• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled Document

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Untitled Document"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PENELITIAN

TINDAK PIDANA PENIPUAN UNTUK PENCARIAN BILYET GIRO DAN CEK KONTAN

Oleh:

KASMAN SIBURIAN, SH., MH

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

(2)

PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

1. a. Judul : Tindakan Pidana Kasus Pencairan Bilyet Giro dan Cek Kontak

b. Bidang Ilmu : Ilmu Hukum ( Pidana )

c. Kategori Penelitian : Penelitian Untuk Mengembangkan Fungsi Kelembagaan Perguruan Tinggi

2. Peneliti

a. Nama : Kasman Siburian, SH,MH.

b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. Golongan Pangkat : III/C d. Jabatan Fungsional : Lektor

e. Jabatan Struktural : Ketua Bagian Hukum Tata Negara f. Fakultas/Jurusan : Hukum / Ketatanegaraan

3. Lama Penelitian : 3 (tiga) bulan (Maret s/d Mei 2010)

4. Biaya Penelitian : Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)

Medan, Juni 2010

Mengetahui Menyetujui

Fakultas Hukum Lembaga Penelitian

Dekan Pel. Ketua Peneliti

(3)

RINGKASAN

Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Hukum pidana harus bertugas dan bertujuan untuk menanggulangi kejahatan, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi oleh hukum pidana adalah perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakat.

Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai "Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencarian Bilyet Giro dan Cek Kontan (Studi Kasus No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn)"

Putusan Majelis Hakim telah sesuai memutuskan perkara menurut Pasal 378 KUHP. Setelah dicabutnya Undang-Undang No. 17 Tahun 1964 tentang larangan penarikan bilyet giro kosong maka ketentuan yang tegas tidak diatur pasal mengenai penarikan bilyet giro kosong ini, hanya saja apabila terjadi penarikan bilyet giro kosong maka perbuatan ini dapat dikenakan Pasal 378 KUH Pidana (Pasal penipuan) yaitu: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang maupun piutang diancam karna penipuan dipidana paling lama 4 (empat) tahun penjara".

(4)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul:

" Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencarian Bilyet Giro dan Cek Kontan ". Penelitian ini merupakan salah satu dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Disamping itu pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan meneliti

bagi kami terutama menyangkut perdagangan ataupun bisnis.

Mulai dari rencana pembuatan proposal penelitian hingga selesai penulisan laporan ini, kami memperoleh dorongan dan masukan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan

ini patut diucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, MSc. selaku Rektor Universitas HKBP Nommensen yang terus mendorong staf edukatif untuk melaksanakan penelitian, intern khusus dan luar biasa.

2. Bapak Dr. Haposan Siallagan, SH. MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen yang terus mendorong staf edukatif untuk melaksanakan penelitian, intern khusus dan luar biasa.

3. Bapak Dr. Ir. Hasan Sitorus, MS selaku Ketua Lembaga Penelitian Universitas HKBP Nommensen yang turut mendorong staf edukatif UHN melaksanakan penelitian.

4. Bapak /Ibu Dosen di Fakultas Hukum UHN dan di Fakultas Hukum USU,

(5)

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam laporan penelitian ini belumlah sempurna, masih mungkin terdapat kekurangan. Untuk itulah penulis menyambut baik saran-saran konstruktif dari pembaca demi perbaikan di kemudian hari.

Akhir kata kiranya laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca sebagai salah satu kontribusi kami dalam mewujudkan salah satu dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Universitas HKBP Nommensen.

Medan, Juni 2010 Peneliti,

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

B. Perumusan Masalah ...

C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... A. Tindak Pidana Secara Umum... 1. Pengertian Tindak Pidana Menurut KUHP... 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana... B. Tindak Pidana Perbankan...

1. Pengertian Tindak Pidana Perbankan... 2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Perbankan ... C. Pengertian Penipuan...

(7)

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Ruang Lingkup Peneiitian... B. Data ...

C. Metode Analisis Data... BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN... A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalarn Menjatuhkan Putusan Terhadap

Pelaku Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencairan Bilyet Giro dan Cek Kontan (Studi Kasus No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn) ... B. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Dirugikan Dalam

Penipuan Pencairan Bilyet Giro dan Cek Kontan...

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin berkembang dengan pesat, hal tersebut juga telah membawa perkembangan yang signifikan terhadap dunia perbankan. Dapat kita Hhat dengan adanya bilyet giro dan cek sebagai

media yang sangat penting dalam melakukan transaksi antar nasabah bank. Setiap individu di dalam masyarakat mendapat perlindungan dari tindakan penghukuman yang tidak sepantasnya. Demikian juga dengan warga masyarakat yang telah terkena

penipuan dalam pencairan bilyet giro dan cek kontan. Oleh karena itu hukum pidana berfungsi ganda yaitu sarana primer sebagai sarana penanggulangan kejahatan yang rasional, serta sarana sekunder sebagai sarana pengaturan tentang kontrol sosial sebagaimana dilaksanakan secara spontan atau secara oleh negara untuk mencapai

kesejahteraan sosial. (Muladi, 1985 :5)

Sebagaimana diketahui bahwa dalam bidang ilmu hukum tidak ada suatu kesepakatan pengertian tentang apakah hukum itu. Para sarjana mengemukakan

(9)

membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, di denda dan sebagainya". (Tirtaamidjaya, 1979: 10)

Selanjutnya Tirtaamidjaja memberikan pengertian tentang hukum pidana, yaitu "bagian dari seluruh kumpulan norma-norma hukum yang mempunyai

hukuman-hukuman tertentu sebagi sanksi terhadap pelanggaran-pelanggarannya", inilah yang dinamakan hukum pidana. Hukum pidana jadinya mempunyai hukuman (the punishment) sebagai tanda istimewa, yang membedakannya dari bagian-bagian

hukum yang lain. Hukuman itu sebagai suatu sanksi dihubungkan pada suatu norma hukum tertentu. Norma hukum itu sendiri mungkin terletak dalam lingkungan bagian hukum yang lain, umpamanya hukum sipil. (Tirtaamidjaja, 1979:13)

R. Tresna memberikan defenisi tentang hukum pidana yaitu "hukum pidana materiil mengatur syarat-syarat yang menimbulkan hak penuntutan atau menghapuskan hak itu, begitu pula hukuman-hukumannya, dengan lain perkataan hukum ini mengatur terhadap siapa, bilamana dan bagaimana hukuman itu harus

dijatuhkan".

Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata materil dan spirituil

berdasarkan Pancasila. Hukum pidana harus bertugas dan bertujuan untuk menanggulangi kejahatan, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi oleh hukum pidana adalah perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang

(10)

boleh ditetapkan sebagai perbuatan yang tidak dikehendaki, meskipun tidak semua perbuatan yang merugikan perlu dicegah dengan menggunakan hukum pidana.

Jaminan akan adanya kepastian hukum diterapkannya asas yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu seseorang baru dapat dihukum atas perbuatannya,

bila sanksi pidana atas perbuatan itu telah diatur lebih dulu di dalam Undang-undang. Bagaimana pun jahatnya suatu perbuatan itu, tidak akan dapat dihukum apabila belum ada peraturan perundang-undangan yang melarangnya serta menyebut

sanksinya. (Pasal 1 ayat (1) KUHP)

Jika dilihat dari berkas surat tuntutan pidana No. Reg Perkara : PDM-837/Ep.2/Mdn/07/2008 (Studi Kasus No. 2359/Pid.B/2008/PN-Medan), unsur-unsur

tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa SUNANDY LINANDA als AON oleh Majelis Hakim berdasarkan Surat Penetapan Hakim pada Pengadilan Negeri Medan tanggal 20 Agustus 2008 No. 2670/Pid.B/2008/PN-Mdn, yaitu:

Pertama, bahwa ia terdakwa SUNANDY LINANDA als AON pada hari dan

tanggal yang tidak dapat diingat dalam kurun waktu dari bulan Mei 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di rumah saksi korban di Jl. Asia No. Ill E/107 B Kel. Sei Rengas II Kec. Medan Area atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang

(11)

atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang." Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP.

