6
Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1
Iklim dan Cuaca
Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian, khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan dengan penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi dan suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu (Winarso, 2003). Menurut Rafi’i (1995) Ilmu cuaca atau meteorologi adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji peristiwa-peristiwa cuaca dalam jangka waktu dan ruang terbatas, sedangkan ilmu iklim atau klimatologi adalah ilmu pengetahuan yang juga mengkaji tentang gejala cuaca tetapi sifat-sifat dan gejala-gejala tersebut mempunyai sifat umum dalam jangka waktu dan daerah yang luas di atmosfer permukaan bumi.
2.2
Klasifikasi Iklim
7 dapat diketahui beberapa iklim diantaranya iklim tropis, iklim subtropis, iklim sedang dan iklim kutub. Anonimus(2) (2012).
8 data-data zona iklim dapat ditampilkan dalam bentuk keruangan berupa zona-zona tipe iklim wilayah yang akhirnya mempermudah pembacaan dan penginterpretasian data-data tersebut.
Indonesia adalah Negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia khususnya Jawa Tengah sangat dibutuhkan dalam potensi sumber daya alam dan sering ditekankan pada pemanfaatannya dalan kegiatan budidaya pertanian.
Dalam penelitian klasifikasi iklim sebelumnya digunakan penelitian klasifikasi iklim dengan menggunakan klasifikasi oldeman dan schmidt-ferguson. Dalam klasifikasi iklim menggunakan klasifikasi schmidt-ferguson didasarkan pada perbandingan antara bulan kering(BK) dan bulan basah(BB). Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut:
Bulan Kering : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60mm Bulan Basah : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100mm Bulan Lembab : bulan dengan curah hujan antara 60mm-100mm.
Bulan lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, dengan rumus persamaan sebagai berikut:
Q = x 100%
(Schmidt, 1951)
9 Tabel 1.1 Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson (Schmidt,
1951)
Tipe Iklim Keterangan Kriteria
A Sangat Basah 0<Q<14,3
B Basah 14,3<Q<33,3
C Agak Basah 33,3<Q<60
D Sedang 60<Q<100
E Agak Kering 100<Q<167
F Kering 167<Q<300
G Sangat Kering 300<Q<700
H Luar Biasa Kering 700<Q
Seperti halnya klasifikasi schmidt-ferguson, metode Oldeman(1975) juga memakai unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim.
Bulan Kering : curah hujan lebih kecil dari 100mm Bulan Basah : curah hujan lebih besar dari 200mm Bulan Lembab : curah hujan antara 100-200mm. diagram iklim oldeman ditunjukkan pada gambar 1.1
10 Dari tinjauan di atas, oldeman membagi 5 daerah agroklimat berdasarkan kebuthan air yaitu:
A1 : bulan basah lebih dari 9 bulan berurutan
B1 : 7-9 bulan basah berurutan dan satu bulan kering B2 : 7-9 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering C1 : 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering C2 : 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering C3 : 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering D1 : 3-4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering D2 : 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering D3 : 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
D4 : 3-4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering E1 : kurang dari 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2
bulan kering
E2 : kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering E3 : kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering E4 : kurang dari 3 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan
kering (Oldeman 1975)
11 tiap wilayah, maka dari itu penelitian schmidt-ferguson dan oldeman kurang akurat untuk menentukan iklim dalam suatu wilayah
Wladimir Koppen (1923), membuat klasifikasi iklim seluruh dunia berdasarkan suhu dan kelembaban udara. Kedua unsur iklim tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap permukaan bumi dan kehidupan di atasnya. Berdasarkan ketentuan itu Koppen membagi iklim dalam lima daerah iklim pokok. Masing-masing daerah iklim diberi symbol utama A, B, C, D, dan E. Seiring dengan terjadinya perubahan iklim dan bertambahnya pos-pos penakar curah hujan maka kemungkinan terjadinya perubahan tipe - tipe iklim berdasarkan klasifikasi Koppen sangatlah besar. Sedangkan untuk pengambilan keputusan di bidang - bidang pertanian, informasi mengenai iklim suatu daerah sangatlah di butuhkan. Dengan kemajuan teknologi, proses identifikasi iklim wilayah telah dipadu-padankan dengan teknologi informasi sehingga data-data zona iklim dapat ditampilkan dalam bentuk keruangan berupa zona-zona tipe iklim wilayah yang akhirnya mempermudah pembacaan dan penginterpretasian data-data tersebut.
