PERANAN KH. ABDUL HALIM DALAM ORGANISASI
PERSYARIKATAN OELAMA (1917-1939 M)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh
Sitti Nur Rofiqoh
NIM: A82212161
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
x
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Peranan KH. Abdul Halim Dalam Organisasi
Persyarikatan Oelama (1917-1939 M)” mengkaji tentang peranan seorang
ulama dalam pembaharuan pendidikan di Majalengka. Adapun fokus
penelitian yang dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah (1) Siapakah KH. Abdul Halim? (2) Bagaimana peranan KH. Abdul Halim dalam organisasi Persyarikatan Oelama?.
Untuk menjawab permasalah tersebut, penulis menggunakan metode sejarah dengan tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan historis. Selain itu penulis juga menggunakan teori kepemimpinan kharismatik oleh Max Weber.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) KH. Abdul Halim merupakan seorang ulama yang lahir di Majalengka pada 26 Juni 1887 dan meninggal pada 7 Mei 1962. Selain itu KH. Abdul Halim juga seorang pemimpin organisasi Persyarikatan Oelama yang bergerak dalam bidang sosial pendidikan. (2) Melalui Persyarikatan Oelama, KH. Abdul Halim
berhasil memadukan sistem pendidikan pesantren tradisional dengan
pendidikan modern. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh KH. Abdul
Halim meliputi delapan bidang yang disebut dengan Islah al-Tsamaniyah
xi
ABSTRACT
This thesis entitled “The role of KH. Abdul Halim in Persyarikatan
Oelama organization (1917-1939 M)”, investigating the role of ulama in pioneering educational rise in Majalengka. This research focused on two things; (1) Who is KH. Abdul Halim? (2) What is the role of KH. Abdul Halim in the Persyarikatan Oelama organization?.
In order to answer those problems, the researcher used historical method for stages heuristic, criticism, interpretation and historiography. The author used historical approach and the theory of charismatic leadership roles and theories of Max Weber.
The result of this study stated that; (1) KH. Abdul Halim is an ulama who was born in Majalengka on June 26, 1887 and died on May 7, 1962. He was recognized as National Hero regarding to his great dedications to the state. He was also the leader in Persyarikatan Oelama organization which engaged in social education. (2) KH. Abdul Halim was successfully combined
traditional pesantren education system with modern education. The
undertaken steps of KH. Abdul Halim involved eight field called Islah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
PERNYATAAN KEASLIAN... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv
TRANSLITERASI ... v
MOTTO ...vi
PERSEMBAHAN...vii
KATA PENGANTAR ...viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI...xii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Kegunaan Penelitian... 4
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritis... 5
F. Penelitian Terdahulu ... 7
G. Metode Penelitian... 8
BAB II: KH. ABDUL HALIM; PENDIRI PERSYARIKATAN OELAMA
A. Biografi KH. Abdul Halim... 14
B. Pendidikan dan Karir KH. Abdul Halim... 15
C. Pemikiran dan Karya-karya KH. Abdul Halim ... 22
BAB III: GERAKAN PEMBAHARU DI BIDANG PENDIDIKAN
A. Latar Belakang Berdirinya Persyarikatan Oelama ... 30
B. Tujuan Berdirinya Persyarikatan Oelama ... 40
C. Usaha-usaha Pembaharuan Pendidikan... 41
BAB IV: PERANAN KH. ABDUL HALIM DALAM PERSYARIKATAN
OELAMA
A. Peranan di Bidang Ekonomi... 48
B. Peranan di Bidang Pendidikan ... 53
C. Peranan di Bidang Sosial... 71
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan... 74
B. Saran... 75
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebelum munculnya gerakan modern Islam di Indonesia, umat Islam
Indonesia telah menghadapi berbagai masalah hampir di segala bidang. Dalam
bidang pendidikan, umat Islam dihadapkan pada adanya dualisme sistem
pendidikan, yaitu sistem pendidikan sekolah yang bersifat sekuler yang dikelola
oleh pemerintahan kolonial Belanda, serta sistem pendidikan pesantren yang
masih bersifat tradisional.
1Kedua sistem ini masih perlu penyempurnaan baik isi
maupun pengelolaannya.
Sedangkan dalam bidang-bidang aqidah dan ibadah, umat Islam
dihadapkan pada masalah-
masalah berkembangnya bid’ah, tahayul dan khurafat
yang disebabkan karena adanya sinkritisasi antara Islam dengan budaya setempat.
Lain halnya dengan bidang pemikiran umat Islam pada umumnya berpendapat
bahwa pintu ijtihad tertutup dan salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan
cara bersikap taqlid dan menganut pada salah satu madzab.
2Dalam bidang politik budaya, kehidupan umat Islam diwarnai oleh
semakin gencarnya proses kristenisasi dan weternisasi, adanya dominasi politik
oleh pemerintahan kolonial Belanda. Umumnya umat Islam terjebak dengan pola
1
Karel A. Steenbrink,Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia abad ke 19(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984), 159.
2
2
kehidupan yang menutup diri dari perkembangan yang ada, sehingga muncul
kecenderungan untuk melestarikan tradisi-tradisi tertentu.
3Sementara itu pada awal abad ke 19 M, muncul perkembangan baru di
kalangan umat Islam Indonesia dengan semakin meningkatnya jumlah jamaah haji
dan jumlah para pelajar yang menimba ilmu di pusat-pusat studi Islam di Timur
Tengah.
4Hal ini memungkinkan mereka untuk dapat mempelajari Islam lebih
luas, termasuk mengkaji ide-ide pembaharuan yang sedang berkembang di Timur
Tengah.
Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar
kepada gerakan
kebangkitan Islam di
Indonesia untuk bangkit dari
keterjajahannya. Bermula dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam di
Minangkabau yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh
masyarakat Arab di Indonesia.
Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi
sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo
(1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persyarikatan Oelama di
Majalengka, Jawa Barat (1917), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920),
Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya 1926, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah
(Perti) di Candung, Bukittinggi (1930), dan partai-partai politik, seperti Sarekat
Islam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia
(Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan dari perluasan dari
organisasi pendidikan Thawalib dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938.
3
Aqib Suminto,Politik Islam Hindia Belanda(Jakarta: LP3ES, 1996), 9.
4
3
Sebagaimana tersebut di atas, memasuki akhir abad ke 19 M dan awal
abad ke 20 M terjadi pembaruan Islam di Indonesia. Menurut Deliar Noer,
pembaruan tersebut merupakan jawaban atas berbagai krisis yang dihadapi umat
Islam pada saat itu.
5Hal itu seperti terlihat pada munculnya penetrasi dan
semangat umat Islam untuk merdeka, karena umat Islam ketika takluk di bawah
kekuasaan dan cengkraman Negara Eropa, mengalami kemerosotan dan
kemunduran dalam berbagai bidang. Terutama dalam bidang politik, sosial,
ekonomi serta bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Ketika KH. Abdul Halim kembali dari Mekkah tahun 1911, pergerakan
nasional mulai tumbuh sebagai bentuk perlawanan terhadap Pemerintah Hindia
Belanda. Gemuruh pergerakan nasional pun ikut memancing KH. Abdul Halim
untuk mengambil bagian dalam episode perjuangan bangsa tersebut. Beliau mulai
memikirkan kondisi masyarakat kolonial yang tidak seimbang sehingga berusaha
untuk memperbaikinya.
KH. Abdul Halim memperbaiki hal tersebut dengan mendirikan
Hayatul
Qulub
(kehidupan hati).
6Organisasi pertama yang didirikan KH. Abdul Halim ini,
tidak jauh berbeda seperti koperasi simpan pinjam. Meskipun bidang garapan
utamanya adalah ekonomi, namun
Hayatul Qulub
pun bergerak juga di bidang
pendidikan.
Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk meneliti KH. Abdul Halim
karena beliau dapat merubah sistem pendidikan dan ekonomi di Majalengka.
Dengan menerapkan sistem pendidikan yang cukup maju dengan meninggalkan
5
Deliar Noer,Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942(Jakarta: LP3ES, 1980), 38.
