Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
ANIFA SUHESTI
E03213016
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Berbicara mengenai peran perempuan dalam wilayah politik, khususnya dalam kedudukan kepemimpinan masih menimbulkan polemik, beberapa ulama’ dan cendikiawan memandang negatif peran dan kontribusi kaum perempuan di ranah politik. Mereka melakukan interpretasi secara tekstual terhadap al-Qur’an dan hadis yang melarang kaum perempuan terlibat dalam politik. Pandangan ini cenderung dipengaruhi oleh budaya patriarki yang sudah mengakar dalam masyarakat.
Penelitian ini tidak berniat untuk mematahkan pandangan tersebut, namun penelitian ini dimaksudkan untuk memperluas cakrawala kita tentang kandungan ayat al-Quran, melalui pendekatan penafsiran kisah Ratu Balqis, kisah itu bermula dari burung Hud-hud yang mengabarkan terdapat sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang perempuan, negeri itu adalah negeri Saba’ yaitu negeri yang memiliki tanah subur dan penduduk makmur, memiliki bendungan besar bernama Ma’rib,wilayahnya strategis sebagai pusat perdangan internasional dan memiliki kekuatan militer yang tangguh disebut juga dalam al-Qur’an sebagai negeri Baldatun t}oyyibatun wa robbun ghofu>r.
Penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis yaitu kepustakaan
(library research) dengan mempelajari, menggambarkan dan menganalisis
penafsiran beberapa mufassir dalam kitab tafsirnya antara lain tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustofa al-Maraghi, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab,
Tafsir al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Qur’a<n al- azi>m karya Ibnu Kasir,
al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an karya Imam Al-Qurthubi,dan Tafsir Fi> Z}ila>li
al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b.
Ratu Balqis merupakan simbol feminis sejati, ayat-ayat dalam surah
an-Naml 23-42 menggambarkan karakter kepemimpinannya; demokratis,
mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan, cerdas, berwibawa, pemimpin yang tidak menyukai kekerasan dan mengutamakan keselamatan rakyat.
Melalui kisah ratu Balqis dapatlah diambil ibrah terkait pandangan mengenai
pemimpin perempuan. Karakter kepemimpinan yang dimiliki ratu Balqis membuktikan bahwa perempuan juga memiliki kemampuan dan keunggulan dalam ranah kepemimpinan seperti halnya laki-laki.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
ABSTRAK ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... x
PEDOMAN TRANSLITRASI ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Kegunaan Penelitian... 5
E. Kajian Pustaka ... 6
F. Metode Penelitian ... 8
G. Sistematika Pembahasan ... 11
BAB II: KEPEMIMPINAN PEREMPUAN A. Konsep Dasar Kepemimpinan... 13
1.Teori-teori Kepemimpinan ... 17
2. Tipe-tipe Kepemimpinan ... 20
C. Term Kepemimpinan dalam Islam ... 24
D. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam... 26
BAB III : KEPEMIMPINAN RATU BALQIS DALAM SURAH AN-NAML DAN KERAJAAN SABA A. Kepemimpinan Ratu Balqis dalam surah an-Naml 23-42 ... 34
B. Kerajaan Saba’... 52
C. Kemakmuran Kerajaan Saba’... 54
1. Bendungan Ma’rib ...55
2. Pusat Perdagangan Internasional...57
3. Tanah yang Subur dan Hasil Pertanian yang Melimpah ...58
4. Kekuatan Militer ...60
D. Hancurnya Kerajaan Saba’...62
BAB IV: KEPEMIMPINAN RATU BALQIS DAN IBRAHNYA A. Ratu Balqis ... 65
B. Kepemimpinan Ratu Balqis dan Ibrahnya... 67
1. Memiliki Pengaruh Besar ... 67
2. Demokratis... 69
3. Cerdas ... 71
BAB V:PENUTUP
A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kisah di dalam al-Qur’an memiliki proporsi tersendiri, kisah
menempati bagian terbanyak dalam keseluruhan kitab suci. Kisah-kisah
diturunkan sebagai media penyampaian pesan kepada umat manusia tentang
usaha terus menerus meningkatkan harkat dan martabatnya.1 Sebagai produk
wahyu, kisah al-Qur’an diyakini sebagai peristiwa yang benar-benar terjadi,
yang harus dipelajari dan diteladani karena kisah dalam alquran penuh
pandangan dan ibrah.2 Tidak bisa dipungkiri sebagian kisah yang terjadi pada
masa dahulu dapat kembali terjadi pada masa sekarang, dengan begitu
dapatlah digunakan sejarah yang pernah ada pada masa lalu untuk dijadikan
sebagai pelajaran untuk menjawab situasi yang muncul pada masa sekarang.
Terkait dengan situasi pada era kontemporer, pembahasan mengenai
Kepemimpinan dan Gender masih sangat menarik untuk dikaji lebih
dalam.Kisah tentang ratu Balqis sebagai penguasa negeri Saba’ dalam
al-Qur’an diceritakan dalam surah an-Naml dapat dijadikan ibrah mengenai
sejarah kepemimpinan perempuan, yang pada masa sekarang masih
mengundang polemik. Di Indonesia permasalahan mengenai pemimpin
1
Nurcholish Majid,Islam Agama PeradabanCet. II (Jakarta: Paramadina, 2000) 45.
perempuan masih menjadi pro dan kontra, yang pro menganggap Islam tidak
memiliki dalilqathi’i(kuat) yang mengatur soal ini, di dalam UUD 1945 juga
tidak terdapat larangan untuk perempuan menjadi pemimpin. Sedangkan yang
kontra berdalil dengan al-Qur’an dan hadis serta tabi’at perempuan yang
secara naluriah memang diciptakan berbeda dengan kaum laki-laki.
Nilai-nilai budaya, pandangan, stereotip dalam masyarakat yang
dibentuk dari budaya patriarki dan bias gender dalam menafsirkan ajaran
agama, serta semakin menguatnya fundamentalisme, semuanya itu
menempatkan laki-laki sebagai pemimpin, penentu, dan pengambil keputusan
dalam kedudukan superior. Tradisi dan budaya yang sudah mengakar ini
membentuk norma-norma dan pola pembagian kerja yang didasari stereotip
jenis kelamin. Hal ini pada gilirannya menempatkan perempuan sebagai
warga negara kelas dua, didiskriminasi dan dipinggirkan.3
Diskriminasi terhadap perempuan dalam kedudukan pemerintah dan
kepala negara masih sering terjadi. Salah satunya yang terjadi pada abad ke
14, ketika tiga kerajaan Islam di Aceh dipimpin oleh perempuan, perempuan
tersebut harus menyerahkan kepemimpinan kepada kaum laki-laki, dengan
dalil agama Islam melarangnya. Ketiga kerajaan itu adalah Sulthanah
Khadijah, Shultanah Maryam, dan Shultanah Fatimah. Alasan yang
digunakan untuk memecat ratu-ratu tersebut adalah fatwa Qadhi Mekkah
3Zaprulkhan, “Rekonstruksi Peran Politik Perempuan Menurut Musda Mulia” dalam Jurnal
yang tidak mentolelir wanita menjadi pemimpin (sult}a>nah).4 Padahal sebetulnya memilih seorang pemimpin tidaklah dilihat dari jenis kelaminnya
tapi dari kemampuan dan sumbangsihnya untuk umat.
Pemimpin berada pada posisi yang menentukan terhadap perjalanan
umatnya. Apabila suatu umat memiliki pemimpin yang cakap, cerdas dan
produktif maka dapat dipastikan perjalanan umatnya akan mencapai titik
keberhasilan. Namun sebaliknya jika suatu umat dipimpin oleh pemimpin
yang memiliki banyak kelemahan baik dari segi keilmuan dan tanggung
jawab, serta lebih mengutamakan hawa nafsunya dalam mengambil keputusan
dan tindakan, maka dapat dipastikan umatnya akan mengalami kemunduran
dan bahkan mengalami kehancuran. Terdapat empat syarat menjadi khalifah
atau pemimpin menurut ibnu khaldun, yang pertama adalah pengetahuan
(al-‘ilm), yang kedua adalah keadilan (al-‘adalah), yang ketiga kemampuan, dan
yang terakhir adalah kesehatan jasmani.5
Oleh karena itulah Islam memandang bahwa kepemimpinan memiliki
posisi yang strategis dalam terwujudnya masyarakat yang berada dalam
Baldatun t}oyyibatun wa robbun ghofu>r. Seperti yang dijelaskan dalam
alquran surah Saba’ ayat 15:
4
Fatimah Mernissi, Ratu-Ratu Islam yang Terlupakan, Terj. Rahmani Astuti dkk (Bandung: Mizan, 1994), 51.