12 digabungkan dengan temperatur. Misalnya jumlah curah hujan yang sama terjadi di daerah iklim panas atau terpusat pada musim panas berarti evaporasi besar. Bertolak belakang pada daerah atau wilayah yang mempunyai iklim sejuk. Koppen menggunkana symbol – symbol tertentu untuk mencirikan tipe iklim. Tiap – tiap tipe iklim terdiri dari kombinasi huruf dan masing – masing huruf mempunyai arti sendiri – sendiri. Koppen membagi permukaan bumi ini menjadi lima golongan iklim.
1. Iklim hujan tropika (Tropical Rainy Climates) (A). (Wladimir
Koppen 1923)
Iklim ini diberi symbol A. Daerah yang termasuk iklim ini adalah daerah yang mempunyai temperatur bulan terdingin lebih besar daripada 18oC (64oF). iklim ini dibagi menjadi beberapa tipe iklim:
a. Tropika basah (Af)
Daerah yang termasuk tipe iklim ini di samping memenuhi syarat di atas juga adalah daerah yang memiliki bulan terkering hujan rata – ratanya adalah lebih besar daripada 60 mm.
b. Tropika monsoon (Am)
13 c. Tropika basah kering (Aw)
Jumlah hujan pada bulan – bulan basah tidak dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan – bulan kering. Sehingga vegetasiynag ada adalah padang rumput dengan pohon – pohon yang jarang.
2. iklim kering (Dry climate) (B). (Wladimir Koppen 1923)
Golongan iklim ini diberi symbol B, dan dibagi menjadi dua tipe iklim yaitu:
1. Iklim Steppe (Bs).
Daerah setengah kering yang terletak diantara daerah savana dan padang pasir pada lintang kecil. Ciri lainnnya adalah:
a. 0,22(t-19,5)<r<(t-19,5), jika hujan terbagi merata sepanjang tahun.
b. 0,22(t-7)<r<(0,44(t-7)), jika hujan terutama terjadi atau berkumpul pada musim panas. Dikatakan berkumpul pada musim panas jika 70% jumlah hujan selama satu tahun terjadi pada musim panas.
c. 0,22(t-32)<r<(0,44(t-32)), jika hujan berkumpul pada musim dinginm dikatakan berkumpul pada musim dingin jika 70% jumlah hujan selama satu tahun terjadi pada musim dingin.
14 Bsh: rata – rata suhu tahunan lebih besar daripada 64oF (18oC).
Bsk: rata – rata suhu tahunan kurang dari 64oF (18oC). 2. Iklim padang pasir (Bw)
Ciri – cirinya:
a. r<0,22(t-19,5), jika hujan terjadi sepanjang tahun. b. r<0,22(t-7), jika hujan berkumpul pada musim panas. c. r<0,22(t-32), jika hujan berkumpul pada musim
dingin.
3. Iklim sedang (Humid Mesothermal climates). (Wladimir Koppen
1923)
Untuk golongan iklim ini rata – rata bulan terdingin temperaturnya lebih besar daripada -3oC tetapi lebih kecil daripada 18oC dan rata – rata temperatur bulan terpanas lebih dari 10oC. Golongan iklim ini dibagi menjadi tiga tipe iklim yaitu:
a. Iklim sedang dengan musim panas yang kering (Dry-summer Subtropical Climates) (Cs).
Cirri tipe ini adalah adanya musim panas yang kering. Musim panas dikatakan kering jika jumlah hujan bulan terkering pada musim panas lebih kecil daripada sepertiga jumlah hujan terbasah dalam musim dingin. ( Bulan terkering hujannya lebih kecil dari 30 mm)
b. Iklim sedang dengan musim dingin yang kering (Cw)
15 sepersepuluh jumlah hujan bulan terbasah pada musim panas.
c. Iklim sedang yang lembab (Cf)
Ciri iklim ini adlah selalu lembab sepanjang tahun.
4. Iklim Dingin (Humid microthermal climates) (D). (Wladimir
Koppen 1923)
Golongan ikliim ini mempunyai temperatur rata – rata bulan – bulan terdingin kurang dari -3oC (27oF) dan rata – rata bulan – bulan terpanas lebih besarr daripada 10oC (50oF).
a. Iklim dingin dengan musim dingin yang kering (Dw)
Hujan dalam musim panas tidak begitu lebat dan hujan dalam musim dingin sangat kecil.
b. Iklim dingin tanpa periode kering (Df).
5. Iklim Kutub (Polar Climates) (E). (Wladimir Koppen 1923)
Ciri – ciri golongan ikklim ini adalah rata – rata temperatur bulan terpanas kurang dari 10oC (50oF). Golongan ini dibagi menjadi dua type iklim yaitu:
a. Iklim Tundra (Et)
Bulan terpanas rata – rata temperatur lebih besar daripada 0oC (32oF) tetapi lebih kecil daripada 10oC (50oF). Tidak ada hutan, yang ada hanyalah lumut.
b. Iklim Es – Salju Abadi (Ef)
16 Disamping dua iklim tersebut ada tipe iklim serupa tetapi tidak terletak di daerah kutub melainkan berada di tempat yang tinggi. Iklim terebut adalah :
c. Eth : Tipe iklim ini serupa dengan Et, tetapi iklim ini terdapat pada tempat yang tinggi.
d. Efh : Tipe iklim ini serupa dengan Ef, tetapi iklim ini terdapat pada tempat yang tinggi.