6
4
sistem lama yang memakai
halaqah
7dan menggantinya dengan sistem kelas serta
menyusun kurikulum baru. Tidak hanya diberi ilmu pengetahuan agama dan ilmu
pengetahuan umum saja, tetapi juga dengan keterampilan. Kemudian beliau
menerapkan sistem tanam saham untuk menampung sumber dana guna
menghidupi organisasi-organisasi yang dinaunginya. Perpaduan antara pendidikan
dan ekonomi menjadi dasar pemikiran KH. Abdul Halim dalam organisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah KH. Abdul Halim?
2. Bagaimana peranan KH. Abdul dalam organisasi Persyarikatan Oelama?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang diharapkan dalam penelitian
skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui biografi KH. Abdul Halim.
2. Mengetahui peran KH. Abdul Halim dalam organisasi Persyarikatan Oelama.
D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk menambah koleksi perpustakaan umum dan perpustakaan Fakultas Adab
khususnya yang terkait dengan tokoh Islam.
2. Untuk memperkaya khazanah pemikiran Islam bagi penulis khususnya. Juga
berharap bisa memberikan pengetahuan serta pemikiran yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu khususnya yang berkaitan dengan tokoh pembaharuan
Islam di Indonesia.
7
5
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Dalam pendekatan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan historis.
8Pendekatan ini di gunakan untuk mendapatkan penjelasan secara deskriptif dan
analitis tentang peranan KH. Abdul Halim bagi perkembangan Persyarikatan
Oelama, disamping menjelaskan biografi KH. Abdul Halim, termasuk juga latar
belakang berdirinya Persyarikatan Oelama dan perkembangan ekonomi, dakwah,
pendidikan dan sosial budaya.
Mengingat penulisan skripsi ini membicarakan tentang peranan seorang
tokoh ulama dalam hal ini KH. Abdul Halim, maka akan digunakan konsep teori
kepemimpinan kharismatik dari Max Weber. Karena posisi kyai adalah figur
teladan dan rujukan dalam penyelesaian keagamaan. Kyai juga adalah panutan
para santrinya dan masyarakat sekitar. Ini merupakan posisi strategis dan berperan
besar pada pengembangan masyarakat.
Dalam hal ini, menurut Max Weber kepemimpinan kharismatik itu
diyakini sebagai kepemimpinan yang dibangun diatas landasan keyakinan
orang-orang akan kesakralan sang pemimpin yang tak boleh dipertayakan. Termasuk
yang diyakini dalam kesakralan itu adalah kemampuan sang pemimpin
mengetahui segala-galanya atas perikehidupan dari mereka yang dipimpin,
sehingga ia sangat disegani dan dihargai oleh masyarakat.
9Dalam sosiologi, kata elite lazim didefinisikan sebagai anggota suatu
kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani, dihormati, kaya serta
8
Sartono Kartodirdjo,Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 120.
9
6
berkuasa, strata, memiliki kemampuan mengendalikan aktifitas perekonomian dan
sangat dominan mempengaruhi proses pengembalian keputusan-keputusan
penting. Itulah sebabnya, mudah dimengerti apabila dalam banyak hal kelompok
elite tidak hanya ditempatkan sebagai pemberi legitimasi, tetapi lebih dari itu
mereka adalah penutan sikap dan acuan tindakan, serta senantiasa diharapkan
dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama.
10Seperti pokok pikiran Vilfredo Pareto adalah bahwa orang dalam
kodratnya sesungguhnya bukan hanya berbeda secara fisik, melainkan juga secara
inteletual. Kata Pareto, dalam semua lingkungan atau aktivitas kehidupan
(ekonomi, politi, pendidikan, kesenian dsb) selalu ditemukan sejumlah orang yang
memiliki kepandaian dan kemampuan istimewa. Mereka bukan hanya memiliki
motifasi tinggi dalam usaha mengajar dan mencapai kebutuhan hidup, melainkan
juga pandai sekali membaca situasi serta sangat cermat menganti sipasi keadaan.
Pareto berpandangan bahwa elite politik merupakan unsur yang selalu ada di
dalam masyarakat, tentu masyarakat tanpa kelas seperti digagas oelh Karl Marx
tidak akan pernah terwujud.
Definisi elite politik ditegaskan kembali oleh Surbakti, dimana elite politik
dalam hubungannya dengan keputusan kolektif melalui rumusan sebagai
sekelompok kecil orang yang mempengaruh besar dalam pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik.
11Peran elite kyai menjadi sangat signifikan
sebagai
institutional builder
atau pendorong pengembangan institusi politik
dengan aktivitas yang terkonsentrasi pada sistem internal partai.
10
Nurul Azizah,Artikulasi Politik Santri dari Kyai menjadi Bupati(Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2013), 63.
11
7
Kekuasaan dan sumber kekuasaan yang melekat pada diri seorang elite
kyai akan menjadi baik jika tertransformasi sebagai kekuatan institusi yang pada
gilirannya menjadi sarana percepatan demokratisasi di aras Nasional maupun di
aras lokal melalui implementasi otonomi daerah.
12Dengan kelebihan mobilitas
dan kemampuan agama yang dimiliki, figur kyai diharapkan dapat memberikan
perubahan pada organisasi pemerintahan yang selama ini dinilai tidak berhasil dan
mengecewakan. Asumsi ini dapat dipakai pada kepemimpinan KH. Abdul Halim,
terutama perannya dalam Persyarikatan Oelama.
F.Penelitian Terdahulu
Penelitian belum menemukan tulisan ilmiah yang memfokuskan kajian
tentang
“P
eranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan Oelama
(1917-1939 M
)”
. Penulisan-penulisan terdahulu antara lain:
1. Oop Sofiah Faza. Skripsi
“
Persatuan Umat Islam (PUI) Majalemgka (Studi
tentang perkembangan organisasi kemasyarakatan Islam di Majalengka tahun
1952-1990)
”
. Jurusan Sejarah, Fakultas Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN
Surabaya 1996. Penelitian ini mengkaji akan kegiatan dan perkembangan
masyarakat Persatuan Umat Islam di Majalengka.
2. Yasir Amrullah.
“
Sejarah Perkembangan Persatuan Ummat Islam
(1989-1999)
”
. Jurusan Sejarah, Fakultas Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta 2010. Penelitian ini hanya mengkaji tentang berdirinya
Persatuan Ummat Islam dan aktifitasnya.
12
8
3. Drs. H. Wawan Hernawan, M.Ag.
“
Persjarikatan Oelama dan Al-Ittihadijatoel
Islamijjah: Analisis Historis Organisasi Cikal Bakal Persatuan Ummat Islam
(1911-1952)
”
.
Lembaga Penelitian UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2013.
Penelitian ini mengkaji perbandingan KH. Abdul Halim Persyarikatan Oelama
dengan KH. A. Sanusi Al-Ittihadijatoel Islamijjah.
4. Penulis juga menemukan buku yang membahas tentang judul tersebut yakni
buku yang berjudul
“
Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim
”. Karangan
Miftahul Falah. Buku ini berisi tentang perjalanan hidup KH. Abdul Halim.
G. Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
penelitian sejarah atau disebut juga dengan metode sejarah yang berarti jalan, cara
atau petunjuk teknis dalam melakukan proses penelitian. Metode sejarah dalam
pengertian umum adalah suatu penyelidikan suatu permasalahan dengan
mengaplikasikan jalan pemecahannya dari pandangan historis.
13Dalam melakukan penelitian ilmiah, metode mempunyai peran yang
sangat penting. Oleh karena itu penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan
kualitatif dan jenis penelitian deskriptif analitis, yaitu memberikan gambaran dan
menganalisis mengenai individu, keadaaan, gejala atau kelompok tertentu.
14Secara umum sejarah merupakan proses penyajian dan analisis sumber atau
laporan dari masa lampau secara kritis.
Selain itu penulis juga menggunakan metode penelitian komparatif
analisis, yang mana dalam metode ini penulis mengumpulkan data dari semua
13
Dudung Abdurrahman,Metodologi Penelitian Sejarah(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 53.
14
9
kejadian untuk mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat dengan
menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu.
Dalam hal ini penulis melakukan sebuah penelusuran buku atau
kepustakaan untuk mengetahui dan mengidentifikasi dari berbagai sumber untuk
menghasilkan suatu gambaran jelas mengenai sejarah berdirinya serta
perkembangannya dari masa kemasa. Selain itu akan menganalisa
pemikiran-pemikiran serta ide atau gagasan-gagasan yang diusung oleh KH. Abdul Halim
tersebut yang berhubungan dengan Persyarikatan Oelama.