Sesungguhnya bagi kaum Saba ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Rabb-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabb-mu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun".
Dikisahkan dalam alquran terdapat negeri yang disebut Baldatun
t}oyyibatun wa robbun ghofu>ryakni negeri Saba’ suatu kerajaan di Yaman,
Arab Selatan pada abad VIII SM. Saba adalah negeri yang tanahnya subur,
memiliki bendungan besar yang dinamai bendungan Ma’rib, letaknya yang
strategis menjadikan negeri ini menjadi tempat perdagangan internasional dan
memiliki kekuatan militer yang tannguh.
Negeri Saba’ terkenal dengan peradaban yang tinggi, salah satu
penguasanya adalah ratu Balqis,6seorang perempuan yang memimpin sebuah
kerajaan besar, Balqis dikaruniai kekayaan dan kerajaan yang megah dengan
segala perbekalan dan perlengkapan perangnya, suatu hal yang banyak dan
hanya dimiliki oleh kerajaan-kerajaan besar.7 Bukan hanya memiliki tahta
yang agung, Ratu Balqis juga memiliki kecakapan dalam kepemimpinannya.
Dikisahkan dalam surah an-Naml ratu Balqis adalah pemimpin yang
demokratis, cerdas, berwibawa dan memperhatikan kesejahteraan rakyat.
6
M. Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2002) 429.
7Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi (terj.), Jilid 19 (Semarang: Toha Putra,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan, maka dalam
pembahasan ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kepemimpinan ratu Balqis dalam al-Qur’an dan
kerajaan Saba’?
2. Bagaimana ibrah yang dapat di ambil dari kisah Ratu Balqis
terhadap pandangan mengenai pemimpin perempuan?
C. Tujuan Penelitian
Dengan melihat latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Untuk memaparkan sejarah kerajaan Saba’ dan kepemimpinan ratu
Balqis dalam al-Qur’an.
2. Mendiskripsikan ibrahyang dapat di ambil dari kisah Ratu Balqis
terhadap pandangan mengenai pemimpin perempuan.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih keilmuan dalam
bidang tafsir. Adapun kegunaan penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
perkembangan ilmu al-Quran dan tafsir dan untuk menambah khazanah ke
ilmuan di kalangan akademisi.
2. Manfaat praktis
Sebagai bahan kajian ilmiah di Fakultas Ushuluddin, khususnya prodi
Ilmu alquran dan tafsir dan umumnya bagi siapa saja yang ingin
mendalami ilmu alquran dan tafsir.
E. Kajian Pustaka
Sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian yang mengkaji
mengenai kepemimpinan Ratu Balqis dalam al-Qur’an, terdapat beberapa
penelitian tentang kepemimpinan perempuan diantaranya sebagai berikut:
1. Konsep Kepemimpinan Perempuan (Studi Komparasi atas Penafsiran
Nasaruddin Umar dan KH. Husein Muhammad) Skripsi oleh Zulfikri
fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta karya ini berfokus
pada pemikiran ilmuan tafsir dan aktifis pemberdayaan perempuan
Nasarudin Umar dan KH. Husein Muhammad dalam perspektif gender.
2. Model Kepemimpinan Perempuan Dalam Lembaga Pendidikan Islam
(Studi Kasus di MTSN Yogyakarta I) Skripsi oleh Dennis Harun
fakultas Tarbiyah jurusan Kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, karya ini berfokus pada model kepemimpinan kepala
kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan kepemimpinan kepala
sekolah perempuan.
3. Persepsi Tentang Kepemimpinan Perempuan Di Kalangan Pelajar Pria
Smkn 6 Surakarta (Kajian dari sudut pandang Gender) Skripsi oleh
Afrihayana Chrisdhian Putra fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Berfokus pada persepsi
tentang kepemimpinan perempuan dikalangan pelajar SMKN 6
Surakarta.
4. Kepemimpinan Perempuan Dalam Pandangan Masyarakat Babakan
Tasikmalaya (Analisis Terhadap Hadis Lan Yufliha Qawmun Wallaw
Amrahum Imraatan) oleh Wahyu Ismatullah berfokus pada kajian hadis
yang menyatakan bahwa suatu kaum tidak akan bahagia apabila
menyerahkan urusannya kepada perempuan study kasus kampung
Babakan, Purbaratu, Tasikmalaya.
5. Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam (Studi Pemikiran M. Quraish
Shihab) Skripsi oleh Fitriyani fakultas Falsafah dan Peradaban Jurusan
Falsafah dan Agama Universitas Paramadina Jakarta berfokus terhadap
pandangan Quraish Shihab mengenai pemimpin perempuan.
6. Kepemimpinan Ratu Balqis Perspektif Pendidikan Karakter (Kajian
Terhadap Tafsir Al-Mishbah Surat Al-Naml Ayat 22-24). Skripsi oleh
Tarbiyah STAIN Ponorogo. Berfokus pada bagaimana nilai pendidikan
karakter di dalam kepemimpinan Ratu Balqis.
7. Ratu Balqis dalam Narasi Semiotika al-Qur’ankarya Fathurrosyid dari
Institut Keislaman al-Nuqayyah Sumenep, Madura. Karya ini berupa
jurnal ilmiyah PALASTREN Vol. 6, No. 2 yang diterbitkan pada 2
desember 2013. Berfokus pada penelitian hubungan gender dalam
al-Qur’an menggunakan kisah Ratu Balqis dengan pendekatan semiotik.
Dari beberapa Telaah Pustaka tersebut yang membedakan penelitian ini
dengan yang sebelumnya, bahwa penelitian sebelumnya menggunakan
pendekatan gender dan study kasus di tempat/ daerah tertentu, menggunakan
pendekatan pendidikan dan belum ada penelitian yang berfokus pada
pemahaman mengenai kedudukan perempuan dalam al-Qur’an dengan
pendekatan kisah kepemimpinan Ratu Balqis dalam surat an-Naml ayat 23-42.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan upaya agar kegiatan penelitian dapat dilakukan secara
optimal.8 Berikut penulis paparkan metode penelitian yang penulis gunakan
dalam penelitian ini:
8Winarto Surahmad, Pengantar Metodologi Ilmiah Dasar Metode Dan Teknik (Bandung:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu
penelitian dengan mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis seperti
buku atau kitab yang berkenaan dengan topik pembahasan sehingga dapat
diperoleh data-data yang jelas.
2. Metode tafsir
Penelitian ini menggunakan metode tafsir Tahlili yakni menguraikan
makna yang dikandung oleh al-Qur’an, ayat demi ayat dan surah sesuai
dengan urutannya di dalam mushaf.9 Penelitian ini juga termasuk dalam
metode maudhu’i karena membahas tema tertentu dalam al-Qur’an yang
diangkat dari surah an-Naml terkait pemimpin perempuan yaitu
kepemimpinan ratu Balqis..
3. Teknik pengumpulan data
Mengingat penelitian ini adalah library reseach yaitu dengan mencari
data-data mengenai hal-hal atau pun variabel berupa catatan, transkip,
buku dan sebagainya.10 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a. Mencari teori kepemimpinan perempuan
9
Nasrhruddin Baidan,Metodologi Penafsiran al-Qur’an(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 31.
10Jonthan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu,
b. Mencari sejarah negeri Saba’
c. Mencari penafsiran mufassir mengenai kisah ratu Balqis dalam surat
an-Naml:24-42.
d. Menganalisis penafsiran dan menemukan ibrah kisah Ratu Balqis
terhadap pandangan mengenai pemimpin perempuan.
