• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01160

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01160"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT KEPEMILIKAN ASING DAN JUMLAH

PERUSAHAAN PERATA LABA PADA PERIODE SEBELUM DAN

SESUDAH PENGUMUMAN PENERAPAN IFRS DI INDONESIA

Oleh:

Murtaziqoh

(Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana)

Yeterina Widi Nugrahanti

(Staf Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana) Email : yeterina.nugrahanti@staff.uksw.edu

ABSTRACT

The purpose of this research is to evaluate the level of foreign ownership and the level of income smoothing before and after the IFRS announcement. Foreign ownership is measured by the percentage of foreign institutions shareholders in the company and income smooting is measured by Indeks Eckel. This researh’s sample was taken with a purposive sampling technique from the 280 manufacture companies wich listed on Indonesian Stock Exchange in 2004-2012. The statistical method used for this research was Wilcoxon Signed Test and McNemar Test. The result of this research indicated that there are an increase of the level of foreign ownership and the level of income smoothing after IFRS announcement. It indicates that the benefits which is wanted from IFRS implementation could be reached, although it still needs to do some control and flexibility that the IFRS will give.

Key word : International Financial Reporting Standards, Foreign Investment, Income Smoothing

PENDAHULUAN

(2)

perusahaan yang go public diharuskan menyusun laporan keuangannya berdasarkan prinsip akuntansi yang baru (www.iaiglobal.or.id).

Manfaat penerapan IFRS secara umum adalah: 1) Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional. 2) Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. 3) Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global. 4) Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. 5) Meningkatkan kualitas laporan keuangan (Martani, 2011).

Salah satu manfaat yang diharapkan dari penerapan IFRS di Indonesia adalah meningkatnya arus investasi secara global yang berarti bahwa diharapkan jumlah investor asing yang menanamkan modal di Indonesia meningkat (Martani, 2011). Hal tersebut dapat tercapai melalui penerapan IFRS di Indonesia karena IFRS sebagai standar keuangan yang seragam dapat mempermudah berjalannya kegiatan bisnis lintas negara. Berbeda halnya jika kegiatan bisnis lintas negara dilakukan tanpa menggunakan standar akuntansi yang seragam, maka akan timbul masalah yang dihadapi oleh calon investor maupun kreditor karena perbedaan standar akuntansi suatu negara dengan negara lain. Sehingga diharapkan dengan diterapkannya IFRS dapat mempermudah pemahaman atas laporan keuangan sehingga tidak ada interpretasi yang keliru (Cahyati, 2011).

Penelitian yang dilakukan di luar negeri untuk menguji dampak penerapan IFRS terhadap struktur kepemilikan asing sudah banyak dilakukan. Antara lain, Florou dan Pope (2009), Yu (2010), Lee dan Farghar (2010), Defond et al. (2011) dan Gordon et al. (2011) menemukan bahwa investasi asing meningkat pada perusahaan setelah menerapkan IFRS. Sedangkan di Indonesia, belum ada penelitian yang dilakukan untuk menguji apakah penerapan IFRS benar-benar memberikan manfaat dalam peningkatan arus investasi global yang ditunjukkan dengan adanya kenaikan tingkat kepemilikan asing di Indonesia.

(3)

laba meningkat setelah diterapkannya IFRS. Peningkatan kualitas laporan keuangan yang diharapkan diperoleh dari penerapan IFRS tidak dapat terwujud.

Salah satu bentuk dari manipulasi laba (manajemen laba) yang dapat menurunkan kualitas laba adalah praktik perataan laba (income smoothing). Perataan laba menurut Beidleman (1973) dalam Rohaeni dan Aryati (2012) adalah suatu upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang dianggap normal bagi suatu perusahaan. Terjadinya praktik perataan laba juga dapat dikaitkan dengan teori keagenan. Dalam teori keagenan, pemilik dan manajer dianggap memiliki konflik kepentingan untuk menyejahterakan diri masing-masing. Karena informasi yang dimiliki oleh manajer lebih banyak dibanding pemilik, timbullah dysfunctional behavior yang dilakukan oleh manajer. Salah satu bentuk dari dysfunctional behavior ini adalah perataan laba. Di Indonesia, praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur pada tahun 2008 sudah mencapai angka yang cukup tinggi yakni 56% (Susanti, 2008). Sehingga diharapkan adanya regulasi yang dapat melindungi publik dari praktik pasar yang tidak efisien, sesuai dengan tujuan dariteori kepentingan publik (public interest theory).

Penelitian mengenai dampak penerapan IFRS terhadap income smoothing di luar negeri antara lain, Osma dan Pope (2010) yang menemukan bukti bahwa praktik perataan laba menurun setelah diterapkannya IFRS. Namun hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Paananen and Lin (2008), Ahmed et al. (2010), Chen et al. (2010) dan Tudor (2010) yang melaporkan bahwa praktik perataan laba meningkat setelah diterapkannya IFRS. Sedangkan penelitian mengenai dampak penerapan IFRS terhadap praktik perataan laba di Indonesia belum banyak dilakukan. Rohaeni dan Aryati (2012) dan Trisanti (2012) menemukan bukti bahwa jumlah praktik perataan laba menurun setelah diterapkannya IFRS.

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat kepemilikan asing dan jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba di Indonesia pada periode sebelum dan sesudah pengumuman penerapan IFRS. Penelitian untuk menguji adanya kenaikan tingkat kepemilikan asing pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS belum pernah dilakukan di Indonesia, sedangkan penelitian untuk menguji adanya kenaikan jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS belum banyak dilakukan di Indonesia.

