen baik berupa bakteri ataupun virus dll. Pada kondisi hipotiroid atau hipertiroid,

limfosit membentuk antibodi yang dapat melawan tiroid baik berupa stimulasi atau merusak

kelenjar tiroid sendiri. Dua jenis antibodi yang menyebabkan masalah tiroid melalui merusak

sel protein yaitu thyroid peroxidase dan thyroglobulin. Pada pasien dengan anti thyroid

peroxidase positif dan atau anti thyroglobulin antibodi positif pada hipotiroidisme maka hal

ini mengindikasikan hasimoto tiroiditis. Sedangkan jika pada hipertiroidisme maka

mengindikasikan autoimun thyroiditis. Tes lain yang juga dapat digunakan yaitu radio uptake

iodine. Dimana meningkat jika terdapat hipertiroidisme dan menurun jika terdapat

hipotiroidisme.8

Pada kasus ini pasien didiagnosa SLE, karena terdapat kriteria ACR berupa atralgia ±

6 bulan SMRS pada daerah tangan, kaki dan lutut. Ruam malar dialami os dalam 2 bulan

ini. Riwayat fotosensitivitas dialami os dalam 2 bulan ini. alopesia dialami os dalam 2 bulan

ini. ANAtest 188,(N<20), ANTI ds-DNA 1119, urinalisa : P/R/B/U: +2/-/-/-. Sedimen urin :

E/L/Epitel/ Cast/Kristal : 3-6/5-10/1-2/-/-. Volume urin/24 jam 2000ml, protein urin 267

mg% (++), protein urin 24 jam 5340.

Sedangkan diagnosa hipertiroid pada pasien ini yaitu pada anamnese ditemukannya

excessive sweating, palpitasi (-), malaise dijumpai dan riwayat hipertiroid sebelumnya serta

mendapatkan terapi thyrozol. Laboratorium dijumpai, T3 Total 1,26 (N : 0,8-2), t4 Total 10,8

(7)

fokal di kedua lobus tiroid, ukuran dan bentuk dalam batas normal, tidak tampak pembesaran

KGB leher.

Penilaian aktivitas penyakit SLE

Perjalanan penyakit SLE yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi, memerlukan

pemantauan yang ketat akan aktivitas penyakitnya. Evaluasi aktivitas penyakit ini berguna

sebagai panduan dalam pemberian terapi. Indeks untuk menilai aktivitas penyakit seperti

SLEDAI, SLEDAI, SLAM, BILAG Score, dsb. Dianjurkan untuk menggunakan

MEX-SLEDAI atau MEX-SLEDAI. MEX-MEX-SLEDAI lebih mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer

yang jauh dari tersedianya fasilitas laboratorium canggih.3,4

Lihat lampiran berikut :

Berdasarkan tabel diatas maka nilai aktivitas SLE yaitu 10 yang terdiri dari nefritis

skor 6, artritis skor 2 dan gangguan mukokutaneus skor 2. Dan hal ini termasuk pada aktivitas

penyakit SLE berat. (skor <2 ringan, skor 2-5 sedang. Skor>5 berat). Gangguan tiroid

(8)

SLE dan antitiroid antibodi

Beberapa studi melaporkan bahwa antibodi antitiroid, antitiroid peroxidase (antiTPO,

anti microsomal0 atau anti tiroglobulin dapat ditemukan pada SLE. Pada 69 pasien SLE

diperoleh anti TPO sekitar 23,2%. Park dkk melaporkan 63 pasien SLE terdapat

antimicrosomal dan antitiroglobulin autoantibodi . Antibodi tiroid ditemukan 21 dari 45

pasien SLE di Cina. Dari 41 pasien SLE diperoleh 5 memiliki antitiroglobulin, 6 anti TPO

dan 10 pasien memiliki keduanya. Terdapat hubungan antara aktivitas SLE dengan antitiroid

antibodi. 5 dari 11 pasien SLE aktif memiliki antitiroglobulin atau anti TPO, sedangkan tidak

satupun dari 10 pasien SLE inaktif memiliki antitiroglobulin atau anti TPO. Pada sebuah

penelitian dilaporkan dari 29 pasien SLE di Jepang, 7 dari 24 pasien memiliki anti TPO, akan

tetapi tidak menunjukkan aktivitas inhibisi thiroid peroxidase. Hal ini berbeda dengan pasien

gangguan tiroid yang memiliki aktivitas inhibisi. Sebagai kesimpulan, prevalensi anti TPO,

khususnya antibodi antitiroglobulin meningkat pada SLE, dibandingkan dengan kontrol.

Meskipun aktivitas inhibisinya lebih kecil dibanding pada gangguan tiroid. 5,9,10

Namun pada kasus ini belum dilakukan pemeriksaan autoantibodi tiroid yaitu antimikrosomal

antibodi dan antitiroglobulin antibodi.