4. Teknik Analisis Data
Untuk sampai pada prosedur akhir penelitian, penulis menggunakan
metode analisa data untuk menjawab persoalan yang akan muncul dalam
penelitian ini, dalam hal ini penulis menggunakananalisis deskriptif yaitu
menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian (seseorang,
lembaga, masyarakat, dan lain-lain) berdasarkan fakta-fakta yang tampak
sebagaiamana adanya dengan menuturkan atau menafsirkan data yang
berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel dan fenomena yang terjadi saat
penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.11
5. Sumber data
Adapun sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua:
a. Data primer
11Lexy J. Moleing, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),
Data primer diambil dari kitab tafsir al-Maraghi karya Ahmad
Mustofa al-Maraghi, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab, Tafsir
al-Azhar karya Hamka, Tafsir al-Qur’a<n al- azi>m karya Ibnu Kasir,
al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an karya Imam Al-Qurthubi,dan Tafsir Fi>
Z}ila>li al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b.
b. Data Sekunder
Diambil dari beberapa buku sejarah seperti History of the Arabs karya
Philip K. Hitti, Negeri-negeri yang Musnah karya Harun Yahya. buku
tentang kepemimpinan, jurnal-jurnal ilmiah mengenaipembahasan
gender, dan sumber lain yang terkait dengan pembahasan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka
penulisan ini disusun atas empat bab sebagai berikut:
Bab I berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah
pustaka, metodologi penelitian, kemudian dilanjutkan dengan sistematika
pembahasan.
Bab II mendeskripsikan gambaran umum tentang kepemimpinan, teori
dan tipe-tipe kepemimpinan, term kepemimpinan dalam Islam dan pemimpin
Bab III, mendiskripsikan sejarah negeri Saba’, kekuasaan, kekayaan
dan kepemimpinan ratu Balqis.
Bab IV, menganalisis penafsiran kisah ratu Balqis dalam surah
an-Naml: 23-42. serta menemukan implikasi penafsiran kisah Ratu Balqis
terhadap pandangan mengenai pemimpin perempuan.
Bab V, adalah penutup, penulis akan menguraikan kesimpulan dari
BAB II
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
A. Konsep Dasar Kepemimpinan
Secara umum, kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seorang individu sehingga dapat mempengaruhi, mendorong, menggerakkan
orang lain agar dapat berbuat sesuatu demi mencapai tujuan tertentu.
Kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin dalam bahasa Inggris,
kepemimpinan dinamakan leadership, asal katanya adalah leader, dari akar
kata to leadyang bermakna bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil
langkah awal, berbuat paling dulu, memelopori, membimbing, menuntun,
mengarahkan pikiran atau pendapat orang lain, dan menggerakkan orang lain
melalui pengaruhnya. Hendiyat Soetopo dan Waty Soemanto mendefinisikan
kepemimpinan sebagai sebuah kegiatan untuk membimbing suatu golongan
atau kelompok dengan cara sedemikian rupa hingga tercapai tujuan bersama
dari kelompok tersebut. J. Salusu mengartikan kepemimpinan sebagai
kekuatan dalam memengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai
tujuan umum.1
Edwin A. Locke mendefinisikan pemimpin adalah orang yang
berproses membujuk (inducing) orang lain untuk mengambil langkah-langkah
1
menuju suatu sasaran bersama.2 Pengertian ini mengandung tiga elemen
penting sebagai berikut: Pertama, pemimpin adalah orang yang membuat
suatu konsep relasi (relation concept). Disebut sebagai pemimpin bila ada
relasi dengan orang lain. Jika tidak ada pengikut, maka tidak ada yang disebut
pemimpin. Dengan demikian apa yang tersirat dari pengertian tersebut adalah
bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana
membangkitkan inspirasi dan berelasi dengan para pengikut mereka. Kedua,
pemimpin merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin mesti
melakukan sesuatu. Kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki posisi
otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong
proses kepemimpinan, tetapi sekedar menduduki posisi itu tidak memadai
untuk membuat seseorang menjadi pemimpin. Ketiga, pemimpin harus
membujuk orang-orang untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk
pengikut dengan berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model (teladan), penerapan sasaran, memberi
imbalan dan hukuman, merestrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan
sebuah visi.
Terkait dengan hal ini, ada tiga pandangandalam memahami fenomena
kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan tidak memusatkan perhatian pada
2Edwin A. Locke and Associaties, The Essense of Leadership: The Four Keys to Leading
kekuatan individual, bukan pada posisi atau status yangia miliki. Dalam
perspektif Weber, sebuah kepemimpinan yang memusatkan perhatian pada
prosedur hukum disebut otoritas hukum. Kedua, kepemimpinan tradisional
yang didasarkan pada kepercayaan yang mapan tentang kesucian tradisi lama.
Status seorang pemimpin ditentukan oleh adat-kebiasaan lama yang
dipraktekkan oleh masyarakat di dalam tradisi tertentu.Ketiga, kepemimpinan
bisa dipahami sebagai kemauan dalam diri seseorang. Di dalam perspektif
Weber, kepemimpinan yang memiliki sumber dari kekuasaan yang terpercaya
disebut otoritas kharismatis.3Definisi kepemimpinan diatas dapat bermakna
sebanyak dengan pandangan masing-masing yang mendefinisikannya.
Dari definisi tersebut dapat difahami bahwa pemimpin memeliki
pengaruh penting dalam kemajuan suatu kelompok untuk mencapai tujuan
bersama. Seorang pemimpin diharapkan oleh para pengikutnya memiliki
integritas yang tinggi. Integritas adalah memahami dan mengidentifikasikan
dirinya dengan nilai-nilai system sosial serta melaksanakannya dengan jujur.
Melaksanakan sesuatu yang baik tanpa mempertimbangkan apakah
menguntungkan atau merugikan diri sendiri atau organisasi. Integritas dan
kejujuran sangat menentukan keberhasilan kepemimpinan. Tanpa integritas
3Max Weber, The Theory of Social and EconomicOrga-nization. Translated by Talcott
Parson. (NewYork: The Free Press, 1966), 358. ; Surahman Amin, “Pemimpin dan
tidak ada kepercayaan, pemimpin yang tidak memiliki integritas tidak akan
dipercayai oleh pengikutnya, demikian juga sebaliknya.4
Kepemimpinan merupakan faktor penentu bagi efektif dan efsiennya
suatu organisasi. Sehingga, kualitas pemimpin menentukan keberhasilan
lembaga atau organisasinya. Sebab, pemimpin yang sukses itu mampu
mengelola organisasi, dapat mempengaruhi secara konstruktif orang lain dan
menunjukkan jalan yang benar yang harus dikerjakan bersama.
B. Teori dan Tipe-tipe Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kegiatan sentral dalam kelompok
(organisasi), dengan seorang pimpinan sebagai figure sentral yang memiliki
wewenang dan tanggung jawab dalam mengefektifkan organisasi untuk
mencapai tujuannya. Dalam kenyataannya selama bertahun-tahun sampai
sekarang masih terus dipersoalkan mengenai orang yang mampu
melaksanakan kepemimpinan atau siapa pemimpin itu, apa tipe
kepemimpinan yang efektif, bagaimana pelaksanaan kepemimpinan dan lain
sebagainya. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu akan dikemukakak
teori-teori kepemimpinan dan tipe-tipe kepemimpian sebagai berikut:
4
1. Teori-teori kepemimpinan
Pada awalnya teori-teori kepemimpinan berfokus pada kualitas apa
yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, namun teori-teori
berikutnya memandang dari variabel lain seperti faktor situasional dan
tingkat keterampilan individu. Diantara teori teori tersebut ialah:
a. Teori Great Man (Genetik) dan Teori Big Bang
Teori ini sering disebut teori genetis dengan asumsi bahwa
pemimpin itu dilahirkan (great leader) bukan dibuat (leader are born,
not made). Kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan dari lahir
dari kedua orang tua. Menurut Bennis dan Nanus teori great man
melihat kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, melalui proses
pewarisan.5Dengan kata lain pemimpin menurut teori ini berasal dari
keturunan tertentu yang berhak menjadi pemimpin sedangkan orang
lain tidak memilki pilihan selain menjadi orang yang dipimpin.
Sebagaimana ungkapan yang mengatakan “asal raja menjadi raja”
yang berarti anak raja pasti memiliki bakat menjadi raja sebagai
pemimpin rakyatnya.Kepemimpin berasal dari warisan ini juga disebut
dengan teori kepemimpinan genetik yang menyatakan bahwa
5Bennis Warren G dan Burt Nanus,Kepemimpinan: Stategi dalam Mengemban Tanggung
pemimpin itu tidak di buat, akan tetapi lahir melalui bakat-bakat alami
sejak lahir.6
Selanjutnya teori Big Bang yakni teori kepemimpinan yang
menyatakan bahwa suatu peristiwa besar menciptakan atau dapat
menjadikan seserang menjadi pemimpin. Terdapat sebuah situasi,
perstiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian besar seperti revolusi,
kekacauan atau kerusuhan, pemberontakan, reformasi dan lainnya
yang memunculkan seseorang menjadi pemimpin. Kemudian pengikut
atau pendukung menokohkan orang tersebut dan bersedia taat pada
keputusan-keputusan, perintah-perintah yang diberikan dalam kejadian
atau peristiwa tersebut.7
b. Teori Sifat atau Karakteristik Kepribadian
Kepribadian adalah salah satu faktor khas dan unik yang
mendasari perilaku pemimpin. Hal ini mengandung dua hal penting
pertama, teori kepribadian selalu menggambarkan apa yang sudah
menjadi kebiasaan seseorang dengan orang lain dan apa yang sudah
membentuknya dalam waktu tertentu. kedua, kepribadian pemimpin
sebagai manusia yang stabil, maksudnya kepribadian dapat berubah
6Kartini Kartono,Pemimpin dan Kepemimpinan,(Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 1998),
29.