Kedua, bahwa ia terdakwa SUNANDY LINANDA als AON dalam kurun waktu dari bulan Mei 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di rumah saksi

korban di Jl. Asia No. Ill E/107 B Kel. Sei Rengas II Kec. Medan Area atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, "dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang

sebahagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan." Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP.

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yaitu dari keterangan saksi-saksi HERMAN KOJAYA, HANA JULIANA NAPITUPULU, DARWI KOJAYA als AWI, CHRISTINA, MIRZAM LEO als A BUN, dan MARIADA DAHLIA yang kesemua keterangan saksi-saksi telah dibenarkan keterangannya oleh

terdakwa.

Berdasarkan petunjuk bahwa adanya persesuaian antara keterangan pada saksi-saksi, serta adanya keterangan terdakwa yang saling berhubungan satu sama lainnya

di depan persidangan dan diperoleh petunjuk bahwa benar telah terjadi tindak pidana yang dilakukan terdakwa SUNANDY LINANDA als AON.

Berdasarkan keterangan terdakwa SUNANDY LINANDA als AON bahwa benar terdakwa SUNANDY LINANDA als AON mengajak saksi HERMAN

(12)

Bongkar Muat (TKBM) yang direncanakan akan dibangun sebanyak 3000 (tiga ribu) unit dan yang sudah dibangun sebanyak 572 (lima ratus tujuh puluh dua) unit dan terdakwa SUNANDY LINANDA als AON tidak bisa merealisasikan sesuai dengan janjinya kepada HERMAN KOJAYA.

Berdasarkan barang bukti yang diajukan dalam perkara ini berupa: a) 1 (satu) lembar cek kontan Panin Bank No. 298753 tanggal 10 Maret 2006. b) 1 (satu) lembar cek kontan Panin Bank No. 276337 tanggal 3 Desember 2006.

c) 1 (satu) lembar cek kontan Panin Bank No. 273152 tanggal 11 Juli 2005. d) 1 (satu) lembar cek kontan Panin Bank No. 273151 tanggal 8 Juli 2005. e) 1 (satu) lembar Bilyet Giro No. A-351079 tanggal 10 Agustus 2005.

f) 1 (satu) lembar Bilyet Giro No. A-351079 tanggal 22 Pebruari 2006.

g) 2 (dua) lembar Surat Penolakan Panin Bank untuk Cek No. 298753 tanggal 14 Maret 2006.

h) 3 (tiga) lembar Surat Penolakan Panin Bank untuk Cek No. 351079 tanggal 14

Maret 2006.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana

Penipuan Untuk Pencarian Bilyet Giro dan Cek Kontan (Studi Kasus No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn)"

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat latar belakang tersebut diatas, maka ada beberapa

(13)

1. Bagaimanakah Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencairan Bilyet Giro dan Cek Kontan ? (Studi Kasus No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn)

2. Bagaimanakah Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Dirugikan Dalam

Penipuan Pencairan Bilyet Giro dan Cek Kontan?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk kepada permasalahan yang diterangkan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana penipuan untuk pencairan bilyet giro dan cek

kontan ? (Studi Kasus No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn)

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan pada pihak yang dirugikan dalam penipuan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: Secara teoritis:

1. Memberikan masukan bagi perkembangan ihnu pengetahuan dalam mempelajari hukum pidana yang berkaitan dengan penipuan.

(14)

Secara praktis:

1. Sumbang saran bagi masyarakat dalam meninjau perlindungan hukum terhadap korban penipuan pencairan bilyet giro dan cek kontan.

2. Memberikan masukan kepada instansi terkait dalam memberikan

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Secara Umum

1. Pengertian Tindak Pidana Menurut KUHP

Tindak pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun

tidak sesuai dengan perundang-undangan. Pembentuk Undang-Undang menggunakan istilah strafbaarfeit untuk menyebutkan istilah tindak pidana. Subjek dalam tindak pidana berupa:

1) Setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia. (Pasal 2 KUHP)

2) Setiap orang Indonesia yang melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 104, 106, 107, 108, dan 131 KUHP. (Pasal 4 KUHP)

3) Setiap orang Indonesia yang melakukan kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh pemerintah

Indonesia. (Pasal 4 KUHP)

4) Setiap orang yang melakukan pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga,

(16)

pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu. (Pasal 4 KUHP).

5) Setiap orang yang melakukan salah satu kejahatan yang tersebut dalam

Pasal- pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan Pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan Pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan

hukum, Pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. (Pasal 4 KUHP).

6) Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia yang melakukan

salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan Pasal-pasal 160, 161, 240, 279,450, dan 451 KUHP (Pasal 5 KUHP).

7) Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia yang melakukan salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam

perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang- undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.

8) Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau yang turut melakukan perbuatan pidana.

(17)

kesempatan, ikhtiar atau keterangan, dengan sengaja menghasut supaya perbuatan itu dilakukan. (Pasal 55 KUHP).

Syarat-syarat pokok dari suatu delik adalah:

1) Dipenuhinya semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam rumusan

delik.

2) Dapat dipertanggungjawabkan si pelaku atas perbuatannya.

3) Tindakan dari perlaku tersebut harus dilakukan dengan sengaja ataupun

tidak dengan sengaja.

4) Pelaku tersebut dapat dihukum. (Lamintang, 1997 : 187)

Adanya suatu sanksi/hukuman terhadap pelaku tindak pidana akan membawa

dampak yang cukup berarti bagi pelaku yang dapat dihukum. Pada prinsipnya dalam hukum pidana di Indonesia, tujuan pemberian sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana harus berfungsi untuk membina atau membuat pelanggar hukum menjadi tobat dan bukan berfungsi sebagai pembalasan. Pemahaman yang demikian sesuai dengan

pandangan hidup bangsa (way of life) yang terkandung dalam Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Awalnya, sanksi pidana berupa penjara itu dikenal sebagai salah satu sarana untuk membalas dendam bagi seorang pelaku

(18)

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu unsur subjektif dan unsur obejktif. Unsur-unsur subjektif dari sesuatu tindak pidana adalah:

a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging. c) Macam-macam maksud atau oogmerk.

d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad.

e) Perasaan takut atau wees.

Sedangkan unsur-unsur objektif dari sesuatu tindak pidana itu adalah: a) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid.

b) Kualitas dari si pelaku.

c) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. (Lamintang, 1997 : 194)

B. Tindak Pidana Perbankan

1. Pengertian Tindak Pidana Perbankan

Pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan ialah tindak pidana yang terjadi di kalangan dunia perbankan, baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan maupun dalam perundang-undangan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang hanya diatur dalam undang-undang perbankan, yang sifatnya intern.

(19)

tindak pidana di bidang perbankan tidak perlu dibedakan mengingat tindak pidana perbankan merupakan kejahatan atau delik umum yang dilakukan di dalam lembaga perbankan.

Menurut Anwar dalam bukunya yang berjudul 'Tindak Pidana di Bidang

Perbankan" membedakan pengertian tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan. Perbedaan tersebut didasarkan pada perlakuan peraturan terhadap perbuatan-perbuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan

dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank. Selanjutnya dikatakan bahwa tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok

Perbankan. Tidak pidana di bidang perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank, terhadap perbuatan mana dapat diperlakukan peraturan-peraturan pidana di luar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, seperti KUHP, Peraturan Hukum Pidana Khusus,

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 Tentang Lalu Lintas Devisa.

Dari pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan terdapat 2 (dua)

pengertian yaitu:

(20)

b) Tindak pidana di bidang perbankan adalah setiap perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan , KUHP dan Peraturan Hukum Pidana Khusus seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971

tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963 Tentang Subversi dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi.

Dalam hal kejahatan di bidang lalu lintas pembayaran giral dan peredaran uang, maka untuk pemalsuan warkat bank dapat digunakan Pasal 263 KUHP (pemalsuan surat) atau dalam tindak pidana di bidang perbankan yang bersifat penipuan dapat

digunakan Pasal 378 KUHP. Ketentuan-ketentuan ini perlu dibedakan dalam Undang-Undang Pokok Bank karena secara khusus memuat larangan-larangan dalam usaha perbankan yaitu yang menyangkut izin usaha dan ketentuan tentang keuangan nasabah.