Terapi

Terapi SLE sedang sesuai dengan konsensus diagnosis dan penatalksanaan SLE dapat

dilihat pada gambar dibawah. Sedangkan penatalaksanaan hipertiroid meliputi pengurangan

gejala yaitu dengan penggunaan beta bloker dan penggunaan antitiroid yaitu metimazole atau

propiltiourasil (PTU). Terapi antitiroid dapat menghambat terbentuknya pasangan iodotirosin

pada tiroglobulin. Biasanya terjadi setelah 2-8 minggu serta aksi lain dari PTU yaitu

menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga dapat memperbaiki keadaan klinis

tirotoksikosis. Yang menjadi permasalahan adalah terapi SLE dengan hipertiroid dengan

thiamazole dan propiltiouracil dapat menginduksi terjadinya Lupus Erythematosus –Like

Syndrome dengan antinuclear positif dan anti double stranded DNA antibodi positif. Namun

masih belum banyak informasi mengenai hal ini. Menurut Porkodi R,dkk juga disebutkan

bahwa hipertiroid biasanya mendahului SLE, dan terapi antitiroid kemungkinan dapat

(9)

Pada kasus ini pasien diberikan diet ginjal 1700 kkal 30 gram protein, Inj

methylprednisolon 500 mg/iv/hari selama 3 hari, inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv, thyrozol tab

1x10 mg, captopril 2x6,25 mg, simvastatin 1x10 mg dan ditemukan perbaikan fungsi tiroid,

namun untuk SLE, kesan masih belum teratasi.

Kesimpulan

Pasien SLE memiliki prevalensi yang tinggi terhadap terjadinya gangguan tiroid

dibandingkan pada populasi normal. Hal ini dihubungkan dengan tingginya antibodi

antimicrosomal dan dan antibodi antihyroglobulin. Hubungan ini sulit diidentifikasi oleh

karena manifestasi klinis yang hampir sama khususnya pada tahap awal penyakit. Fungsi

tiroid dan antibodi TPO harus diperiksa pada profile imunologi SLE. Pada pasien dengan

risiko tinggi seperti perempuan, usia muda, kadar TSH tinggi dan anti TPO positif, fungsi

(10)

Tinjauan Pustaka

1. Garcia.M, Carrassco, Mendoza.C, Pinto, Zamora. A, Ustaran,et.al. Thyroid

disorders, hyperprolactinemia and SLE activity.International Journal of clinical

rheumatology(2014)9(5),441-447

2. P.D , Isenberg. DA.Autoimmune thyroid disease in systemic lupus erythematosus.

Ann Rheum;61:70-72

3. Diagnosis dan Penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Rekomendasi

perhimpunan reumatologi Indonesia

4. Suntoko B. Gambaran klinis dan diagnosis SLE: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalamedisi 6 Interna Publishing;2015.Hal 3351-3359

5. P.R, R.S, Mahesh.A, Kanakarani.P, Rukmangatharajan, C.P, Rajendran. Thyroid

disfunction in SLE and RA. J.Indian Rheumatol Assoc 2004 ;12:0-05

6. Tektonidou.M.G, Anapliatou M, lachoyiannapaulos.P, Moutsopoulos.H.M.

Presence of systemic autoimunne disorders in patients with autoimun thyroid

diseases. Ann Rheum Dis 2004;63:1159-1161

7. Zakeri Z, Sandooghi M. Thyroid disorder in Systemic Lupus Erythematosus

Patients in Shouteast Iran. Shiraz E-Medical Journal;2010;Vol.11.No:1

8. Bahn,R.S, Burch.H.B, Cooper.D.S, Garber. P.L, M.R, Montori.V.M,et.al.

Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: management guidelines of

the American Thyroid Association and American Association of clinical

endocrinologist.2011. vol17

9. Kakehasi .A.M, Dias. V.N, Duarte.J.E, Lanna.C.C.D, Carvalho.M.A.P. Thyroid

abnormalities in systemic lupus erythematosus: a study in 100 Brazilian patients.

Department of rheumatology. Rev Bras Reumatol,vol:46: 2006: 375-379

10.El Saadany. H, Elkhalik.M.A, Moustafa. T, Elbar.E.A. Thyroid dysfunction in

systemic lupus erythematosus and rheumatoid arthritis : its impact as a

cardiovascular risk factor. Elsevier B.V.on behalf of Egyptian Society for joint

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Ekspresi CD3 dan CD26 menurun dalam darah dan kultur limfosit T pada pasien SLE dibanding dengan kontrol, sedangkan aktivitas enzim CD26 pada kultur limfosit T pasien SLE lebih

Jika Dari hasil penelitian secara keseluruhan diperoleh nilai uptake yang sangat tinggi untuk pasien hipertiroid toksik dibandingkan dengan batas normal angka

Jika Dari hasil penelitian secara keseluruhan diperoleh nilai uptake yang sangat tinggi untuk pasien hipertiroid toksik dibandingkan dengan batas normal angka

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan pada Pasien Systemic Lupus Erythematosus (SLE) (Studi Kasus di Yayasan Lupus Indonesia Panggon Kupu Semarang Tahun

Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan pengobatan yang diberikan pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja obat yang diberikan lebih tinggi dosis dan selang

Terdapat perbedaan signifikan pola sidik jari pada jari I dexter pasien Lupus Eritematosus Sistemik (LES) dengan tangan orang normal yang mana frekuensi pola

Penderita SLE yang telah mengalami masa remisi lebih dari 6 bulan sebelum hamil mempunyai resiko 25% eksaserbasi pada masa hamil dibandingkan dengan bila masa remisi

Untuk memenuhi hal tersebut, pada penderita SLE diperlukan pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan berbagai alternatif berdasarkan pada teori Janis (dalam Janis &amp;