7Hadari Nawawi,Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi,(Yogyakarta:Gadjah Mada
secara mendadak dan dramatis, biasanya disebabkan permasalahan
tertentu dan membutuhkan pemulihan secara bertahap.
Serupa konsepsinya dengan teori great man, teori sifat
mengasumsikan bahwa manusia mewarisi sifat tertentu dan
sifat-sifat yang membuat mereka yeng lebih cocok untuk menjalankan
fungsi kepemimpinan.8namun teori ini tidak menutup kemungkunan
sifat dan kepribadian yang diperoleh dari pengalaman dan hasil
belajar. Menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of
Management, 1964 terdapat sepuluh sifat pemimpin yang unggul
yaitu; (1) kekuatan, (2) stabilitas emosi, (3) pengetahuan relasi insane,
(4) kejujuran, (5) objektif, (6) dorongan pribadi, (7) keterampilan
berkomunikasi, (8) kemampuan mengajar, (9) keterampilan sosial,
(10) kecakapan teknis dan kecakapan manajerial.9
c. Teori kepemimpinan berbagi kekuasaan
Teori ini disusun dengan asumsi bahwa kepemimpinan
merupakan proses interaksi kekuasaan antara pemimpin dan para
pengikutnya. Dalam hubungan pemimpin dan para pengikut dapat
saling memberikan kebebasan untuk menggunakan kekuasaannya
dalam mencapai tujuan bersama.
Kebebasan ini melahirkan dimensi kebebasan pemimpin dan
pengikut, dimensi kebebasan pemimpin ialah; (1) merasa berhak
menentukan hak dan kewajiban para pengikut, (2) menggunakan hak
prerogratifnya, (3) menggunakan kekuasaan proporsional dan
personalnya, (4) pengikut wajib mematuhi hak prerogratif dan
kekuasaan pemimpin, (5) mendelegasikan pengambilan keputusan
kepada para pengikutnya, dan (6) mempunyai hak dan kewajiban
untuk menghukum pengikut jika tidak mematuhi pemimpin.10
Sedangkan kebebasan dimensi pengikut untuk menggunakan
kekuasaannya dalam beberapa hal yakni; (1) berinisiatif, berkreasi dan
berinovasi dalam melaksanakan tugasnya, (2) mengambil keputusan
dalam melaksanakan tugasnya, (3) menolak hak prerogative dan
kekuasaan pemimpin jika tidak sesuai dengan peraturan dan
kelayakan.11 Dengan adanya dimensi kebebasan tersebut pemimpin
dan pengikut sama-sama memiki tanggung jawab dan hak dalam
melaksanakan tujuan bersama.
2. Tipe-tipe kepemimpinan
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan maka akan
berlangsung aktivitas kepemimpinan yang memperlihatkan gaya dalam
memimpinyang memiliki tiga pola dasar yakni; pertama, gaya
kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas, kedua,
gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama,
dan ketiga,gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang
dicapai.
Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut terbentuk perilaku
kepemimpinan yang terwujud dalam tiga tipe pokok kepemimpinan12,
yaitu:
a. Tipe kepemimpinan otoriter
Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan ditangan satu
orang, pemimpin sebagai penguasa tunggal dan anak buah semata-mata
hanya pelaksana tugas dan keputusan dari pemimpin. Pemimpin yang
otoriter tidak menghendaki rapat atau musyawarah. 13 Setiap
perbedaandiantara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan,
pembangkangan, atau pelanggarandisiplin terhadap perintah atau
instruksiyang telah diberikan. Inisiatif dan daya pikir anggota sangat
dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan
pendapatnya.
Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti
mengontrol, apakah segala perintah yang telah diberikan ditaati atau
12Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi,Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi(Jakarta:
dijalankan dengan baik oleh anggotanya. Mereka melaksanakan
inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti orang - orang yang dianggap
tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang - orang tersebut diancam
dengan hukuman, dipecat, dsb. Sebaliknya, orang - orang yang berlaku
taat dan menyenangkan pribadinya, dijadikan anak emas dan bahkan
diberi penghargaan.
b. Tipe kepemimpinan kendali bebas (Laissez Faire)
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe
kepemimpinan otoriter, pemimpin berkedudukan sebagai simbol,
pemimpin memberi kebebasan penuh pada orang yang dipimpin untuk
mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak dan
kepentingan masing-masing. Pemimpin hanya mengfungsikan dirinya
sebagai penasihat.
Kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota
organisasinya mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu
mengurus dirinya masing-masing. Hal itu berdampak sering terjadi
terjadi kekacauan karena setiap anggota memiliki kepentingan dan
kemampuan yang berbeda. Dalam keadan seperti itu apabila ada
diterima (dipatuhi dan disegani) oleh anggota organisasi maka
pemimpin yang sebenarnya tidak berfungsi.14
Laissez faire adalah persepsi seorang pemimpin yang
berpandangan bahwa pada umumnya organisasi akan berjalan lancar
dengan sendirinya karena para anggota terdiri dari orang-orang yang
telah dewasa yang telah mengetahui apa yang menjadi tujuan
organisasi.15 Oleh karenanya pemimpin yang laissez faire cenderung
berperan pasif dalam kepemimpinannya.
c. Tipe kepemimpinan demokratis
Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor
utama dan terpenting dalam setiap kelompok/ organisasi. Pemimpin
memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai
subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspek. Kemauan,
kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreativitas dan
inisiatif yang berbeda dihargai dan disalurkan secara wajar.
Tipe kepemimpinan ini selalu berusaha untuk memanfaatkan
setiap orang yang dipimpin untuk menyalurkan kemampuannya, dalam
menentukan keputusan tipe demokratis mementingkan proses
musyawarah. Terdapat koordinasi pekerjaan dari pemimpin pada
bawahan, dengan penekanan rasa tanggung jawab internal (pada diri
sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis
ini bukan terletak pada person atau individu pemimpin melainkan
terletak pada partisipasi aktif dari setiap anggota kelompok.16
C. Term kepemimpinan dalam Islam
Dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah. Kata
dasarnya bermakna pengganti atau wakil. Dalam al-Qur’an terdapat beberapa
term yang bermakna pemimpin seperti khalifah, imam, ulil amri, danmalik.17
Term Khalifah terdiri dari tiga huruf yaitu kha’, lam, dan fa yang memiliki
tiga makna yaitu mengganti kedudukan, belakangan dan perubahan. 18
Pengertian pengganti di sini dapat merujuk pada pergantian generasi ataupun
kedudukan kepemimpinan pada episode yang akan datang. Namun pengertian
tersebut juga bermakna fungsional artinya seseorang yang diangkat sebagai
pemimpin dan penguasa dimuka bumi mengemban fungsi dan tugas-tugas
tertentu.
Selanjutnya term imam, berasal dari huruf hamzah dan mim, kedua
huruf tersebut mempunyai banyak arti diantaranya ialah pokok, tempat
16Kartini Kartono,Pemimpin dan Kepemimpinan,73.
17Bahruddin & Umairson.Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori dan Praktik,80. 18Abi al-Husain Ahmad Ibn Faris Zakariyya,Mu’jam Maqayis al-Lughah(t.tp : Dar al-Fikr,
kembali, jama’ah, waktu dan maksud.19Termimamdisandingkan dengan sifat manusia yang mengarahkan, memberi contoh dan sifat-sifat pemimpin yang
lainnya yang dapat diikuti dan ditampilkan ke depan dalam berbagai
permasalahan, misalnya Rasulullah itu adalah imamnya para imam, khalifah
itu adalah imamnya rakyat, dan al-Qur’an itu ialahimamnya kaum muslimin.
