MAKALAH MAKALAH
SISTEM IMUNOLOGI & HEMATOLOGI
SISTEM IMUNOLOGI & HEMATOLOGI
LEUKIMIA LIMFOSITIK AKUT LEUKIMIA LIMFOSITIK AKUT Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah satu tugas mata kuliah SistemSistem Imunologi & Hematologi
Imunologi & Hematologi
Disusun Oleh : Disusun Oleh :
6.
6. Nada Anan Nada Anandada 7.
7. Rida DinniyahRida Dinniyah 8.
8. Riska OktavianiRiska Oktaviani 9.
9. Siti SeptiyaniSiti Septiyani 10.
10. Yana YulianaYana Yuliana 1.
1. Aldan RenaldiAldan Renaldi 2.
2. Asri SyahidaAsri Syahida 3.
3. Desyawati Lulu MDesyawati Lulu M 4.
4. Dini AprilianiDini Apriliani 5.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
CIMAHI
CIMAHI
2017
2017
KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sistem Imunologi dan hematologi. Kami berterima kasih kepada makalah tentang Sistem Imunologi dan hematologi. Kami berterima kasih kepada Ibu Ns. Windasari Aliarosa S.Kep.,Ners.,MAN selaku koordinator mata kuliah Ibu Ns. Windasari Aliarosa S.Kep.,Ners.,MAN selaku koordinator mata kuliah Sistem Sistem Imunologi dan hematologi.
Sistem Sistem Imunologi dan hematologi.
Kami sangat berharap makalah ini dapat
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambahberguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap a
berharap adanya kritik, sadanya kritik, saran dan usularan dan usulan demi perban demi perbaikan makalaikan makalah yang telah kah yang telah kamimi buat di masa y
buat di masa yang akan datang, ang akan datang, mengingat tidmengingat tidak ada sesuatak ada sesuatu yang sempuru yang sempurna tanpana tanpa saran yang membangun.
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami membacanya.Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Cimahi, Oktober 2017 Cimahi, Oktober 2017
Penyusun Penyusun
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
KATA
KATA PENGANTAPENGANTAR R ... .. ii DAFTAR
DAFTAR ISI ISI ... ... iiii BAB
BAB I I PENDAHULPENDAHULUAN UAN ... ... 11 A.
A. Latar Latar Belakang Belakang ... .. 11 B.
B. Rumusan Rumusan Masalah Masalah ... ... 22 C.
C. Tujuan Tujuan ... ... 22 BAB
BAB II II TINJAUAN TINJAUAN TEORI ...TEORI ... ... 44 A. A. Definisi Definisi ... ... 44 B. B. KlasifikasKlasifikasi i ... ... 44 C. C. Etiologi Etiologi ... ... 55 D.
D. ManifestasManifestasi i Klinis Klinis ... ... 66 E.
E. PatofisiologPatofisiologi i ... .. 99 F.
F. Pathway Pathway ... ... 1111 G.
G. PemeriksaaPemeriksaan n Diagnostik Diagnostik ... ... 1212 H.
H. PenatalaksaPenatalaksanaan naan ... ... 1212 I.
I. Asuhan Asuhan KeperawaKeperawatan tan ... ... 1515 BAB
BAB III III KASUS KASUS DAN DAN PERTANYAAPERTANYAAN ...N ... ... 2525 BAB
BAB IV IV TINJAUAN TINJAUAN KASUS KASUS ... ... 2424 “Asuhan Keperawatan pada Ny. X dengan Gangguan Sistem
“Asuhan Keperawatan pada Ny. X dengan Gangguan Sistem Imun dan Hematologi pada Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik Imun dan Hematologi pada Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik ( LES )
( LES )”” ... ... 2424 BAB
BAB V V PEMBAHASAPEMBAHASAN N ... ... 3737 BAB
BAB VI VI PENUTUP ..PENUTUP ... .. 4040 A.
A. Kesimpulan Kesimpulan ... ... 4040 B.
B. Saran Saran ... ... 4040 DAFTAR
BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A.