(4)

yang digunakan adalah tahun 2000 – 2009 dengan jumlah sampel 327 perusahaan yang terdaftar di BEI. Hasilnya, terdapat penurunan praktik perataan laba sesudah diterapkannya IFRS namun jumlah praktik perataan laba itu sendiri masih terbilang cukup tinggi di Indonesia. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah dalam penelitian ini ditambahkan juga variabel tingkat kepemilikan asing yang diduga meningkat setelah diumumkannya penerapan IFRS dan periode pengamatan yang diubah menjadi 2004 - 2012.

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi investor atau calon investor dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan laba perusahaan. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan Lembaga Penyusun Standar Akuntansi di Indonesia dalam menilai standar yang ada agar dapat terjadi peningkatan kualitas standar.

TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

International F inancial Reporting Standards (IFRS)

Pada tahun 1973 dibentuk International Accounting Standard Committee (IASC) yang diberi tugas untuk menyusun International Accounting Standards (IAS). Pada tahun 2001, IASC mengubah struktur organisasi mereka dengan membentuk International Accounting Standard Board (IASB) yang menangani International Financial Reporting Standards (kelanjutan dari IAS) (Materi Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, M.B.A., Akt., 2007).

Data dari International Accounting Standard Board (IASB) menunjukkan bahwa pada tahun 2008, sudah terdapat 102 negara yang telah menerapkan IFRS dengan berbagai tingkat keharusan yang berbeda-beda. Sebanyak 23 negara mengizinkan penggunaan IFRS secara sukarela, 75 negara mewajibkan penggunaan IFRS untuk seluruh perusahaan domestik dan 4 negara mewajibkan penggunaan IFRS untuk perusahaan domestik tertentu (www.iaiglobal.or.id)

(5)

tahun 2012 (Husin, 2008). PSAK yang sudah diharmonisasikan dengan IFRS yang mulai berlaku efektif pada tahun 2008– 2010 dapat dilihat pada Lampiran 8.

Sebelum penerapan IFRS, Indonesia menggunakan US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard) sebagai dasar penyusunan standar akuntansi keuangannya. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan standar akuntansi keuangan yang dulu berbasis aturan (rule based) menjadi berbasis prinsip (principal based). Rule based mengatur transaksi secara lebih detail dan biasanya hanya untuk suatu industri tertentu sehingga lebih mudah diaplikasikan karena peraturannya lebih eksplisit (Prasetya, 2012). Sedangkan dalam principal based, kesesuaian penyajian akuntansi dengan realitas ekonomi merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Principal based memberikan prinsip-prinsip akuntansi untuk suatu jenis transaksi khususnya terkait dengan pengakuan dan pengukuran dan mengharuskan perusahaan untuk mencatat dan memperlakukan transaksi yang mempunyai kesamaan substansi secara sama (Prasetya, 2012). Selain itu standar akuntansi keuangan yang berbasis prinsip menuntut adanya professional judgment, sehingga akuntan diharapkan memiliki integritas dan kompetensi dalam menyusun laporan keuangan (Martani, 2011).

Selain itu, perbedaan terletak pada revaluation model, yaitu penilaian aktiva menggunakan nilai wajar (fair value). Hal ini berbeda dengan US GAAP yang menggunakan historical cost sebagai dasar penilaian. Historical cost menilai aktiva sebesar kas yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva atau harga saat perolehan aktiva tersebut. Penilaian menggunakan historical cost ini mempunyai kelebihan lebih objektif dan verifiable namun kurang relevan untuk mencerminkan kondisi saat ini (Cahyati, 2011). Sedangkan penilaian berdasarkan fair value menggunakan harga pasar pada saat terjadi transaksi, namun jika tidak terdapat harga pasar aktif maka penilaian didasarkan atas estimasi berdasarkan informasi yang tersedia. Estimasi ini yang memicu dibutuhkannya professional judgment atas penilaian aktiva yang menyebabkan peluang untuk melakukan manajemen laba meningkat (Materi Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, M.B.A., Akt., 2007).

Perataan Laba ( Income Smoothing )

(6)

bonus yang tinggi memicu manajemen untuk meratakan laba agar laporan keuangan terlihat baik. 2) Kontrak hutang, perusahaan yang melanggar perjanjian hutang telah merekayasa labanya, satu periode sebelum perjanjian hutang itu dibuat. 3) Faktor politik, manajer perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari UU Anti-Trust. 4) Pengurangan pajak, yakni perusahaan melakukan perataan laba untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. 5) Perubahan CEO, perekayasaan laba dilakukan dengan meningkatkan unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian tak rutin eksekutif. 6) Penawaran saham perdana, banyak perusahaan yang melakukan perataan laba demi mendapatkan dan mempertahankan investor.

Menurut Ekcel (1981) dalam Rohaeni dan Aryati (2012), income smoothing dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1. Naturally smoothing (Perataan secara alami)

Naturally smooth merupakan perataan laba yang terjadi dengan sendirinya tanpa campur tangan pihak lain. Hal ini dapat kita dapati pada perolehan penghasilan dari keperluan atau pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain.

2. Intentionally Smoothing (Perataan yang disengaja)

Intentionally smoothing diartikan sebagai praktik perataan laba yang sengaja dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan tertentu, dalam hal ini adalah manajemen. Intentionally smoothing terdiri dari dua macam, yaitu:

a. Real smoothing adalah perataan laba yang dilakukan melalui transaksi ekonomi dengan melakukan perubahan kebijakan operasi beserta waktunya. Misalnya, seorang manajer memutuskan mengeluarkan sejumlah biaya riset dan pengembangan hanya pada suatu tahun tertentu.

b. Artificial smoothing atau yang sering juga disebut accounting smoothing, yaitu praktik perataan laba yang dilakukan secara sengaja dengan perubahan prosedur dan kebijakan akuntansi yang telah diterapkan untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari suatu periode ke periode yang lain yang dianggap memerlukan tambahan atau pengurangan jumlah laba sehingga dapat terlihat lebih rata dari tahun ke tahun.

