SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN-ALIRAN
TAREKAT DI PONDOK PESULUKAN TAREKAT
AGUNG TULUNGAGUNG TAHUN 1987-2015
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Sarjana Humaniora (S. Hum)
pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh:
Nur Maulidiyyatus Shobiha NIM: A0.22.12.087
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Sejarah Perkembangan Aliran-Aliran Tarekat di Pondok Pesulukan Tarekat Agung Tulungagung tahun 1987-2015”. Adapun fokus pembahasan dalam skripsi ini terletak pada (1) Sejarah perdirinya Pondok Pesulukan Tarekat Agung di Tungagung (2) masuknya masing-masing tarekat, yaitu tarekat Syadzliyah, Qadiriyah dan Qadiriyah wa Naqsabandiyah ke Pondok PETA, serta isi ajaran dan amalan dari masing-masing tarekat. (3) dan pembahasan utama dalam skripsi ini adalah, bagaimana perkembangan ketiga tarekat tersebut dimulai dari zaman Mursyid Kiai Abdul Djalil bin Mustaqim sampai pada masa ke Mursyidan putranya yaitu Kiai Charir Salachudin.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah yakni, metode heuristik yaitu mengumpulkan data yang telah diperoleh saat melakukan proses penelitian dan wawancara. setelah proses pengumpulan data, langka selanjutnya adalah melakukan kritik Sumber yakni membandingkan antara hasil wawancara dengan data-data yang sudah diperoleh. Interpretasi merupakan proses penulisan atau menafsirkan dari hasil wawancara dan data-data yang diperoleh. Pendekatan historiografi digunakan penulis untuk menyusun laporan. Serta menggunakan teori Challege and Response dari Arnold J. Toynbee untuk merumuskan pembahasan dalam karya ilmiah ini.
ABSTRACT
This thesis entitled "The History of Flows Tarekat in cottage Pesulukan General Congregation Tulungagung years 1987-2015". The focus of discussion in this thesis lies in (1) History founder of cottage Pesulukan Tarekat Court in Tungagung (2) the inclusion of each institute, the institute Syadzliyah, Qadiriyah and Qadiriyah wa Naqsyabandiyah to lodge PETA, as well as the content of the teachings and practices of each the congregation. (3) and the main discussion in this thesis is, how the development of the order's third starting from the time Kiai Abdul Djalil bin Murshid Mustaqim reached the age to Murshid son namely Kiai Charir Salachudin.
In this study, the authors use the method of historical research, heuristic methods which collects data that have been obtained during the process of research and interviews. after the data collection process, the next is to critique rare source ie comparing the results of interviews with the data already acquired. Interpretation is the process of writing or interpreting the results of interviews and the data obtained. Historiography approach used by the author to prepare a report. And using the theory of Challenge and Response of Arnold J. Toynbee to formulate the discussion in this paper.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
BAB I : Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian... 7
E. Penelitian Terdahulu ... 7
F. Pendekatan dan Kerangaka Teori... 8
G. Metode Penelitian... 10
H. Sistematika Pembahasan ... 14
BAB II: SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESULUKAN TAREKAT AGUNG (PETA) TULUNGAGUNG A. Letak Geografis Kabupaten Tulungagung ... 16
C. Biografi Pendiri Pondok Pesulukan Tarekat Agung ... 27
1. Biografi Kiai Mustaqim bin Husain ... 28
2. Biografi Kiai Abdul Djalil bin Mustaqim ... 29
3. Biografi Kiai Charir Shalachudin bin Abdul Djalil Mustaqim .. 30
BAB III: SEJARAH MUNCULNYA TAREKAT SYADZILIAH, TAREKAT QODIRIYAH, DAN TAREKAT QADIRIYAH WA NAQSABANDIYAH DI PONDOK PESULUKAN TAREKAT AGUNG A. Pengertian Tarekat ... 33
B. Tarekat Syadziliyah ... 34
C. Tarekat Qadiriyah... 45
D. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah ... 49
BAB IV: PERKEMBANGAN TAREKAT SYADZILIYAH, TAREKAT QADIRIYAH dan TAREKAT QADIRIYAH wa NAQSABANDIYAH DI PONDOK PESULUKAN TAREKAT AGUNG TULUNGAGUNG A. Periode Kiai Abdul Djalil bin Mustaqim (1987-2005)... 60
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia terutama pada umat muslim terjadi begitu
banyak kejadian yang bisa mempengaruhi perilaku diri maupun batin setiap
manusia itu sendiri. Oleh karena itu tidak sedikit orang-orang yang memilih
untuk menenangkan diri dengan cara melakukan spiritual, mengisi jiwa
dengan hal-hal yang bisa mendekatkan diri dengan tuhan. Hal tersebut
ditandai dengan adanya perkembangan macam-macam tarekat, baik itu
tarekat yang diakui kebenarannya maupun tidak diakui kebenarannya.
Tarekat adalah suatu bentuk pengamalan kehidupan sufisme atau hidup
bertasawuf. Sufisme atau tasawuf merupakan salah satu aspek ajaran Islam
yang menekankan kebersihan dan kesucian hati dengan lebih banyak
melakukan ibadah kepada Allah SWT. Tarekat sendiri menjanjikan bagi
pengikutnya yaitu surga, artinya jalan menuju ke surga terbuka untuk semua
kalangan baik kalangan kaya atau miskin, alim ataupun awam, dari kalangan
bangsawan ataupun jelata.1
Menurut Sukamto istilah tarekat merujuk pada pencarian seseorang
pada jalan menuju kepada Allah, dan jalan yang mengantarkan mereka
kepada tujuan itu. Jalan yang dimaksud hanya dapat dicapai melalui perantara
seseorang yang melanggengkan wirid atau lebih dikenal dengan istilah
Mursyid, dan banyak menyebut nama Allah. peranan seorang guru atau
2
Mursyid dalam tarekat sendiri sangat mutlak dibutuhkan, karena mempunyai
kekuatan yang diyakini supranatural dalam menghungkan seseorang dengaan
tuhannya.2
Di Indonesia sendiri telah banyak berkembang ajaran tarekat-tarekat
seperti, Naqsasyabandiyah, Qadiriyah, Syadziliyah, Tijaniyah, dan masih
banyak lagi tarekat yang berkembang di Indonesia. Penyebaran
tarekat-tarekat tersebut pada umumnya melalui pesantren-pesantren yang berada
hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia. Dan beberapa kelompok agama
yang mengamalkan ajaran tarekat-tarekat itu sendiri.
Salah satu pesantren yang turut mengembangkan ajaran tarekat yaitu,
pondok pesantren PETA. Pondok pesantren yang terletak di kabupaten
Tulungagung, tepat di jantung kota Tulungagung berjarak 100 meter dari
alun-alun kota Tulungngagung. Pondok yang dikenal dengan nama pondok
PETA (Pesulukan Tarekat Agung) adalah pondok pesulukan yang didirikan
oleh seorang tokoh agama yaitu K. H. Mustaqim bin Muhammad Husain.
Berawal dari dukungan para Kiai yang ada diberbagai daerah, akhirnya Kiai
Mustaqim mendirikan sebuah perkumpulan kecil yang di tempatkan disebuah
mushalla kecil, dan Mushalla kecil itu berada tepat di lokasi berdirinya
Pondok pesulukan tarekat agung sekarang ini. Kiai Mustaqim sendiri wafat
diusia 69 tahun tepat ditahun 1970.
Setelah wafatnya Kiai Mustaqim, kepemimpinan Pondok tearekat
agung dipegang oleh anaknya yaitu K.H Abdul Djalil bin Mustaqim. Beliau
3
meneruskan perjuangan Kiai Mustaqim dalam mengembangkan ajaran tarekat
yang ada di Pondok Pesulukan tarekat agung. Sejak kepemimpinan beliau
Pondok pesulukan tarekat agung mengalami perkembangan yang pesat, mulai
dari pembangunan fisik Pondok pesulukan tarekat agung, bertambah
banyaknya jumlah murid yang mengikuti tarekat di Pondok pesulukan tarekat
agung, dan berhasil dalam menjaga dan mengembangkan ajaran tarekat
Pondok pesulukan tarekat agung, sehingga menjadi sebuah pondok tarekat
yang besar dan banyak disegani oleh banyak kalangan.3
Selain jasanya yang begitu besar dalam mengembangkan ajaran tarekat
dan pembangunan fisik Pondok pesulukan tarekat agung, beliau juga
memiliki ciri khusus dalam berdakwa, yaitu model berdakwa bil hall
(berdakwa dengan cara memberikan contoh secara langsung dengan
perbuatan). Perjuangan Kiai Abdul Djalil dalam membesarkan pondok PETA
berhenti ketika beliau wafat pada 7 januari 2005.