Istilahulil al-Amrterdiri dari dua katauluyang artinya pemilik dan
al-Amr yang artinya urusan atau perkara atau pemerintah. Kalau kedua kata
menjadi satu artinya ialah pemilik urusan atau pemilik kekuasaan. Ulil
al-Amr juga termasuk dari tiga yang patut untuk ditaati seperti dalam surah
an-Nisa’: 59. Perintah pada orang-orang beriman untuk taat kepada Allah, taat
kepada Rasul dan Ulil al-Amr diantara kamu. Artinya dari ayat tersebut
mengidentifikasi akan eksistensi kepemimpinan yang sangat terkait dengan
kepemimpinan Tuhan dan Rasul-Nya sehingga setelah Nabi wafat maka ulil
amr sebagai rujukan untuk menyelesaikan masalah serta menjadi kewajiban
untuk selalu ditaati.
Sedangkan kata al-malik terdiri dari tiga huruf yaitu mim, lam, kaf,
artinya ialah kuat dan sehat. Dari akar kata tersebut terbentuk kata kerja
malaka-yamliku artinya kewenangan untuk memiliki sesuatu.20Jadi term al-malik bermakna orang yang memiliki kewenangan untuk memerintahkan
sesuatu dan melarang sesuatu terkait dengan sebuah pemerintahan. Kata
al-19Ibid,.21.
20
malik dalam al-Qur’an digunakan dalam konteks Allah sebagai yang
memimpin, menguasai alam semesta, juga digunakan bagi kepemimpinan
manusia, malaikat dan lainnya.
Dari beberapa term tersebut mengandung persamaan pada ranah
menuntun untuk mencapai tujuan bersama yang diridhai Allah sebagai sang
pencipta. Term-term tersebut bermuara pada pengabdian manusia kepada
Allah. Al-Qur’an mengarahkan kepemimpinan berdasarkan prinsip-prinsip
Islam yaitu prinsip amanah, adil, syura (musyawarah), dan amr ma’ruf nahi
munkar yang harus ada dalam perilaku kepemimpinan.21 Oleh karenanya pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar dalam memerintah untuk
menjadikan rakyatnya lebih baik.
D. Kepemimpinan Perempuan dalam Islam
Sampai saat ini, gagasan untuk menciptakan kesetaraan gender
tampaknya masih menjadi perdebatan. Sampai saat ini pula, setidaknya pada
banyak tempat termasuk untuk posisi kepemimpinan perempuan masih
dianggap tidak mampu bahkan tidak pantas. Memang terdapat perbedaan
kecenderungan dalam gaya kepemimpinan laki-laki dan perempuan karena
sifatnya. Tuhan menciptakan wanita berbeda dengan pria secara fisik dan
kejiwaan serta dengan fungsi yang berbeda pula. Secara alamiah wanita
mengalami haid setiap bulan sampai masa menopause dan dapat mengandung.
Keadaan alamiah ini yang menyebabkan produktivitas manajerial perempuan
dalam pemerintahan berbeda dengan laki-laki.22
Perbedaan tersebut menjadikan laki-laki sering menjadi tokoh utama
dalam kehidupan bermasyarakat, karena laki-laki dianggap lebih potensial
untuk mengemban tugas-tugas kemasyarakatan. Keadaan biologis perempuan
dianggap sebagai kelemahan yang membatasi ruang gerak mereka, sehingga
tak mampu mengemban tugas-tugas kemasyarakatan. Sedangkan teori nature
menyatakan bahwa perbedaan peran dalam masyarakat antara kedua jenis
kelamin ini bukan disebabkan oleh perbedaan biologis, namun lebih banyak
disebabkan oleh bangunan kultural yang melekat dalam masyarakat.
Begitupula teori nurture, perbedaan tersebut bukanlah kehendak Tuhan,
ajaran agama, dan bukan pula karena faktor biologis, melainkan karena
kontruksi budaya dalam masyarakat yang memandang perempuan lebih lemah
dari laki-laki.23
Sejumlah study memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan
inheren dalam gaya kepemimpinan laki-laki dan perempuan. Perempuan
dalam kepemimpinan cenderung lebih demokratik, mereka mendorong
partisipasi, berbagi kekuasaan dan informasi dan mencoba untuk
meningkatkan kemanfaatan bagi pengikutnya. Mereka cenderung memimpin
22Sudaryono,Leadership Teori dan Praktek Kepemimpinan.132.
melalui pelibatan atau pemberdayaan dan mendasarkan pada kharisma,
keahlian, kontak, dan keahlian interpersonal dalam mempengaruhi orang lain.
Sebaliknya laki-laki cenderung lebih menggunakan gaya kepemimpinan yang
mendasarkan pada kontrol dan perintah, mereka lebih mendasarkan pada
jabatan otoritas formal sebagai dasar baginya untuk melakukan
pengaruhnya.24
Al-Qur’an memberikan keleluasaan bagi perempuan melakukan
aktivitas ekonomi, sebagaimana ditegaskan dalam surah An-Nisa’:32.
Menurut Hamka perempuan dan laki-laki diperintahkan untuk berusaha atau
bekerja dan mereka akan memperoleh bagian sesuai usahanya.25 Namun
wanita tetap harus memilih lapangan pekerjaan yang harus dilakukannya.
Dalam sejarah Islam banyak diantara sahabat perempuan yang bekerja
misalnya menjadi guru seperti Shuhrah, al-Khasana’, Rabiah al-Dawiyah dan
lainnya.26
Terdapat pula kaum perempuan yang terlibat dalam soal-soal politik
praktis. Seperti Ummu Hani misalnya, dibenarkan sikapnya oleh Nabi
Muhammad saw. ketika memberi jaminan keamanan sementara kepada orang
musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik).
Bahkan istri Nabi Muhammad saw. sendiri, yakni Aisyah r.a., memimpin
langsung peperangan melawan ‘Ali ibn Abi Thalib yang ketika itu menduduki
24Sudaryono,Leadership Teori dan Praktek Kepemimpinan.144.
25Hamka,Tafsir al-Azhar,Jilid V (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), 35-39.
jabatan Kepala Negara. Isu terbesar dalam peperangan tersebut adalah soal
suksesi setelah terbunuhnya Khalifah Ketiga, Utsman r.a. Peperangan itu
dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Perang Unta (656 M). Keterlibatan
Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannyadalam
peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama para pengikutnya itu
menganut paham kebolehan keterlibatan wanita dalam politik praktis
sekalipun.
Meskipun kisah sejarah telah menyebutkan beberapa peran perempuan
dalam ranah publik, tetap saja ada yang menolak kepemimpinan perempuan di
ranah publik, seperti Abbas Mahmud al-Aqqad. Dia menjadikan perbedaan
fisik dan biologis sebagai landasan perbedaan tanggung jawab social yang
diemban oleh laki-laki dan perempuan. Dengan adanya perbedaan tanggung
jawab sosial ini, maka laki-laki dinilai lebih berhak menjadipemimpin karena
laki-laki sudah terbiasa bertanggung jawab dalam keluarga dan masyarakat.
Sedangkan perempuan bertanggung jawab untuk menjaga keharmonisan
rumah tangga. Ia menyatakan hak kepemimpinan bersumber pada
kesanggupan alamih yang tentu lebih dimiliki oleh kaum
laki-lakidibandingkan perempuan. Lebih jauh ia menyebutkan kerajaan seorang
perempuan ada dalam rumah tangga, sedangkan kerajaan lak-laki ada dalam
perjuangan hidup.27
27Abbas Mahmud al-Aqqal,Filsafat al-Qur’an: Filsafat Spiritual dan Sosial dalam Isyarat
Argument lain yang tidak memperbolehkan perempuan menjadi
pemimpin muncul dari hadis Abu Bakrah yang sanad dan matannya dinggap
shahih, karena berada dalam kitab shahih Bukhori yang mendapat lebel
sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Dalam syarahnya Ibnu
Hajar menegaskan bahwa hadis “lan yufliha alqoum walau amarahum
imra’ah” adalah merupakan kelanjutan dari respon Kisra terhadap dakwah
Rasulullah melalui surat yang dikirimnya.