Teori Keagenan (Agency Theory)

(7)

perbedaan kepentingan antara manajer (agent) dan pemilik (principal) untuk menyejahterakan diri mereka masing-masing. Manajer berkeinginan untuk mendapat bonus yang lebih besar dengan menunjukkan kinerja yang baik, sedangkan pemilik menginginkan profitabilitas yang selalu meningkat serta tentunya kesejahteraan bagi pemilik saham. Dalam teori keagenan disebutkan bahwa perusahaan dikelola oleh manajer (agent) bukan oleh pemilik (principal) secara langsung. Oleh sebab itu, manajer mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan pemilik karena pemilik tidak secara langsung menangani perusahaan. Keadaan yang tidak seimbang ini memicu terjadinya dysfunctional behavior yang dapat dilakukan oleh manajer. Salah satu bentu dari dysfunctional behavior ini adalah perataan laba.

Pengembangan Hipotesis

Peningkatan Kepemilikan Asing Sesudah Pengumuman Penerapan IFRS

Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2007 pasal 1 angka 6 kepemilikan asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia. Penelitian yang dilakukan di luar negeri untuk menguji apakah penerapan IFRS mempunyai dampak terhadap struktur kepemilikan asing sudah banyak dilakukan. Antara lain, Florou dan Pope (2009) meneliti apakah penerapan IFRS dapat mempengaruhi keputusan investor institusi asing dengan menggunakan 10.852 perusahaan dari 45 negara selama tahun 2003-2006 dan menemukan bahwa penerapan IFRS dapat meningkatkan investor institusi asing. Sedangkan Lee dan Farghar (2010) meneliti dengan menggunakan sampel dari 40 negara ( 21 negara pengadopsi IFRS dan 19 negara yang tidak mengadopsi IFRS). Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa penerapan IFRS memang dapat meningkatkan jumlah investasi asing.

(8)

dan menemukan bahwa IFRS dapat meningkatkan jumlah investasi asing terutama di negara berkembang.

Struktur kepemilikan asing di Indonesia juga diharapkan akan mengalami perubahan sesudah diterapkannya IFRS. Karena hal ini berarti peningkatan arus investasi global yang merupakan salah satu manfaat dari penerapan IFRS dapat tercapai. Sebelumnya, laporan keuangan perusahaan di Indonesia menggunakan GAAP sebagai dasar penyusunan laporan keuangannya. Karena laporan keuangan negara lain disusun berdasarkan IFRS, maka kedua laporan keuangan ini tidak dapat dibandingkan karena tidak adanya keseragaman. Selain itu, calon investor yang berasal dari negara lain tidak dapat memahami laporan keuangan dengan mudah karena dasar penyusunan yang digunakan berbeda. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Defond et al. ( 2011), hambatan yang dihadapi oleh investor dalam menanamkan modalmya di negara lain adalah tingginya biaya akuisisi dan biaya untuk memproses informasi dalam laporan keuangan serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk merekonsiliasi atas perbedaan yang ada pada laporan keuangan dari negara lain. Hambatan ini mempersulit tercapainya tujuan pelaporan keuangan dalam Conceptual Framework, yaitu laporan keuangan menyediakan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun setelah laporan keuangan disusun menggunakan IFRS, calon investor yang berasal dari negara lain dapat memahami laporan keuangan karena disusun menggunakan standar internasional yang baku. Bahkan menurut Rohaeni dan Aryati (2012), IFRS merupakan jalan untuk memfasilitasi investasi antar negara dan akses terhadap pasar modal secara global. Sehingga diharapkan tingkat penanaman modal oleh investor asing akan meningkat setelah diterapkannya IFRS. Jika penanaman modal oleh investor asing meningkat, maka jumlah kepemilikan asing di Indonesia juga akan meningkat.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Terdapat indikasi adanya peningkatan jumlah kepemilikan asing atas perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sesudah pengumuman penerapan IFRS.

Peningkatan Praktik Perataan Laba Sesudah Pengumuman Penerapan IFRS

(9)

secara sukarela selama tahun 2003-3004 dan IFRS yang diterapkan sebagai keharusan pada tahun 2005-2006. Lin dan Paananen (2008) melaporkan bahwa terdapat peningkatan praktik perataan laba setelah adanya keharusan pengadopsian IFRS di Jerman. Jeanjean dan Stolowy (2008) menggunakan sampel 1146 perusahaan dari Amerika, Prancis dan Australia mulai dari tahun 2005-2006 untuk meneliti dampak penerapan IFRS terhadap income smoothing. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kualitas akuntansi menurun pada tiga negara serta praktik manajemen laba meningkat setelah dilakukan pengadopsian IFRS di Prancis. Chen et al. (2010) meneliti pengaruh penerapan IFRS terhadap kualitas akuntansi di 15 negara anggota Uni Eropa. Chen et. Al (2010) menemukan bukti bahwa perusahaan di Uni Eropa yang menerapkan IFRS secara mandatory lebih banyak melakukan perataan laba setelah diterapkannya IFRS dan perusahaan lebih tidak tepat waktu dalam mengakui kerugian yang nilainya besar. Begitu juga dengan Ahmed et al. (2010) yang membandingkan 20 negara yang mengadopsi IFRS pada tahun 2005 dengan perusahaan yang berasal dari negara yang tidak mengadopsi IFRS. Hasilnya, perusahaan yang berasal dari negara pengadopsi IFRS menunjukkan praktik perataan laba yang lebih tinggi dan penurunan pengakuan kerugian dibanding perusahaa yang berasal dari negara yang tidak mengadopsi IFRS. Tudor (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak penerapan IFRS terhadap perataan laba dan kaitannya dengan informasi laba di masa depan di Amerika, Prancis dan Belanda pada tahun 2002-2008. Dan hasilnya, praktik perataan laba lebih tinggi terjadi di Amerika, Prancis dan Belanda sesudah IFRS diterapkan dan penerapan IFRS dianggap dapat menurunkan informasi laba di ketiga negara tersebut.