Setelah wafatnya Kiai Abdul Djalil pengembangan pondok PETA di
teruskan oleh anaknya yaitu K.H. Charir Shalachudin bin Abdul Djalil
Mustaqim. Perjuangan beliau dalam menjaga dan melestarikan ajaran Pondok
pesulukan tarekat agung dimulai dari tahun 2005 sampai saat ini. Dalam
periode Kiai Charir data-data yang sekiranya penting sebagai dokumen
Pondok pesulukan tarekat agung mulai dikembangkan dan mulai dibukukan,
sehingga jika ada yang ingin mengetahui data-data tentang jumlah murid
ataupun amalan-amalan tarekat lebih mudah mendapatkannya.
4
Tarekat merupakan perioritas utama di Pondok pesulukan tarekat
agung, dan ini yang membedakan Pondok pesulukan tarekat agung dengan
pondok pesantren lainnya. Pondok yang pada umumnya mengutamakan
metode salafiyah dengan pembelajaran kitab-kitab kuning, hafalan al-qur’an,
ataupun pembelajaran pada umumnya yang di terapkan di pondok pesantren.
Pondok pesulukan tarekat agung sendiri sejak awal dirikan sudah
mengamalkan ajaran tarekat Syadziliyah, Qadiriyah, dan Qadiriyah wa
Naqsabandiyah dan sampai pada saat ini, walaupun sudah beberapa kali
sudah mengalami pergantian Mursyid dan sampai saat ini sudah
kepemimpinan Mursyid ketiga, ajaran-ajaran tarekat Pondok pesulukan
tarekat agung masih tetap diamalkan di Pondok pesulukan tarekat agung.
Sebagaimana tarekat pada umumnya, tarekat Syadziliyah merupakan
salah satu cara seseorang untuk mendekatkan diri pada tuhannya. Tarekat
syadziliyah adalah tarekat yang dibawah oleh Syeh Abul Hasan Asy Syadzili,
dan tarekat syadziliyah merupakan ajaran yang bertujuan untuk mendekatkan
diri pada Allah SWT. Seperti tarekat lainnya, tarekat syadziliyah menekankan
pada para pengikutnya untuk menjaga kewajiban ibadah sunnah sekuatnya,
termasuk dalam hal berdzikir kepada tuhan.4 Ciri khas yang melekat pada
tarekat Syadziliyah sangat dipengaruhi oleh perilaku sehari-hari Syeh Abul
Hasan Asy Syadzili, baik dari segi kehidupan pribadi beliau maupun
pandangan-pandangan tasawuf beliau.5
5
Sedangkan tarekat Qadiriyah adalah tarekat yang didirikan oleh Syeh
Abdul Qodir Jaelani. Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat di Irak dan
Syiria, dan pada akhirnya berkembang dibanyak negara tidak terkecuali di
Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Tarekat Qodiriyah dikenal sangat luas,
dan apabila murid sudah mencapai derajat Syeh Abdul Qodir, maka murid
tidak harus terus mengikuti tarekat gurunya. Selain itu karena terlalu luasnya
perkembangan tarekat Qodiriyah, sehingga tarekat ini mempunyai banyak
cabang tarekat yang yang mengikutinya. 6
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah adalah sebuah tarekat yang
menyatukan dua tarekat besar, yaitu Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah.
Penggabungan dua tarekat tersebut adalah modifikasi khusus sehingga
terbentuk sebuah tarekat yang mandiri yang berbeda dengan tarekat induknya.
Perbedaan itu terutama dalam hal metode riyadah dan bentuk-bentuk upacara
ritualnya. Penggabungan dan modifikasi yang demikian ini memang sesuatu
yang sering terjadi dalam tarekat Qadiriyah. Pendiri tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah adalah Ahmad Khatib bin Abd Ghaffar Sambasi
al-Jawi.7
Untuk selanjutnya dalam penyebutan Pondok pesulukan tarekat agung
penulis akan menyingkatnya dengan nama PETA.
6Ahmad Zainuri, “Jurnal Kajian Ilmu Dakwa dan Komunikasi: Tasamuh,” (Surabaya: 2014), 24. 7Achmad Zaini, “Jurnal IAIN Sunan Ampel: Media Komunikasi dan Informasi Keagamaan,”
6
B. Rumusan Masalah
Pondok pesulukan tarekat agung merupakan salah satu pondok yang
berbeda dengan pondok pada umumnya, yang kebanyakan mengajarkan
metode Salafiyah atau pelajaran kitab pada murid-muridnya. Sedangkan
pondok adalah pondok yang hanya menerima penbaiatan tarekat saja. Maka
dari itu penulis lebih menekankan membahasan tentang perkembangan
tarekat yang ada di Pondok PETA dengan cara memuncalkan beberapa pokok
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya pondok PETA di Tulungagung?
2. Bagaimana sejarah munculnya tarekat Syadziliyah, tarekat Qodiriyah,
dan tarekat Naqsabandiyah di Pondok PETA Tulungagung?
3. Bagaimana Perkembangan tarekat Syadziliyah, tarekat Qodiriyah, dan
tarekat Naqsabandiyah di pondok PETA (1987-2015) Tulungagung?
C. Tujuan Penelitian
Dengan adanya penulisan penelitian dengan judul diatas, mempunyai
tujuan:
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya pondok PETA di Tulungagung
2. Untuk mengetahui ajaran amalia tarekat Syadziliyah, Qadiriyah, dan
Qadiriyah wa Naqsabandiyah di pondok PETA tahun 1987-2005 di
Tulungagung
3. Untuk mengetahui perkembangan ketiga tarekat di pondok PETA tahun
7
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Akademisi
Penelitian karya ilmiah yang berjudul “Sejarah Perkembangan
Aliran-Aliran Tarekat di Pondok Pesulukan Tarekat Agung (PETA)
Tulungagung Tahun 1987-2015”, dibuat oleh penulis bertujuan untuk
menambah wawasan kepada semua warga UIN Sunan Ampel Surabaya,
khususnya bagi mahasiswa agar lebih dapat mengetahui bangaimana
ajaran tarekat itu sebenarnya, bagaimana pengamalannya, khususnya
untuk mengetahui bagaimana perkembangan yang terjadi untuk isi
amalan tarekat-tarekat tersebut, khususnya untuk aliran-aliran tarekat
yang ada di pondok PETA.
2. Secara Praktis
Dengan skripsi ini diharapkan penulis dapat menyelesaikan
skripsi, jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
E. Penelitian Terdahulu
Pembahasan yang berkenaan dengan tarekat sebenarnya sudah banyak
yang menulis. Namun yang membedakan penelitian tentang “Sejarah
Perkembangan Aliran-Aliran Tarekat di Pondok Pesulukan Tarekat Agung
(PETA) Tulungagung tahun 1987-2015” dengan tulisan ilmiah tentang tarekat
8
tarekat yang ada di pondok PETA dari tahun 1987-2015. Adapun penelitian
terdahulu tentang aliran tarekat yang ada dibeberapa pesantren diantaranya:
1. Skripsi, Wiwit, A02302006, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam,
Fakultas Adab, UIN Sunan Ampel Surabaya, “Tarekat Qodiriyah wa
Naqsabandiyah di Pondok Pesantren As-Syalafi Al-Fitrah Kedinding
Kenjeran Surabaya”, 2006, isi: Tarekat qodiriyah wa naqsabandiyah di
pondok pesantren As-Syalafi Kedinding Surabaya, sebenarnya masih sama
pengertiannya dengan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang
diamalkan di pesantren-pesantren lainnya. Yang membedakan tarekat
qodiriyah di pondok pesantren ini adalah tata cara pelaksanaan amaliyah
tarekat tersebut.
2. Skripsi, Galuh Giri Jati, A72212125, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam, Fakultas Adab, UIN Sunan Ampel Surabaya, “Sejarah
Perkembangan Organisasi Penyiar Sholawat Wahidiyah Tahun
1964-2015”, 2016, isi: sejarah Sholawat wahidiyah, tentang sejarah dan
perkembangan Organisasi Penyiar Sholawat Wahidiyah tahun 1964-2015.
F. Pendekatan dan Kerangka Teori
Penelitian skripsi yang berjudul “Sejarah Perkembangan Aliran-Aliran
Tarekat di Pondok Pesulukan Tarekat Agung (PETA) Tulungagung tahun
1987-2015” ini menggunakan pendekatan historis deskriptif. Dalam hal ini,
9
pesulukan tarekat agung serta sejarah munculnya tarekat di Pondok pesulukan
tarekat agung.