Menurut Sudarto, "Undang-Undang Pokok Perbankan dapat digolongkan dalam peraturan peraturan perundang-undangan di bidang hukum administrasi yang memuat sanksi-sanksi pidana." Peraturan perundang-undangan ini harus dibedakan dengan

Undang-Undang yang menurut hukum pidana khusus seperti Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Ketiga undang-undang ini dapat dikatakan sebagai undang-undang tindak pidana ekonomi, tindak pidana

(21)

Pokok-Pokok Perbankan dapat juga dikatakan sebagai undang-undang tindak pidana di bidang perbankan.

Hukum pidana harus memberikan perlindungan terhadap korban perbuatan tersebut. Meskipun ketentuan-ketentuan hukum pidana dalam hal ini masih terbatas.

Tindak pidana di bidang perbankan adalah segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank sebagai sasaran maupun sarana. Tindak pidana perbankan merupakan tindak pidana

yang dilakukan oleh bank. Tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dimana para pelanggar dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

Undang-Undang itu. Istilah tindak pidana perbankan menunjuk bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya sebagai bank berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992.

Kejahatan perbankan baik secara kualitatif maupun kuantitatif menunjukkan

tendensi yang meningkat, oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk menangkal terjadinya kejahatan di bidang perbankan. Perspektif tindak pidana di bidang perbankan hingga saat ini modus operandinya mengalami perubahan. Hal ini

sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dipengaruhi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan kebijaksanaan pemerintah dalam pengaturan kegiatan bank.

Tindak pidana yang menggunakan kartu kredit dapat pula terjadi dengan cara

(22)

hasil curian dan memalsukan tanda tangan pemegang sah kartu kredit tersebut. Sedangkan pelaku tindak pidana di bidang perbankan yang menggunakan cara-cara yang lain secara pasti belum dapat diungkapkan atau ditemukan, namun dalam tindak pidana tersebut palaku berusaha mempengamhi oknum atau pejabat bank untuk

bersedia membantu dalam rangka melakukan tindak pidananya. Penyidikan kejahatan perbankan cukup meyulitkan karena selain diperlukan tambahan kemampuan dan pengetahuan dari petugas penyidik terutama yang berkaitan dengan penggunaan

peralatan elektronik yang canggih juga diperlukan penyempurnaan hukum dalam ketentuan pidana yang berlaku.

Faktor-faktor yang dipandang sebagai conditio sine quanon terhadap timbulnya

tindak pidana di bidang perbankan adalah faktor yuridis dan faktor non yuridis. Faktor yuridis antara lain berupa pranata atau perangkat hukum yang ada, dipandang belum mampu untuk mengantisipasi aparat penegak hukum dalam menghadapi fenomena tindak pidana di bidang perbankan. Hal tersebut disebabkan adanya

ketidaksamaan persepsi di antara aparat penegak hukum dalam menerapkan ketentuan KUHP dan UU di luar KUHP, sehingga dapat menjadi penyebab terhambatnya usaha penaggulangan tindak pidana perbankan. Sedang faktor non yuridis lebih

(23)

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Perbankan

Tindak pidana perbankan termasuk dalam tindak pidana korporasi karena lebih menekankan pada suatu tinjauan kriminologis, dengan tujuan dapat merangsang pemikiran dalam mengembangkan konsep-konsep tindak pidana korporasi.

Walaupun hal ini tidak digolongkan sebagai tindak pidana di bidang perbankan tetapi dapat dirasakan sebagai perbuatan yang telah menimbulkan kerugian bagi perekonomian masyarakat. Dalam praktik sehari-hari terdapat banyak penyimpangan

yang dilakukan oleh bank dalam bentuk lain, yang secara kronologis dapat dikategorikan dalam pengertian criminal behaviour dalam konsep white collar crime.

Riyanto menyebutkan antara lain:

1) Window dressing, yaitu penyampaian laporan kepada Bank Indonesia secara periodik dengan data yang kurang benar, sehingga bank pelapor terlihat keadaan keuangan/assetnya baik. Hal ini merupakan usaha bank agar menjelang periode laporan jumlah assetnya meningkat, dengan maksud

agar penampilan bank menjadi lebih baik dan lebih bonafide di mata masyarakat.

2) Menetapkan tingkat bunga yang berlebihan yang bertujuan menarik dana

masyarakat sebanyak mungkin.

3) Memberikan kemudahan dalam pemberian kredit dengan tidak disertai pertimbangan atau penilaian yang wajar dalam dunia bisnis perbankan. Perbuatan tersebut di atas pada dasarnya dapat merupakan penyimpangan

(24)

sebagai pusat lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, maka besar kemungkinan di dalam Iembaga tersebut terjadi perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan dan hambatan terhadap keamanan dan dan kelancaran lalu-lintas pembayaran giral dan peredaran uang serta perkreditan yang akan mengakibatkan

gangguan dan hambatan dalam pelaksanaan nasional. Dengan demikian kompleksnya fungsi dan tugas perbankan dewasa ini sehingga membutuhkan dukungan peralatan elektronik dan telekomunikasi yang semakin canggih.

Dalam tindak pidana di bidang perbankan, yang sering mengemuka di masyarakat, yaitu tindak pidana pemalsuan cek/bilyet giro.

Tindak pidana ini dilakukan dengan cara antara lain:

1) Transfer dengan teleks. 2) Transfer dengan telepon.

3) Tindak pidana penipuan dengan L/C berupa penipuan di bidang impor dan penipuan di bidang ekspor.

C. Pengertian Penipuan 1. Penipuan Menurut KUHP

(25)

Perkataan penipuan itu sendiri mempunyai dua pengertian, yakni:

a) Penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XXV KUHP.

b) Penipuan dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam

Pasal 378 (bentuk pokoknya) dan Pasal 379 (bentuk khususnya), atau yang biasa disebut dengan oplichting.

Adapun seluruh ketentuan tindak pidana dalam Bab XXV ini disebut dengan

penipuan, oleh karena dalam semua tindak pidana di sini terdapatnya perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau membohongi orang lain. Di antara sekian banyak kejahatan dalam Bab XXV ini, ada yang diberikan kualifikasi tertentu, baik

menurut UU maupun yang timbul dalam praktiek. Seperti rumusan Pasal 378 disebut dalam pasal itu sebagai penipuan, dan Pasal 379 orang disebut dalam praktik dikenal dengan sebutan/kualifikasi sebagai flessentrekerij (penarikan botol-botol) yang oleh Prodjodikoro disebutnya dengan "ngemplang". (Prodjodikoro, 1980:44)

Ketentuan dalam Pasal 378 KUHP merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendifi. Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur

khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (Pasal 379). Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat. Pasal 378 merumuskan sebagai berikut:

(26)

oranglain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

2. Unsur-Unsur Penipuan

Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur: a) Unsur-unsur objektif:

1) Perbuatannya adalah menggerakkan;

2) Yang digerakkan adalah orang. 3) Perbuatan itu ditujukan pada:

a) orang lain menyerahkan benda, b) orang lain memberi hutang,

c) orang lain menghapuskan piutang.

4) Cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan: a) memakai nama palsu,

b) memakai tipu muslihat, c) memakai martabat palsu, dan d) memakai rangkaian kebohongan. b) Unsur-unsur subjektif:

1) Maksud untuk menguntungkan diri sendiri, atau maksud untuk menguntungkan orang lain.

2) Dengan melawan hukum.

(27)

a. Pengertian Perbuatan Menggerakkan (Bewegen)

Kata bewegen selain diterjemahkan dengan menggerakkan, ada juga sebagian ahli dengan menggunakan istilah membujuk atau menggerakkan hati. KUHP tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat

dideflnisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak seseorang.

Perbuatan menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak, dan akan

terlihat bentuknya secara konkret bila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar.

Dengan perbuatan yang benar, misalnya dalam Pasal 55 (1) KUHP membujuk atau menganjurkan untuk melakukan tindak pidana dengan cara memberikan atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan dan lain sebagainya.

Sedangkan di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan cara-cara yang

didalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu. Mengapa menggerakkan pada penipuan ini harus dengan cara-cara yang palsu dan bersifat membohongi atau tidak benar ? Karena kalau menggerakkan

(28)

dengan melalui perbuatan menggerakkan yang menggunakan cara-cara yang tidak benar demikian.