(10)

mengambil tindakan sesuai dengan kehendak mereka sendiri. Sehingga hal ini dapat memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan praktik perataan laba.

Gordon dan Gallery (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa konsistensi dan keterbandingan menurun dengan diterapkannya principle based, namun dapat meningkat dengan diterapkannya rule based. Hal tersebut terjadi karena principle based menuntut manajemen menggunakan judgment dalam penyusunan laporan keuangan sehingga konsistensi dan keterbandingan sulit tercapai. Gordon dan Gallery (2008) juga berpendapat bahwa rule based mempunyai kelebihan dalam konsistensi dan keterbandingan, sementara principle based mempunyai kelebihan dalam kesesuaian substansi ekonominya. Sementara itu, Burgemeestre et. Al (2010) menyatakan bahwa pengimplementasian rule based membutuhkan lebih sedikit interpretasi dibandingkan principle based.

Selain itu, konsep fair value juga dapat memberikan peluang kepada manajemen untuk memoles laporan keuangan mereka. Pada saat GAAP masih diterapkan di Indonesia, konsep yang digunakan untuk menilai besarnya aset adalah konsep historical cost. Historical cost menilai aktiva sebesar kas yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva atau harga saat perolehan aktiva tersebut. Penilaian menggunakan historical cost ini mempunyai kelebihan lebih objektif dan verifiable namun kurang relevan untuk mencerminkan kondisi saat ini (Cahyati, 2011). Namun setelah IFRS diterapkan di Indonesia, konsep yang digunakan untuk menilai besarnya aset adalah konsep fair value. Pada konsep fair value, penilaian yang digunakan adalah harga pasar saat transaksi terjadi. Namun jika tidak ditemukan harga pasar aktif, dapat digunakan estimasi berdasarkan informasi yang tersedia untuk menilai aktiva. Estimasi inilah yang dapat memicu terjadinya praktik perataan laba. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pope dan McLeay (2011) yang menyebutkan bahwa praktik manajemen laba membutuhkan adanya pilihan akuntansi yang bisa muncul dari fleksibilitas yang ditawarkan oleh IFRS atau bisa juga berasal dari estimasi dan judgment yang tidak sesuai dengan prinsip pengakuan dan pengukuran. Selain itu, adanya konflik kepentingan antara principal dan agent sesuai dengan teori keagenan juga dapat menyebabkan manajer melakukan tindakan perataan laba.

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

(11)

METODE PENELITIAN Jenis dan sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, berupa data laporan keuangan perusahaan yang diperoleh dari situs resmi tiap-tiap perusahaan serta melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Data yang digunakan untuk menguji kepemilikan asing adalah jumlah saham pihak asing dan total jumlah saham perusahaan yang beredar. Sedangkan untuk menguji praktik perataan laba, data yang digunakan adalah penjualan dan laba perusahaan selama periode amatan.

Populasi dan sampel

Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004-2007 (periode sebelum pengumuman penerapan IFRS) dan tahun 2009-2012 (periode setelah pengumuman penerapan IFRS). Tahun 2008 dijadikan sebagai periode cut-off penerapan IFRS di Indonesia karena pada tahun tersebut IAI mencanangkan bahwa Indonesia akan menerapkan IFRS sebagai standar akuntansi keuangannya. Sehingga dianggap tahun 2008 merupakan tahun peralihan antara Standar Akuntansi Keuangan Indonesia dan IFRS (www.iaiglobal.or.id). Beberapa PSAK yang sudah mulai diharmonisasikan dengan IFRS pada tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 8. Pemilihan perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian ini karena sektor perusahaan manufaktur merupakan jumlah emiten terbanyak yang listing di BEI. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur memiliki pengaruh yang signifikan dalam dinamika perdagangan di BEI.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan pemilihan sampel terpilih (non probability sampling) menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : 1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar dan menerbitkan laporan keuangannya di Bursa Efek Indonesia pada periode 2004 sampai 2012. 2) Selama periode amatan, perusahaan tidak melaporkan rugi. 3) Selama periode amatan, perusahaan tidak melakukan merger dan akuisisi. 4) Selama periode amatan, perusahaan menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang Rupiah.