Dari penggolongan iklim Koppen diatas didapatkan tabel Determinasi untuk mempermudah penggolongan iklim
Tabel 2.1Tabel Determinasi Iklim Koppen (Rusmayadi. Gusti, 2012)
No. Deskripsi Tipe Pindah
nomor
1. “Tree climates” (A,C,D) dibedakan terhadap iklim
kutub (E) didasarkan atas suhu rata-rata.
a. Apabila t<10⁰C E 8
b. Apabila t>10⁰C A,C,D 2
2. “Tree climates” (A,C,D) dibedakan terhadap “dry
climates” (B) didasarkan pada penyebaran curah hujan
terhadap waktu
a. Apabila curah hujan merata sepanjang tahun
dipergunakan rumus:
r < 2t + 14 B 5
r > 2t + 14 A,C,D 3
b. Apabila curah hujan terkonsentrasi pada musim
panas, dipergunakan rumus:
r < 2t + 28 B 5
r > 2t + 28 A,C,D 3
c. Apabila curah hujan maksimum pada musim winter
17
r<2t B 5
r>2t A,C,D 3
3. Masing-masing anggota “tree climates” (A,C,D) satu
dengan lainnya dibedakan berdasarkan rata-rata suhu
bulanan terdingin
5. Perbedaan antara tipe iklim BS dengan BW didasarkan
pada jumlah curah hujan tahunan (r) dan suhu
rata-summer (minimum jumlah curah hujan bulan terbasah
summer = 10 kali curah hujan bulan terkering winter)
dipergunakan rumus
18
r < r1 Bs
r > r1 Bw
c. Apabila curah hujan maksimum terjadi pada musim
winter (minimum curah hujan terbasah winter = 3 kali
curah hujan terkering summer) dipergunakan rumus
r1 = t
r < r1 Bs
r > r1 Bw
6. Perbedaan antara Cf , Cw dan Cs didasarkan atas
penyebaran curah hujan dan curah bulanan
a. Apabila curah hujan terbesar merata dan curah
hujan bulan terkering pada musim summer lebih besar
dari 30 mm
winter ≥ 3 kali curah hujan terkering summer < 30 mm
Cs
7. Perbedaan antara Dw dan Dw didasarkan atas kejadian
musim kering
a. Pembagian curah hujan merata sepanjang tahun dan
tidak ada musim kering (curah hujan > 30 mm)
Dw
b. Terdapat bulan kering dengan curah hujan bulan
terbasah ≥ 3 kali (curah hujan terkering < 30 mm)
Df
8. Perbedaan antara Et dan Ef didasarkan pada besaran
suhu udara pada bulan terpanas
Apabila 10⁰C > t > 0⁰C Et
Apabila t < 0⁰C Ef
19 variabel curah hujan, suhu dan luas wilayah serta pengaruh iklim di wilayah sekitarnya. Klasifikasi iklim Koppen sendiri adalah salah satu cara yang terbaik untuk mengelompokkan dan mengalokasikan suatu iklim dalam suatu wilayah. Sedangkan metode Polygon Thiessen digunakan untuk menentukan persebaran iklim di wilayah sekitar berdasarkan luas wilayah, suhu dan curah hujan yang ada di wilayah tersebut.
2.3
Polygon Thiessen
20 Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara stasiun hujan terdekat. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah sejajar dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan terdekat. Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan jumlahnya terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen dapat dihitung dengan rumus (CD.Soemarto, 1999).
Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu
wilayah poligon tertutup An. Dengan menghitung perbandingan luas
poligon untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A dimana A = luas basin atau daerah penampungan dan apabila besaran ini diperbanyak dengan harga curah hujan Rnt maka di dapat Rnt x (An+ A) ini
21
Rave =
…
…
Rave =
…
Rave = + + … +
Dimana :
Rave = curah hujan rata-rata (mm)
R1…R2…Rn = curah hujan masing-masing stasiun (mm)
W1…W2...Wn = faktor bobot masing masing luas wilayah
(Sri Harto, Analisis Hidrologi, 1993)
Gambar 2.1 Poligon Thiessen (Suripin, 2004).
2.4
Peta Tematik
22 distribusi geografis. Distribusi ini bisa saja merupakan fenomena fisikal seperti kepadatan penduduk atau permasalahan kesehatan. (Anonim, 1992)