Ketentuan mengenai penyertaan (deelneming pada Pasal 55) dalam bentuk pelaku penganjur (uitlokken), perbuatannya adalah menganjurkan. Walaupun antara

perbuatan menggerakkan dan menganjurkan di satu pihak mempunyai sifat yang sama yaitu mempengaruhi kehendak orang lain, tapi di lain pihak mempunyai beberapa perbedaan. Perbedaan ini adalah:

a) Bagi perbuatan menggerakkan dalam penipuan dilakukan melalui 4 (empat) cara, cara-cara mana didalamnya mengandung suatu ketidakbenaran atau palsu. Sedangkan perbuatan menganjurkan bagi pelaku penganjur dilakukan

dengan menggunakan cara-cara sebagaimana yang disebutkan secara limitatif dalam Pasal 55 (1), berupa cara-cara yang di dalamnya mengandung suatu kebenaran.

b) Perbuatan menggerakkan dalam penipuan ditujukan pada 3 (tiga) hal, yaitu:

orang menyerahkan benda, memberi hutang dan menghapuskan piutang. Sedangkan perbuatan menganjurkan dalam hal pelaku penganjur ditujukan pada: orang lain melakukan tindak pidana. Seseorang yang telah melakukan

perbuatan menggerakkan orang lain, tidak pasti orang itu menjadi terpengaruh kehendaknya, dan lalu menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang. Apabila perbuatan menggerakkan telah terjadi, dan tidak membuat terpengaruhnya kehendak korban yang diikuti perbuatan

(29)

yang terjadi adalah percobaan penipuan. Penipuan adalah berupa suatu tindak pidana yang untuk terwujudnya/selesainya bergantung pada perbuatan orang lain, dan bukan pada petindak.

Sehubungan dengan hal ini ada arrest Hoge Raad (10-12-1928) yang

menyatakan bahwa: "untuk selesainya kejahatan penipuan diperlukan adanya perbuatan orang lain selain penipu. Terdapat suatu permulaan pelaksanaan jika perbuatan itu tidak memerlukan perbuatan lain lagi dari petindak". Suatu permulaan

pelaksanaan yang dimaksudkan Hoge Raad itu adalah tentunya telah terjadinya suatu percobaan penipuan.

Perihal sebagaimana dalam putusan Hoge Raad tersebut ditegaskan kembali

dalam putusan lainnya (27-3-1939) yang menyatakan bahwa "ada percobaan penipuan apabila pelaku dengan maksud menguntungkan diri secara melawan hukum, telah memakai nama palsu, martabat palsu ataupun rangkaian kebohongan".

Adanya perbuatan orang lain sebagaimana yang dimaksudkan Hoge Raad

tersebut di atas adalah berupa akibat dari perbuatan menggerakkan akibat mana adalah merupakan syarat untuk selesainya/ terwujudnya penipuan. Dilihat dari sudut ini, maka sesungguhnya penipuan ini adalah berupa tindak pidana materiil. Akan

tetapi apabila dilihat bahwa dalam rumusan penipuan disebutkan unsur perbuatan yang dilarang, penipuan dapat dikategorikan juga ke dalam tindak pidana formil.

Sesungguhnya penipuan lebih condong ke arah tindak pidana materiil daripada tindak pidana formil, dengan alasan bahwa terwujudnya perbuatan yang dilarang

(30)

sempurna, melainkan pada terwujudnya akibat perbuatan yakni berupa orang lain menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang. b. Pengertian Menggerakkan Orang

Pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang

dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan Pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang

menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalah harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain

(pihak ketiga) menyerahkan benda itu atas perintah/kehendak orang yang digerakkan. Artinya penyerahan benda itu dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain selain orang yang digerakkan.

Kepada siapa barang diserahkan, atau untuk kepentingan siapa diberinya hutang

atau dihapusnya piutang, tidak perlu harus kepada atau bagi kepentingan orang yang menggerakkan/petindak. Penyerahan benda dapat dilakukan kepada orang lain selain yang menggerakkan, asalkan perantaraan ini adalah orang yang dikehendaki petindak.

Untuk ini ada arrest Hoge Raad (24-7-1928) yang menyatakan bahwa "penyerahan mempakan unsur yang konstitutif dari kejahatan ini dan tidak perlu bahwa penyerahan dilakukan pada pelaku sendiri".

Dari unsur maksud menguntungkan yang ditujukan dalam 2 (dua) hal, yaitu diri

(31)

untuk kepentingan petindak semata-mata melainkan dapat juga untuk kepentingan orang lain.

c. Pengertian Menyerahkan Benda

Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada pencurian, pemerasan, pengancaman, dan kejahatan terhadap harta benda

lainnya, di mana secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan, berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur yang demikian. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal

ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja yang

ditujukan untuk menambah kekayaan. Apakah mungkin maksud itu ada dalam peristiwa orang lain menyerahkan benda milik si penipu sendiri? Dalam praktik mungkin saja peristiwa demikian terjadi, sebagai contoh sebagai berikut:

1) Bila si penipu tidak mengetahui bahwa benda itu miliknya sendiri, ia

mengira milik orang lain;

2) Bila penipu mengetahui benda itu miliknya sendiri, tapi di dalam kekuasaan orang lain karena misalnya digunakan sebagai jaminan hutang dan

(32)

Didasarkan pendapat tersebut di atas, penipuan bisa terjadi pada kedua contoh tersebut di atas. Akan tetapi pandangan akan berbeda, apabila dilihat dari sudut lain, yaitu bahwa unsur maksud sebagai salah satu bentuk kesengajaan dalam rumusan penipuan ditempatkan di muka baik unsur menguntungkan maupun unsur benda.

Dengan begitu berarti sebelum petindak berbuat menggerakkan orang ia harus sadar bahwa agar menguntungkan itu dapat dicapai, harus dengan orang menyerahkan benda bukan miliknya. Jadi di sini kesengajaan petindak yang ditujukan untuk

maksud menguntungkan diri itu, sekaligus pula ditujukan bahwa dengan demikian benda itu milik orang lain, adalah tidak logis menambah kekayaan dengan orang lain menyerahkan benda milik sendiri.

Penipuan terjadi bukan oleh sebab telah terjadinya perbuatan menggerakkan, melainkan pada telah terjadi perbuatan menyerahkan benda oleh orang lain. Menyerahkan benda baru dianggap terjadi/selesai apabila dari perbuatan itu, telah sepenuhnya berpindahnya kekuasaan atas benda itu ke dalam kekuasaan orang yang

menerima. Dalam hal ini berarti telah putusnya hubungan kekuasaan (menguasai) antara orang yang menyerahkan dengan benda yang diserahkan. Telah berpindahnya kekuasaan atas benda ke dalam kekuasaan petindak atau orang lain atas kehendak

(33)

Apabila perbuatan (orang lain) menyerahkan benda belum selesai, belum berakibat berpindahnya kekuasaan atasnya, atau perbuatan menyerahkan itu tidak terwujud sarna sekali, sedangkan perbuatan menggerakkan telah terjadi, maka telah terjadi percobaan penipuan. Pada pencurian disyaratkan pada selesainya perbuatan

mengarnbil dalam artian benda objek kejahatan telah sepenuhnya berpindah kekuasaannya ke tangan petindaknya. Dalam hal ini ada persamaannya dengan penipuan, yaitu untuk selesainya dua kejahatan ini diperlukan telah berpindahnya

kekuasaan atas benda objek kejahatan. Tetapi penyebabnya yang berbeda. Pada pencurian disebabkan oleh perbuatan mengambil, suatu perbuatan yang dilakukan sendiri oleh petindaknya. Sedangkan pada penipuan oleh sebab perbuatan

menyerahkan, suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang bukan petindak.

Pengertian perbuatan menyerahkan adalah suatu pengertian menurut arti kata yang sebenarnya. Berdasarkan pengertian yang demikian ini, maka tidak mungkin penipuan tadi terjadi atas benda-benda yang tidak bergerak dan tidak berwujud.

3. Upaya-Upaya Penipuan

Upaya penipuan dilakukan dengan salah satu cara yaitu dengan menggunakan nama palsu (valsche naam). Ada dua pengertian nama palsu. Pertama, diartikan

sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain. Misalnya Abdurachim menggunakan nama temannya yang benama Abdullah. Kedua, suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya.