Pengukuran variabel penelitian Struktur Kepemilikan

(12)

melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia. Dalam penelitian ini, proporsi kepemilikan asing dihitung dengan cara membagi jumlah saham yang beredar yang dimiliki oleh institusi asing dengan jumlah total saham yang beredar. Rumus untuk mencari persentase kepemilikan asing dalam suatu perusahaan menurut Defond et al. (2011) adalah sebagai berikut :

Kepemilikan Asing = Jumlah Saham Pihak Institusi Asing x 100% Total Saham Beredar

Perataan Laba ( Income Smoothing )

Sampel dibedakan menjadi perusahaan perata dan non-perata menggunakan indeks Eckel (1981). Rumus dari perataan laba adalah sebagai berikut :

CVΔI / CVΔS

Dimana :

CVΔI = Koefisien Variasi untuk perubahan Laba dalam satu periode CVΔS = Koefisien Variasi untuk perubahan Penjualan dalam satu periode Dimana CVΔI dan CVΔS dapat dihitung sebagai berikut:

CVΔI atau CVΔS = √ (∆�−∆� ) 2

�−1 ∆� Dimana,

ΔX = Perubahan Laba (I) atau Penjualan (S) antara tahun n-1

Δ͞x = Rata-rata Perubahan Laba (I) atau Penjualan (S) antara tahun n-1 n = Banyaknya Tahun yang diamati.

Variabel ini merupakan variabel dummy. Jika hasil indeks Ekcel kurang dari satu, maka perusahaan tersebut dianggap sebagai perusahaan perata laba dan diberi angka satu, sedangkan perusahaan yang hasil indeks Ekcelnya lebih dari satu dianggap sebagai perusahaan non-perata laba diberi angka nol.

Alasan mengapa Indeks Eckel yang digunakan adalah:

1. Objektif dan berdasarkan pada statistik dengan pemisahan yang jelas antara perusahaan yang melakukan perataan laba dan yang tidak melakukan.

2. Mengukur terjadinya praktik perataan laba tanpa memaksakan prediksi pendapatan atau pertimbangan yang subjektif.

(13)

Teknik dan langkah analisis

Untuk mengetahui adanya kenaikan tingkat kepemilikan asing di Indonesia pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS, persentase jumlah kepemilikan asing di setiap perusahaan harus dihitung terlebih dahulu untuk masing-masing periode. Sebelum uji hipotesis, data yang akan diteliti dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dan Shappiro Wilk. Jika data berdistribusi normal maka pengujian selanjutnya menggunakan metode statistika parametrik dua sampel berpasangan dengan Paired Sample t test. Sebaliknya jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian selanjutnya menggunakan metode statistika non parametrik dua sampel berpasangan dengan Wilcoxon Signed Test.

Sedangkan untuk mengetahui adanya kenaikan jumlah praktik perataan laba di Indonesia pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS, data akan diuji menggunakan Uji McNemar (Hasan, 2004). Uji McNemar adalah uji komparatif dua sampel berkorelasi untuk data nominal. Setelah hasil uji diketahui, apabila memang terdapat perbedaan antara jumlah perusahaan perata laba sebelum dan sesudah pengumuman penerapan IFRS, maka langkah selanjutnya adalah menentukan apakah perbedaan yang ada tersebut menunjukkan peningkatan atau penurunan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba pada periode sebelum dan sesudah pengumuman penerapan IFRS. Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN Diskripsi Objek Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004-2007 (periode sebelum pengumuman penerapan IFRS) dan tahun 2009-2012 (periode setelah pengumuman penerapan IFRS). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan kriteria-kriteria tertentu (purposive sampling) sebagaimana dijabarkan dalam Lampiran 1.

(14)

Statistika Deskriptif

Berikut adalah statistika deskriptif yang digunakan untuk mencari nilai minimum, nilai maksimum, dan nilai mean dari data tingkat kepemilikan asing pada periode sebelum dan sesudah pengumuman penerapan IFRS.

Tabel 1 Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

asing_sebelum_ifrs 140 26.5191 29.62737 .00 83.00

asing_sesudah_ifrs 140 29.9296 33.38411 .00 95.65

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat diketahui jumlah perusahaan yang digunakan untuk setiap tahun amatan adalah 35 perusahaan. Karena dalam penelitian ini menggunakan periode amatan sebanyak 8 tahun, maka jumlah sampel yang digunakan adalah 280 perusahaan. Nilai mean kepemilikan asing untuk periode sebelum pengumuman penerapan IFRS adalah sebesar 26,5191 sedangkan nilai mean untuk periode sesudah pengumuman penerapan IFRS adalah sebesar 29,9296. Perusahaan yang memiliki tingkat kepemilikan tertinggi ataupun terendah untuk masing-masing periode dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2 Kepemilikan Asing Tertinggi dan Terendah

Sebelum pengumuman penerapan IFRS Sesudah pengumuman penerapan IFRS

Kepemilikan asing

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

(15)

Pengujian Hipotesis I dan Pembahasan (Tingkat Kepemilikan Asing Pada Periode Sesudah Pengumuman Penerapan IFRS)

Uji Normalitas

Setelah data jumlah kepemilikan asing diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan uji normalitas. Uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dan Shappiro Wilk. Hasil dari uji normalitas dapat dilihat pada tabel 3, dimana berdasarkan hasil uji normalitas tersebut, baik pada periode sebelum atau sesudah memiliki angka signifikansi dibawah alpha (0,05), yaitu 0,000 yang berarti data berdistribusi tidak normal. Sehingga pengujian selanjutnya menggunakan uji nonparametrik dua sampel berpasangan dengan Wilcoxon Signed Test.

Tabel 3 Uji Normalitas

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

asing_sebelum_ifrs .250 140 .000 .806 140 .000

asing_sesudah_ifrs .291 140 .000 .799 140 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian hipotesis pertama telah disajikan dalam tabel 4. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, diperoleh angka signifikansi kurang dari alpha (0,05) yaitu 0,048. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepemilikan asing pada periode sebelum dan sesudah pengumuman penerapan IFRS.