Dalam pendekatan historis ini, penulis menggunakan sumber primer
seperti isi amalia tarekat Syadziliyah, tarekat Qodiriyah, dan tarekat
Naqsabandiyah. Sehingga mampu mengetahui proses peristiwa sejarah
perkembangan dapat dieksplorasi secara kritis dan mendalam.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sebuah teori yang di
rumuskan oleh Arnold Joseph Toynbee yaitu teori Challenge and Response
bahwa sebuah perkembangan itu muncul karena adanya tantangan dan
tanggapan. Toynbee memperkenalkan sejarah dalam kaitan dengan challenge and response. Peradaban muncul sebagai jawaban atas beberapa satuan tantangan kesukaran ekstrim, ketika “minoritas kreatif” yang
mengorientasikan kembali keseluruhan masyarakat. Minoritas kreatif ini
adalah sekelompok manusia atau bahkan individu yang memiliki “ self-determining” (kemampuan untuk menentukan apa yang hendak dilakukan secara tepat dan semangat yang kuat). Dengan adanya minoritas kreatif,
sebuah kelompok manusia akan bisa keluar dari masyarakat primitif.8
Tantang dan tanggapan adalah bersifat fisik, seperti ketika penduduk
zaman neolithik berkembang menjadi suatu masyarakat yang mampu
menyelesaikan proyek irigasi besar-besaran; atau seperti Gereja Agama
Katholik memecahkan kekacauanpost-Roman Eropa dengan pendaftaran
10
kerajaan berkenaan dengan bahasa Jerman yang baru di dalam masyarakat
religius tunggal.9
Dalam hal ini, teori yang dirumuskan Arnold Joseph Toynbee dapat
ditarik kesimpulan bahwa perkembangan aliran-aliran tarekat di pondok
PETA terjadi karena adanya tantangan yang terjadi dalam perjuangan
menanamkan tarekat kepada masyarakat agar kembali kepada jalan Allah
sekaligus tantangan yang diberikan oleh Mursyid kepada para jammahnya,
dengan melakukan beberapa perubahan isi amalia masing-masing tarekat.
Kemudian adanya tanggapan dari para jamaah atau pengikut ketiga tarekat
untuk tantangan tersebut yaitu dengan terus melakukan amalia-amalia yang
sudah diberikan dan menerima perubahan isi amalia masing-masing tarekat.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merujuk
kepada analisis data dan fakta yang ditemui di lapangan. Metode penelitian
ini lebih menekankan pada teknik analisis mendalam, yaitu mengkaji masalah
dengan menggunakan data-data dan sumber yang dijadikan sebagai bahan
penulisan peneliti. Adapun data-data yang digunakan oleh penulis berupa
wawancara, dokumen yang ada di Pondok pesulukan tarekat agung, serta
buku-buku yang ada kaitannya dengan isi penelitian.10 Adapun langka-langka dalam penelitian:
9 Agus, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), 35.
11
1. Pemilihan Topik
Dalam penelitian ini, peneliti memilih topik tentang ”Sejarah
Perkembangan Aliran-Aliran Tarekat di Pondok Pesulukan Tarekat Agung
tahun 1987-2015 Tulungagung” yang menjelaskan tentang sejarah
berdirinya, perkembangan dan pengaruh ajaran tarekat terhadap
masyarakat sekitar.
2. Heuristik
Metode pengumpulan sumber (Heuristik) adalah suatu proses
pengumpulan sumber-sumber berupa data-data. Penulisan sejarah tanpa
adanya bukti sumber-sumber terutama sumber primer menentukan kuatnya
kebenaran kejadian peristiwa sejarah tersebut. Maka dari itu peneliti
melengkapi tulisan karya ilmiah ini dengan beberapa sumber primer dan
sumber sekunder.
Berikut beberapa sumber primer yang didapat dari pondok PETA:
a. Buku karangan Pondok pesulukan tarekat agung “Manaqib Sang
Quthub Agung” (Arsip)
b. Dokumen foto-foto kegiatan tarekat di Pondok pesulukan tarekat
agung
c. SK Yayasan Pondok pesulukan tarekat agung
d. Amalia tarekat Syadziliyah di Pondok pesulukan tarekat agung
e. Amalia tarekat Qodiriyah di Pondok pesulukan tarekat agung
f. Amalia tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah di Pondok pesulukan
12
g. Wawancara atau interview yang dilakukan peneliti dengan
mendatangi pondok yang sudah ditentukan oleh peneliti membantu
memberikan informasi yang relevan. Dalam subjek penelitian ini,
peneliti mengambil wawancara dari beberapa orang yang berperan
penting di Pondok pesulukan tarekat agung. Diantaranya adalah
keluarga ndalem, pengurus Pondok pesulukan tarekat agung, ketua
tarekat yang ada disalah satu daerah Jawa Timur.
Sumber sekunder yang dapat membantu peneliti untuk
meneliti diantaranya yaitu buku-buku:
a. Tasawuf dan Tarekatkarya Cecep Alba
b. Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren karya Sukamto
c. SukamtoWahid Abdurrahman. Pesantren Masa Depan. Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.
3. Verifikasi (Kritik Sumber)
Metode Kritik sumber, merupakan suatu metode menyangkut
verifikasi sumber, yaitu menguji kebenaran dari sumber tersebut. Dalam
metode penulisan sejarah dikenal dengan istilah Kritik intern yaitu suatu
usaha yang dilakukan oleh seorang sejarawan untuk melihat isi dari suatu
sumber, apakah sumber tersebut cukup kredibel atau tidak. Kritik ekstren
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang sejarawan, untuk
mengetahui apakah bukti yang didapatkan dari suatu sumber itu terbukti
kebenaran isinya atau tidak.11 Sumber beserta data-data yang diperoleh
13
oleh penulis memang berasal dari Pondok pesulukan tarekat agung,
sehingga dapat dijadikan bahan penulisan yang autentik.
4. Interpretasi (penafsiran)
Aplikasi beberapa teori untuk menganalisis masalah. Pada
langkah ini penulis menafsirkan fakta-fakta agar suatu peristiwa dapat
direkonstruksi dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun,
mengurangi tekanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal.
Penulis juga akan mencoba untuk bersikap se-objektif mungkin terhadap
penyusunan penelitian ini, sehingga tidak mengurangi kebenaran
jalannya sejarah perkembangan aliran tarekat yang ada di Pondok
pesulukan tarekat agung.
5. Historiografi (penulisa sejarah),
Tahap ini merupakan bentuk penulisan, pemaparan atau pelaporan
hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang
menekankan aspek kronologis masa lampau yang menjelaskan sejarah
perkembangan aliran tarekat di Pondok pesulukan tarekat agung yang
terjadi sejak tahun 1970-2015. Menyunsun fakta-fakta yang didapatkan
dari suatu sumber autentik, sehingga dapat diketahui bagaimana
perkembangan aliran ketiga tarekat di Pondok pesulukan tarekat agung
apakah mengalami perubahan isi atau mengalami penambahan isi amalia
tarekat. Dari beberapa metode penelitian yang dituliskan diatas, maka
akan dipastika akan tercipta sebuah karya ilmiah yang benar.12
14
H. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan penelitian tentang Sejarah Perkembangan
Aliran-Aliran Tarekat di Pondok pesulukan tarekat agung (1987-2015) di
Tulungagung, penulis menyajikan pembahasan dalam beberapa sub bab, agar
karya ilmiah ini penulis dapat menyusun karya ilmiah ini dengan mudah, dan
mudah dipahami pula oleh para pembaca.
Bab pertama berisi pendahuluan, yang teridiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian
terdahulu, pendekatan dan kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua menjelaskan berdirinya Pondok pesulukan tarekat agung,
serta menjelaskan sejarah kehidupan para pemimpin Pondok pesulukan
tarekat agung terutama pada masa kepemimpinan Kiai Abdul Djalil bin
Mustaqim (1987-2005) dan pada masa kepemimpinan Kiai Charir bin Abdul
Djalil Mustaqim (2005-2015).
Bab ketiga menjelaskan bagaimana masuknya ketiga tarekat di
Pondok pesulukan tarekat agung, kemudian menjelaskan pengertian
masing tarekat serta menyebutkan amalia-amalia yang dimiliki
masing-masing tarekat. Dijelaskan pula bagaimana struktuk tahapan menuju tahapan
tarekat paling tinggi di Pondok pesulukan tarekat agung. Serta perkembangan
masing-masing tarekat.
Bab keempat menjelaskan analisa tentang perkembangan ketiga
15
sampai pada Kiai Charir. Serta pengaruh tarekat terhadap jamaah tarekat di
Pondok pesulukan tarekat agung.
Bab kelima berisi penutup, diantaranya kesimpulan, saran, dan daftar
BAB II
SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESULUKAN TAREKAT AGUNG (PETA)
A. Letak Geografis Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Tulungagung adalah adalah salah satu Kabupaten yang Terletak di Provinsi Jawa Timur Indonesia. Terletak sekitar 154 km dari kota
Surabaya sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur. Pusat pemerintahan kabupaten Tulungagung berada di Kecamatan Tulungagung.
Terdapat dua versi dalam pemberian nama kota Tulungagung.
Pertama, nama Tulungagung berasal dari kata “Pitulungan Agung” (Pertolongan yang agung). Versi kedua, Tulungagung berasal dari dua kata yaitu tulung dan agung. Tulung artinya sumber yang besar dan agung sendiri
artinya adalah besar. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa jawa, jika di artikan lagi dahulunya Tulungagung adalah salah satu tempat yang
mempunyai sumber air yang besar.1
Secara geografis Kabupaten Tulungagung terletak antara koordinat (11143’-11207’) bujur timur (751’-818) lintang selatan dengan titik nol
Greenwich Inggris. Sedangkan letaknya dari Ibu Kota Jawa timur adalah 154 km. Luas wilayah Kabupaten Tulungagung secara keseluruhan adalah
1.150,41 km2 (115.050 Ha) atau sekitar 2,2% dari seluruh wilayah Provinsi
1Yuris Mulya, “Babad Tulungagung”, dalam
17
Jawa Timur. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulungagung secara
administratif adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara: Kabupaten Kediri b. Sebelah Selatan: Samudra Hindia
c. Sebelah Timur: Kabupaten Blitar d. Sebelah Barat: Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung sendiri beribukotakan di Kecamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung. Di Kabupaten Tulungagung terbagi dalam dalam 19 kecamatan, 257 desa, dan 14 kelurahan.