(34)

tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang yang menggunakannya.

Banyak orang menggunakan suatu nama dari gabungan beberapa nama, misalnya Abdul Mukti Ahmad. Apakah menggunakan nama palsu, jika ia

mengenalkan diri pada seseorang dengan nama Mukti Ahmad. Andaikata ia dikenal di masyarakat dengan nama Abdul Mukti, maka ia mengenalkan diri dengan nama Mukti Ahmad itu adalah menggunakan nama palsu. Bagaimana pula jika seseorang

menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang penjaga malam benama Markaban mengenalkan diri sebagai seorang dosen bernama Markaban, Markaban yang terakhir

benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang dosen. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat/kedudukan palsu.

Ada beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid itu, ialah: keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan

kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut/digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan/ mempunyai hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu

itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau

(35)

Hoge Raad dalam suatu arrestnya (27-3-1893) menyatakan bahwa "perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh kepercayaan sebagai seorang pedagang atau

seorang pejabat".

Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgrepen) dan rangkaian kebohongan (zamemveefsel van verdichtsels) adalah upaya penipuan lainnya. Kedua cara

menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan/kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya. Namun ada perbedaan, yaitu: pada tipu muslihat berupa

perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan/ perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau

tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenamya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya/terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar orang lain (korban) berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.

Hoge Raad memberikan pengertiannya tentang tipu muslihat tidak jauh berbeda dengan apa yang diuraikan di atas. Dalam arrestnya (30-1-1911) Hoge Raad menyatakan bahwa "tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang keliru

(36)

muslihat, maka perbuatan yang bersifat menipu itu harus lebih dari satu, di mana biasanya yang satu berhubungan dengan yang lain. Akan tetapi dalam praktik bisa terjadi dengan satu perbuatan saja, yang biasanya diikuti dengan rangkaian kebohongan. Hal ini dapat diketahui dari suatu arrest Hoge Raad (25-10-1909) bahwa

"tipu muslihat tunggal adalah cukup, Undang-undang sering menggunakan kata-kata jamak untuk pengertian tunggal". Dari perkataan rangkaian kebohongan menunjukkan bahwa kebohongan atau ketidakbenaran ucapan itu (seolah-olah benar

adanya bagi korban lebih dari satu). Karena merupakan rangkaian, maka kata bohong yang satu dengan bohong yang lain mempunyai satu hubungan atau kaitannya. di mana yang satu menimbulkan kesan mernbenarkan atau mengucapkan yang lain.

Jadi rangkaian kebohongan mempunyai unsur: (1) berupa perkataan yang isinya tidak benar, (2) lebih dari satu bohong, dan (3) bohong yang satu menguatkan bohong yang lain Ketidakbenaran yang terdapat pada tipu muslihat maupun rangkaian kebohongan harus telah ada pada saat melakukan tipu-muslihat dan lain-lain. Karena

itu tidak mungkin terjadi dalam hal si peminjam tidak membayar hutangnya, walaupun niatnya untuk tidak membayar lunas dan hutangnya itu pada banyak orang dan hampir semua tidak dibayarnya Sebab ketidakbenarannya itu, misalnya dengan

janji-janji memberi bunga dan akan membayar tepat waktu (yang ternyata kemudiannya tidak), janji-janji mana belum terbukti ketidakbenarannya pada saat mengemukakannya/mengucapkannya.

Bagaimana dengan mengeluarkan cek atau bilyet giro yang temyata waktu

(37)

dananya tidak ada atau tidak cukup, dan keadaan ini tidak diberitahukan, yang berarti ketidakbenaran itu telah ada pada saat itu, dan oleh karena orang yang menerbitkan cek harus ada/cukup dananya, maka perbuatan ini dapat dikualifikasikan sebagai penipuan. Pendapat ini sesuai dengan keputusan MA (15-11-1975 No. 133

K/KR/1973), yang menyatakan bahwa "seseorang menyerahkan cek, padahal ia mengetahui bahwa cek itu tidak ada dananya, perbuatannya merupakan tipu muslihat sebagai termaksud dalam Pasal 378 KUHP.

Dalam masyarakat sering terjadi orang menyerahkan cek atau bilyet giro mundur, artinya cek tersebut diberikan tanggal untuk beberapa hari ke belakang dari saat mengeluarkan/menerbitkannya. Misalnya pada tanggal 1-1-2006 A menerbitkan

cek untuk B, tapi ditulis tanggal 15-1-2006. Pada tanggal 16-1-2006 di bank ternyata dananya tidak ada atau tidak cukup.

Apabila didasarkan pada pendapat MA tadi, maka perbuatan itu adalah sebagai tipu muslihat, dan ini berarti penipuan.

Dalam menghadapi kasus cek atau bilyet giro kosong, tidak dapat disama-ratakan. Pendapat Mahkamah Agung tidak berlaku untuk seluruh peristiwa, tapi harus melihat kejadian demi kejadian.

(38)

ada dan hal ini sengaja tidak diberitahukan kepada penerima cek, maka disini telah terjadi tipu muslihat, dan karenanya merupakan penipuan.

Terhadap tipu muslihat, kesengajaan adalah sangat penting. Dalam contoh yang terakhir itu ia harus ada kesengajaan untuk tidak memberitahukan tentang

ketidakadaan dananya. Wujud tipu muslihat dalam contoh ini adalah berupa tidak memberitahukan. Harus ada kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan tidak memberitahukan, berhubung karena dalam rumusan penipuan kesengajaan (sebagai

maksud) ditempatkan mendahului unsur tipu muslihat. Hal ini sesuai dengan putusan MA tersebut di atas, dengan disebutnya kalimat "padahal ia mengetahui" menunjukkan bahwa kesengajaan itu ada baik terhadap ketidakadaan dananya

maupun terhadap perbuatan tidak memberitahukannya.

D. Tinjauan Umum Tentang Bilyet Giro dan Cek 1. Pengertian Bilyet Giro dan Cek

a. Pengertian bilyet adalah surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara giro nasabah tersebut, untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya atau

(39)

Bilyet giro merupakan surat berharga dimana surat tersebut merupakan surat perintah nasabah untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lainnya. Dengan demikian pembayaran dana bilyet giro

mempunyai dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif (jatuh tempo). Sebelum tanggal efektif tiba bilyet giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran kredit, bilyet giro tidak dapat dipindahtangankan melalui

endosemen, karena didalamnya tidak ada klausula yang menunjukkan cara pemindahannya.

Pembayaran suatu transaksi dipandang sudah selesai apabila pemindahbukuan

yang dimaksud dalam bilyet giro itu sudah dilaksanakan oleh bank. Didalam bilyet giro orang yang menerbitkan adalah pihak yang harus membayar. Menerbitkan surat berharga disini maksudnya adalah penerbit memerintahkan bank dimana ia menjadi nasabah untuk memindah bukukan sejumlah uang dari rekeningnya kepada rekening

pihak ketiga yang disebutkan namanya. Pihak yang menerima bilyet giro ini disebut pemegang atau penerima, sedangkan bank sebagai pihak yang memerintahkan melakukan pemindah bukuan disebut tersangkut.

Bilyet giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro;

b. Pengertian cek adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank

(40)

kepada pihak yang disebut di dalamnya atau kepeda pemegang cek tersebut (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998)

2. Syarat-Syarat Sahnya Bilyet Giro dan Cek

a. Syarat-syarat yang berlaku untuk bilyet giro agar pemindahbukuannya dapat dilakukan antara lain:

1) Adanya surat cek tertulis perkataan "bilyet giro" dan nomor serf.

2) Surat harus berisi perintah tak bersyarat untuk memindahbukukan sejumlah uang tertentu atas beban rekening yang bersangkutan.

3) Nama bank yang harus membayar (tertarik). 4) Nama penerima dana dan nomor rekening.

5) Nama bank penerima dana.

6) Jumlah dana dalam angka dan huruf.

7) Penyebutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan.

8) Tanda tangan dan atau cap perusahaan.

Masa berlaku dan tanggal berlakunya bilyet giro juga diatur sesuai dengan persy aratan yang telah ditentukan seperti :

1) Masa berlakunya adalah 70 (tujuh puluh) hari terhitung mulai tanggal

penarikannya.