Langkah-langkah penelitian tersebut sebagai berikut:
1.
Heuristik
Pada tahap heuristik ini yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan sumber-sumber, data-data atau jejak sejarah.
15Data yang
digunakan peneliti ini adalah data yang diperoleh dari sumber tertulis.
16Sumber data yang tertulis meliputi foto arsip, surat, buku dan majalah karya
KH. Abdul Halim yang berada di Desa Pasirayu, Kecamatan Sukahaji,
Kabupaten Majalengka.
15
Lilik Zulaicha, Laporan Penelitian: Metodologi Sejarah 1 (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2005), 16.
16
10
Adapun pada penelitian ini, sumber yang digunakan dibagi dalam
dua kategori, yakni:
a. Sumber Primer
Dalam penelitian ini sumber primer, yakni data yang paling pokok atau
utama sebagai sumber pengungat sejarah. Sejarah tanpa ada sumber ini
maka perlu dipertanyakan lagi keautentikan sejarah tersebut. Hal ini peneliti
mengumpulkan beberapa sumber utama:
1) Arsip
Rechtspersoon
(Pengesahan Pemerintah) No. 43 pada tanggal 21
Desember 1917 dari Gubernur Jendral J.P. Graaf van Limburg Stirum,
atas keberadaan Persyarikatan Oelama diterima oleh KH. Abdul Halim.
2) Arsip mengenai identitas KH. Abdul Halim.
3) Arsip tentang Kongres IX Persyarikatan Oelama tahun 1931.
4) Karya-karya tulis beliau seperti:
a)
Soeara P.O
pada tahun 1931.
b) Tentang tujuan pendidikan di Santi Asromo pada tahun 1932.
c)
As-Sjoera
pada tahun 1935.
d)
Economie dan Cooperatie dalam Islam
pada tahun 1936.
e)
Risalah Penoendjoek bagi sekalian Menoesia
pada tahun 1938.
b. Sumber Sekunder
Untuk mendukung penelitian ini penulis menggunakan sumber
sekunder, seperti buku-buku sejarah maupun referensi lain yang
menyangkut atau mempunyai metode yang sama dengan judul yang
11
2.
Kritik Sumber
Setelah sumber-sumber ditemukan, maka sumber-sumber itu diisi dengan
kritik yaitu suatu metode untuk menilai sumber-sumber yang dibutuhkan guna
mengadakan penulisan sejarah.
17Dalam proses metode sejarah terdapat dua
konsep kritik terhadap sumber yaitu: Peneliti melakukan kritik intern dalam
data yang diperoleh dan dipadukan dengan data yang diperoleh di Museum Sri
Baduga Jawa Barat. Untuk memperoleh keabsahan data. Selanjutnya
melakukan Kritik ekstern yang dilakukan peneliti untuk menunjang nilai
keabsahan data yang diperoleh dengan dokumen lain yang berisikan tentang
KH. Abdul Halim pada tahun 1931-1936.
3.
Interpretasi
Dalam hal ini, data yang terkumpul dibandingkan kemudian disimpulkan.
Penafsiran terhadap data, dilakukan supaya dapat mengetahui keaslian naskah
dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti. Biografi KH. Abdul Halim dan
buku-buku karangannya dihubungkun dengan
pemikiran-pemikirannya.
Sehingga dapat diketahui penyebab dan kesesuaian dengan masalah yang
diteliti tentang Peranan KH. Abdul Halim dalam Organisasi Persyarikatan
Oelama (1917-1939).
4.
Historiografi
Pada tahap ini merupakan bentuk penulisan, pemaparan atau pelaporan
hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang
17
12
menekankan aspek kronologis (menyusun kejadian yang dari awal biografi
KH. Abdul Halim, berdirinya Persyarikatan Oelama, hingga peranan KH.
Abdul Halim dalam organisasi Persyarikatan Oelama).
H. Sistematika Bahasan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun dengan tujuan untuk
mempermudah pemahaman terhadap
“
Peranan KH. Abdul Halim dalam
Organisasi Persyarikatan Oelama khususnya pada tahun 1917-1939 M
”,
sehingga
dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis. Penulisan penelitian ini terbagi
dalam lima bab dan didalam setiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab.
Pembagian ini didasarkan atas pertimbangan adanya permasalahan-permasalahan
yang perlu diklasifikasikan dalam bagian-bagian yang berbeda. Adapun
sistematika pembahasan secara terperinci yang penulis pergunakan adalah sebagai
berikut:
Pada bab
pertama
yakni pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan
kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika
bahasan.
Bab
kedua
yakni mengenai KH. Abdul Halim yang menjadi pendiri
Persyarikatan Oelama, yang mana akan menjelaskan tentang biografi KH. Abdul
Halim, pendidikan dan karir KH. Abdul Halim, pemikiran dan karya-karya KH.
Abdul Halim.
Bab
ketiga
yakni akan membahas tentang Persyarikatan Oelama sebagai
13
mengenai latar belakang berdirinya dan tujuan Persyarikatan Oelama,
perkembangan Persyarikatan Oelama dan unsur-unsur pembaharu pendidikan.
Kemudian pada bab
keempat
ini pembahasannya akan lebih difokuskan
pada peranan KH. Abdul Halim dalam Persyarikatan Oelama yang mana
didalamnya akan menjelaskan tentang peranan di bidang ekonomi dengan
mendirikian
Hayatul Qulub
, peranan di bidang pendidikan dengan mendirikan
Majlisul Ilmi
,
Jami
’iy
y
at I’anat
ul al-
muta’allamin,
Kweek School Persyarikatan
Oelama
dan
Santi Asromo
, sedangkan di bidang sosial dengan mendirikan
Fatimiyah
.
Bab
kelima
yakni penutup dalam bab ini berisi kesimpulan dari hasil
BAB II
KH. ABDUL HALIM; PENDIRI PERSYARIKATAN OELAMA
A. Biografi KH. Abdul Halim
Abdul Halim dilahirkan di desa Cibolerang, kecamatan Jatiwangi,
kabupaten Majalengka Jawa Barat, bertepatan pada hari sabtu pon, tanggal 26 Juni
1887 M / 4 Syawal 1304 H. Beliau berasal dari keluarga santri yang taat
beragama. Ayahnya bernama KH. Muhammad Iskandar bin KH. Abdullah
Qomar, seorang penghulu di Kawedanan Jatiwangi. Sedangkan ibunya bernama
Siti Mutmainah binti Imam Safari.
1Abdul Halim merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara yakni Iloh
Mardiyah, Empon Kobtiyah, Empon Sodariyah, Jubaedi, Iping Maesaroh,
Hidayat, Siti Sa’diyah dan
Otong Syatori atau Abdul Halim.
Otong Syatori adalah nama kecil dari KH. Abdul Halim, sebelum beliau
menunaikan ibadah haji ke Makkah. Akan tetapi setelah perubahan nama menjadi
KH. Abdul Halim, nama yang disandangnya itu kemudian dikenal luas bahkan
hingga saat ini sebagai seorang ulama dan tokoh besar pembaharu Islam di
Indonesia.
Abdul Halim menikah dengan Siti Murbiyah, anak dari KH. Muhammad
Ilyas bin Hasan Basyari, yang pada waktu itu berkedudukan sebagai penghulu
besar Kabupaten Majalengka. Pernikahan terjadi pada tahun 1907 M, akan tetapi
1
✁
pernikahan tersebut masih bersifat
kawin gantung
2, karena setelah menikah
mereka tidak hidup dalam satu atap. Masing-masing masih tinggal di rumah orang
tuanya sampai usianya cukup dewasa atau seluruh persyaratan dipenuhi.
Kawin
gantung
dilakukan oleh mereka mengingat usia Siti Murbiyah masih sangat muda,
yakni sekitar 11 tahun.
3Sama seperti orang tuanya, pernikahan Abdul Halim
dengan Siti Murbiyah pun masih menunjukkan adanya ikatan kekerabatan yang
hubungannya masih dekat.