Perhitungan akhir jumlah penduduk Kabupaten Tulungagung tercatat sebanyak 1.002.807 jiwa, yang terbagi atas laki-laki 49,71% jiwa, dan
perempuan sebanyak 50,29% jiwa. Kepadatan penduduk difokuskan pada tiga kecamatan, yaitu kecamatan Tulungagung, Kecamatan Kedungwaru, dan Kecamatan Boyolangu.
Di bidang pendidikan Kabupaten Tulungagung memiliki beberapa pendidikan formal dari mulai TK, SD, MI, SMP, SMA, sampai pada jenjang
perguruan tinggi. Selain pendidikan formal diatas, di Kabupaten Tulungagung juga memiliki beberpa pendidikan non formal seperti Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ), dan beberapa pendidikan non formal berupa
pondok pesantren seperti.
Terdapat disalah satu desa di Kabupaten Tulungagung yaitu di
18
di jantung kota Tulungagung dan sangat dekat dengan alun-alun Kota
Tulungagung. Selain telaknya yang sangat strategis, sumber daya masyarakatnya pun sudah maju dalam hal perkembangan kota tersebut, misalnya dalam bidang ekonomi, sosiak, politik, agama, pendidikan dan
sebagainya.
Di Desa Kauman memiliki luas 13.785 Ha yang terbagi atas beberapa
wilayah yaitu disebelah utara kelurahan adalah Kutoanyar, sebelah Timur kelurahan adalah kampung dalem, sebelah selatan adalah kelurahan Karangwaru, dan disebelah barat adalah kelurahan. Jumlah penduduk desa
Kauman pada bulan maret 2015 tercacat sebanyak 8.593 jiwa.2
Tidak hanya hanya dalam bidang kemasyrakatan saja. Lembaga
pendidikan pun dirasa sangat penting keberadaanya. Adapun lembaga pendidikan yang ada di Desa Kauman diantaranya adalah pendidikan tingkat TK, SD, SMP, SMA. Selain pendidikan formal, di Desa Kauman juga
terdepat pendidikan non formal berupa pondok. Dan salah satu pondok yang terkenal adalah pondok Pesulukan Tarekat Agung (PETA).
Salah satu pondok yang ada di Kabupaten Tulungagung, yaitu pondok pesulukan Tarekat Agung atau masyarakat sekitar lebih mengenalnya dengan sebutan pondok PETA. Pondok PETA terletak di jl.
KH Wahid Hasyim No. 27 RT 02 RW 02 Kelurahan Kauman Kecamatan Tulungagung Kabupaten Tulungagung.
2Fachrizal Edyansyah, “Jumlah Penduduk Kota Tulungagung”, dalam
19
B. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesulukan Tarekat Agung (PETA) Nurcholish Majid mengatakan “pesantren adalah artefak peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan keagamaan bercorak tradisional, unik dan indigenous”.3
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan trasional Islam untuk memahami, mempelajari, serta mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.4 Selain itu pondok pesantren juga didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pada pengajaran agama Islam dengan disertai
fasilitas asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen atau santri yang tinggal cukup lama, misalkan selama tiga tahun atau lebih.5
Namun di sisi lain, pondok pesantren sebagai lemabaga pendidikan tidak memiliki status formalitas layak sekolah formal yang diakui oleh negara. Tujuan dari lembaga pondok pesantren sendiri tidak tertulis secara
formal, melainkan hanya sebuah angan-angan saja. Maksudnya bukan terletak pada ketiadaan tujuan dari adanya pendidikan pondok pesantren, hanya saja
tujuan tersebut tidak tertulis seperti sekolah formal pada umumnya.6
Salah satu pondok pesantren yang terletak Kabupaten Tulungagung yaitu Pondok Pesulukan Tarekat Agung (PETA). Menurut penulis Pondok
PETA adalah salah satu pondok yang telah memenuhi syarat sebagai sebuah pondok yang mengajarkan pada santrinya tentang agama Islam. Hanya saja
20
Pondok PETA sedikit berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya yang
mengajar banyak kitab-kitab yang berhubungan syariat agama Islam ataupun mengajarkan dan menghafalkan al-quran.
Pondok PETA adalah pondok yang berada tepat di jantung kota,
dengan dengan alun-alun kota Tulungagung. Sekilas fisik pondok PETA jika dilihat dari depan tidak nampak seperti sebuah pondok sebagaimana
mestinya, hanya terlihat seperti rumah pada umumnya dan dikelilingi banyak pertokohan. Barulah setelah masuk kedalam pondok, suasana kental tarekat akan terasa.
Pondok PETA yang berlatar belakang tarekat ini berdiri pertama kali sekitar tahun 1930 M. Kiai Mustaqim bin Muhammad Husain adalah pendiri
pondok PETA, sebernarnya tidak ada dari beliau untuk mendirikan sebuah pondok apalagi pondok yang berlatar belakang tarekat. Beliau hanyalah masyarakat biasa yang bekerja sebagai seorang pedagang.
Karena Kiai Mustaqim juga dikenal sebagai seorang yang taat pada agama, dan pada masa muda beliau sempat menimbah ilmu agama dan
menjadi salah satu jamaah tarekat, oleh karena itu banyak pula dari kalangan para Kiai yang mengenal Kiai Mustaqim salah satunya adalah Syeh Abdul Razak dari Termas Pacitan. Beliau turut memerintahkan dan mendukung Kiai
Mustaqim untuk memperjuangkan panji-panji agama Islam dengan cara mengamalkan ajaran tarekat di daerah yang sekarang menjadi jatung kota
21
Di awal pejuangan Kiai Mustaqim dalam tujuannya memperbaiki
akhlak masyarakat Tulungagung yang pada saat itu masih kental dengan ajaran-ajaran ilmu kejawen. Kiai Mustaqim mendirikan sebuah bangunan kecil berupa langgar (Musholla) tepat di lokasi dimana pondok PETA
sekarang berdiri. Langgar tersebut digunakan Kiai Mustaqim untuk melaksanakan kuwajiban sholat lima waktu dan sedikit tausiah pada
masyarakat sekitar ketika selesai melaksanakan sholat berjamaah.
Perjuangan Kiai Mustaqim dalam menyebarkan ajaran-ajaran agama islam di tulungagung pada awalnya mengalami banyak rintangan dan
mengalami banyak hujatan dari orang-orang di sekitar tempat tinggal Kiai Mustaqim. Tidak hanya dari masyarakat sekitar, namun Kiai Mustaqim juga
mendapat perlawanan dari tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang dari kalangan pemerintahan, karena mereka menganggap ajaran yang dibawah oleh Kiai Mustaqim adalah ajaran sesat dan akan dapat membahayakan
orang-orang sekitar. Khususnya bagi kalangan pemerintahan, yang mana pada saat itu Indonesia masih berada dibawah kekuasaan Belanda. Para Kolonial
takut kalau ajaran yang dibawah Kiai Mustaqim akan dapat membahayakan posisi kekuasaan mereka pada saat itu. Bukan hal muda dalam menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam di lingkungan orang-orang yang masih awam
dengan ajaran agama Islam. Namun Kiai Mustaqim sendiri tetap teguh dengan tujuannya.
22
memiliki empat murid pilihan diantaranya adalah H. Khudhori, H. Hamid, H.
Mahfud, dan H. Samun.7 Dengan berjalannya waktu jumlah murid Kiai Mustaqim bertambah menjadi sebanyak dua puluh orang dan dengan kegiatannya yang dilakukan di Mushalla tersebut, seperti kegiatan sholat lima
waktu, pengamalan tarekat Syahdziliya, Qadiriyyah dan Naqsabandiyah serta mengajarkan silat untuk melindungi diri. Karena pada zaman itu terdapat
peraturan “ siapa yang kuat dialah yang berkuasa”. Kiai Mustaqim yang dikaruniai ilmu silat yang tinggi sehingga dapat mengalahkan orang-orang yang menentang keberadaannya Kiai Mustaqim pada saat itu. Begitu pula
dengan masyarakat sekitar yang mulai sadar akan kebenaran ajaran yang dibawah oleh Kiai Mustaqim, mereka mulai mengikuti ajaran Kiai Mustaqim.
Untuk menjadi santri Kiai Mustaqim sendiri, beliau memberikan syarat tertentu.