A. Latar BelakangLatar Belakang
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit inflamasi
inflamasi autoimun autoimun kronik, kronik, menyerang menyerang organ organ tubuh tubuh secara secara luas,luas, yang
yang menimbulkan menimbulkan manifestasi manifestasi klinik, klinik, perjalanan perjalanan penyakit, penyakit, dandan prognosis
prognosis yang yang sangat sangat beragam.Peberagam.Penyakit nyakit ini ini berhubungaberhubungan n dengandengan deposit
deposit autoantibodi autoantibodi dan dan kompleks kompleks imun sehingga imun sehingga menimbulkanmenimbulkan kerusakan
kerusakan jaringan. Etiologi jaringan. Etiologi dari dari LES LES belum belum diketahui pastidiketahui pasti namun diduga akibat adanya interaksi yang kompleks dan namun diduga akibat adanya interaksi yang kompleks dan multifaktor
multifaktorial ial antara antara variasi variasi genetik genetik dimana dimana faktor faktor ini ini berperananberperanan penting
penting dalam dalam predisposisi pepredisposisi penyakit LES dan fanyakit LES dan faktor lingkungaktor lingkungan.n. Prevalensi
Prevalensi LES LES di di berbagai berbagai Negara sangat Negara sangat bervariasi bervariasi antaraantara 2.9/100.000-400/1
2.9/100.000-400/100.000. 00.000. Di Di Amerika Amerika Serikat Serikat prevalensi prevalensi LESLES dilaporkan
dilaporkan 52 52 kasus kasus per per 100.000 100.000 penduduk. penduduk. Belum Belum terdapat terdapat datadata epidemiologi
epidemiologi LES LES yang yang mencakup mencakup semua semua wilayah wilayah Indonesia.Indonesia. Berdasarkan data pada tahun 2002 di RSUP Cipto Berdasarkan data pada tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta, didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan Mangunkusumo Jakarta, didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien
pasien di di poliklinik poliklinik ReumatologReumatologi i Penyakit Penyakit Dalam, Dalam, sementara sementara didi RS
RS Hasan Hasan Sadikin Sadikin Bandung Bandung adalah adalah 10,5% 10,5% selama selama tahun tahun 2010.LES2010.LES merupakan penyakit multisistem kronik yang lebih sering mengenai merupakan penyakit multisistem kronik yang lebih sering mengenai perempuan.
perempuan.
Manifestasi penyakit ini sangat bervariasi dan tidak bisa Manifestasi penyakit ini sangat bervariasi dan tidak bisa diprediksi,
diprediksi, tidak tidak hanya hanya mempengarumempengaruhi hi fungsi fungsi fisik fisik namun namun jugajuga fungsi
kerusakan organ secara kronik. Dikatakan bahwa sebanyak 70% pasien LES mengalami kerusakan organ pada follow up selama 10 tahun,kemudian penelitian lain menjelaskan bahwa sebanyak 32, 51, dan 68% opasien LES mengalami kerusakan organ pada follow up selama 1,5, dan 10 tahun. Serta disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat aktifitas penyakit maka resiko kerusakan organ dan kematian akan semakin meningkat.
Untuk penilaian aktifitas penyakit LES peneliti menggunakan The Mexican Version of Systemic Lupus Erythemathosus Activity Index (MEXSLEDAI) sementara untuk penilaian terhadap kerusakan organ menggunakan Systemic Lupus International Collaborating Clinics/American College of Rheumatology Damage Index (SLICC/ACR DI). Aktifitas penyakit LES digambarkan sebagai 10 variabel klinik utama dari 24 variabel yang sebenarnya, meliputi konfirmasi laboratorium, gangguan neurologi, gangguan ginjal,vaskulitis, Hb <12 g/dl, trombositopeni, miositis, artritis, gangguan mukokutan, serositis, demam, kelelahan, leukopenia dan limfopenia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) ?
2. Apa saja penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, penatalaksanaan, pencegahan, dan pemeriksaan diagnostik pada penyakit
Lupus Eritematosus Sistemik ( LES )?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit Lupus Eritematosus Sistemik ( LES )?
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem Sistem Imunologi dan Hematologi.
2. Untuk mengetahui definisi, penyebab, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway, penatalaksanaan, pencegahan, dan pemeriksaan diagnostik pada penyakit Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ).
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. ( Sudoyo Aru,dkk 2009 )
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh. (Albar, 2003)
Jadi dapat disimpulkan bahwa Lupus Eritematosus Sistemik adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan inflamasi pada berbagai organ yang
ada dalam tubuh.