Dalam hadis Ibnu Abbas dijelaskan bahwa Rasulullah mengirim surat
kepada Kisra, kemudian ia merobek-robek surat tersebut. Ketika Rasulullah
mendengar hal itu, beliau berdo’a agar Allah menghancurkan Kisra dan bala
tentaranya. Maka tak lama kemudian Kisra dibunuh oleh Syiruyah putranya
sendiri, enam bulan kemudian putranya meninggal karena meminum racun
yang telah disiapkan Kisra sebelum dia dibunuh putranya (karena Kisra
mencium gelagat pengkhianatan putranya, Kisra telah menyiapkan racun yang
dilabeli ramuan mujarab agar putranya kelak tergoda meminumnya). Putra
kisra tidak memiliki keturunan laki-laki dan sementara saudara laki-lakinya
telah ia bunuh agar tidak menggulingkan tahtanya. Akhirnya anak perempuan
Syiruyah naik tahta untuk menggantikan ayahnya.
Dari kisah tersebut dalam tafsir Qurthubi menukil hadis Abu Bakrah
kemudian diikuti oleh pendapat Ibnu Arabi bahwa berdasarkan hadis ini
Negara.28 Para ulama klasik bersepakat bahwa yang dimaksud dengan imra’ah dalam hadis tersebut bukan hanya bintu Kisra, namun perempuan
pada umumnya, dan yang dimaksud qaum mencakup semua kaum yang
dipimpin oleh seorang perempuan.
Berbeda dari ulama klasik, ulama kontemporer memiliki interpretasi
lain seperti Yusuf Qardhawi, menurutnya hadis Abu Bakrah harus difahami
dengan menggunakan kaidah yang ditawarkan Ibnu Abbas. Karena apabila
kita menggunakan kaidah al ‘ibrah bi umum al-lafdzi la bikhusus as-sabab,
maka akan terjadi kontradiksi antara hadis Abu Bakrah dengan al-Qur’an
yang menceritakan kisah sukses kepemimpinan Ratu Balqis, seorang
pemimpin wanita yang memimpin rakyatnya dengan bijaksana, mengantarkan
mereka menuju sukses dunai, akhirat. 29 Bahkan Muhammad Imarah
menegaskan bahwa walaupun dari sisi riwayat, hadis Abu Bakrah tidak bisa
kita ragukan, namun dalam sisi subtansi harus kita fahami bahwa hadis ini
lebih dekat kepada sebuah prediksi politik dari pada sebuah legatimasi
hukum.30
Salah satu ulama’ Indonesia yang mendukung perempuan untuk
menjadi pemimpin adalah Nasrudin Umar, seorang cendikiawan muslim
kontemporer yang menyatakan bahwa tidak ada satupun dalil, baik al-Qur’an
28Al-Qurthubi,al-Jami’ Li AL-Qur’an(Beirut: Dar al-Fikr, 1998) 7/171.
29Yusuf Qardhawi,Min fiq ad daulah fi al-islam cet 1 (Cairo: Day asy-Suruq, 1997) hal.
174-176.
30Muhammad Imarah,At Tahrir al Islam lil Mar’ah,cet 1(Kairo: Dar al Syuruq, 2002)
maupun hadis yang melarang perempuan aktif di dunia politik. Hal ini
merupakan hak yang dimiliki oleh perempuan untuk terjun kedalam dunia
politik baik sebagai pejabat atau pemimpin Negara. Ia juga menegaskan
bahwa kata khalifah pada surah al-Baqarah: 30 tidak merujuk kepada satu
jenis kelamin tertentu, laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki fungsi
sebagai khalifah di bumi yang akan mempertanggung jawabkan
kepemimpinannya di hadapan Allah.31
KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus
Dur tidak menampik kemungkinan seorang perempuan menjadi pemimpin
Negara. Menurutnya sukses tidaknya perempuan menjadi pemimpin sangat
bergantung kepada penerimaan laki-laki yang berada dibawah
kepemimpinannya, apakah mereka bersedia untuk bekerja sama dibawah
komando perempuan atau kah tidak. Beliau juga mengunkapkan bahwa
pendapat ulama yang mengatakan perempuan lebih lemah dari laki-laki
sehingga tidak bisa menjadi pemimpin justru bertolak belakang dengan fakta
sejarah bahwa banyak pemimpin Negara yang sukses justru dari kalangan
perempuan. Misalnya Cleopatra, Ratu Balqis, Corie Aquino, Margaret
Theatcher dan Benazir Butho. Bahkan beliau juga mengakui kemampuan
Megawati Soekarno putri saat menjadi presiden. Megawati memiliki
kecerdasaan dan nasab kepemimpinan dari ayahnya Soekarno, hal itu
merupakan landasan yang dapat menjadikan seorang sebagai pemimpin di
masa depan.32
32M. N Ibad,Perempuan dalam perjuangan Gus Dur-Gus Miek(Yogyakarta: Pustaka
BAB III
KEPEMIMPINAN RATU BALQIS DALAM SURAH AN-NAML
DAN KERAJAAN SABA
A. Kepemimpinan Ratu Balqis dalam Surah An-Naml 23-42
Kisah Ratu Balqis bermula dari kisah Nabi Sulaiman yang
mengadakan pawai besar, diikuti oleh manusia, jin, dan hewan. Dalam pawai
tersebut Nabi Sulaiman sangat teliti memperhatikan semua pasukannya yang
hadir, kemudian ia menemukan satu pasukannya yang tidak hadir yakni
burung hud-hud. Mengetahui ketidak hadiran burung hud-hud Nabi Sulaiman
marah dan berjanji akan menghukum burung hud-hud jika tidak dapat
memberikan alasan yang dapat diterimanya. Kemudian datanglah burung
hud-hud dengan membawa sebuah berita penting untuk Nabi Sulaiman.
An-Naml:23
)
(
Sungguh, ku dapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgah sana yang besar.1
Telah dikemukakan sebuah alasan yang menyebabkan Hud-Hud tidak
hadir dalam pawai yang dilakukan Nabi Sulaiman, ia mengetahui sebuah
berita yang belum diketahui oleh Nabi Sulaiman An-Naml:22. Berita tersebut
datang dari Negeri Saba’ yang terletak di selatan Jazirah Arab, mereka
dipimpin oleh seorang perempuan, padahal di negeri-negeri lain hanya
laki-laki yang jadi raja.2
Setelah diceritakan terdapat sebuah negeri yang dipimpin oleh
perempuan, Burung Hud-hud kembali mengabarkan kepada nabi Sulaiman
bahwa ratu dan rakyatnya menyembah Matahari an-Naml: 24
)
(
Aku (burung hud-hud) dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan setan menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, sehingga menghalangi dari jalan (Allah), maka mereka tidak mendapat petunjuk.3
Dalam penyampaian berita itu tampak burung Hud-hud telah
membandingkan agama dan perbuatan-perbuatan penduduk negeri Saba’
dengan kepercayaan dan agama nabi Sulaiaman yang diyakini sebagai agama
yang benar. 4 Ratu dan rakyatnya menyembah Matahari dan setan
memperindah perbuatan itu sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah.
An-Naml: 25
2
Hamka,Tafsir al-Azhar,Juz XIX-XX (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002) 201. 3Kementrian Agama,Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7.190
)
(
Mereka (juga) tidak menyembah Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan yang kamu nyatakan.5
Al-Khib’upengertian secara umum adalah setiap yang tersembunyi baik
ia berupa butiran hujan dari langit maupun berupa tumbuhan di atas bumi,
ataupun ia adalah rahasia-rahasia langit dan bumi. Ungkapan tersebut
merupakan kalimat kiasan tentang sesuatu yang tersembuyi dibalik tirai
keghaiban yang ada di alam semesta yang terhampar luas ini.6 Menurut
Thaba>thaba>i seperti yang dikutib M. Quraish Shihab mengartikan kata
(ء ﺐ ﺨ ﻟا) al-khab’a berarti mengeluarkan yang tersembunyi yakni
mengeluarkan dari ketiadaan sehingga menjadi ada, dengan kata lain
mewujudkan. Seakan-akan sesuatu yang tidak wujud bersembunyi di balik
tumpukan ketiadaan dan bila diwujudkan ia bagaikan dikeluarkan dari
tumpukan itu. 7 Penggalan ayat ini menyatakan bahwa kaum Saba’
menyembah matahari karena sinar dan kehangatan yang memberi manfaat,
bahkan menjadi sebab utama kehidupan makhluk di bumi, padahal matahari
yang mereka sembah tersebut merupakan ciptaan Allah. Matahari yang
mereka sembah itu sama sekali tidak memiliki rasa dan sama sekali tidak
5Ibid,.191.
6Sayyid Quthb,Tafsir fi Zhilalil-Qur’an Jilid 8,Terj. As’ad Yasin (Jakarta: Gema Insani,
2004) 397.
mengetahu sesuatu apapun sedangkan Allah SWT maha mengetahui yang
tersembunyi dan yang nyata.