Adapun syarat untuk menjadi murid Kiai Mustaqim adalah
menjauhkan diri dari sifat kemusyrikan. Karena pada saat itu masyarakat di Desa Kauman masih kental dengan ajaran animisme dan dinamisme dan di
kenal mempunyai ilmu kanuragan yang tinggi. Untuk mengubah kebiasaan masyarakat Desa Kauma, maka Kiai Mustaqim yang tidak hanya dikenal dengan ketaatannya dalam beragama, beliau juga memiliki ilmu pencak silat
yang hebat sehingga dapat mengalahkan dan menundukkan masyarakat yang tidak suka akan keberadaan beliau. Karena pada waktu tersebut juga masih
23
berlaku hukum, “siapa yang kalah akan menjadi murid yang menang”. Mulai
pada saat itu santri Kiai Mustaqim bertambah banyak.8
Sebelum menjadi murid Kiai Mustaqim dan mengikuti tarekat, seseorang itu harus mensucikan pikiran dan hatinya dari hal-hal yang
berhubungan dengan mistis dan menganut ajaran lain selain ajaran yang diperbolehkan oleh Allah SWT. Kiai Mustaqim akan membawa orang-orang
yang ingin berguru kepadanya dan mengamalkan syariat agama islam ke laut selatan untuk mandi dan berendam disana. Cara ini digunakan Kiai mustaqim sebagai simbol mensucikan diri, dan agar ajaran-ajaran yang dianut dan tidak
sesuai dengan syariat agama islam oleh para calon santri. Dengan mandi dan berendam di laut selatan menyimbolkan ajaran-ajaran sesat itu akan hilang
dibawa arus air laut.9
Kiai Mustaqim sendiri pada awalnya hanya mengajarkan amalan
hizib, khususnya hizib Bahr. Setelah pengamalan hizib sudah berjalan dengan
istiqomah, beliau mulai mengajarkan ajaran tarekat yang beliau amalkan setiap harinya kepada para santrinya.
Tarekat yang beliau ajarkan pertama kali adalah tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dan tarekat Qadiriyah. Kiai Mustaqim sendiri mempelajari kedua tarekat tersebut dari Syeh Khudlori bin Hasan (Malangbong, Garut,
Jawa Barat) sejak sekitar tahun 1925 M. Sampai saat ini tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyah dan Qadiriyah masih di amalkan dipondok PETA, dan
selalu istiqomah dibaca setiap sholat lima waktu. Selain itu tarekat
24
Syadziliyah pun menjadi salah satu tarekat yang di ajarkan di pondok PETA
setelah istiqomah mengamalkan bacaan laqodja, ayat kursi, hizib dan melakukan suluk selama 10, 20, 30, sampai 40 hari untuk jamaah pemula.
Kiai Mustaqim wafat pada tahun 1999 dan kedudukan digantikan oleh
anaknya yaitu Kiai Abdul Djalil bin Mustaqim. Masa kepemimpinan Kiai Abdul Djalil sendiri lebih dikenal dengan masa pengembangan pondok
PETA. Perkembangan itu dapat dilihat dari segi bertambahnya murid dari berbagai kalangan dari berbagai daerah.10
Pada masa kepememimpinan Kiai Abdul djalil juga mulai dibentuk
ketua dari masing daerah. Alasan dibentuknya ketua dari masing-masing daerah, karena jamaah tarekat pondok PETA sendiri tidak hanya
berasal dari daerah di Tulungagung ataupun daerah yang berada di wilayah Jawa Timur saja. Para ketua pimpinan tarekat tersebut diangkat dari jamaah atau murid yang sudah dianggap mampu mengemban tanggung jawab yang
diberikan oleh Mursyid itu sendiri.11 Pada masa Mursyid Kiai Abdul Djalil meskipun sudah di bentuk ketua untuk masing-masing daerah, tapi belum
tertata rapi. Pada masa itu pendataan jumlah jamaah belum teratur, ada ketua yang melakukan pendaan ada pula yang tidak melakukan pendataan. Selain itu pada masa itu jumlah jamaah tarekat pun masih belum diberi peraturan
berapa banyak jamaah yang dimiliki masing-masing ketua tarekat.
Selain bertambahnya jamaah tarekat dan dibentuknya ketua untuk
masing-masing kelompok yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Pada
25
masa Kiai Abdul Djalil pembangunan fisik pondok PETA mulai dilakukan.
Seperti perluasan Musallah dan pembangunan pondok untuk Jamaah yang sedang melalukan suluk dan para santri yang mengabdi di pondok PETA.
Memasuki kepemimpinan Kiai Solachudin, yang dikenal masa
penataan. Adapun penataan yang dilakukan mulai dari pendaatan jamaah, pendataan titik kelompok, dan diresmikannya yayasan pondok PETA dan
dirikannya koprasi bersama yaitu koprasi Sultan Agung 78.
Sebelum memasuki masa kepemimpinan Kiai Sholachudin, sebenarnya pendataan sudah dilakukan. Pendataan tersebut ditugaskan kepada
ketua tarekat di daerah dari masing-masing. Data tersebut tidak di berikan kepada pihak pondok PETA, sehingga tidak ada pendataan secara formalitas.
Dimulai dari 2005 pihak pondok mengeluarkan peraturan baru tentang pendataan jumlah jamaah tarekat dari berbagai daerah oleh ketua masing-masing. Adapun syarat dari pendataan tersebut, masing-masing ketua tarekat
dari suatu daerah memiliki sedikitnya 25 jamaah yang aktif. Jarak rumah jamaah dan ketua tidak boleh lebih dari 5 kilo meter.12
Selain pendataan anggota jamaah, pihak pondok juga melakukkan pendataan ketua. Adapun yang menentukan seseorang itu menjadi seorang ketua adalah mursyid itu sendiri. Ketua tarekat kebanyakan jamaah tarekat
yang tingkatan tarekatnya sudah di atas tarekat syahdziliyah. Ketua tarekat tersebut juga memenuhi syarat yaitu istiqomah dan amanah dalam
menjalankan kewajibannya sebagai seorang ketua tarekat. Tugas seorang
26
ketua sendiri tidaklah mudah. Karena seorang ketua tarekat haruslah
benar-benar menjaga keistiqomahan setiap jamaah tarekat yang berada dibawah pengawasannya. Ketua tarekat juga harus istiqomah mendata jamaahnya, karena dari masing-masing kelompok juga memiliki hari khusus berkumpul
untuk melakukan mengamalan tarekat secara berjamaah. Selain melakukan kegiatan-kegiatan tersebut para jamaah tarekat juga diharuskan kegiatan
berjamaah bersama di pondok PETA setiap hari jumat legi.13
Dari mulai masa Mursyid pertama yaitu Kiai Mustaqim sampai pada masa Kiai Djalil pondok PETA tidak memiliki yayasan layaknya
pondok-pondok pada umumnya, Meskipun pondok-pondok PETA memiliki santri dan jamaah yang banyak. Bahkan sampai sekarang pun tidak terdapat plakat atas nama
pondok PETA di lokasi pondok PETA sekarang ini. barulah pada masa Kiai Solachudin yayasan dibentuk atas nama pondok PETA, dan diresmikan oleh pemerintah pada tahun 2006. Yayasan pondok PETA sendiri telah memiliki
sekolah TK (Taman Kanak-kanak) dan sebuah koprasi yang saat ini sedang berkembang.
Selain dibentuknya yayasan pondok pada tahun 2006, berkat keahlian Kiai Solachudin pondok PETA pada beberapa bidang seperti pendidikan dan ekonomi, maka di bentuklah koprasi Sultan Agung 78. Koprasi ini digunakan
pendataan jamaah lama, ataupun jamaah yang baru, seperti sarana pendaftaran. Selain untuk pendataan jamaah, koprasi Sultan Agung 78
merupakan sarana simpan pinjam para jamaah dan masyarakat sekitar. Selain
27
sebagai sarana simpan jinjam, koprasi Sultan agung 78 juga digunakan
sebagai tempat akhir penyimpanan dana yang diambil dari para jamaah tarekat pondok PETA. Sampai pada saat ini koprasi ini masih beroprasi, bahkan memiliki pegawai layaknya koprasi-koprasi pada umumnya.14
Hingga pada saat ini lokasi pondok PETA tidak pernah sepi dengan jamaah yang hampir setiap hari datang dari berbagai daerah untuk melakukan
suluk ataupun melakuakan pengamalan tarekat secara berjamaah. Selain itu banyaknya orang-orang yang berdatangan untuk ziarah dimakam Kiai Mustaqim dan makam Kiai Djalil layaknya makam di tempat ziarah wali.
C. Biografi Pendiri Pondok Pesulukan Tarekat Agung (PETA)
Pendiri atau pemimpin pondok pesantren pada umumnya disebut
dengan Kiai. Kiai sendiri memiliki pengertian yang plural. Kata Kiai bisa berarti sebutan bagi para alim ulama (cerdik, pandai dalam agama Islam).15
Karisma yang dimiliki oleh seorang Kiai menyebabkan seseorang tersebut
memiliki yang tinggi dan posisi kepemimpinan dalam lingkungannya. Selain sebagai teladan bagi masyarakatnya, Kiai juga memimpin sebuah pondok
pesantren dimana ia tinggal.16
Selain sebutan Kiai bagi seseorang yang dianggap sebagai tokoh agama atau pimpinan sebuah pondok. Dalam dunia tarekat juga mempunyai
pimpinan yang biasa dikenal dengan sebutan Mursyid. Mursyid adalah sebutan untuk seorang guru pembimbing dalam dunia tarekat, yang telah
memperoleh izin dan ijazah dari guru Mursyid diatasnya yang terus
14Jumal, Wawancara, Tulungagung, 10 Maret 2016.