Dari pernikahannya itu, Abdul Halim dikarunia empat orang putera dan
tiga orang puteri, diantaranya:
1. Moh. Toha A. Halim
2. Siti Fatimah
3. Siti Mahriyah
4. Abdul Aziz Halim
5. Siti Halimah Halim
6. Abdul Karim Halim
7. Toto Taufik Halim
B. Pendidikan dan Karir KH. Abdul Halim
KH. Abdul Halim merupakan seorang ulama yang lahir dari lingkungan
keluarga yang taat beragama. KH. Abdul Halim memperoleh pendidikan
keagamaan pada masa kanak-kanak, namun pendidikan dasar yang diterima oleh
KH. Abdul Halim tidak tuntas dengan sempurna. Karena pada saat usia beliau
2
Pengertiankawin gantungadalah perkawinan yang dilakukan oleh calon suami dan isteri yang masih kecil atau belum dewasa dan masih tinggal bersama orang tuanya dengan menunda hidup bersama serumah.
3
✂6
masih kecil, ayahandanya meninggal dunia dan pendidikan dasar keagamaan
hanya diberikan oleh Ibunda tercintanya
4.
Sebagai anak yatim tidak membuat KH. Abdul Halim menjadi anak yang
menutup diri. Justru sebaliknya, beliau merupakan anak yang mudah bergaul
dibandingkan dengan teman-teman sebayanya dan tumbuh sebagai anak yang
cenderung lebih mandiri dibandingkan dengan anak-anak seusianya. KH. Abdul
Halim bergaul tidak hanya dengan anak-anak pribumi, melainkan juga dengan
anak-anak keturunan Arab dan Cina. Bahkan beliau pun belajar membaca dan
menulis huruf latin kepada Mr. van Hoeven seorang pendeta yang bertanggung
jawab atas kegiatan
zending
5di Cideres Kadipaten Majalengka.
Menurut Deliar Noer, KH. Abdul Halim belajar agama Islam dari
beberapa pesantren yang dipimpin oleh para kiai, sejak berusia 10 hingga 22
tahun. Pada tiap pesantren ini, beliau tinggal belajar setahun sampai tiga tahun.
6Diantaranya yaitu:
1. Pesantren Ranji Wetan (Majalengka), pimpinan KH. Anwar.
2. Pesantren Lontangjaya (Leuwinunding), pimpinan KH. Abdoellah.
3. Pesantren Bobos (Cirebon), pimpinan KH. Soedjak.
4
Miftahul Falah,Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim, 5.
5
Zending merupakan kegiatan menyebarkan agama Kristen Protestan kepada penduduk pribumi yang belum menganut Protestan. Landasannya adalah bagaimana caranya mengubah agama
penduduk pribumi menjadi penganut Protestan untuk mempertahankan kekuasaan Belanda di
Indonesia. Sementara itu, untuk Katolik kegiatan semacam itu dikenal dengan nama misi. Lihat Deliar Noer,Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942(Jakarta: LP3ES, 1980), 26-27.
6
17
4. Pesantren Ciwedus (Kuningan), pimpinan KH. Ahmad Sobari.
5. Pesantren Kedungwuni (Pekalongan), pimpinan KH. Agoes.
Selama pengembaraannya dari satu pesantren kepesantren lainnya, yang
menonjol dalam diri KH. Abdul Halim tidak hanya kecerdasannya dalam
menguasai ilmu keislaman, tetapi kemandirian yang nampak dari jiwa
kewirausahaan yang dimilikinya sehingga berbagai rintangan yang dihadapinya
selama menjadi santri mampu diatasi oleh dirinya. KH. Abdul Halim
menyempatkan diri untuk berdagang, seperti berjualan batik, minyak wangi, dan
kitab-kitab pelajaran agama. Pengalaman dagang ini mempengaruhi
langkah-langkahnya kelak dalam upaya pemberbarui sistem ekonomi masyarakat pribumi.
Pada usia 22 tahun, beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah
haji sambil memperdalam ilmu agama. Selama di Makkah, KH. Abdul Halim
berguru kepada empat orang ulama, yakni Syekh Ahmad Khatib dan Syekh
Ahmad Khayyath, Emir Syakib Arslan, dan Syekh Tanthawi Jauhari.
Di sela-sela pendidikannya di Makkah, KH. Abdul Halim menyempatkan
diri untuk membaca tulisan-tulisan Muhammad Abduh dan Jamaluddin
Al-Afghani yang merupakan pokok pembicaraan bersama kawan-kawannya yakni
KH. Ahmad Sanusi, KH. Mas Mansur dan KH. Wahab Hasbullah.
7Tetapi
walaupun pergaulan dengan teman-teman dan kegiatan membaca kitab
Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani yang besar pengaruhnya terhadap
murid-murid dari Indonesia seperti KH. A. Dahlan, Agus Salim yang kemudian
menjadi pembaru di tanah air, namun KH. Abdul Halim tidaklah merasa bahwa
7
18
beliau banyak dipengaruhi oleh kedua tokoh tersebut. Dan memang sampai beliau
meninggal tahun 1962, beliau tetap berpegang pada mazhab Syafi’i.
8Akan tetapi terdapat dua lembaga pendidikan yang menarik perhatian KH.
Abdul Halim, yakni yang terdapat di
Bab al-Salam
(dekat Makkah) dan di Jeddah,
yang menurut ceritanya kedua lembaga pendidikan ini telah menghapuskan sistem
halaqah
9dan diganti dengan mengorganisir kelas-kelas dengan kelengkapan meja
dan bangku serta menyusun kurikulum. Kedua lembaga pendidikan ini yang
merupakan contoh baginya kelak untuk mengubah sistem pendidikan tradisional
di daearah asalnya, Majalengka.
10Pada tahun 1911, KH. Abdul Halim kembali ke tanah air. Sekembalinya
ke tanah air, beliau menolak tawaran dari mertuanya yakni KH. Muhammad Ilyas
untuk menjadi pejabat di lingkungan priyayi. KH. Abdul Halim yang merasa
bukan berasal dari lingkungan priyayi hendak membuktikan bahwa dengan tidak
menjadi priyayi orang bisa mengabdi kepada masyarakat. Sikap beliau ini
dipengaruhi gurunya yakni Syekh Ahamd Khatib, yang juga tidak mau bekerja
dalam sistem kolonial dan memilih terus menetap di Makkah.
11Sifat semacam ini sebenarnya telah tampak sejak di pesantren.
Sebagaimana dijelaskan di atas, KH. Abdul Halim sudah biasa mandiri dengan
berjualan beragam keperluan sehari-hari. Dengan modal kemandirian inilah KH.
8
Mastuki at el, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 182.
9
Halaqah yakni Sebuah sistem pendidikan lama dimana dalam proses belajar mengajarnya, seorang guru duduk berada di tengah-tengah bersama murid- muridnya dengan posisi melingkar. Lihat Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 29.
10
Dra. Zuhairini,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), 207.
11
19
Abdul Halim bercita-cita untuk memperbaiki nasib umat Islam. Beliau mulai
melakukan perbaikan untuk mengangkat derajat masyarakat. Usaha perbaikan ini
ditempuhnya melalui jalur pendidikan dan penataan ekonomi.
Sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan
berhasil didirikan oleh KH. Abdul Halim pada tahun 1911 yang diberi nama
Hayatul Qulub.
12Organisasi ini bermaksud membantu anggota dalam persaingan
dengan para pedagang China sekaligus menghambat arus kapitalisme kolonial.
Organisasi ini tidaklah berlangsung lama. Pada tanggal 1915 dilarang pemerintah
kolonial, karena dianggap memicu kerusuhan. Namun beliau tetap menjalankan
kegiatan-kegiatan, walau tidak diberi nama resmi. Dalam bidang pendidikan,
beliau membentuk
Majlisul Ilmi
pada tahun 1912 dan pada tahun 1916, beliau
juga membangun sekolah
Jam
’iy
y
at I’anat
ul al-
Muta’allimin, yang menjadi pusat
pendidikan Islam modern di daerah Majalengka. Untuk memperbaiki mutu
sekolahnya, KH. Abdul Halim berhubungan dengan
Jamiat Khair
dan
Al-Irsyad
di Jakarta.