Tabel 4 Hasil Uji Statistik

asing_sesudah_ifrs -

asing_sebelum_ifrs

Z -1.976a

Asymp. Sig. (2-tailed) .048

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

(16)

periode sesudah pengumuman penerapan IFRS adalah sebesar 29,9296. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat indikasi adanya kenaikan jumlah kepemilikan asing pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS dengan kata lain hipotesis pertama (H1) dapat diterima.

Pembahasan

Sebelum diterapkannya IFRS di Indonesia, laporan keuangan perusahaan di Indonesia menggunakan GAAP sebagai dasar penyusunan laporan keuangannya. Karena laporan keuangan negara lain disusun berdasarkan IFRS, maka kedua laporan keuangan ini tidak dapat dibandingkan karena tidak adanya keseragaman. Selain itu, calon investor yang berasal dari negara lain tidak dapat memahami laporan keuangan dengan mudah karena dasar penyusunan yang digunakan berbeda. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Defond et al. ( 2011), hambatan yang dihadapi oleh investor dalam menanamkan modalmya di negara lain adalah tingginya biaya akuisisi dan biaya untuk memproses informasi dalam laporan keuangan serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk merekonsiliasi atas perbedaan yang ada pada laporan keuangan dari negara lain. Namun setelah laporan keuangan disusun menggunakan IFRS, calon investor yang berasal dari negara lain dapat memahami laporan keuangan karena disusun menggunakan standar internasional yang baku. Bahkan menurut Rohaeni dan Aryati (2012), IFRS merupakan jalan untuk memfasilitasi investasi antar negara dan akses terhadap pasar modal secara gobal. Sehingga jumlah investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia meningkat dan jumlah kepemilikan asing di Indonesia juga meningkat. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Florou dan Pope (2009), Yu (2010), Lee dan Farghar (2010), Defond et al. (2011) dan Gordon et al. (2011) menemukan bahwa investasi asing meningkat pada perusahaan setelah menerapkan IFRS.

Sebagai contoh, kita dapat melihat dalam tabel 5 beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan jumlah kepemilikan asing pada periode sesudah diumumkannya penerapan IFRS.

Tabel 5 Perusahaan Dengan Peningkatan Jumlah Kepemilikan Asing

PT. Arwana Citramulia Tbk

PT. Darya Varia Laboratoria Tbk

PT Jaya Pari Steel Tbk

Sebelum 38,755 % 81,25 % 42,177 %

Sesudah 62,672 % 92,66 % 72,302 %

(17)

Pengujian Hipotesis II dan Pembahasan ( Jumlah Praktik Perataan Laba Pada Periode Sesudah Pengumuman Penerapan IFRS)

Setelah data untuk 280 sampel dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut menggunakan Indeks Eckel untuk mengklasifikasikan perusahaan perata laba dan non perata laba. Hasilnya seperti yang disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 6 Klasifikasi Perusahaan Perata dan Non-Perata

2004 – 2007 2009 – 2012

Smoother 54

Non-Smoother 86

Smoother 72

Non-Smoother 68

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

Pengujian Hipotesis

Teknik statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Uji McNemar. Sesuai dengan Hasan (2004), uji statistik yang digunakan untuk analisis komparatif dua sampel berkorelasi (dependen) untuk data nominal adalah Uji McNemar.

Tabel 7 Hasil Uji Statistik

sebelum_ifrs &

sesudah_ifrs

N 140

Chi-Squarea 4.379

Asymp. Sig. .036

a. Continuity Corrected

b. McNemar Test

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

(18)

Tabel 8 Perubahan Status Perusahaan Sebelum dan Sesudah IFRS

sebelum_ifrs

sesudah_ifrs

0 1

0 44 42

1 24 30

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

Selain itu dalam tabel 8, dijelaskan pula jumlah perusahaan yang mengalami perubahan status dari perata laba menjadi non-perata laba ataupun sebaliknya. Jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba pada periode sebelum pengumuman penerapan IFRS adalah 54 perusahaan. Sesudah pengumuman penerapan IFRS, sebanyak 30 perusahaan tetap berstatus sebagai perata laba pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS dan terdapat 42 perusahaan yang pada awalnya berstatus sebagai non-perata laba berubah menjadi perata laba pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS. Sehingga terdapat 72 perusahaan yang melakukan perataan laba pada periode sesudah penerapan IFRS.

Terdapat 86 perusahaan yang tidak melakukan perataan laba pada periode sebelum pengumuman penerapan IFRS. Namun jumlah tersebut berubah menjadi 68 perusahaan pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS. Jumlah tersebut terdiri dari 44 perusahaan yang sama dengan periode sebelumnya dan 24 yang pada awalnya merupakan perata laba berubah menjadi non-perata laba.

Setelah diketahui bahwa terdapat indikasi adanya perbedaan jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba pada periode sebelum dan sesudah pengumuman penerapan IFRS, maka langkah selanjutnya adalah menentukan apakah perbedaan tersebut merupakan peningkatan atau penurunan. Hal tersebut dapat dilihat melalui tabel 6 diatas. Jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba pada periode sebelum pengumuman penerapan IFRS berjumlah 54 perusahaan, sedangkan setelah pengumuman penerapan IFRS perusahaan yang melakukan perataan laba meningkat menjadi 72 perusahaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat indikasi adanya kenaikan jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS dengan kata lain hipotesis kedua (H2) dapat diterima.