15Mujamil Qomar, Pesantren (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2002), 27.
28
bersambung sampai kepada guru Mursyid Shohibuh Tarekat yang muasalnya
dari Rasulullah untuk mentalqin dzikir atau wirid tarekat kepada orang-orang yang datang memimta bimbingannyaa (murid).17
1. Biografi Kiai Mustaqim bin Husain
Kiai Mustaqim Bin Husain lahir di Desa Nawangan, Kecamatan Keras, Kabupaten Kediri pada tahun 1901. Ayah beliau bernama Husain
bin Abdul Djalil. Sejak usia 12-13 tahun Kiai Mustaqim mengabdikan hidupnya kepada Kiai Zarkasyi di Dusun Tulungagung. Diusia yang saat itu Kiai Mustaqim sudah dikaruniai oleh Allah hati yang terbiasa berucap
dzikir.
Setelah Kiai Mustaqim dewasa beliau dinikahkan dengan putri
Kiai Zarkasyi yaitu Ibu Halimah Sa’diyyah. Sewajarnya seorang suami dan kepala rumah tanggah, Kiai Mustaqim menghidupi keluarganya dengan bekerja sebagai seorang pencukur rambut dan sebagai seorang
penjahit. Selain kedua kegiatan tersebut Kiai Mustaqim juga mengajarkan silat kepada beberapa orang muridnya.
Kiai Mustaqim memperoleh ijazah tarekat naqsabandiyah, qodiriyah, dan syadziliyah melalui seorang Mursyid yang berbeda. Kiai Mustaqim sebelum menerima ijazah tarekat Syadziliyah, beliau sudah
lebih dulu menerima tarekat Naqsabandiyah dan Qodiriyah. Beliau menerima kedua tarekat tersebut dari gurunya sekaligus pamannya yang
segaligus seorang Mursyid yang berasal dari Balarang Tasik Malangbong
17Bazul Asyhab, “Khidmad Manaqib”, dalam
29
Jawa tengah yaitu Kiai Khudhori. Dan beliau menerima ijazah tarekat
Syadziliyah dari Kiai Abdul Razzaq dari Termas pacitan.18
Tepat di tahun 1970, pada hari minggu tanggal 1 Muharram Kiai Mustaqim wafat dan di makamkan di lokasi Pondok PETA saat ini.
kedudukan beliau sebagai seorang Mursyid digantikan oleh anaknya, yaitu Kiai Abdul Djalil bin Mustaqim.19
2. Biografi Kiai Abdul Djalil bin Mustaqim
Kiai K.H Abdul Djalil bin Mustaqim lahir pada tahun 1942 M, di Tulungagung Jawa Timur. Kiai K.H Abdul Djalil bin Mustaqim lahir dari
tujuh bersaudara, dan merupakan putra keenam dar Ayahnya Kiai Mustaqim bin Husain. Kiai Abdul Djalil kecil tumbuh di lingkungan
pondok PETA dengan beberapa saudaranya, dengan aktifitas selayaknya anak kecil pada umumnya seperti sekolah dan mengaji didekat rumah.
Ketika berumur 9 tahun Kiai Abdul Djalil mulai menimbah ilmu
di pesantren Al-Falah di Desa Ploso Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri. Beliau tinggal di pesantren AL-Falah selama satu tahun. Kemudian
pindah ke Pondok Loh Ceret yang berada di Kabupaten Nganjuk. Beliau berada di Pondok Loh Ceret dari tahun 1960 sampai tahun 1971. Di tahun 1972 beliau kembali kerumah, dan di tahun tersebut Kiai Abdul
Djalil menikah dan dikaruniai tiga orang anak.20
Kiai Abdul Djalil sendiri diangkat menjadi seorang Mursyid di
Pondok PETA pada tahun 1970 M. jadi sebelum beliau menikah Kiai
18Karim, Wawancara, Tulungagung, 16 April 2016.
30
Abdul Djalil sudah menjadi seorang Mursyid tarekat. Pengangkatan
sebagai seorang Mursyid kepada Kiai Abdul Djalil diumumkan oleh Kiai Asrori dihalayak umum dengan menggunakan alat pengeras suara.
Walaupun tidak mengalami perjuangan yang begitu berat seperti
Ayah beliau yaitu Kiai Mustaqim, namun Kiai Abdul Djalil ikut berperan besar dalam memperjuangkan keberadaan pondok PETA. Hasil kerja
keras dari Kiai Abdul Djalil tidak menjadi sia-sia. Dibuktikan dengan bertambahnya santri dan jamaah tarekat yang mulai berdatangan dari berbagai daerah diluar Kabupaten Tulungagung. Selain perkembangan
jumlah jamaah, Kiai Abdul Djalil juga mulai melalukan pengembangan fisik pondok PETA.
Kiai Abdul Djalil wafat diusianya yang ke 63 tahun pada tahun 2005. Setelah wafatnya beliau wafat, jabatan Mursyid diturunkan kepada putranya yaitu Kiai Charir Shalachudin bin Abdul Djalil Mustaqim.
3. Biografi Kiai Charir Shalachudin bin Abdul Djalil Mustaqim
Kiai Charir Shalachudin bin Abdul Djalil Mustaqim yang akrab
disapa dengan Kiai Shalachudin, lahir pada 30 April 1978. Kiai Shalachudin merpakan putra ketiga Kiai Djalil. Sama dengan Ayahnya beliau menghabiskan masa kecilnya di rumahnya sendiri. Ketika beliau
berusia lima tahun sudah mulai menuntut ilmu di Pondok Sidayu. Beliau menuntut ilmu di Pondok Sidayu selama 2 tahun. Dalam waktu dua tahun
31
Di usianya yang ke delapan Kiai Shalachudin pindah ke pondok
yang ada di Tambak Beras yang ada di Kabupaten Jombang. Setelah menimbah ilmu di Pondok Tambak beras, Kiai Shalachudin sempat mengikuti kursus beberapa bahasa, dan sampai saat ini terhitung 12
bahasa yang beliau kuasai. Perlu diketahui Kiai Shalachudin sendiri tidak pernah mengenyam pendidikan formal layaknya pemuda pada umumnya.
Beliau hanya menghabiskan masa mudanya di lingkungan pondok. Pada tahun 2005 bertepatan dengan tahun wafatnya ayah Kiai Shalachudin yaitu Kiai Abdul Djalil. Kiai Shalachudin diangkat menjadi
Mursyid menggantikan Ayahnya. Dalam masa kepemimpinan Kiai Shalachudin, beliau meneruskan tugas ayahnya dalam mengembangkan
ajaran tarekat di Pondok PETA. Selain berhasil dalam mengemban tugasnya sebagai seorang Mursyid, Kiai Shalachudin juga membentuk sebuah yayasan dan membentuk sebuah koprasi yang diberi nama
“Sultan Agung 78” untuk kepentingan jamaah dan masyarakat yang mau bergabung di dalamnya.21
BAB III
SEJARAH MUNCULNYA TAREKAT SYADZILIAH, TAREKAT QODIRIYAH, DAN TAREKAT QADIRIYAH wa NAQSABANDIYAH DI
PONDOK PESULUKAN TAREKAT AGUNG (PETA) A. Pengertian Tarekat
Tarekat sendiri menurut bahasa adalah jalan, cara, garis, kedudukan,
agama, atau dapat disimpulkan sebagai sistem kepercayaan. Tarekat menurut
kalangan para sufi adalah jalan menuju kepada Allah dengan mengamalkan
ilmu tauhid, fiqih, dan tasawwuf, cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu
amalan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tarekat
adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
dengan cara mengamalkan ilmu tauhid, fiqih, dan tasawuf.1
Kalangan sufi menganggap bahwa ajaran tentang syariat untuk
memperbaiki sesuatu yang lahir (nyata), sedangkan untuk tarekat sendiri
adalah untuk memperbaiki segala hal yang rahasia (batin). Selain itu
seseorang yang mengamalkan ajaran tarekat juga mempunyai tujuan akhir,
adapun tujuan akhir dari ahli tarekat atau sufi yakni ma’rifat, yaitu mengenal
hakikat Allah, zat, sifat, dan perbuatannya.2 Seseorang yang telah mencapai
tingkat ma’rifat, biasanya disebut sebagai wali. Wali adalah seseorang yang
mempunyai kemampuan luar biasa, bisa di katakan orang yang keramat atau
memiliki ilmu supra natural.
1H. A. Fuad Said, Hakikat Tarekat Naqsabandiyah (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1994), 6.