13Organisasi tersebut yang kemudian diganti menjadi Persyarikatan Oelama,
diakui secara hukum oleh pemerintah pada tahun 1917 dengan bantuan H.O.S
Tjokroaminoto (Presiden Sarikat Islam). Sementara itu, pada tahun 1919
didirikanlah
Kweekschool
untuk mencetak guru dan akhirnya diubah menjadi
Madrasah Darul Ulum
. Pada bulan April tahun 1932, KH. Abdul Halim
mendirikan pesantren
Santi Asromo
yang dibangun jauh dari keramaian kota
Majalengka. Kehadiran pesantren Santi Asromo ini berhasil mengubah kurikulum
12
Dartum Sukarsa,Potret KH. Abdul Halim dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung, PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 33.
13
20
pesantren dengan meninggalkan sistem pendidikan tradisional yang hanya
mengkhususkan pelajaran agama.
Pada tahun 1937, KH. Abdul Halim juga terpilih sebagai anggota pengurus
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
. Namun organisasi-organisasi yang
bergabung dalam MIAI (Persyarikatan Oelama, Muhammadiyah, Nahdatul
Ulama, Persis,
Al-Ittihadiyatul Islamiyah
, dan organisasi Islam lainnya) yang
bergerak dalam bidang sosial, keagamaan dan pendidikan, pada jaman Jepang
terpaksa menghentikan kegiatannya, karena semua partai politik dan perkumpulan
sosial harus dibubarkan dan Jepang tidak mengijinkan adanya perkembangan
demokrasi.
14Namun tidak berapa lama organisasi-organisasi tersebut diizinkan
oleh Jepang untuk melakukan kegiatannya kembali. Ketika MIAI pada tahun 1943
diubah
menjadi
Masyumi,
KH.
Abdul
Halim
tetap
duduk
dalam
kepengurusannya.
15Dan pada saat itulah tanggal 1 Februari 1944 Persyarikatan Oelama
berganti nama menjadi Perikatan Oemat Islam, dengan perubahan Ejaan Bahasa
Indonesia sistem Soewandi (1947), nama itu menjadi Perikatan Umat Islam (PUI).
Adapun juga organisasi yang didirikan pada tahun 1931 oleh KH. Ahmad Sanusi
di Sukabumi bernama
Al-Ittihadiyatul Islamiyah
(AII) yang berganti nama
menjadi Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII).
16Organisasi tersebut merupakan
organisasi yang bergerak di bidang sosial pendidikan, sehingga menurut Mr.
Syamsudin bahwa kedua organisasi tersebut memiliki visi dan misi yang sama
14
Suharya Wanta,KH. Abdul Halim Iskandar dan Pergerakannya(Majalengka: Pengurus Besar PUI, 1991), 22.
15
Miftahul Falah, Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim (Bandung: Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, 2008), 104.
16
21
yaitu mempersatukan umat Islam Indonesia untuk masa dapan namun berdiri
dalam wadah organisasi yang berbeda. Mr. Syamsudin menyatukan kedua
organisasi tersebut dalam suatu pertemuan. Pertemuan pertama pada bulan
Agustus 1951 dan pertemuan kedua pada bulan November 1951. Kemudian pada
5 April 1952 secara resmi kedua organisasi tersebut menjadi satu dengan nama
Persatuan Umat Islam (PUI) di Bandung untuk menindaklanjuti cita-cita yang
dirilis oleh KH. Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi juga Mr.Syamsudin.
17Pada masa pendudukan Jepang, KH. Abdul Halim diangkat sebagai
anggota
Giinchuoo Sangi in
di Jakarta dan kemudian diangkat sebagai anggota
Dokuritsu Zyunbi Choosakai
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Setelah Proklamasi Kemerdekaan, KH. Abdul Halim
diangkat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
berfungsi sebagai parlemen dan menjadi pelopor berdirinya Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta. Pada tahun 1951, KH. Abdul Halim terpilih menjadi
anggota DPRD 1 Jawa Barat.
Pada tahun 1956 pemilihan Konstituante, KH. Abdul Halim terpilih
sebagai anggota Fraksi Partai Masyumi. Sebelum itu, tepatnya pada tahun 1940,
beliau bersama KH. A. Ambari menghadap
Adviseur Voor Indische Zaken
, Dr.
GF. Fijper di Jakarta untuk mengajukan beberapa tuntutan yang menyangkut
kepentingan umat Islam. Ketika agresi militer Belanda, beliau juga menentang
keras berdirinya Negara Pasundan yang didirikan pada tahun 1948 oleh Belanda.
1817
Neni Abdul Halim, Wawancara, Majalengka, 10 Desember 2015. Neni merupakan seorang puteri dari Aziz Halim yang merupakan putera keempat dari KH. Abdul Halim.
18
22
Perjuangan KH. Abdul Halim berakhir saat beliau meninggal dunia pada tanggal 7
Mei 1962.
Mengingat jasanya pada negara yang begitu besar, Pemerintah RI
kemudian menetapkan dirinya sebagai Perintis Kemerdekaan. Selain itu, beberapa
bintang jasa disematkan juga oleh pemerintah kepada KH. Abdul Halim, yaitu
Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan dan Satyalancana Kebudayaan,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 228 Tahun 1961. Bintang jasa paling
tinggi bagi anak bangsa dianugrahkan juga kepada K.H. Abdul Halim pada tahun
1992. Berdasarkan keputusan Presiden No. 048/TK/Tahun 1992, Presiden
Soeharto menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama sebagai bentuk
penghargaan negara atas jasa-jasanya.
19Dan pada tanggal 6 November 2008,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahkan KH. Abdul Halim
sebagai pahlawan nasional, berdasarkan keputusan Presiden No. 41/TK/2008.
C. Pemikiran dan Karya-karya KH. Abdul Halim
Abdul Halim merupakan seorang ulama yang dapat dikatakan sebagai
penulis yang dinilai cukup produktif. Adapun beberapa tulisan-tulisannya yang
sempat diterbitkan. Tulisan-tulisan tersebut dipublikasikan di kalangan anggota
Persyarikatan Oelama dalam bentuk brosur dan buku kecil, akan tetapi sebagian
besar tulisannya terbakar ketika agresi Belanda ke dua.
20Di antara
karya-karyanya, yaitu:
1. Risalah Petunjuk bagi Sekalian Manusia
2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam
19
Dartum Sukarsa,Potret KH. Abdul Halim dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung, PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 157.
20
23
3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah
Ibtidaiyah Persyarikatan Oelama
(Sebagai
Tim Penyusun)
4.
Da’watu al’Amal
5.
Tarikh Islam
6. Neraca Hidup
7.
Risalah
8.
Ijtima’iyah wa
Ilajuha
.
9. Kitab Tafsir
Tabarak
10. Kitab 262 Hadist Indonesia
11.
Babu al Rizqi
, dan lain sebagainya
Dari sejumlah karya-karya KH. Abdul Halim ini, setidaknya ada tiga karya
yang masih tersisa, yaitu:
1. Kitab Petunjuk bagi Sekalian Manusia
2. Ekonomi dan Koperasi dalam Islam
3. Ketetapan Pengajaran di Sekolah
Ibtidaiyah Persyarikatan Oelama
(Sebagai
Tim Penyusun)
Selain itu, untuk publikasi cetak, menurut Deliar Noer, Persyarikatan
Oelama menerbitkan majalah diantaranya:
Soeara Persyarikatan Oelama, Soera
Islam, As Syuro, Pengetahoean Islam
. Diterbitkan pula media cetak berbahasa
Sunda (Miftahus Saadah). Selain itu, sekitar tahun 1930-1941 M, diterbitkan pula
berita P.O, Al-
Mu’allim, Pemoeda, Petoendjoek Djalan Kebenaran (Hak).
21Besar
kemungkinannya,
diterbitkan
media
berbahasa
Sunda
tersebut
akibat
21
24
meningkatnya aktivitas
Igama Djawa Pasoendan
atau Agama
Djawa Soenda
(ADS) pimpinan Madrais di Cigugur yang tidak begitu jauh dari Majalengka.