(41)

3) Bila tanggal efektif tidak ada maka tanggal efektif berlaku sebagai tanggal penarikan.

b. Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral (KUHDagang Pasal 178) :

1) Pada surat cek tertulis perkataan "cek/cheque" dan nomor serf.

2) Surat harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

3) Nama bank yang harus membayar (tertarik). 4) Jumlah dana dalam angka dan huruf.

5) Penyebutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan.

6) Tanda tangan dan atau cap perusahaan. Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh bank: 1) Tersedianya dana.

2) Adanya materai yang cukup.

3) Jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si pemberi cek. 4) Jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama.

5) Memperlihatkan masa kadaluarsa cek yaitu 70 (tujuh puluh) hari setelah

dikeluarkannya cek tersebut.

6) Tanda tangan atau cap perusahaan harus sama dengan specimen/contoh. 7) Tidak diblokir pihak berwenang.

8) Endorsment cek benar (jika ada).

(42)

10) Rekening belum ditutup.

3. Jenis-Jenis

1) Cek atas nama, yaitu yek yang diterbitkan atas nama seseorang atau badan

hukum tertentu yang tertulis jelas di dalam cek tersebut.

2) Cek atas unjuk yaitu kebalikan dari cek atas nama. Di dalam cek tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum.

3) Cek silang yaitu cek yang dipojok kiri diberi tanda dua tanda garis sejajar, sehingga cek tersebut tidak dapat ditarik tunai melainkan pemindahbukuan. 4) Cek mundur yaitu cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal. Hal ini

biasanya terjadi karena kesepakatan antara pemberi dan penerima cek.

5) Cek kosong atau blank cheque merupakan cek yang penarikkannya melebihi saldo yang ada.

4. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Kewajiban pokok penerbit bilyet giro adalah menyediakan dana pada Bank tesangkut. Dana yang tersedia harus cukup dalam rekeningnya pada tertarik sejak tanggal efektif sampai dengan tanggal mulainya daluwarsa. Oleh karena itu dalam

penerbitan bilyet giro terlebih dahulu adanya hubungan hukum antara Penerbit/Penarik dengan Pihak Bank. Hubungan hukum ini berbentuk peijanjian penyimpanan dana penerbit pada Bank dengan membuka rekening giro, sedangkan antara penerbit dengan pemegang didahului terjadinya perikatan dasar, misalnya

(43)

bilyet giro penerbit harus bertanggungjawab terhadap pemegang bahwa bilyet giro yang ia terbitkan dapat dipindah-bukukan pada tanggal efektif. Selain itu penerbit juga wajib membuat catatan-catatan mengenai keadaan keuangan dalam rekeningnya sehingga dapat diketahui kemampuan untuk memenuhi kewajiban sehubungan

dengan penarik bilyet giro.

Tenggang waktu penawaran bilyet giro adalah 70 (tujuh puluh) hari, yaitu sejak terhitung sejak tanggal penerbitan. Tenggang waktu tersebut adalah antara tanggal

penerbitan dan tanggal efektif, penerbitan diberikan kesempatan untuk mehgusahakan dana guna membayar dengan pemindahbukuan, makin lambat tanggal efektif ditentukan, maka makin banyak waktu bagi penerbit untuk mengusahakan dana.

Bilyet giro yang ditawarkan kepada Bank sebelum tanggal efektif atau sebelum tanggal penarikan harus ditolak oleh Bank, tanpa memperhatikan tersedianya atau tidaknya dana dalam rekening penarik. Sedangkan bilyet giro yang diterima oleh Bank setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dapat dilaksanakan

perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik.

5. Prosedur Pencairan Bilyet Giro dan Cek

a. Mengenai bilyet giro pengaturannya tidak terdapat pada KUHD, tetapi terdapat

(44)

1) Sampai tahun 1972 belum terdapat pengaturan secara tegas, baik dengan undang-undang maupun dengan peraturan lain mengenai bilyet giro;

2) Pemakaian bilyet giro yang semakin lama semakin berkembang di dalam masyarakat;

3) Mengingat pentingnya dan manfaat bilyet giro sebagai sarana perbankan; 4) Menghindari pemakaian bilyet giro yang berbeda-beda

persyaratan-persyaratan didalamnya yang dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan,

pemalsuan dan memudahkan pengawasan.

Berdasarkan dari pengertian bilyet giro yang membuat kurang mendapat respon yang baik dari masyarakat, masyarakat lebih senang menggunakan cek, namun sejak

adanya sanksi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1964 tentang Pelarangan Penarikan Cek Kosong, yang dapat memberikan sanksi pidana cukup berat, maka masyarakat pun beralih kembali pada bilyet giro.

Mengenai pencairan bilyet giro dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

1) Bank tertarik menerima bilyet giro dari penarik dan memindahkan dana tersebut dalam bilyet giro dengan nota kredit kepada bank dari penerima dana, untuk dikreditkan ke dalam rekening penerima dana yang namanya

tercantum dalam bilyet giro yang bersangkutan;

2) Bilyet giro langsung diserahkan oleh penarik kepada penerima dana, yang kemudian oleh yang bersangkutan disalurkan kerekeningnya sendiri pada bank tertarik atau bank lainnya. Dalam hal dana tersebut disetor pada bank

(45)

tersebut melalui kliring kepada bank tertarik; bilyet giro tersebut diperlakukan sama dengan warkat-warkat kliring lainnya.

Diterbitkannya suatu bilyet giro atas nama seorang pemegang berarti melakukan pembayaran dari suatu transaksi jual-beli yang sebelumnya telah ada

antara penerbit dan pemegang. Jadi penerbitan bilyet giro itu adalah karena suatu sebab dan sebab ini ialah transaksi yang telah dilakukan tadi. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa nilai dari transaksi itu harus diwujudkan secara sama jumlahnya pada

bilyet giro. Dengan perkataan lain, bahwa nilai dari bilyet giro itu adalah sama dengan nilai perikatan dasarnya.

b. Prosedur pencairan surat cek yaitu surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa

(46)

atau pembawa, di tempat tertentu. Dengan demikian surat cek adalah surat tagihan utang (schuldvorderingspapier) yang bersifat suatu perintah untuk membayar. Dasar terjadinya penerbitan dari sepucuk cek adalah karena adanya perikatan dasar yang terjadi sebelumnya.

6. Penolakan dan Pembatalan Bilyet Giro a. Alasan dan Prosedur Penolakan Bilyet Giro

Apabila pemegang menawarkan bilyet giro kepada bank tertarik, dan ternyata bilyet giro tersebut kosong, maka bank tertarik wajib menolaknya dengan alas an dana yang tersedia tidak cukup dan penolakan tersebut harus disertai Surat Keterangan Penolakan (SKP), antara lain memuat nama dan alamat lengkap penarik

(47)

cukup dan ditolak sebagai bilyet giro kosong. Bank tertarik wajib segera melaporkan penolakan tersebut dan menyampaikan satu tembusan SKP kepada Bank Indonesia bagian lalu lintas pembayaran giral bagi bank-bank di Jakarta atau kantor cabang Bank Indonesia setempat bagi bank-bank di luar Jakarta. Bilyet giro kosong itu

beserta SKP dikembalikan kepada pemegangnya untuk diselesaikan dengan penariknya. Tetapi saldo penarik yang bersangkutan tidak perlu dibekukan oleh bank.

Surat Keterangan Penolakan bank tersebut hamper sama dengan akta protes non

pembayaran. Penyelesaian dengan penarik mirip dengan pelaksanaan hak regres terhadap debitur wajib regres. Jika seorang nasabah menarik bilyet giro kosong pada suatu bank 3 kali dalam waktu 6 bulan, maka bank yang bersangkutan wajib menutup

rekening nasabah tersebut. Dalam hal terjadi penerbitan bgilyet giro kosong 3 kali dalam waktu 6 bulan pada beberapa bank, maka Bank Indonesia menginstruksikan kepada bank-bank pemelihara rekening untuk menutup rekening nasabah yang bersangkutan. Dalam hubungan ini, agar nasabah mengentahui dan menyadari

kemingkinan dikenakan sanksi tersebut.