Hud-hud mengatakan bahwa sesungguhnya yang patut mereka sembah
hanyalah Allah an-Naml:26
)
(
Allah, tiada tuhan melainkan Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang agung.8
Tergambar bagaimana burung Hud-hud yang luar biasa. Sesungguhnya
ia mempunyai pemahaman, kecerdasan keimanan, dan memiliki tuturkata
dalam menyampaikan peristiwa, daya respon yang sensitif dan isyarat yang
tajam membuatnya mampu mengetahui bahwa pemimpin negeri Saba’ adalah
seorang perempuan.9Ratu Saba’ dan pengikutnya menyembah dan bersujud
pada Matahari. Ia mengetahui bahwa sesungguhnya sujud it u hanya
dilakukan kepada Allah pemilik Arsy’ yang agung. Mendengar berita yang
disampaikan oleh Hud-hud Nabi Sulaiman tidak segera mendustakan ataupun
membenarkannya, ia tidak meremehkan berita yang dibawah oleh burung
Hud-hud. Namun nabi Sulaiman menguji burung Hud-hud untuk meyakinkan
kebenaran, demikianlah sifat Nabi yang adil dan Raja yang tegas. An-Naml:
27-28.
8Kementrian Agama,Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7.191.
)
(
)
(
Dia (Sulaiman) berkata, “akan kami lihat apa kamu benar, atau termasuk yang berdusta. Pergilah dengan membawa suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.”10
Ujian pertama untuk membuktikan benar tidaknya berita yang
disampaikan oleh buruh Hud-hud, ia harus kembali terbang ke Negeri Saba’
dengan membawa surat dari Nabi Sulaiman. Menurut suatu pendapat, surat itu
dibawa Hud-hud di dalam sayapnya sebagaimana biasanya burung pengantar
surat, menurut pendapat yang lain mengatakan dengan paruhnya.11
Sesampainya di Istana burug Hud-hud menjatuhkan Surat tersebut
melalui cela yang ada di istana tepat berada di hadapan Ratu Balqis setelah itu
Hud-hud menjauh sebagai sikap etika dan berjaga-jaga agar tidak dilihat oleh
sang Ratu dan untuk mendengarkan pembicaraan yang akan berlangsung
antara Ratu dan pembesar Istana.12Surat itu merupakan ajakan nabi Sulaiman
kepada ratu Balqis untuk menyembah Allah dan meninggalkan sesembahan
sebelumnya yakni matahari, karena matahari merupakan ciptaan Allah yang
tidak sepatutnya disembah dan diagungkan.
10Kementrian Agama,Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7.191.
11Ibnu Kasir,Tafsir al-Qur’a>n al-A z}i>mjuz 19,terj. Bahrul Abu Bakar. 287.
12Ahmad Musthafa Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi (terj.),Jilid 19 (Semarang: Toha Putra,
Burung Hud-hud memberi gambaran mengenai sosok utusan sekaligus
penyampai berita kepada Nabi, sungguh Allah telah menganugerahkan
kelebihan kepada seekor burung sebagai bukti kekuasaan-Nya. Burung
Hud-hud sanggup terbang mengarungi daerah yang terletak antara Palestina dan
Yaman,13tidak hadirnya Hud-hud dalam pawai yang diadakan Nabi Sulaiman
dikeranakan ingin mendapatkan maklumat berkaitan keadaan politik di negeri
Saba’. Misi yang dibawanya juga adalah misi yang besar, yaitu misi
mentauhidkan umat manusia.
Penjelasan Hud-hud mengenai sebuah kerajaan yang telah menyembah
selain Allah SWT menunjukkan bahawa hud-hud adalah seekor makhluk kecil
yang memiliki kepekaan dan keprihatinan terhadap peristiwa yang berlaku di
sekelilingnya. Ia juga mengetahui dan mengerti bahwa berita itu juga harus
diketahui oleh Nabi Sulaiman sebagai raja dan rasul Allah, Burung Hud-hud
mampu menyampaikan berita dengan baik dan benar sehingga nabi Sulaiman
dapat mengambil tindakan benar untuk menyampaikan dakwahnya.
Sosok Balqis kemudian muncul setelah datang surat yang dibawah oleh
burung Hud-hud dari Nabi Sulaiman. Setelah sang Ratu Balqis menerima dan
membaca surat tersebut, lantas ia menjelaskan asal dan kandungan surat itu
kepada para pembesar kerajaannya. An-Naml: 29-31.
)
(
)
(
)
(
Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar! Sesungguhnya telah disampaikan kepadaku sebuah surat yang mulia.” Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”14
Secara ringkas surat ini menunjukkan tiga perkara yaitu:pertama, surat
ini mengandung penetapan Tuhan, Keesaan, Kekuasaan, dan Keadaan-Nya,
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kedua, larangan kepada mereka
untuk mengikuti hawa nafsu, dan keharusan mengikuti yang Haq. Ketiga,
perintah kepada mereka untuk datang kepada Sulaiman dalam keadaan patuh
dan tunduk.15
Dengan demikian, surat ini telah meringkas segala urusan yang terkait
agama dan dunia. Ratu Balqis menyebut surat itukita>bun kari>m (surat yang
mulia). Setelah menangkap pesan yang berada dalam surat tersebut Ratu
Balqis lantas mengumpulkan semua pembesar kerajaannya untuk
mendengar pendapat mereka terkait isi surat tersebut. An-Naml: 32-33.
)
(
)
(
14Kementrian Agama,Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7.191.
Dia (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar! Berilah aku pertimbangan dalam perkaraku (ini). Aku tidak pernah memutuskan suatu sebelum kamu hadir dalam majelis(ku).” Mereka menjawab, “Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan.”16
Dengan demikian, pernyataan Ratu Balqis di atas merupakan simbol
pernyataan seorang pemimpin yang demokratis. Sebab kepemimpinan yang
demokratis adalah sebuah model kepemimpinan yang mana pemimpinnya
berusaha untuk melakukan sinkronisasi antara kepentingan dan tujuan
organisasi dengan kepentingan dan tujuan orang yang dipimpinnya.
Karakteristik pemimpin ini lebih bersifat inklusif dan aspiratif serta selalu
mengutamakan musyawarah.17
Mendengar permintaan Ratu Balqis, diantara para pembesar kerajaan
Saba’ ada yang merasa tersinggung dengan isi surat Sulaiman. Mereka
merasa dihina oleh surat itu, seakan-akan mereka diperintahkan oleh
Sulaiman tunduk dan patuh kepadanya. Padahal mereka adalah
orang-orang terpandang dan berilmu pengetahuan, dan disegani oleh
negeri-negeri tetangga.18Para pembesar mengatakan bahwa Negeri Saba’ ini
mempunyai kekuatan fisik dan militer dan juga pemilik ketangkasan dan
keberanian yang kukuh dalam peperangan. 19 Maka mereka bertukar
16Kementrian Agama,Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7.199-200.
17Abdul Mustaqim, Studi Kepemimpinan Islam: Telaah Normatif & Historis, (Semarang:
Putra Mediatama Press, 2008), 13..
pendapat dan terjadi perdebatan sengit, dan berkata “menurut hemat kami,
kita harus memerangi mereka, karena kita adalah kaum yang kuat dan
pemberani.20 Namun demikian keputusan tetap diserahkan kepada Ratu,
maka pertimbangkanlah apa yang akan engkau perintahkan dan kami
semua siap melaksanakan keputusan itu.” Meskipun sang ratu memberikan
keleluasaan bagi para pembesar untuk mengungkapkan pendapat, namun
keputusan tetap berada ditangan ratu, dan rakyatnya akan taat dan patuh
terhadap keputusan ratu.
Mendengar tanggapan dari para pembesar kerajaan yang cenderung
untuk berperang, ratu Balqis mencoba untuk memberi pertimbangan
kepada mereka sebelum ia mengambil keputusan. Disini kembali tampak
karakter perempuan itu dibalik tugasnya sebagai Ratu, perempuan yang
membenci peperangan. Ia lebih mengedepankan kekuatan siasat dan
diplomasi kelembutan sebelum menggunakan kekuatan senjata dan
tindakan kasar. An-Naml: 34-35.