B. Klasifikasi
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat. 1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan
(Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
3. Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan
sehingga memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000).
C. Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum diketahui. Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B 2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus : 1. Infeksi
2. Antibiotik
3. Sinar ultraviolet
4. Stress yang berlebihan 5. Obat-obatan yang tertentu 6. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan.
D. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling
menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil. 1. Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal, berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi.
Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris. 2. Gejala Integumen
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis. Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual. Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering
ditemui pada SLE. 3. Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi
serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.
4. Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
5. Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival dan adanya badan sitoid di retina
6. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.
7. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari
kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas. 8. Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil
mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
9. Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal, dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau thrombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.
E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya terjadi serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
Kerusaan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh yaitu :
1. Sel T dan sel B menjadi otoreaktif 2. Pembentukan sitokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain :
a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun sitokin dalam tubuh
b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
c. Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karena adanya mimikri molekuler.
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi-antibodi yang tersebut membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan/organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau
kerusakan jaringan.
F. Pathway
Sinar Ultra Violet
Apoptosis sel keratinosit
Perubahan struktur DNA
Dianggap sebagai antigen
Produksi antibody secara terus-menerus
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorim yang dilakukan terhadap pasien SLE adalah: 1. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)
2. Tes Anti dsDNA (double stranded) 3. Tes Antibodi anti-S (Smith)
4. Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin).
5. Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik) 6. Tes sel LE
7. Tes anti ssDNA (single stranded)
H. Penatalaksanaan 1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang baru terdiagnosis. Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus Nyeri Keletihan Sendi Terjadi artritis Kulit Ruam pada daerah malar Darah Hb menurun Penurunan suplay O2 Anemia Lemah Leukopenia Infeksi Gangguan citra tubuh Kerusakan integritas kulit Pembengkakan Aktivitas menurun Hambatan mobilitas fisik
diputuskan dulu apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat aktifitas autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain (Sukmana,2004):
a. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya kita harus mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan di samping pemberian obat ialah:
cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah gaya hidup. b. Hindari merokok
Walaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak wanita perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi, memperberat fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan pembuluh darah akibat bahan yang terkandung pada sigaret/rokok. c. Cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda dan hanya ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE khususnya dengan keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi.
d. Stres dan trauma fisik
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perubahan emosi dan trauma fisik dapat mempengaruhi sistem imun melalui: penurunan
menaikkan aktivitas sel NK ( Natural Killer ). Keadan stress tidak selalu mempengaruhi aktivasi penyakit, sedangkan trauma fisik dilaporkan tidak berhubungan dengan aktivasi SLE-nya. Umumnya beberapa peneliti sependapat bahwa stress dan trauma fisik sebaiknya dikurangi atau dihindari karena keadaan yang prima akan memperbaiki penyakitnya.
e. Diet
Tidak ada diet khusus yang diperlukan pasien LES, makanan yang berimbang dapat memperbaiki kondisi tubuh. Beberapa penelitian melaporkan bahwa minyak ikan ( fish oil ) yang mengandung eicosapentanoic acid dan docosahexanoic acid dapat menghambat agregasi trombosit, leukotrien dan 5-lipoxygenase di sel monosit dan polimorfonuklear. Sedangkan pada penderita dengan hiperkolesterol perlu pembatasan makanan agar kadar lipid kembali normal.
f. Sinar matahari (sinar ultra violet)
Seperti diketahui bahwa sinar ultra violet mempunyai tiga gelombang, dua dari tiga gelombang tersebut (320 dan 400 nm) berperan dalam proses fototoksik. Gelombang ini terpapar terutama pada pukul 10 pagi s/d pukul 3 sore, sehingga semua pasien SLE dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari pada waktu-waktu tersebut.
g. Kontrasepsi oral
Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan memperberat LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan penyakitnya. Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala atau tromboflebitis jangan menggunakan obat yang mengandung estrogen.
2. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul. Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum
penderita. Efek samping terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin serum secara berkala. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi.
Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar sunscreen topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA dan esternya, benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B atau steroid topikal berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon
asetonid. 3. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5 mg/kgBB/hari, sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :
a. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
b. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
c. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
d. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk mengendalikan gejala artritis.
e. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort ) atau triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
f. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria, seperti hidroksikolorokuin sulfat ( plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang membandel.
g. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus, faskulitis dan gangguan pada SSP.
(Kowalak, Welsh, Mayer . 2002).
I. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
a. Data Demografi b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
2) Riwayat Penyakit Sekarang 3) Riwayat Penyakit Terdahulu 4) Riwayat Kesehatan Keluarga c. Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d inflamasi dan kerusakan jaringan. b. Kerusakan integritas kulit b.d lesi pada kulit.
c. Hambatan Mobilitas fisik b.d defometas skeletal.
d. Gangguan citra tubuh b.d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang di akibatkan penyakit kronik.
e. Keletihan b.d peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
3. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa
Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Nyeri akut b.d inflamasi dan kerusakan NOC Pain Level Pain control NIC Paint management : 1. Lakukan pengkajian
jaringan Comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan). 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri. 3. Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5. Tanda vital dalam rentang normal. 6. Tidak mengalami gangguan tidur nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. 3. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan. 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri. 6. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan intervensi. 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin. 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……... 9. Tingkatkan istirahat. 10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
Kerusakan
integritas kulit b.d lesi pada kulit
NOC
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit.
3. Perfusi jaringan baik. 4. Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya sedera berulang. 5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami NIC Pressure Management 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar. 2. Hindari kerutan pada tempat tidur. 3. Jaga kebersihan
kulit agar tetap bersih dan kering. 4. Mobilisasi pasien
(ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan . 6. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah yang
tertekan . 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. 8. Monitor status nutrisi pasien. 9. Memandikan pasien dengan sabun dan
air hangat.
10. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan. Hambatan Mobilitas fisik b.d defometas skletal NOC : Joint Movement : Active. Mobility Level.
Self care : ADLs.
Transfer performance Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…. gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:
1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 4. Memperagakan
penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) NIC : Exercise therapy : ambulation 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan.
2. Konsultasikan
dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. 3. Bantu klien untuk
menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera. 4. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi.
5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi.
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan. 7. Dampingi dan
Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu
jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan Gangguan citra tubuh b.d perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang di akibatkan penyakit kronik NOC: Body image Self esteem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. gangguan body image
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Body image positif
NIC :
Body image
enhancement
1. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya. 2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya. 3. Jelaskan tentang
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal. 3. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh. 4. Mempertahankan interaksi sosial pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit. 4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya. 5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu. 6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil Keletihan b.d peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi NOC: Activity Tollerance Energy Conservation Nutritional Status: Energy
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. kelelahan pasien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Kemampuan aktivitas adekuat 2. Mempertahankan nutrisi adekuat 3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat NIC : Energy Management 1. Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, dispneu, diaphoresis, pucat, tekanan hemodinamik dan jumlah respirasi). 2. Monitor dan catat
pola dan jumlah tidur pasien.
4. Menggunakan tehnik energi konservasi
5. Mempertahankan interaksi sosial 6. Mengidentifikasi
faktor-faktor fisik dan psikologis yang menyebabkan kelelahan 7. Mempertahankan kemampuan untuk konsentrasi 3. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama bergerak dan
aktivitas.
4. Monitor intake nutrisi.
5. Monitor pemberian dan efek samping obat depresi. 6. Instruksikan pada pasien untuk mencatat tanda-tanda dan gejala kelelahan. 7. Ajarkan tehnik dan
manajemen aktivitas untuk mencegah kelelahan. 8. Jelaskan pada pasien hubungan kelelahan dengan proses penyakit. 9. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara meningkatkan intake makanan tinggi energi.
keluarga
mengekspresikan perasaannya.
11. Catat aktivitas yang dapat meningkatkan kelelahan. 12. Anjurkan pasien melakukan yang meningkatkan relaksasi (membaca, mendengarkan musik). 13. Tingkatkan pembatasan bedrest dan aktivitas. 14. Batasi stimulasi lingkungan untuk memfasilitasi relaksasi
BAB III
KASUS DAN PERTANYAAN
A. Kasus
Profile Klien :
Seorang perempuan, 20 tahun, mengeluhkan lemah seluruh badan, nyeri persendian, dan ruam. Pasien merasa tidak nyaman karena tidak dapat melanjutkan pekerjaannya sebagai penjaga pantai.pasien mengungkapkan bahwa ruam biasanya terjadi setelah dia bekerja dan ruam tersebut sangat mengganggu karena berada di daerah wajahnya. Pasien mengatakan bahwa nyeri sendi terasa bertambah dan berkurang di daerah tangan dan lutut. Pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini dia tidak bekerja di luar ruangan dan menyangkal telah menggunakan obat resep.