Menurut Surat Edaran (SEBI) No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995, surat bilyet giro dapat saja dilakukan penolakan oleh pihak bank. Bank penerima wajib menolak

bilyet giro dalam hal:

1) Tidak terlalu sebagai bilyet giro bila tidak memenuhi syarat normal.

(48)

4) Terdapat perubahan tetapi tidak ditandatangani oleh penarik di tempat kosong yang terdekat dengan perubahan.

5) Telah daluwarsa.

6) Saldo rekening penarik tdak cukup.

7) Ditawarkan kepada tertarik setelah penawaran dan telah diterima surat pembatalan bilyet giro oleh bank yang bersangkutan dari penarik.

8) Tandatangan berbeda.

Bilyet giro yang ditolak bank penerima dikembalikan pada pemegang dengan Surat Keterangan Penolakan dalam rangkap 3 (tiga) masing-masing untuk pemegang, penarik dan arsip bank yang bersangkutan. Penarik tidak boleh membatalkan bilyet

giro selama dalam tenggang waktu penawaran 70 hari. Pembatalan hanya dapat dilakukan setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dengan surat pembatalan, yang ditunjuk kepada tertarik dengan menyebutkan:

1) Nomor bilyet giro

2) Tanggal penarikan

3) Jumlah dana yang dipindahbukukan

b. Pembatalan Bilyet Giro

Selama tenggang waktu penawaran, penarik tdak boleh membatalkan bilyet giro selama tenggang waktu penawaran (tenggang waktu 70 hari). Pembatalan bilyet giro hanya dapat dilakukan setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dengan suatu surat pembatalan yang ditujukan kepada tertarik dengan menyebutkan

(49)

jika dalam tenggang waktu penawaran terjadi pembatalan, bank tertarik tetap melaksanakan perintah pemindahbukuan dan tindakan tersebut adalah sah.

Setelah tenggang waktu penawaran berakhir 70 hari bilyet giro tdak dapat dibatalkan. Walalupun dibatalkan tidak mempunyai kekuatan. Setelah tenggang

waktu berakhir maka setiap penarik dapat membatalkan bilyet giro yang sudah ditariknya itu. Hak pembatalan ini timbul karena selama tenggang waktu penawaran ternyata pemegang tidak menawarkan haknya untuk memperoleh pemindahbukuan

dana. Namun bukan berarti hak pemegang menjadi hilang, hak pemegang hanya dapat direalisasikan diluar ketentuan surat berharga.

Jika setelah tenggang waktu penawaran berakhir penarik juga tidak

membatalkan bilyet giro, maka ketentuan Pasal 6 ayat (3) SKBG pemindahbukuan oleh bank tertarik tetap dapat dilaksanakan sepanjang dananya masih tersedia. Jika dana sudah tidak ada, jalan yang ditempuh oleh pemegang adalah menagih langsung kepada penarik. Atau setelah penarik menyediakan dana pada bank

tertarik, perintah pemindahbukuan melalui bilyet giro masih dapat dilaksanakan, asalkan masih dalam tenggang waktu 6 bulan setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran (Abdulkadir Muhammad, 2003:239). Ketentuan pembatalan bilyet giro

mencakup tentang:

a) Kemungkinan pengajuan permohonan pembatalan kepada Bank Indonesia yang mebawahi kantor Bank Umum sebagai tertarik.

b) Pedoman pengajuan permohonan pembatalan dan pemberian keputusan

(50)

c) Pengenaan biaya administrasi permohonan pembatalan. d) Koreksi atas daftar hitam.

Permohonan pembatalan tersebut dapat diajukan Bank Umum yang bersangkutan kepada Bank Indonesia setempat yang mewilayahi apabila terjadi

penolakan terhadap pengunjukan bilyet giro yang semestinya dananya tidak cukup, tetapi karena kesalahan administrasi, oleh tertarik terlanjur ditolak dengan alasan dananya tidak cukup. Bank Indonesia akan memproses permohonan pembatalan dan

memberikan keputusannya.

7. Upaya Hukum Yang Dilakukan Dalam Bilyet Giro dan Cek Kosong a. Upaya Preventif

Secara umum dapat disepakati bahwa cek itu adalah instrumen surat berharga yang melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu: penarik (drawer), tertarik (drawee) dan penerima (payee) dimana drawer memerintahkan kepada drawee untuk melakukan

pembayaran sejumlah uang tertentu kepada payee (pihak tertentu atau pengganti atau pembawa) ada suatu saat tertentu, dan ditandatangani oleh drawer. Yang istimewa, dan ini yang membedakan cek dengan surat berharga jenis wesel (bill of exchange)

adalah bahwa drawee dari suatu cek selalu sebuah bank. Sedangkan di sisi lain, drawee dari suatu wesel dapat terdiri dari indjvidu perorangan atau badan hukum.

Bilyet giro di pihak lain adalah perintah untuk melakukan pemindahbukuan, dan bukan perintah untuk melakukan pembayaran, dari rekening nasabah penyimpan

(51)

disebutkan dalam perintah pemindahbukuan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa (a) jika seorang pemegang cek secara langsung dapat mencairkan dana sejumlah yang disebut dalam cek, pemegang bilyet giro hanya akan dapat menerima manfaat atas sejumlah uang yang disebutkan dalam bilyet giro dengan cara

memindahbukukan dana tersebut ke rekening yang disebutkan oleh penerima bilyet giro; (b) Cek dapat dengan mudah dipindahtangankan, sedangkan bilyet giro tidak dirancang untuk dapat dipindahtangankan dengan mudah. Disamping itu, jika bilyet

giro dapat diterbitkan dengan tanggal mundur, penerbitan cek tidak dapat dilakukan dengan tanggal mundur karena berdasarkan peraturan perundang- undangan yang ada, cek tidak dapat disanggupi, tidak dibenarkan disebutkan adanya tanggal

pembayaran cek, cek harus dapat dibayarkan pada saat diunjukkan.

Jika dilihat dalam prakteknya, banyak penerbitan cek yang dilakukan dengan tanggal mundur (misal dalam pembayaran cicilan atas leasing kendaraan bermotor atau kredit kepemilikan kendaraan bermotor), sedangkan bilyet giro juga sering

diterbitkan secara blangko, tanpa menyebut nama penerima dan nomor rekening bank dari penerima, dan memberikan peluang kepada penerima untuk memindahtangankan haknya kepada pihak lain dengan mudah, karena penerima baru kemudian dapat

(52)

b. Upaya Represif

Bank Indonesia diberi status sebagai "pemberi izin" untuk pendiri-pendiri usaha perbankan.Dalam hubungan inilah Bank Indonesia mempunyai "kemampuan" untuk bertindak terhadap bankir. Jika ingin memperoleh izin pendirian bank dan ingin tetap

aaman izin tersebut berlaku, dengan ancaman manakala tidak dipenuhi maka izin itu sewaktu-waktu dapat dicabut oleh Bank Indonesia, maka tiada jalan lain harus patuh terhadap otoritas Bank Indonesia. Wewenang Bank Indonesia itu sepenuhnya hanya

sebatas dalam hukum Administrasi Negara. Dengan kata "kemampuan" Bank Indonesia itu hanyalah dapat ditujukan kepada penyelenggara bank, dan tidak dapat dipergunakan untuk nasabah-nasabah bank dalam perbuatan-perbuatan perdata.

Demikian produk-produk perundang-undangan yang dilahirkan oleh Bank Indonesia hanya berlaku sebagai hukum administrasi untuk penyelenggara perbankan, dan tidak dapat mengikat nasabah-nasabah bank dalam perbuatan perdata. Oleh sebab itu jika kita ingin mengatur hukum surat-surat berharga mutlak harus dilakukan

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Peneiitian

Dalam setiap peneiitian perlu dikategorikan batas-batas atau ruang lingkup peneiitian. Batas-batas itu diperlukan untuk menghindari peneiitian yang tidak terarah. Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka yang menjadi ruang lingkup

peneiitian ini adalah mengenai "Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencarian Bilyet Giro dan Cek Kontan (Studi Kasus No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn)"

B. Data

1. Jenis Peneiitian

Penelitian ini dilakukan secara normatif yuridis, yakni merupakan peneiitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lain.