)
(
)
(
Dia (Balqis) berkata, “Sesungguhnya Raja-raja apabila menaklukkan suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian yang akan mereka perbuat. Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada
mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawakembalioleh para utusan itu.”21
Ratu Balqis lantas menjelaskan sesuatu yang benar mengingat
kelengahan para pembesarnya akan kekuasaan dan keagungan Sulaiman. Ia
sangat menyadari kebiasaan Raja-raja bila menahlukkan negeri-negeri,
maka mereka melakukan kekerasan dan kerusakan, juga menginjak-injak
kehormatan, melawan kekuatan yang berusaha menghadangnya,
menghancurkan pemimpin dan pembesar-pembesarnya dan menghinakan
mereka karena melakukan perlawanan, demikianlah kebiasaan Raja-raja
yang sering mereka lakukan. 22 disamping itu, peperangan pasti
mengakibatkan kehancuran bangunan, pengungsian penduduk, atau bahkan
pembunuhan. Oleh karena itu Ratu Balqis lebih memilih untuk
mengirimkan hadiah kepada Raja Sulaiman sebagai ungkapan damai.
Thaba>thaba>i seperti dikutib M. Quraish Shihab menilai ucapan
Ratu Balqis: “aku akan mengirim kepada mereka hadiah”, tanpa menyebut
nama Nabi Sulaiman as., sebagai salah satu cara yang biasa ditempuh para
penguasa untuk menampakkan wibawa dan keangkuhan. Mereka enggan
menyebut nama dan cukup mengisaratkan atau menunjuknya.23 Ulama’
tafsir salaf mengatakan bahwa hadiah yang diberikan oleh Ratu Balqis
kepada Nabi Sulaiman sangatlah besar jumlahnya berupa emas, permata,
21Kementrian Agama,Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7.200.
mutiara dan lain-lain.24 Mujahid dan Sai’id ibnu Jubair serta selain keduanya mengatakan bahwa Balqis mengirimkan pelayan-pelayan wanita
yang berpakaian pelayan laki-laki, dan pelayan laki-laki yang berpakaian
pelayan wanita. Lalu Ratu Balqis berkata, “Jika Sulaiman mengetahui hal
itu, berarti dia adalah seorang Nabi”. 25 dan benar Nabi Sulaiman mengetahui hal tersebut dan memerintahkan agar pelayan itu berwudhu.
Maka pelayan wanita menuangkan air ke tangannya sedangkan pelayan
laki-laki mencedokkan tangannya ke air. Melalui hal tersebut Nabi
Sulaiman dapat membedakan mereka.26
Setelah datang utusan Ratu Balqis di Kerajaan Nabi Sulaiman
dengan membawa hadiah membuat Nabi Sulaiman tersinggung, lantas
memerintahkan mereka untuk kembali kepada Ratu Balqis. An-Naml:
36-37.
)
(
)
(
Maka ketika para (utusan itu) sampai pada Sulaiman, dia (Sulaiman) berkata, “Apakah kamu akan memberi harta kepadaku? Apa yang Allah berikan kepadaku lebih baik dari pada apa yang Allah berikan kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. Kembalilah kepada mereka! Sungguh, kami pasti akan mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka tidak mampu melawannya, dan akan kami usirmereka dari negeri itu (Saba’) secara terhina dan mereka akan menjadi (tawanan) yang hina dina.”27
24Ibnu Kasir,Tafsir al-Qur’a>n al-A z}i>mjuz 19,terj. Bahrul Abu Bakar. 293. 25Ibid,.294.
26Ibid,.294.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh ratu Balqis sebagai pemimpin
yang mendapatkan ancaman perang dari kerajaan lain adalah dengan
mengirimkan hadiah, Balqis mengetahui bahwa hadiah itu bisa melembutkan
hati, menawarkan persahabatan dan cinta kasih, serta dapat mencegah
terjadinya peperangan.28 Balqis merupakan pemimpin yang tidak menyukai
peperangan dan lebih mengutamakan perdamaian.
Nabi Sulaiman menganggap hadiah yang dikirim oleh utusan
pemimpin Saba’ itu sebagai sogokan agar terlepas dari seruan dakwahnya.
Tentu hadiah yang dibawa oleh utusan Ratu Balqis tersebut merupakan
barang-barang mahal yang layak diberikan seorang Ratu pada seorang Raja.
Namun bagi Nabi Sulaiman barang hadiah yang diberikan kepadanya itu tidak
ada nilainya dibandingkan anugerah keimanan yang diberikan oleh Allah
SWT.
Sikap Nabi Sulaiman menolak pemberian hadiah yang dibawa oleh
utusan Ratu Balqis menunjukkan pemimpin yang bersikap benar tidak mau
menerima sesuatu yang tidak menjadi tujuannya. Karena niat Nabi Sulaiman
adalah dakwah menyerukan agama Allah maka tidak ada yang dapat
menggantikan seruan tersebut bahkan dengan hadiah melimpa ruah sekalipun.
Pada ayat-ayat lalu diterangkan peristiwa Nabi Sulaiman bersama
dengan burung Hud-hud yang pergi ke negeri Saba’ tanpa meminta izin
terlebih dahulu. Karena burung Hud-hud dapat membuktikan bahwa
kepergiannya itu adalah untuk urusan yang penting dan bermanfaat bagi
Sulaiman sebagai seorang raja sekaligus nabi maka Sulaiman tidak
menghukumnya. Pada ayat-ayat berikut ini diterangkan pula karunia lain yang
telah dilimpahkan oleh Allah kepada nabi Sulaiman yakni dapat memindahkan
singgasana ratu Saba’ dengan perantara orang yang berilmu dalam sekejap
saja.29
Setelah para utusan ratu Balqis kembali ke negeri Saba’ dan
memberitahukan apa yang dikatakan nabi Sulaiman kepada ratu, maka Balqis
berfikir penolakan itu merupakan ancaman baginya dan untuk mengetahui
kebenaran dari seruan nabi Sulaiman ia memutuskan untuk datang
menemuinya. Ratu Balqis berkata “Sungguh, demi Allah aku mengetahui
bahwa ia bukan seorang raja. Kita tidak memiliki kekuatan untuk
melawannya, dan kita tidak boleh menyombongkan diri sedikitpun
terhadapnya. Aku telah menetapkan akan datang kepada Sulaiman bersama
pembesarku untuk melihat siapa sebenarnya Sulaiman dan agama apa yang ia
serukan kepada kami”.30
29Kementrian Agama,Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7.206.
Sebelum pergi menemui Sulaiman, ratu Balqis memerintahkan agar
singgasana yang biasa dipakai duduk olehnya diamankan. Singgasana yang
terbuat dari emas dan dihiasi batu yaqut, zubarjad serta mutiara itu disimpan
di bagian terdalam dari tujuh ruang yang berlapis-lapis’ masing-masing ruang
dikunci pintunya. Dan Balqis berkata kepada petugas yang menjaga
singgasana itu selama ia pergi, “Jagalah singgasana kerajaanku ini dengan
segenap kekuatan dan fasilitas yang ada padamu, jangan biarkan seorang
manusiapun masuk ke dalamnya dan sekali-kali kamu perlihatkan kepada
seorangpun sebelum aku kembali.”31
Mengetahui ratu Saba’ dan pasukannya akan datang nabi Sulaiman
lantas mengumpulkan bala tentaranya yang terdiri dari jin dan manusia lalu
berkata kepada mereka, an -Naml: 38-41
)
(
)
(
Dia (Sulaiman) berkata, “Wahai para pembesar! Siapakah diantara
kamu yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku menyerahkan diri?” Ifrit dari golongan jin berkata, “akulah yang akan membawanya kepadamusebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu; dan sungguh, aku kuat melakukannya dan dapat dipercaya.”
Nabi Sulaiman memiliki rencana dalam menyambut Ratu Balqis di
Kerajaannya, ia mengumpulkan para pembesar dan bertanya “siapa yang
sanggup membawa singgasana ratu Balqis?” rencana itu tidak lain untuk
memperlihatkan kekuatan mukjizat yang luar biasa, agar hati ratu Balqis
tertuntun kepada keimanan kepada Allah dan tunduk kepada dakwah Nabi
Sulaiman. 32 Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Zaid; “Sulaiman AS
bermaksud menunjukkan kepada Balqis kemampuannya yang merupakan
anugerah dari Allah, dan menjadikannya petunjuk akan kenabiannya dengan
mengambil singgasana Ratu dari kerajaannya tanpa pasukan dan
peperangan.33
Menjawab pertanyaan nabi Sulaiman, Ifrit dari golongan jin berkata;
“Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu sebelum kamu
berdiri dari tempat dudukmu”. Yakni di majlis tempat dia menetapkan
keputusannya. Namun nabi Sulaiman men