Studi kasus :
Dari hasil pemeriksaan fisik menunjukan pembengkakan di daerah sendi interphalangeal dan lutut. Sebuah ruam terdapat di daerah wajah yang terekspos sinar matahari, khususnya pada wajah bagian malar. Lymphadenopathy juga terdeteksi.
Tes laboratorium : Kimia darah : 1. Hgb = 10.0 g/dL 2. WBC = 3,000/dL 3. Platelet = 65,000/dL Urinalisis
2. Cellular cast = positif
Serologi
1. Antinuclear antibody = positive 2. Anti-ds DNA = positive
3. Anti-smith antibody = positive
4. C3dan C4complement level = positive
5. Antihistone antibody = negative
6. Rheumatoid factor (IgM anti – IgG antibodies) = negative 7. Serum CK =45 ng/dL
ELISA for borrelia Burgdorferi = negative
B. Kata Kunci
BAB IV
TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Ny. X Dengan Gangguan Sistem Imunologi dan Hematologi pada Lupus Eritematosus Sistemik ( LES )
Ruang perawatan :
- No MR/CM :
-Tanggal masuk RS : -Tanggal pengkajian :
-I. BIODATA
1. Nama pasien : Ny. X
Agama :
-Pendidikan :
-Suku/bangsa :
-Diagnosa medis : Lupus Eritematosus Sistemik ( LES )
Alamat :
-2. Nama penanggung jawab :
-II. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN 1. Keluhan Utama
Nyeri
2. Riwayat Kesehatan Sekarang a. Keluhan Utama
Seorang perempuan berumur 20 tahun mengeluh nyeri persendian. Nyeri nya terasa bertambah dan berkurang di dareah lengan dan
lutut.
b. Keluhan Penyerta
Klien mengeluh lemah di seluruh badan dan adanya ruam. Pasien juga mengatakan ruam biasanya terjadi setelah dia bekerja dan ruam tersebut sangat mengganggu karena berada di daerah wajahnya.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien menyangkal telah menggunakan obat resep. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga
-III. PSIKOSOSIAL & SPIRITUAL 1. Pengkajian Psikologis
2. Pengkajian Sosial
Klien mengatakan bahwa akhir-akhir ini dia tidak bekerja di luar ruangan.
4. Sistem Nilai Kepercayaan
IV. ACTIVITY DAILY LIVING (ADL)
-V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum dan Kesadaran
-2. Tanda-tanda Vital 3. Sistem Integumen
Terdapat sebuah ruam di daerah wajah yang terekspos sinar matahari, khususnya pada wajah bagian malar.
4. Sistem Muskuloskeletal
Ada pembengkakan di daerah sendi interphalangeal dan lutut. 5. Sistem Lymfatik
Terdeteksi adanya lymphadenopathy.
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG/LABORATORIUM 1. Kimia Darah a. Hb : 10,0 g/dL b. WBC : 3.000/dL c. Platelet : 65.000/dL 2. Urinalisis a. Protein : +3
b. Cellular cast : positif (+) 3. Serologi
a. Antinuclear antibody : positif (+)
b. Anti-ds DNA : positif (+)
c. Anti-smith antibody : positif (+) d. C3 dan C4 complement level : decreased
f. Serum CK : 45 ng/dL
g. Rheumatoid factor (IgM anti – IgG antibodies : negative (-) 4. ELISA for Borrelia Burgdorferi : negative (-)
VII.THERAPI MEDIS
-VIII. ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Ds :
Klien mengeluh lemah seluruh badan.
Do :
1. Hb 10,0 g/dL
Sinar Ultra Violet
Apoptosis sel keratinosit
Perubahan struktur DNA
Dianggap sebagai antigen
Produksi antibody secara terus-menerus
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Inflamasi
Darah
Hb menurun
Penurunan suplay O2
Anemia
Lemah
2. Ds :
Klien mengatakan nyeri persendian yang terasa bertambah dan berkurang di daerah
tangan dan lutut.