Pembahasan

(19)

dulu dianut di Indonesia bersifat rule based. Dalam rule based, transaksi diatur secara lebih detail dan biasanya hanya untuk suatu industri tertentu sehingga lebih mudah diaplikasikan karena peraturannya lebih eksplisit (Prasetya, 2012). Jadi tidak diperlukan lagi adanya judgment, sehingga peluang untuk melakukan manajemen laba menjadi lebih kecil. Hal ini berbeda dengan IFRS yang bersifat principal base memberikan prinsip-prinsip akuntansi untuk suatu jenis transaksi khususnya terkait dengan pengakuan dan pengukuran dan mengharuskan perusahaan untuk mencatat dan memperlakukan transaksi yang mempunyai kesamaan substansi secara sama (Prasetya, 2012). Selain itu standar akuntansi keuangan yang berbasis prinsip menuntut adanya professional judgment, sehingga akuntan diharapkan memiliki integritas dan kompetensi dalam menyusun laporan keuangan (Martani, 2011). Adanya unsur judgment tersebut dapat memberikan peluang kepada manajemen untuk mengambil tindakan sesuai dengan kehendak mereka sendiri. Sehingga hal ini dapat memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan praktik perataan laba.

(20)

Beberapa perusahaan yang melakukan perataan laba lebih sering pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS dibandingkan saat periode sebelum pengumuman penerapan IFRS adalah sebagai berikut :

Tabel 9 Kenaikan Jumlah Perataan Laba

No. Nama

Perusahaan

Sebelum penerapan

pengumuman IFRS

Sesudah pengumuman penerapan IFRS

2004 2005 2006 2007 2009 2010 2011 2012

1

PT Arwana Citramulia

Tbk 0 0 0 0 0 1 1 1

2

PT Multi Bintang Indonesia

Tbk 0 0 0 0 0 1 1 0

3

PT Semen

Gresik Tbk 0 0 0 0 1 0 1 0

4

PT Surya Toto Indonesia

Tbk 0 0 0 0 1 1 0 1

Sumber : Data sekunder diolah, 2014

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan Uji nonparametrik dua sampel berpasangan dengan Wilcoxon Signed Test dan Uji McNemar yang telah dijelaskan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat indikasi adanya kenaikan jumlah kepemilikan asing pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode sesudah pengumuman penerapan IFRS.

(21)

Implikasi Teori

Hasil penelitian petama sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Florou dan Pope (2009), Lee dan Farghar (2010) dan Gordon et al. (2011) yang menyatakan bahwa investor asing meningkat setelah diterapkannya IFRS.

Sedangkan hasil penelitian kedua sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Paananen (2008) yang melaporkan bahwa terdapat peningkatan praktik perataan laba setelah pengadopsian IFRS di Jerman, Jeanjean dan Stolowy (2008) yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba meningkat setelah dilakukan pengadopsian IFRS di Prancis, Ahmed et al. (2010) yang menemukan bukti bahwa perusahaan lebih banyak melakukan praktik perataan laba setelah diterapkannya IFRS, Chen et. Al (2010) yang memperoleh bukti bahwa perusahaan di Uni Eropa yang menerapkan IFRS secara mandatory lebih banyak melakukan perataan laba dan Tudor (2010) yang melaporkan bahwa praktik perataan laba lebih tinggi terjadi di Amerika, Prancis dan Belanda setelah diterapkannya IFRS.

Implikasi Terapan

1. Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa adanya indikasi bahwa tingkat kepemilikan asing di Indonesia meningkat sesudah diumumkannya penerapan IFRS. Hal ini diharapkan dapat memacu pemerintah dan Lembaga Penyusun Standar Akuntansi di Indonesia untuk dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada Standar Akuntasi Keuangan mengingat manfaat yang diperoleh dari penerapannya dan juga dapat menyempurnakan tahap pengadopsian IFRS ini di Indonesia.

2. Bagi perusahaan, dengan adanya indikasi bahwa terdapat kenaikan tingkat kepemilikan asing berarti bahwa langkah untuk menerapkan IFRS sebagai dasar penyusunan laporan keuangan tidak salah. Perusahaan dapat memperoleh banyak manfaat dari meningkatnya investor asing di perusahaannya. namun diharapkan perusahaan tidak menyalahgunakan fleksibilitas yang ditawarkan oleh IFRS untuk memanipulasi laporan keuangannya.

(22)

4. Bagi investor, diharapkan dapat lebih berhati-hati dan selektif dalam menanamkan modalnya karena terdapat indikasi bahwa sesudah pengumuman penerapan IFRS di Indonesia, jumlah perusahaan yang melakukan perataan laba meningkat.

Keterbatasan dan Saran :

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini belum benar-benar menerapkan IFRS dalam penyusunan laporan keuangannya. Selain itu, dalam penelitian ini juga mengabaikan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 dan faktor-faktor lain secara makro seperti krisis global yang terjadi pada tahun 2008. Saran untuk penelitian mendatang, sebaiknya dapat menggunakan tahun amatan yang dimulai dari tahun 2012, karena pengadopsian IFRS secara penuh di Indonesia baru terlaksana pada tahun 2012. Selain itu, penggunaan tahun 2012 sebagai periode amatan dikarenakan pada tahun 2012 dampak dari Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 dan krisis global yang terjadi pada tahun 2008 sudah tidak terlalu kuat karena telah berselang beberapa tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Anwer S, Michael Neel dan Dechun Wang. 2010. Does Mandatory Adoption of IFRS Improve Accounting Quality? Preliminary Evidence. http://ssrn.com/abstract=1502909.

Burgemeestre, Brigitte, Joris Hulstijn dan Yao-Hua Tan. 2010. Rule Based Versus Principle Based Regulatory Compliance. Diunduh pada tanggal 31 Januari 2014. Cahyati, Ari Dewi. 2011. Peluang Manajemen Laba Pasca Konvergensi IFRS : Sebuah Tinjauan Teoritis dan Empiris. Jurnal Riset Akuntansi dan Komputerisasi Vol. 2 No. 1.