33
Tarekat sendiri muncul pada abad-abad pertama Islamisasi Asia
Tenggara bersamaan dengan masa berkembangnya tasawuf abad pertengahan
dan pertumbuhan tarekat. Perkembangan tasawuf merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan proses Islamisasi Asia Tenggara dapat berlangsung.3 Di
Indonesia tarekat pertama kali sebagian besar di ikuti oleh orang-orang yang
berasal dari lingkungan kerajaaan, baru setelah itu masyarakat pun mengikuti
jejak tersebut. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya silisilah tarekat
yang selalu dihubungkan dengan nama pendirinya dan tokoh-tokoh sufi
lainnya. Karena sebuah tarekat dianggap mu’tabarah ( ةاﺮﺒﺘﻌﻣ) apapbila terpenuhi syarat sebagai berikut.4
1. Ajarannya tidak bertentangan dengan al-qur’an dan as-sunnah, dalam arti
tarekat tersebut bersumber pada al-qur’an dan as-sunnah.
2. Tidak meninggalkan syariat
3. Silsilanya ittisal sampai dan bersambung sampai pada Rasulullah.
4. Ada mursyid yang membimbing murid.
5. Ada murid yang mengamalkan ajaran gurunya.
6. Kebenaran ajarannya bersifat universal.
Tarekat sendiri masuk di pondok PETA Tulungagung sejak pertama
kali Kiai Mustaqim mengamalkan tarekat-tarekat yang beliau miliki kepada
para muridnya. Meskipun pondok PETA terkenal dengan tarekat
Syadziliyah. Namun sebelum tarekat Syadziliyah itu sendiri masuk kedalam
Pondok PETA, Kiai Mustaqim sebagai Mursyid pertama sudah
3Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Dan Tarekat (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), 188-189.
34
mengamalkan tarekat dan mengajarkan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah
dan tarekat Qodiriyah. Beliau memperoleh baiat kedua tarekat tersebut dari
gurunya sekaligus pamannya yaitu Kiai Khudhori dari Malangbong, Tasik,
Jawa Barat. Kiai Khudhori membaiat Kiai Mustaqim karena putra Kiai
Khudhori sendiri tidak mengamalkan tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah
dan tarekat Qodiriyah.
Terdapat beberapa persyaratan jika seseorang ingin mrngikuti tarekat
di Pondok PETA. Adapun ketiga syarat tersebut adalah niat, adapun
beberapa ketetapan niat yang dibuat Pondok PETA seperti niat mengikuti
tarekat agar diberi terangnya hati oleh Allah, niat agar diberi tetapnya iman
islam dan apapun yang sedang dijalankan dan diperoleh akan senantiasa
menjadi barokah, tirakat (riyadho), da istiqomah.5 Berikut adalah sejarah
tarekat Syadziliyah, tarekat Qodiriyah dan tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah di Pondok Pesulukan Tarekat Agung:
B. Tarekat Syadziliyah Pondok Pesulukan Tarekat Agung
Tarekat Syadziliyah pertama kali datang ke Pondok PETA
Tulungagung dibawah oleh Kiai Abdul Razzaq Termas Pacitan. Kiai Abdul
Razzaq mengetahui Kiai Mustaqim dari murid Kiai Mustaqim sendiri.
Kemudian di satu kesempatan Kiai Abdul Razzaq bersilaturrami ke rumah
Kiai Mustaqim. Dalam pertemuan tersebut Kiai Abdul Razzaq meminta
ijazah laqadjaa kepada Kiai Mustaqim. Namun pada saat itu Kiai Mustaqim
menolak untuk menjadi guru beliau. Tapi kemudian terjadi kesepakatan
35
antara keduanya, yaitu sama-sama saling memberikan ijazah. Kiai Mustaqim
memberi ijazah hizib Baladiyah. Dan Kiai Abdul Razzaq memberikan baiat
Aurad Syadziliyah. Setelah berjalan cukup lama, Kiai Mustaqim akhirnya
mengamalkan tarekat Syadziliyah kepada santrinya.6
Tarekat Syadziliyah tidak memberikat persyaratan yang terlalu berat
kepada calon jamaahnya. Adapun isi ajaran utama tarekat Syadziliyah adalah
sebagai berikut:
a. Taqwa kepada Allah SWT secara lahir dan batin, yaitu dengan cara
istiqomah, sabar dan tabah dalam menjalankan segalah perintah yang
diberikan oleh Allah SWT dan menjauhi segalah larangannya dengan
cara berprilaku wara’ (أرو) yaitu berhati-hati terhadap segala hal yang
berhubungan dengan haram, makruh maupun subhat. Baik ketika dalam
keadaan sendiri maupun berhadapan ataupun bergaul dengan orang lain.
b. Mengamalkan segala sesuatu yang disunahkan oleh Rasullullah SAW
secara ucapan maupun perbuatan, yaitu dengan cara selalu berusaha
istiqomah mengucapkan shalawat seperti yang sudah dicontohkan oleh
Rasullulah, serta selalu menjaga untuk berperilaku dan berbudi pekerti
yang baik.
Berikut adalah isi dari ajaran dan amalan tarekat Syadziliyah
Pondok PETA Tulungagung:
1) Istighfar
36
Istighfar atau kalimat Astaghfirullah (ﻢﯿﻈﻌﻟا ﷲﺮﻔﻐﺘﺳآ) yang
memilki arti “saya memohon ampunan kepada Allah SWT” adalah
tindakan meminta maaf atau memohon ampunan kepada Allah SWT
yang dilakukan oleh orang Islam. Secara harfiah tidakan ini dilakukan
secara berulang-ulang. Pada umumnya seorang Muslim mengucapkan
kalimat ini tidak hanya ketika bertaubat kepada Allah SWT, namun
diucapkan secara terus menerus dalam kondisi apapun. Terutama ketika
mengucapkan atau melakukan suatu kesalahan.
Apabila seseorang membaca Istighfar dan menyertakan
mengucapkan artinya dalam hati, maka dapat dikatan orang tersebut
bersungguh-sungguh dalam bertaubat kepada Allah. ketika seseorang
itu sudah diampuni dosanya oleh Allah, Insyaalah dia akan dijaga oleh
Allah SWT dari segala hal berhubungan dengan maksiat.
Istighfar dalam tarekat Syadziliyah adalah astaghfirullah ‘adhim
(ﻢﯿﻈﻌﻟا ﷲﺮﻔﻐﺘﺳآ) dan dibaca sebanyak 100 kali, yang bertujuan untuk
memohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa, agar hatinya
bersih dari berbuatan yang tidak baik.
2) Shalawat Nabi SAW
Setelah membaca istighfar, dilanjukan dengan membaca
Shalawat kepada Nabi Muhammad. Mengucapkan Shalawat kepada
37
langsung dan merupakan perintah langsung dari Allah SWT.
Disebutkan dalam al-Qur’an
Firman Allah SWT:
ۚ ﱢﻲِﺒﱠﻨﻟا ﻰَﻠَﻋ َنﻮﱡﻠَﺼُﯾ ُﮫَﺘَﻜِﺋ َﻼَﻣَو َ ﱠﷲ ﱠنِإ
ﺎًﻤﯿِﻠْﺴَﺗ اﻮُﻤﱢﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ اﻮﱡﻠَﺻ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﯾِﺬﱠﻟا ﺎَﮭﱡﯾَأ ﺎَﯾ
Artinya: “sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW, wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi Saw dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab; 56)7
Dalam ayat tersebut dijelaskan, bahwa telah diperintahkan bagi
semua makhluk Allah SWT untuk senantiasa mengucapkan shalawat
kepada Nabi Muhammad SAW. Karena dengan bershalawat dapat
menghantarkan seorang hamba kepada tuhannya. Selain itu dengan
membaca Shalawat dimaksudkan untuk memohon rahmat dan karunia
bagi Nabi SAW agar pembaca mendapatkan balasan limpahan rahmat
dari Allah SWT.
Dan bunyi Shalawat dalam tarekat Syadziliyah Pondok PETA
Tulungagung adalah
ِﺪْﺒَﻋ ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻧِﺪﱢﻴَﺳ ﻰَﻠَﻋ ﻰﱢﻠَﺻ ﱠ ﻢُﻬّﻠﻟَا
َﻚِﻟْﻮُﺳَرَو َﻚﱢﻴِﺒَﻧَو َك
ُﺚْﻴَﺣَو ْﺖِﺴْﻗَو ﱢﻞُﻛ ْﻲِﻓ َﻚِﺗاَذ ِﺔَﻤﻄﻋ ِرﱠﺪَﻘِﺑ ﺎًﻤْﻴِﻠْﺴَﺗ ُﻢﱢﻠَﺳَو ﻪِﺒْﺤَﺻَو ﻪِﻟا ﻰَﻠَﻋَو ﱢﻲِﻣُﻷْا ﱢﻲِﺒﱠﻨﻟا
Artinya: “Ya Allah limpahkan segalah rahmat kepada bagindah Rasullullah Muhammad SAW, hambamu, Nabimu, Rasulmu, Nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis) dan
38
kepada semua keluarga dan sahabatnya dan limpahkanlah keselamatan dengan segala keagungan Dzatmu disetiap waktu dan keadaan.”