Do :
1. Pembengkakan di daerah sendi interphalangeal dan lutut.
Sinar Ultra Violet
Apoptosis sel keratinosit
Perubahan struktur DNA
Dianggap sebagai antigen
Produksi antibody secara terus-menerus
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Inflamasi Sendi Terjadi artritis Nyeri Nyeri Keletihan
3. Ds :
Klien mengatakan adanya ruam di daerah wajahnya. Do : 1. Ruam di bagian malar yang terekspos matahari.
Sinar Ultra Violet
Apoptosis sel keratinosit
Perubahan struktur DNA
Dianggap sebagai antigen
Produksi antibody secara terus-menerus
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Inflamasi
Kulit
Ruam pada daerah malar
Kerusakan integritas kulit
4. Ds :
-Do :
1. WBC 2,4 g/dL
Sinar Ultra Violet
Apoptosis sel keratinosit
Perubahan struktur DNA
Dianggap sebagai antigen
Produksi antibody secara terus-menerus
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Inflamasi Darah Leukopenia Infeksi 5. Ds : Klien mengatakan nyeri persendian yang terasa bertambah dan berkurang di daerah
tangan dan lutut.
Do :
1. Pembengkakan di daerah sendi
Sinar Ultra Violet
Apoptosis sel keratinosit
Perubahan struktur DNA
Dianggap sebagai antigen
Produksi antibody secara terus-menerus
Hambatan mobilitas fisik Infeksi
dan lutut. Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Inflamasi Sendi Terjadi artritis Pembengkakan Aktivitas menurun 7. Ds : Klien mengatakan adanya ruam di daerah wajahnya dan merasa tidak nyaman karena
tidak dapat melanjutkan pekerjaannya sebagai penjaga pantai. Do : 1. Ruam di bagian malar yang terekspos matahari.
Sinar Ultra Violet
Apoptosis sel keratinosit
Perubahan struktur DNA
Dianggap sebagai antigen
Produksi antibody secara terus-menerus
Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jaringan)
Inflamasi
Gangguan citra tubuh
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder (leukopenia). 2. Nyeri b.d inflamasi dan kerusakan jaringan.
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan rentang gerak, rasa nyeri. 4. Kerusakan integritas kulit b.d lesi pada kulit..
5. Keletihan b.d peningkatan aktivitas penyakit.
6. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada struktur kulit (proses penyakit SLE).
X. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN No.
Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Tupen: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pertahanan sekunder kuat. Dengan KH:
1. Pantau suhu dengan teliti. 2. Anjurkan pengunjung dan petugas RS menggunakan teknik mencuci tangan 1. Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi. 2. Untuk meminimalkan pajanan pada organisme efektif. 2. Umur klien 20 tahun Kulit
Ruam pada daerah malar
1. Tidak ada bengkak Tupan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada infeksi.
dengan baik.
3. Gunakan teknik aseptik yang normal untuk semua prosedur invasive. 4. Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik. 3. Untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan infeksi. 4. Diberikan sebagai profiltik atau mengobati infeksi khusus. 2 Tupen : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam tidak ada proses inflamasi. Dengan KH : 1. Nyeri berkurang/hiang 2. Skala nyeri 0-10 Tupan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam nyeri teratasi.
1. Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10.
2. Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kualitas, frekuensi dan durasi 3. Ajarkan pasien teknik
distraksi dan relaksasi untuk meredakan nyeri.
4. Berikan analgesik sesuai yang telah diresepkan untuk meningkatkan
peredaan nyeri yang optimal. 1. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan. 2. Membantu menyesuaikan nyeri dan peredaan nyeri.
3. Strategi ini sejalan dengan analgesik dapat menghasilkan peredaan yang lebih
efekif.
4. Analgesik ebih efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri.
3 Tupen :
Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam tidak ada penurunan aktivitas dengan KH: 1. Ada peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit. 2. Mampu mendemonstrasi kan aktivitas yang memungkinkan dilakukannya Tupan: Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam Hambatan mobilitas fisik teratasi. 1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
2. Berikan/ bantu untuk latihan rentang gerak.
3. Bantu pasien dalam program latihan dan penggunaan alat
mobilisasi.
4. Tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan. 1. Mengidentifikasi kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan. 2. Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi/ posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis. 3. Proses penyembuhan yang lambat seringakali menyertai trauma kepala dan pemulihan fisik merupakan bagian yang sangat penting. 4. Keterlibatan pasien dalam program latihan sangat penting untuk meningkatkan kerja sama atau keberhasilan
program.
4 Tupen :
setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam tidak ada lesi. dengan kriteria hasil : 4. Hb, normal 5. Platelets Normal 6. WBC Normal Tupan : Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam kerusakan integritas kulit teratasi.
1. Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi.
2. Ubah posisi secara priodik dan pijat permukaan tulang bila
pasien tidak
bergerak/ditempat tidur.
3. Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih batasi penggunaan sabun.
4. Bantu untuk latihan
rentan gerak pasif/aktif. 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak. 2. Meningkatkan sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia jaringan/mempenga ruhi hipoksia seluler. 3. Area lembab terkotaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat meringkan kulit secara berlebihan dan menngkatkan iritasi. 4. Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
5 Tupen : Setelah dilakukan asuhan keperaatan selama 1x24 jam tidak terjadi peningkatan aktivitas penyakit, dengan kriteria hasil : 1. Tidak terjadi fatique. 2. Klien dapat mempertahanka n /meningkatkan ambulasi/aktivit as. Tupan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi keletihan. 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat fisik. 2. Monitor gaya berjalan, keseimbangan dan level kelelahan yang dapat memungkinkan pasien untuk cidera. 3. Ciptakan lingkungan
yang aman untuk pasien. 4. Bantu ambulasi dalam aktivitas 1. Menentukan kebutuhan pasien terhadap keamanan dan menentukan intervensi yang tepat. 2. menentukan intervensi yang tepat untuk pasien.
3. Mencegah terjadinya resiko cidera. 4. Membantu mencegah terjadinya resiko cidera. 6 Tupen: Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam tidak ada perubahan struktur kulit dengan KH:
1. Monitor frekuensi
kalimat yang
mengkritik diri sendiri.
2. Bantu klien untuk mengenali tindakan
yang akan
1. Untuk mengetahui seberapa besar klien mampu menerima keadaan dirinya. 2. Untuk
meningkatkan percaya diri klien.
1. Puas dengan penampilan tubuh (skala 4 dari 1 – 5) 2. Mampu menyesuaikan dengan perubahan fungsi tubuh (skala 4 dari 1 – 5) Tupan: Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam Gangguan Citra Tubuh teratasi. meningkatkan penampilannya. 3. Fasilitasi hubungan klien dengan individu yang mengalami perubahan citra tubuh
yang serupa.
4. Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia untuk klien.
5. Anjurkan klien untuk menilai kekuatan pribadinya.
6. Anjurkan kontak mata dalam berkomunikasi dengan orang lain. 7. Fasilitasi lingkungan
dan aktifitas yang akan meningkatkan harga diri klien.
8. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu dengan tepat.
3. Untuk
meningkatkan
percaya diri dan semangat klien.
4. Untuk mengetahui kekuatan pribadi klien.
5. Agar klien tahu seberapa kekuatan pribadinya.
6. Agar klien lebih percaya diri.
7. Agar klien bisa melakukan
aktivitas.
8. Memantau kondisi klien.
BAB V PEMBAHASAN
Dari kasus di atas dapat disimpulkan bahwa klien memiliki diagnosa medis SLE (Sistemik Lupus Eritematosus). Karena terdapat kesamaan yang muncul dalam manifestasi klinis anatara manifestasi yang ada di terori dengan yang muncul pada kasus yaitu adanya ruam malar, fotosensitifitas, arthritis, proteuneria, leukopeni, trombositopeni, anemia, nyeri sendi, dan adanya Antibody antinuclear positif. Selain itu juga karena penyakit ini sering di derita oleh wanita dibandingkan pria karena adanya pengaruh hormon estrogen.