Chen, Huifa, Qingliang Tang, Yihong Jian dan Zhijun Lin. 2010. The Role of International Financial Reporting Standards in Accounting Quality: Evidence from the European Union. Journal of International Financial Management & Accounting. Vol. 21.

Defond, Mark, Xuesong Hu, Mingyi Hung dan Siqi Li. 2011. The Impact of Mandatory IFRS Adoption on Foreign Mutual Fund Ownership: The Role of Comparability. http://ssrn.com/abstract=1473889.

Florou, Annita dan Peter F. Pope. 2009. Mandatory IFRS Adoption and Institutional Investment Decisions. http://ssrn.com/abstract=1362564.

Gordon, L. A., Loeb M. P. dan Zhu W. 2011. The impact of IFRS adoption on foreign direct investment. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 31 No. 4. Gordon, Isabel dan Natalie Gallery. 2008. Rules Versus Princples-Based Pension

(23)

Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta. Hermawan, Yulius Purwadi. 2012. Legitimasi Efektifitas dan Akuntabilitas G20 sebagai

Klub Eksklusif dalam Pembentukan Tata Kelola Ekonomi Global. Jurnal Ilmiah Hubungan International. Vol. 8. No. 2.

Husin, E. Z. 2008. 51 Tahun IAI & Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia ke International Financial Reporting Standards (IFRS). Majalah Akuntan Indonesia. Edisi No. 14/Tahun III/ Februari.

Jatiningrum. 2000. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di BEJ. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi. Vol. 2 No. 2.

Jeanjean, T., dan H. Stolowy. 2008. Do accounting standards matter? An exploratory analysis of earnings management before and after IFRS adoption. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 27.

Kusuma, Indra Wijaya, 2007, Pengadopsian International Financial Reporting: Implikasi Untuk Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma, M.B.A.,Akt. Diunduh pada tanggal 24 Maret 2013.

Lee, Gladys dan Neil Fargher. 2010. Did the adoption of IFRS encourage cross-border investment?. http://ssrn.com/abstract=1686571.

Martani, Dwi. 2011. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK – ETAP). Materi Seminar Riau 15 Maret 2011. Diunduh pada tanggal 21 Maret 2013.

Osma, Beatriz Gracia dan Peter F. Pope. 2010. Strategic Balance Sheet Adjustments under First-Time IFRS Adoption and the Consequences for Earnings Quality. http://ssrn.com/abstract=1735009.

Paananen, Mari dan Henghsiu Lin. 2008. The Development of Accounting Quality of IAS and IFRS Over Time: The Case of Germany. http://ssrn.com/abstract=1066604.

Pope, Peter F. dan Stuart J. Mcleay. 2011. The European IFRS Experiment: Objectives, Research Challenges and some Early Evidence. Diunduh pada tanggal 21 Maret 2013.

Prasetya, Ferry Danu. 2012. Perkembangan Standar Akuntansi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi. Vol. 1 No. 4.

Rohaeni, D. dan Aryati, T. 2012. Pengaruh Konvergensi IFRS terhadap Income Smoothing dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderasi. Diunduh pada tanggal 21 Maret 2013.

Sugiarto, Sopa. 2003. Perataan Laba Dalam Mengantisipasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VI.

Susanti, A. S. (2008). Pengaruh Kualitas Corporate Governance, Kualitas Audit dan Earning Management Terhadap Kinerja Perusahaan. Master Thesis, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta, Indonesia.

Trisanti, Theresia. 2012. The Effect of IFRS Adoption on Income Smoothing Practices by Indonesian Listed Firms. Vol. XXIV No.1.

Tudor, Alexandra. 2010. Income Smoothing and Earnings Informativeness. http://hdl.handle.net/2105/5605.

Undang-undang No. 25 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 6. www.iaiglobal.or.id

(24)
(25)

Gambar

Tabel 2 Kepemilikan Asing Tertinggi dan Terendah
Tabel 4 Hasil Uji Statistik
Tabel 5 Perusahaan Dengan Peningkatan Jumlah Kepemilikan Asing
Tabel 6 Klasifikasi Perusahaan Perata dan Non-Perata
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian berupa (i) langkah-langkah pembelajaran matematika, yakni (a) pada pertemuan pertama, subjek memberikan apersepsi tentang pengenalan tokoh

yang produktif  Interaksi individu dan kelompok  Proses variasi dinamika kelompok  Proses-proses pengaruh sosial (pemimpin dan kepemimpinan)  Komunikasi efektif

Agar dapat dilaksanakan oleh komputer, algoritma harus ditulis dalam notasi bahasa pemrograman sehingga dinamakan program.jadi, program adalah perwujudan atau

Hasil analisa bivariat menunjukkan dari kelima variabel yakni tingkat pendidikan, pekerjaan, status marital, riwayat keluarga, dan obesitas, terdapat tiga variabel yang

Pertama-tama , penulis ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “

Se!1Ubungan dengan hal ter~cbut kami mohon ijin dan bantuan bagi rnahasiswa ya'1g bersangk:.ltan ,\gar dapat melakukan penyebaran angket pada mahasiswa Unika

Dengan demikian pada hari ini dapat kami sampaikan bahwa dari hasil penyelidikan epidemiologi yang terus dilakukan oleh Tim Surveilans Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Batam

Tuliskan penghuraian nilai singular (SVD) bagi A. Use the classical Gram-Schmidt process to find a QR factorization of A where Q has orthonormal columns and R is an