2. Jenis Data

Data peneiitian ini mencakup :

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari

KUHP.

2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti bersumber dari buku-buku, perundang-undangan, putusan Pengadilan No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn, karya-karya

(54)

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mempelajari dan menganalisis perundang-undangan, karya-karya ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang

dibahas.

C. Metode Analisis Data

(55)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalarn Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencairan Bilyet Giro dan Cek Kontan (Studi Kasus No. 2359/Pid. B/2008/PN.Mdn)

1. Kasus Posisi

Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan juga keterangan terdakwa didepan persidangan menerangkan bahwa benar pada hari tanggal yang tidak saksi korban ingat lagi pada bulan Mei 2005 saksi korban diajak oleh terdakwa, Direktur PT.

ZETTA JAYA SUMATERA untuk joint patner penanam saham di PT. ZETTA JAYA SUMATERA yang bergerak di Bidang Property Realestate untuk pembangunan perumahan sebanyak 3000 (tiga ribu) unit rumah di Desa Martubung Belawan, dan merasa tertarik atas ajakan terdakwa tersebut maka saksi korban

mengecek kebenaran pembangunan perumahan realestate tersebut di Martubung Belawan, kemudian setelah yakin, lalu saksi korban menemui terdakwa untuk menanam saham saksi korban sebesar 30% (tiga puluh persen).

Selanjutnya pada tanggal 8 Juli 2005 saksi korban memberikan uang kepada TERDAKWA sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) berdasarkan kwitansi tanda terima yang dibuat oleh CHRISTINA sekretaris terdakwa, dan Cek Bank Panin No. 273151 sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) tanggal 8 Juli 2005,

(56)

30.000.000,-(tiga puluh juta rupiah) berdasarkan kwitansi tanda terima yang dibuat oleh CHRISTINA sekretaris terdakwa. Dan Cek Kontan Bank Panin No. 273152 sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah), tanggal 14 Juli 2005 saksi korban menyerahkan uang sebesar Rp. 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah) berdasarkan

kwitansi tanda terima yang dibuat oleh CHRISTINA sekretaris terdakwa.

Pada tanggal 10 Agustus 2005 saksi korban menyerahkan uang kontan sebesar Rp.10.520.000,(sepuluh juta lima ratus dua puluh ribu rupiah) untuk menutup

kekurangan uang di rekening TERDAKWA di Bank Panin dan terdakwa menyerahkan kepada saksi korban Bilyet Giro Bank Panin No. A-186889 tanggal 10 Agustus 2005 sebagai jaminan kepada saksi korban atas penyerahan uang tersebut,

tanggal 4 Oktober 2005 saksi korban menyerahkan uang Dollar Amerika sebesar USD 20.000,- (dua puluh ribu dollar) kepada terdakwa berdasarkan kwitansi tanda terima uang dollar amerika yang diperbuat oleh terdakwa, tanggal 17 Oktober 2005 saksi korban menyerahkan uang sebesar Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)

berdasarkan kwitansi tanda terima yang dibuat oleh terdakwa untuk pembayaran titipan untuk saham di PT. ZETTA JAYA SUMATERA yang akan dibuatkan Akter Penyertaan Modal/Saham dengan Perjanjian apabila dalam tempo 1 (satu) bulan sejak

tanggal kwitansi tidak dibuat Akter Penyertaan saham maka saksi korban dan perusahaan saksi korban (PT. ZETTA JAYA SUMATERA) bersedia dituntut secara pidana dan perdata.

Berdasarkan Slip Setoran uang tanggal 31 Oktober 2005 saksi korban menyetor

(57)

puluh lima juta rupiah), Pada tanggal 25 Nopember 2005 saksi korban menyerahkan uang sebesar USD 3.000 (tiga ribu dollar Amerika) berdasarkan kwitansi tanda terima yang dibuat oleh CHRISTINA sekretaris terdakwa, Pada tanggal 3 Desember 2005 saksi korban menyerahkan uang sebesar Rp. 216.000.000,- (dua ratus enam belas juta

rupiah) terdakwa dan kemudian sebagai jaminan penyerahan uang saksi korban diberikan 1 (satu) lember Cek Kontan Bank Panin No. 276337 sebesar Rp. 216,000.000,- tanggai 3 Desember 2005, tanggal 22 Februari 2006 saksi korban

menyerahkan uang sebesar Rp. 10.000.000,-(sepuluh juta rupiah) terdakwa dan kemudian sebagai jaminan penyerahan uang saksi korban diberikan 1 (satu) lembar Bilyet Giro Bank Panin No. A 351079 sebesar Rp. 10.000.000,- tanggal 22 Februari

2006, tanggal 10 Maret 2006 saksi korban menyerahkan uang sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) terdakwa dan kemudian sebagai jaminan penyerahan uang saksi korban diberikan 1 (satu) lembar Cek Kontan Bank Panin No. 298753 sebesar Rp. 50.000.000,- tanggal 10 Maret 2006.

Saksi korban pernah mencairkan Bilyet Giro dan Cek Kontan yang saksi terima dari terdakwa ke Bank Panin pada tanggal 22 Februari 2006, dengan Bilyet Giro No. 351079 tanggal 22 Februari 2006 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

namun Bilyet Giro tersebut ditolak pihak Bank Panin dengan memberikan surat keterangan Penolakan Warkat latu lintas pembayaran Giral dengan alasan persyaratan formal tidak dipenuhi.

Selanjutnya pada tanggal 10 Maret 2006, saksi mencairkan cek kontan No.

(58)

juta rupiah) namun cek kontan tersebut ditolak oleh Pihak Bank Panin dengan alasan saldo tidak mencukupi, oleh karena Bilyet Giro dan cek kontan yang diberikan terdakwa kepada saksi tidak bisa dicairkan, maka saksi mencari terdakwa, akan tetapi terdakwa selain menghindar, kemudian pada bulan Juni 2006 saksi pernah mengecek

ke Bank Panin dan oleh Pegawai Bank Panin mengatakan bahwa Rekening SUNANDY LINANDA telah tutup oleh pihak Bank Panin karena Black List, akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp.

1.061.000.000,- (satu milyar enam puluh satu juta rupiah), hingga akhirnya terdakwa ditangkap dan seianjutnya dibawa ke Polda Sumut guna pengusutan seianjutnya, adapun terdakwa mempergunakan uang milik saksi korban tanpa izin dari pemiliknya

dengan demikian perbuatan terdakwa dapat dikatakan perbuatan yang melawan hukum.

2. Dakwaan

Perbuatan terdakwa SUNANDY LINANDA als AON, berusia 47 tahun, jenis kelamin laki-laki, beralamat di Bandar Baru dan Jl. Bogor No. 15 Kel. Pasar Baru Kec. Medan Kota pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi dalam kurun waktu dari bulan Mei 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di rumah

Referensi

Dokumen terkait

Sumber : Ruang Perawatan Anggrek RSUD Kab.Nunukan Juh 2017 Daftar Alat-alat yang tersedia di Ruang Rawat Inap Edelweis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Nunukan.. NamaAlat

Skripsi ini disusun dalam rangka untuk melengkapi salah satu syarat guna menyelesaikan program studi Strata 1 Jurusan Ekonomi Islam pada Fakultas Syariah Institut Agama

I am very grateful to my dear colleagues and friends from different countries who have supported of current taxonomic studies of Celastraceae (especially of

Berdasarkan hasil uji hipotesis pada hasil data post test maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang menggunakan pembelajaran Group

Perkebunan Mitra Ogan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) sebagai suatu perusahaan industri yang memiliki karyawan yang cukup banyak dalam pelaksanaan kegiatan

Berdasarkan data yang telah peneliti kumpulkan mengenai komunikasi interpersonal dalam meningkatkan kinerja pegawai pada kantor Camat Poso Pesisir Kabupaten Poso, diketahui

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur hanya untuk-Mu ya Rabb penggenggam hati, jiwa, dan raga ini, yang telah memberikan keteguhan hati serta semangat sehingga saya dapat

Semakin lama waktu perlakuan semakin kecil konsentrasi ekstrak air daun sirsak yang dibutuhkan untuk mematikan 50% serangga uji.Kusno (1991) menyatakan bahwa