22Dari sejumlah tulisan-tulisannya tersebut, dapat dilihat kecenderungan
pemikiran KH. Abdul Halim tentang gagasan dan cita-citanya. Secara garis besar,
pokok-pokok pemikiran KH. Abdul Halim bersumber dari penafsirannya tentang
konsep
al-
Salā
m
. Karena menurut pemahamamnya, agama Islam memuat
ajaran-ajaran yang bertujuan untuk membimbing manusia agar mereka dapat hidup
selamat di dunia dan memperoleh kesejahteraan hidup di akhirat. Kedua macam
keselamatan hidup ini disebut
al-
Salā
m
.
23Berdasarkan pengertian di atas, KH. Abdul Halim melihat bahwa
kesejateraan hidup di akhirat erat kaitannya dengan keselamatan hidup di dunia.
Karena untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera di akhirat, terlebih dahulu
manusia harus selamat di dunia, yaitu hidup yang sejalan dengan tuntutan agama.
Selanjutnya melalui pemikirannya tersebut, KH. Abdul Halim menyimpulkan tiga
hal konsep kehidupannya, baik mengenai konsep keagamaan,pendidikan maupun
kesejahteraan. Ketiga konsep tersubut, antara lain:
1. Konsep
al-
Salā
m
Menurut pendapat KH. Abdul Halim,
al-
Salā
m
merupakan upaya untuk
membina keselamatan hidup di dunia dan memperoleh kesejahteraan hidup di
akhirat. KH. Abdul Halim menyusun langkah-langkah perbaikannya meliputi
22
Ahmad Mansur Suryanegara,Api Sejarah Jilid 1(Bandung: Surya Dinasti, 2014), 459.
23
25
delapan bidang perbaikan yang disebut dengan
Islāh al
-
Tsamā
niyah
.
24Ke
delapan bidang tersebut, yaitu:
a. Perbaikan Aqidah (Islāh al
-
Aqī
dah
)
Perbaikan aqidah ini bertujuan agar masyarakat terhindar dari perbuatan
yang cenderung menyembah selain Allah SWT.
25Dalam menjalankan
aktivitasnya, KH. Abdul Halim senantiasa menanamkan aqidah ketauhidan
untuk membentuk suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada Tuhan
selain Allah SWT.
b. Perbaikan Ibadah (Islā
h al-
‘Ibā
dah
)
Perbaikan ibadah menurut pandangan KH. Abdul Halim, lebih erat
kaitannya dengan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT
yang memiliki kebebasan terbatas dan wajib beribadah kepada-Nya. Dalam
upaya perbaikan ibadah, beliau memberikan contoh dan teladan tentang
bagaimana cara melakukan ibadah seperti yang telah diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW.
c. Perbaikan Pendidikan (Islā
h al-Tarbiyah
)
Perbaikan pendidikan yang ideal menurut KH. Abdul Halim yaitu suatu
pendidikan yang berhasil memadukan sistem pendidikan pesantren
tradisional dengan pendidikan modern, yakni pendidikan yang diterapkan di
sekolah-sekolah pemerintah.
26Perpaduan dua sistem pendidikan tersebut
24
Ibid., 183.
25
Mahmud Yunus,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia(Jakarta: Mutiara, 1979), 41.
26
26
akan mencetak anak-anak muslim yang berharga di dunia maupun akhirat.
Karena dengan pendidikan kebodohan dan kemiskinan akan segera hilang.
d. Perbaikan Keluarga (Islāh al
-
ā’ilah)
Menurut KH. Abdul Halim, keluarga adalah sebagai salah satu unsure
penting dalam usaha memperbaiki umat. Perbaikan pada bidang keluarga
adalah jalan yang baik dalam mewujudkan dan menciptakan perbaikan
masyarakat dan bangsa. Dan penghidupan berkeluarga adalah lapangan
yang baik bagi menghidupkan jiwa beragama dan semangat beragama.
27e. Perbaikan Kebiasaan atau Adat Istiadat (Islāh al
-
ā
dah
)
Dalam hal ini, upaya untuk melestarikan adat istiadat dilakukan sesuai
dengan ajaran agama. KH. Abdul Halim mengenalkan kebiasaan berpakaian
terhadap para santri, pelajar dan masyarakat. Bagi pria dikenakan
berpakaian celana panjang, kemeja, sarung dan peci. Sedangkan bagi
wanita, pakaian yang dikenakan antara lain kain samping, kebaya dan
penutup kepala atau jilbab.
28f. Perbaikan Masyarakat (Islā
h al-
Mujtama’)
Dalam hal ini, menurut KH. Abdul Halim perbaikan masyarakat (bidang
sosial) dilakukan sebagai suatu gerakan perubahan yang mengupayakan
terwujudnya tatanan sosial umat yang lebih adil, teratur, harmonis dan
manusiawi.
27
Dartum Sukarsa,Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat 1887-1962(Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), 49.
28
27
g. Perbaikan Perekonomian (Islāh al
-
Iqtishā
d
)
Melihat kondisi perekonomian yang memprihatinkan, KH. Abdul Halim
bercita-cita untuk memperbaiki nasib umat Islam. KH. Abdul Halim
mengembangkan ide pembaharuan dalam bidang sosial dan ekonomi.
Dalam bidang ekonomi KH. Abdul Halim, memberikan dorongan untuk
melawan kebiasaan malas. Perbaikian ekonomi yang dilakukan oleh KH.
Abdul Halim, antara lain: menanamkan kesadaran kepada masyarakat agar
berusaha secara layak, menumbuhkan tekad untuk dapat hidup sejajar
melebihi kolonial, menambah atau meningkatkan pendapatan keluarga,
mendirikan pabrik tenun, percetakan, dan mendirikan koprasi.
29h. Perbaikan Hubungan Ummat serta Tolong Menolong (Islā
h al-Ummah
)
Menurut pandangan KH. Abdul Halim, bahwa orang yang beriman tidak
boleh membiarkan saudaranya menanggung beban hidup yang berat di
antara sesama mereka. Antara orang-orang beriman satu sama lain harus
saling bantu membantu dalam menghadapi segala persoalan hidup. Karena
itu upaya utama dalam perbaikan umat, yaitu memperbaiki budi pekerti
sesuai dengan tuntunan agama baik secara individu maupun bermasyarakat.
2. Konsep Santi Asromo
Konsep Santi Asromo merupakan pemikiran KH. Abdul Halim tentang
perbaikan pendidikan. Konsep Santi Asromo merupakan perwujudan dari
pemikiran tentang pendidikan Islam yang mengarah pada pembentukan
manusia seutuhnya. Artinya, untuk mencapai kehidupan dunia yang layak dan
29
28
berupaya untuk meraih kehidupan yang bahagia di akhirat, tidak hanya dapat
dilakukan dengan mencari dan memperdalam ilmu keagamaan saja.
30Akan tetapi ilmu-ilmu duniawi pun penting dipelajari dan didalami secara
seimbang dengan ilmu-ilmu keagamaan.
31KH. Abdul Halim tidak hanya
memberikan pendidikan kepada murid-muridnya yang bertujuan membentuk
kepribadinnya, tetapi beliau juga memberikan kesempatan kepada
murid-muridnya untuk meraih suatu jabatan dengan bekal ketrampilan yang terlatih.
Karena pengaruh Rabindranath Tagore dengan
Shantiniketan
-nya, KH.
Abdul Halim memilih daerah pedesaan sebagai lingkungan yang ideal untuk
sekolahnya. Sebagai kenangan terhadap Rabindranath Tagore, nama
sekolahnya pun diberi nama-nama yang mirep dengan
Shantiniketan
, yaitu
Santi Asrama
.
323. Konsep Santri Lucu (Santri yang Terampil)
KH. Abdul Halim mencetuskan ide bahwa pendidikan, harus diperbaharui
sehingga akan mampu melahirkan anak didik mandiri yang tidak bergantung
kepada orang lain. Untuk mencapai kondisi itu, para siswa harus dibekali
bukan hanya pengetahuan agama dan pengetahuan umum saja, melainkan juga
harus dibekali dengan keterampilan sesuai dengan minat dan bakatnya
masing-masing. Konsep yang dikemukakan oleh KH. Abdul Halim itu kemudian
dikenal dengan istilah
Santri Lucu
.
3330
Zuhairini,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), 171.
31
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), 100.