3) Dzikir
Dzikir adalah perintah Allah SWT pertama kali yang
diwujudkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW,
ketika ia menyepi (Halwat) dalam gua hiro. Dalam tarekat ajaran paling
utama adalah berdzikir atau mengingat nama Allah SWT setiap saat dan
setiap waktu. Dzikir kepada Allah mempunyai pengaruh besar terhadap
ketenangan hati dengan syarat menjauhi larangan Allah SWT.
Sebagaimana dianjurkan dalam agama islam, lisan maupun hati harus
dibiasakan menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya. Pada akhirnya
tindakan mengucap nama Allah SWT mempengaruhi jiwa saat
berdzikir dan harus diusahakan membaca kalimat “Allah” secara terus
menerus didalam hati, sampai hati seseorang tersebut merasakan
ketentraman. Disebutkan dalam Al-Qur’an
ۗ ِ ﱠﷲ ِﺮْﻛِﺬِﺑ ْﻢُﮭُﺑﻮُﻠُﻗ ﱡﻦِﺌَﻤْﻄَﺗَو اﻮُﻨَﻣآ َﻦﯾِﺬﱠﻟا
ْﻄَﺗ ِ ﱠﷲ ِﺮْﻛِﺬِﺑ َﻻَأ
ُبﻮُﻠُﻘْﻟا ﱡﻦِﺌَﻤ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’d : 28)8
Isi dzikir yang diamalkan dalam tarekat sadziliyah di Pondok
PETA Tulungagung adalah kalimat Toyyibah atau tahlil yang disebut
39
dzikir nafi isbat yang berbunyi “ أ ﮫﻟأﻻ” diakhiri dengan mengucapkan
muhammadar rasulullah, dan juga mengamalkan dzikir ismu dzat yang
berbunyi “allah, allah, allah.” Cara mengamalkannya adalah dimulai
dengan mengucapkan dzikir nafi isbat “laa ilaaha illa allah ( أ ﮫﻟأﻻ)”
dibunyikan secara perlahan, pikiran dan hati membayangkan sedang
mengukir lafadz Allah dianggota badan. Disertai dengan mengingat
artinya, yaitu tiada tuhan selain Allah (laa Maqsuda Illa Allah) dibaca
sebanyak tiga kali, kemudian diakhiri dengan mengucapkan
(ﷲﻮﺳراﺪﻤﺤﻣ). Kemudian diteruskan dengan berdzikir nafi isbat sebanyak
100 kali.
Ciri khas dzikir pada tarekat Syadziliyah di Pondok PETA
Tulungagung, yaitu dengan mengeraskan suara atau member tekana
pada suara yang kuat pada setiap lafadz “laa”, di tengah lafadz “ilaaha”,
dan pada akhir lafadz “Allah”. Dan jamaah tarekat wajib mengamalkan
dzikir ismu dzat disetiap detik, setiap waktu. Dan selalu diusahakan
didalam hati menyebut nama Allah, dimana pun dan dimana pun orang
tersebut berada dengan maksud akan selalu mengingat nama Allah
SWT.
4) Wasilah dan Rabitha
Wasilah dalam tradisi tarekat adalah sebagai sesuatu yang dapat
mengantarkan seseorang untuk lebih kepada Allah SWT. Terdapat
beberapa bentuk tawassul yang diajarkan dalam tarekat Syadziliyah di
40
Nabi Muhammad SAW dan arwah para Syaikh sejak yang hidup pada
zaman Nabi sampai pada Mursyid yang mengajarkan tarekat atau yang
mentalqin dzikir.
Pada umumnya jamaah tarekat senantiasa melakukan praktik
Rabitha. Rabitha adalah menghungkan ruhania seorang murid tarekat
kepada guru atau mursyidnya. Jadi sebelum ahli tarekat memulai dzikir
senantiasa selalu membanyangkan atau mengingat Syaikh atau
Mursyidnya. Membayangkannya bisa dengan mengingat wajahnya,
seluruh pribadi baiknya, ketika proses ketika Mursyid mengajarkan
dzikir kepadanya, atau membayangkan keberkahan dari Mursyid.
Adapun praktik Rabithah dalam tarekat Syadziliyah adalah dengan
menyebut nama Allah dalam hati selama melakukan tawassul.
5) Wirid
Wirid yang berarti diulang-ulang, Wirid digunakan sebagai kata
untuk menjelaskan tata cara pembacaan kalimat-kalimat Allah yang
dilakukan secara berulang-ulang, diwaktu-waktu tertentu, dengan
tujuan tertentu (hajat). Hal ini masih bisa dilihat pada para pelaku
tarikat yang membaca kalimat-kalimat Allah tertentu (mis: Laa ilaaha
illallaah).
Adapun wirid yang dianjurkan adalah wirid yang diambil dari
penggalan ayat al-Qur’an yang terdapat dalam surat at-Taubah 9:
128-129 dan wirid ayat Kursi dan dibaca minimal 11 kali setelah shalat
41
murid yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda sesuai dengan
kebijaksanaan mursyid. Wirid tarekat Syadziliyah di Pondok PETA
Tulungagung selalu istiqomah dilakukan setelah sholat lima waktu.
6) Adab Murid
Adab atau etika adalah perilaku seseorang yang mencerminkan
sesuatu yang baik dan positif kepada siapapun dan apapun, sehingga
dapat bermanfaat bagi orang lain ataupun dirinya sendiri.
Dalam tarekat khususnya tarekat Syadziliyah, adab seorang murid
dapat dikategorikan ke dalam empat hal, yaitu adab murid kepada
Allah, adab murid kepada Mursyidnya, adab murid kepada ikhwan dan
adab murid pada dirinya sendiri.
a) Adab murid kepada Allah SWT
Adab ini dilakukan untuk tujuan mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Karena seseorang yang lebih dekat dengan dengan
Allah akan lebih mudah mendapatkan keistiqomahan, dan di dalam
hati seseorang itu akan senantiasa akan selalu mengingat Allah
kapan pun dan dimana pun.
b) Adab murid kepada Mursyidnya
Adab seorang murid kepada Mursyid adalah ajaran yang
penting dalam tarekat. Karena keistiqomahan seorang murid akan
tetap terjaga karena bantuan dari seorang Mursyid tarekatnta.
Seorang murid tarekat haruslah menghormati gurunya baik secara
42
diberikan oleh seorang Mursyid. Jika seorang murid sudah
benar-benar sempurna dalam ketaatannya pada Mursyidnya, maka ia akan
merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT.
c) Adab murid kepada ikhwan
Adab seorang murid kepada ikhwanya atau teman yang
sama-sama menjadi jamaah tarekat, haruslah senantiasa dijaga agar
tetap terjalin dengan baik. Murid dan ikhwannya harus bselalu
bersikap baik, selalu membantu satu sama lain, dan saling
mengingatkan apabila terjadi perilaku yang tidak baik. Karena
dalam islam juga diharuskan untuk saling bertoleransi kepada
semua orang, khususnya kepada saudara sesama agama islam.
d) Adab murid kepada dirinya sendiri
Selain seorang murid itu harus menjaga perilaku kepada
Allah, Murtid tarekatnya, atau beradab pada sesama ikhwannya.
Seorang murid itu harus senantiasa menjaga dirinya sendiri dari
berperilaku tidak baik. Karena jika seseorang itu berperilaku baik
akan memudahkan dirinya untuk mendekat pada Allah SWT dan
pada Mursyidnya. Apabila seorang murid itu berperilaku tidak
baik, maka akan mempersulit dirin untuk dekat dengan Allah dan
Mursyid, selain itu juga murid akan sulit menjalankan
keistiqomahan dalam melalakukan tarekat. Sebab perilaku
seseorang yang tidak baik cenderung banyak mendapatkan godaan
43
7) Hizib
Hizib adalah doa yang panjang dengan bahasa yang indah yang
disususn oleh seorang ulama. Hizib adalah doa yang digunakan pada
umumnya digunakan untuk mengendalikan sesuatu yang berhubungan
dengan ilmu-ilmu gaib atau pun yang berhubungan dengan jin.
Menurut murid tarekat di Pondok PETA Tulungagung daya
spiritual yang dimiliki hizib datangnya bukan dari jin atau pun hal-hal
yang gaib. Melainkan datang dari Allah. selain itu pengamalan Hizib
juga harus diniati untuk mendapat perlindungan dari Allah dari setiap
gangguan apapun.
Hizib yang diamalkan tarekat Syadziliyah di Pondok PETA
Tulungagung jumlahlah cukup banyak. Semua Hizib yang diajarkan
pada murid tarekat tergantung pada kebijakan Mursyid Tarekat.
8) Zuhud
Zuhud adalah sikap yang tidak bergantung pada harta, segala
sesuatu yang bersifat duniawi, memakan makanan yang tidak jelas
status halal atau haramnya da segala perkataan yang tidak bermanfaat
yang akhirnya bisa membuat kotornya jiwa seseorang.
Zuhud yang diajar dalam tarekat Syadziliyah di Pondok PETA
Tungagung adalah zuhud yang mengosongkan hati dari apapun yang