Pada diagnosa keperawatan menurut NANDA NIC-NOC tahun 2015 masalah yang lazim muncul adalah :
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. 3. Kerusakan inegritas kulit b.d lesi pada kulit. 4. Hambatan mobilitas fisik b.d defometas skeletal. 5. Nyeri akut b.d inflamasi dan kerusakan jaringan.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. 7. Retensi urine b.d inhibisi arkus refleks.
8. Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit), ketidakadekuatan pertahanan sekunder (leukopeni).
9. Resiko penurunan perfusi jaringan otak b.d penurunan suplai O2 keotak
(hipoksia).
10. Keletihan b.d peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
11. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada struktur kulit (proses penyakit SLE).
12. Ansietas b.d penularan penyakit interpersonal, perubahan dalam status kesehatan dan lingkungan.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus adalah sebagai beikut :
1. Infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder (leukopenia).
Mengapa kami mengambil diagnosa infeksi bukan resiko infeksi karena lupus sendiri merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan inflamasi, maka dari itu kami mengambil daignosa infeksi karena memang sudah terinfeksi ditandai dengan nilai WBC yang menurun dan adanya lymphadenopathy atau pembesaran kelenjar getah bening.
2. Nyeri b.d inflamasi dan kerusakan jaringan.
Mengapa kami mengambil diagnosa ini karena nyeri pada sendi memang merupakan salah satu manifestasi penyakit SLE ini dan dalam kasus pun terdapat tanda-tanda yang memberatkan kami mengambil diagnosa ini yaitu adanya nyeri persendian. Nyeri nya terasa bertambah dan berkurang di daerah lengan dan lutut.
Mengapa kami mengambil diagnosa ini karena adanya nyeri dan peradangan pada daerah sendi yang mana dapat menyebabkan klien memeiliki
keterbatasan bergerak. Ditandai dengan pembengkakan di daerah sendi interphalangeal dan lutut.
4. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan fungsi barier kulit.
Mengapa kami mengambil diagnosa ini karena adanya ruam pada wajah bagian malar klien.
5. Keletihan b.d peningkatan aktivitas penyakit.
Mengapa kami mengambil diagnosa ini karena adanya penurunan Hb pada pemeriksaan lab. Klien yang dapat menyebabkan klien anemia dan
mengelami kelelahan.
6. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada struktur kulit (proses penyakit SLE).
Mengapa kami mengambil diagnosa ini karena adanya ruam pada wajah bagian malar klien yang mana membuat klien merasa tidak nyaman dan klien
tidak bisa lagi bekerja sebagai penjaga pantai. Dan klien berusia 20 tahun yang mana itu adalah masa dimana citra tubuh merupakan hal yang penting apalagi klien seorang wanita.
Dapat dilihat tidak terdapat banyak perbedaan antara diagnosa keperawatan pada teori dengan kasus, dalam terori ada 12 diagnosa sedangkan diagnosa yang muncul pada kasus hanya 6 diagnosa, karena pada kasus klien tidak terlihat memiliki tanda-tanda adanya gangguan pada organ paru, jantung, saraf, ginjal maupun organ lainnya. Ditambah lagi tidak terdapat data-data yang menunjang yang dapat kita ambil sebagai diagnosa keperawatan.
BAB VI PENUTUP
Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Sampai saat ini penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum diketahui. Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus Eritematosus). Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
1. Infeksi 2. Antibiotik 3. Sinar ultraviolet
4. Stress yang berlebihan 5. Obat-obatan yang tertentu
6. Hormon 7. Jenis kelamin
Manifestasi klinis penyakit Ini sangat beragam dan seringkalu pada keadaan awal tidak dikenali sebagai LES manifestasi Yg sering muncul ruam malar, ruam discoid, fotosensitifitas, arthritis, kelainan ginjal, kelainan imunologis, antibody nuclear positif. Pada pada penyakit ini di lakukan pemeriksan khusus yaitu Tes Anti dsDNA (double stranded)Tes Antibodi
anti-S (Smith) Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin). Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik) Tes sel LE Tes anti ssDNA (single stranded). Sehingga pasien dapat di diagnosa dengan penyakit leukimia.
Pada klien dengan penyakit lupus ini perlu penanganan khusus. Pada pasien lupus sebaiknya menghindari aktivitas berlebih karena pada pasien lupus tidak boleh kelelahan, hindari stres dan merokok, diet nutrisi yang baik, dan hindari paparan langsung sinar matahari.