32
Karel A. Steenbrink,Pesantren Madrasah Sekolah(Jakarta: LP3ES, 1994), 75.
33
29
Konsep tersebut lahir dari pemahaman KH. Abdul Halim terhadap ajaran
Islam bahwa jika agama tersebut dijadikan pedoman secara benar, umat
muslimin akan mencapai tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi, baik
kehidupan duniawi maupun kehidupan di akhirat kelak. Untuk menyebarkan
ide atau pemahamannya tersebut, KH. Abdul Halim membuat sebuah tulisan
yang merupakan tafsir dari Al-
Qur’an Surat Al Mu’minun ayat 12
-14. Firman
Allah SWT inilah yang dijadikan pedoman bagi KH. Abdul Halim untuk
mencari kehidupan dunia yang layak sekaligus sebagai bekal bagi
kesejahteraan hidup di akhirat kelak.
Selanjutnya, KH. Abdul Halim menyimpulkan bahwa ada tiga faktor
penting yang menopang usaha untuk meningkatkan kehidupan manusia di
dunia yaitu pertanian, sesudah pertanian berhajat kepada pertukangan. Maka
dari dua pekerjaan tadi, timbulah perdagangan. Oleh karena itu KH. Abdul
Halim menginginkan adanya perubahan dalam sistem pendidikan yang
menghasilkan lulusan yang mandiri dan dapat memberikan kemampuan
mencari penghasil yang halal dan mampu memberikan bantuan kepada orang
lain.
3434
BAB III
GERAKAN PEMBAHARUAN DI BIDANG PENDIDIKAN
A. Latar Belakang Berdirinya Persyarikatan Oelama
Pada awal abad ke 20 Indonesia telah dimasuki oleh ide-ide pembaruan
pemikiran Islam, sekaligus ide-ide itu juga memasuki dunia pendidikan. Salah satu
yang terlihat dari pembaruan pendidikan itu adalah munculnya upaya-upaya
pembaruan dalam bidang materi dan metode.1 Dalam bidang materi tidak hanya
semata-mata berorientasi kepada mata pelajaran agama, tetapi dimasukkan pula mata
pelajaran umum. Sedangkan dalam bidang metode, pengajaran lebih bervariasi
dengan mengubah sistem nonklasikal menjadi klasikal.2
Ide-ide pembaruan dalam bidang pendidikan, melahirkan lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang tidak lagi berorientasi pada pemisahan antara ilmu agama dan
ilmu umum. Akan tetapi setidaknya walaupun belum seimbang, sudah memunculkan
pemikiran untuk menganggap penting kedua ilmu tersebut. Karena perubahan dalam
pemikiran dan ide-ide, tentulah akan mempunyai arti besar dan akan lama bertahan
apabila perubahan-perubahan ini mendapat tempat dalam kalangan generasi muda.3
1Karel A. Steenbrink,Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke 19(Jakarta: Bulan Bintang,
1984), 28.
2
Haidar Putra Daulay,Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), 36.
✄ ☎
Dengan adanya berbagai pengaruh-pengaruh ide pembaruan, maka munculah
gerakan yang diawali oleh berdirinya Jami’atul Khoir, didirikan di Jakarta pada
tanggal 17 Juli 1905. Organisasi ini bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun 1911
berdiri organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo oleh KH. Samanhudi. Pada
awalnya organisasi ini bergerak dalam bidang ekonomi tetapi dalam perkembangan
selanjutnya pada tahun 1912 mengalami pembaruan nama dan orientasi menjadi
Sarekat Islam (SI), yang bergerak dalam bidang politik di bawah pimpinan H.0.S.
Cokroaminoto.4
Pada tahun 1912 berdiri organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta di bawah
pimpinan KH. Ahmad Dahlan. Organisasi ini bergerak dalam bidang sosial,
pendidikan dan keagamaan.5 Gerakan inilah yang pada akhirnya dijadikan suatu
model tertentu oleh organisasi-organisasi pembaharu yang muncul pada masa-masa
berikutnya. Sementara itu di Jawa Barat dalam gerakan kebangkitan Islam semakin
berkembang dengan berdirinya beberapa organisasi, seperti Persatuan Islam (Persis)
yang berdiri di Bandung pada tahun 1923 dan Persyarikatan Oelama (PO) pada tahun
1917 di Majalengka.
Pembentukan Persyarikatan Oelama berawal dari pertemuan yang
dilaksanakan pada Rabu, 16 Mei 1916 dengan meminjam tempat di Kantoor
Priesterrand (Kantor Penghulu) Kabupaten Majalengka. Pertemuan itu dihadiri oleh
delapan orang, masing-masing: Mas Haji Ilyas, M. Setjasentana, Habib Abdoellah
4Ibid., 115.
✆ ✝
Al-Djufri, M. H. Zoebedi, Hidajat, Sastrakoesoema, Atjung Sahlan, dan Abdoel Halim. Kedelapan orang yang hadir pada pertemuan itu mewakili unsur masyarakat,
guru, dan tokoh agama di Majalengka yang merasa prihatin atas kondisi pendidikan
masyarakat pribumi (Islam). Semula pertemuan itu menyepakati untuk mendirikan
sebuah perhimpunan dan lembaga pendidikan Islam yang bersifat modern.6
Hasil dari pertemuan itu adalah diperolehnya kesepakatan untuk mendirikan
perhimpunan yang diberi nama Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn dengan tugas
utama mendirikan madrasah. Pendirian perhimpunan Jam’iyyat I’ānatul
al-Muta’allimīn dan madrasah Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn mendapat sambutan
baik terutama di kalangan para guru. Selain itu, berbekal kecakapan para pengurus
dan guru Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn, keberadaannya segera diterima oleh
distrik-distrik yang berada di bawah afdeling Majalengka. Menyadari hal itu, para
pengurusJam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīnmemandang perlu adanya badan hukum
resmi dari pemerintah guna meningkatkan status perhimpunan dan lembaga
pendidikanJam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn.
Untuk kepentingan itu, perhimpunan memandang perlu segera mengajukan
permohonan badan hukum Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn kepada pemerintah
Hindia Belanda. Para pengurus kemudian menyusun statuten (Anggaran Dasar)
perhimpunan yang di dalamnya dimuat keberadaan madrasah Jam’iyyat I’ānatul
al-6Wawan Hernawan, Seabad Persatuan Ummat Islam 1911-2011 (Jawa Barat: Yayasan Sejarahwan
✞✞
Muta’allimīn. Setelah selesai penyusunan statuten dengan diwakilkan kepada Habib
Abdullah Al-Djufri segera berkoordinasi dengan Oemar Said Tjokroaminoto
(Presiden SI), untuk selanjutnya menghadap Gubernur Jenderal (toean Besar G. G.)
atas arahan dan bantuan Tjokroaminoto, pada 21 Desember 1917 diterbitkanlah
rechtspersoonlijkheidyang menyatakan penggabungan antara perhimpunanJam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn dan madrasah Jam’iyyat I’ānatul al-Muta’allimīn menjadi
Persyarikatan Oelama.7
Pada awal perkembangan pendidikan, gagasan modernisasi pendidikan Islam
ini setidaknya terdapat dua kecenderungan pokok dalam eksperimentasi
organisasi-organisasi Islam di atas. Pertama adalah titik tolak modernisme pendidikan Islam
yakni sistem dan kelembagaan pendidikan modern (Belanda), bukan sistem dan
lembaga pendidikan Islam tradisional. Kedua, modernisasi pesantren telah banyak
mengubah sistem dan kelembagaan pendidikan pesantren. Perubahan sangat
mendasar, misalnya terjadi pada aspek-aspek tertentu dalam kelembagaan, dalam hal
ini pesantren tidak hanya mengembangkan madrasah sesuai dengan pola Departemen
Agama, tetapi juga bahkan mendirikan sekolah-sekolah umum dan universitas
umum.8
Sebagaimana dikemukakan di atas, modernisme dan modernisasi sistem dan
kelembagaan pendidikan Islam itu sebenarnya telah berlangsung sejak awal abad ke
20 dan nampaknya akan terus berlangsung pula di masa-masa mendatang. Tetapi,
7
Deliar, Gerakan Modern, 82.
8Azyumardi Azra,Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru(Jakarta: Logos,
✟ ✠
modernisme sistem dan kelembagaan pendidikan Islam, seperti diterangkan di atas,
berlangsung bukan tanpa masalah dan kritik. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir
ini kritik yang berkembang di tengah masyarakat muslim, adalah hubungan antara
Islam, modernisme, modernitas, dan modernisasi itu sendiri.9
Sebagaimana tersebut di atas, pada permulaan abad ke 20, masyarakat Islam
Indonesia telah mengalami beberapa perubahan baik dalam bentuk kebangkitan
agama, perubahan maupun pencerahan.10 Kebangkitan Islam semakin berkembang
membentuk organisasi sosial keagamaan, seperti kebangkitan kesadaran nasional
Indonesia di Majalengka, dipimpin oleh KH. Abdul Halim. Kebangkitan tersebut
ditandai dengan berdirinya organisasiHayātul Qulūb, pada tahun 1911. Organisasi ini
bergerak di bidang pendidikan dan ekonomi, namun pada tahun 1917 berubah
menjadi Persyarikatan Oelama dan atas bantuan H.O.S. Cokroaminoto, organisasi ini
diakui secara hukum oleh pemerintah kolonial Belanda.11
Pada tahun 1924 Persyarikatan Oelama secara resmi meluaskan daerah
operasinya ke seluruh Jawa dan Madura. Organisasi Persyarikatan Oelama tidak
hanya membatasi diri pada bidang pendidikan, juga membuka sebuah rumah anak
yatim yang diselenggarakan oleh Fatimiyah, pada tahun 1930.12
Pada bulan April tahun 1932, KH. Abdul Halim mengemukakan gagasan
untuk membentuk sebuah sekolah yang akan melengkapi pelajar-pelajarnya bukan
9Ibid,. 39. 10
Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam(Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), 154.
✡ ☛
saja dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum,
tetapi juga ditambah dengan latihan berupa keterampilan, pertanian, perdagangan,
dan menenun bergantung dari bakat masing-masing.13
Tindakan-tindakan dan pemikiran KH. Abdul Halim lebih ditujukan sebagai
upaya mengembangkan Persyarikatan Oelama dengan cita-citanya memperbaiki
kehidupan umat di berbagai aspek kehidupan seperti sosial, budaya, agama dan
ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa ketika Persyarikatan Oelama mulai diakui
secara hukum oleh Pemerintah Hindia Belanda, keberadaannya diterima dengan
sangat baik oleh masyarakat Majalengka. Sehingga KH. Abdul Halim lebih dikenal
sebagai seorang pemimpin organisasi pergerakan nasional yang bergerak di bidang
pendidikan, yaitu Persyarikatan Oelama.14
Sampai tahun 1935, Persyarikatan Oelama tidak mengubah statusnya atau
tidak melakukan aktivitasnya di ranah politik. Seperti yang dilaporkanAdviseur voor
Indische Zaken, Persyarikatan Oelama bukan organisasi politik, tetapi organisasi
sosial dengan pendidikan dan dakwah sebagai bidang garapan utamanya.15
Pada tahun 1937, KH. Abdul Halim dan R. Moh. Kelan mengajukan
permohonan perluasan wilayah operasi Persyarikatan Oelama ke seluruh Indonesia.16
13Mastuki at el,Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Keemasan
Pesantren(Jakarta: Diva Pustaka, 2003), 184.
14Miftahul Falah,Riwayat Perjuangan KH. Abdul Halim(Bandung: Masyarakat Sejarawan Indonesia
Cabang Jawa Barat, 2008), 42.
15
Ibid., 44.
16Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat
☞6
Permohonan ini pun dikabulkan Gubernur Jenderal de Jonge yang ditandai dengan
ditandatanganinya Rechtspersoon No. 43 Tanggal 18 Agustus 1937 oleh J. M.
Kiverson sebagai Algemeene Secretaris. Dengan pengakuan hukum untuk seluruh
Indonesia, Persyarikatan Oelama dapat mendirikan cabang di seluruh Indonesia dan
salah satunya didirikan di Sumatera Selatan.
Dalam usahanya mengembangkan Persyarikatan Oelama, KH. Abdul Halim
tidak hanya memusatkan pikirannya untuk membuka cabang sebanyak-banyaknya.
Beliau pun kemudian mendirikan berbagai organisasi yang kemudian dijadikan
sebagai onderbouw-nya Persyarikatan Oelama. KH. Abdul Halim betapa menyadari
potensi yang dimiliki oleh para pemuda dan kaum perempuan.17
Sehubungan dengan itu, pada tahun 1929 didirikanlah Hizbul Islam
Padvinders Organisatie(HIPO), sebuah organisasi kepanduan yang menampung dan menyalurkan aktivitas para pemuda di lingkungan Persyarikatan Oelama. Sementara
untuk mengoptimalkan peranan kaum perempuan, Persyarikatan Oelama mendirikan
Fatimiyah pada tahun 1930. Nama ini diambil dari nama Fatimah Az-Zahra, anak
Nabi Muhammad SAW dengan harapan dapat berjuang segigih perjuangan Ibunda
Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husen itu. OlehHoofdbestuur Persyarikatan Oelama,
Fatimiyah ditugasi untuk mengelola rumah yatim piatu dan tugas-tugas lainnya yang
tidak bertentangan dengan harkat dan martabat kewanitaan.18
17Ibid., 45.
✌ ✍
Selain itu, pada tahun 1932 didirikan juga Perikatan Pemoeda Islam (PPI)
yang kemudian berubah namanya menjadi Perhimpoenan Pemoeda Persyarikatan
Oelama Indonesia (P3OI). Pembentukan organisasi kepemudaan ini segera diikuti
dengan pembentukan Perhimpoenan Anak Perempoean Persyarikatan Oelama. Di
tahun yang sama KH. Abdul Halim juga mendirikan Santri Asromo.
Perkembangan Persyarikatan Oelama cukup pesat, hal ini karena perjuangan
gigih KH. Abdul Halim yang aktif dan kreatif dalam menggerakan organisasi. Dalam
upaya menyebarluaskan dakwah, KH.Abdul Halim juga aktif menulis buku-buku
yang bernafaskan Islam. Melalui tulisan-tulisan KH. Abdul Halim, Persyarikatan
Oelama semakin menggema hingga ke berbagai pelosok. Keberadaanya pun tambah
diakui oleh rakyat, apalagi ketika sudah menjadi organisasi berbadan hukum.19
Dalam memimpin Persyarikatan Oelama, KH. Abdul Halim merupakan tokoh
yang kuat memegang prinsip dan cita-cita pergerakkan. Tetapi bijaksana dalam
bertindak dan senantiasa meminta pendapat orang lain dalam bermusyawarah. Tidak
heran bila KH. Abdul Halim tidak disukai oleh pihak kolonial, sedangkan menjadi
panutan bagi umat. Akan tetapi, bukan berarti tanpa rintangan. Bentuk rintangannya
yang dilakukan penjajah adalah dengan menghalang-halangi rakyat untuk masuk
menjadi anggota Persyarikatan Oelama.
Menurutnya Persyarikatan Oelama bukan persyarikatan orang biasa tetapi
khusus golongan ulama, sehingga yang bukan ulama tidak layak untuk masuk dan
19Dartum Sukarsa, Potret KH. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat
✎8
ikut dalam berbagai aktivitas yang dilakukan Persyarikatan Oelama. Mereka
menyangka yang bukan-bukan, memfitnah bahwa pendidikan Persyarikatan Oelama
itu adalah sekolah kafir, karena bentuk dan sistemnya tidak seperti sekolah yang
diadakan oleh pemerintah Belanda. Dengan tuduhan seperti itu, KH. Abdul Halim
tidak pernah menyerah untuk terus melakukan pembaharuan pendidikan akhlak
melalui organisasi Persyarikatan Oelama. Semua itu tidak terlepas dari peran Haji
Oemar Said Tjokroaminoto yang senantiasa memberi dorongan dan motivasi.
Bersamaan dengan perkembangan Persyarikatan Oelama, pada tahun 1921,
KH. Abdul Halim menjadi pesertaAl-Islam Congres I di Cirebon,Al-Islam Congres
IIdi Garut pada tahun 1922, dan Al-Islam Congres IIIdi Sur