• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN HADIS TENTANG DIPERBOLEHKANYA MENJAMA’ SHALAT DALAM KEADAAN MUQIM (TELAAH MA’ANIL HADIS DENGAN PENDEKATAN SOSIO-HISTORIS - Institutional Repository of IAIN Tulungagung REVISI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAHAMAN HADIS TENTANG DIPERBOLEHKANYA MENJAMA’ SHALAT DALAM KEADAAN MUQIM (TELAAH MA’ANIL HADIS DENGAN PENDEKATAN SOSIO-HISTORIS - Institutional Repository of IAIN Tulungagung REVISI BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

“Shalat” dalam pengertian bahasa Arab, secara etimologi berarti adalah : Do’a memohon kebajikan dan pujian.1 Hal ini dapat diartikan bahwa

shalat Allah SWT kepada Nabinya ialah pujian Allah kepada Nabinya. Sebagaimana terkandung dalam firman Allah dalam QS. At-Taubat :103 dan QS. Al-Ahzab :56

مهل نكس كتولص نا مهيلع لصو

“Dan bershalatlah atas mereka,karena sesungguhnya shalatmu (do’a mu) itu menenangkan dan menentramkan mereka.” (QS. At-Taubat 103)2

يبنلا ىلع نولصي ةكئ لمو هللا نإ

“ Bahwasanya Allah dan para Malaikatnya bershalawat atas Nabi (memuji akan Nabi)” (QS Al Ahzab 56)3

Menurut Hasbi Ash Shiddieqy,4 ta’rif shalat sebagaimana yang telah

dirumuskan oleh ahli fiqh dalam buku buku fiqh adalah :

طئارشب اهب دبعتي ميلستلاب ةمتتخم ريبكتلاب ةحتتفم لاعفأو لاوقأ

ةصوصخم

1 Adib Bisri dan Munawwir A.F, Kamus al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progesif, 1999), hal. 416

2 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: Karya Toha Putra, 1995), hal. 298

3 Ibid.,hal. 678

4 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Shalat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hal. 62

(2)

“Beberapa ucapan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbirotul ihrom, diakhiri dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah menuru syarat yang telah ditentukan”

Perlu diketahui dengan tegas bahwa ta’rif yang disampaikan oleh ahli fiqh di atas adalah ta’rif yang mengenai bentuk lahir shalat saja atau bentuk shalat yang tampak oleh mata kita. Shalat menurut pengertian di atas merupakan suatu bentuk perwujudan ibadah bagi umat Islam yang sudah terkonsep secara terperinci, baik dari segi teoritis maupun praktis. Hal ini terlihat dari ucapan ucapan, perbuatan perbuatan yang sudah yang ada, dan semuanya itu telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sebagaimana sabda Nabi:

يلصأ يناومتيأر امك اولص

5

Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat.” (HR. Jama’ah)

Sebagaimana hadis diatas, beliau (Nabi) sangat khawatir kepada umatnya, tidak mampu melakukan shalat seperti yang pernah dikerjakan. Tentunya Nabi dalam melakukan shalat tidak hanya sekedar jungkar jungkir tanpa mempunyai makna yang berarti dalam kehidupannya, sehingga secara teori dengan jelas diterangkan bahwa shalat adalah tiang agama dan sebagai penentu seluruh amal perbuatan seseorang.

(3)

Sedangkan bentuk shalat sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Karim Nafsin dalam pendahuluan bukunya yang berjudul Menggugat orang shalat antara konsep dan realita, ada dua yaitu shalat struktural dan shalat fungsional.6

Shalat yang berbentuk struktural yaitu shalat wajib yang dilakukan lima kali sehari semalam, yaitu shubuh, zuhur, ashar, magrib dan isya’, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Adapun di luar itu bersifat sunnah, baik yang muakkad maupun sunah biasa. Shalat struktural merupakan bentuk shalat yang bersifat vertikal, yaitu hablum minallah (hubungan manusia dengan Allah swt) . Sedangkan pokok utama dari shalat struktural ada tiga yaitu : wudhu, shalat dan do’a.7 Ketiganya merupakan satu paket

yang harus dilakukan secara utuh.

Sementara itu shalat fungsional bersifat horisontal, yaitu hablum minannas (hubungan antara manusia dengan manusia) dan termasuk jenis ibadah ghairu mahdah. Pengertian shalat fungsional ialah mengfungsikan nilai nilai shalat struktural ke dalam seluruh aktivitas yang dilakukan di luar shalat struktural. Adapun bentuknya berupa seluruh aktivitas apa saja yang dilakukan selain shalat struktural, misalnya makan, mencari ilmu, bekerja, berpakaian, bersilaturrahmi dan lain sebagainya.8

6 Abdul Karim Nafsin, Menggugat Orang Shalat Antara Konsep dan Realita. (Mojokerto: Al-hikmah, 2005), hal. 5

(4)

Sedangkan ta’rif yang dikemukakan oleh ahli hakikat mengenai shalat menurut Hasby ash shiddieqy adalah:

لمممعلاوأ لوقلاب دوبعملا ىلا راقتفاو ةجاحلا راهظا اةلصلا ةقيقح

امهيلكب وأ

“Hakikat shalat adalah,melahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah, dengan perkataan dan perbuatan atau kedua duanya”

Harus dimaklumi bahwa melahirkan hajat baik dilahirkan dengan perbuatan atau sikap keadaan, berarti kita mengharap sesuatu yang kita hajati, dengan kata lain kita memohon suatu anugerah dan nikmat atau kita mengharap supaya terhindar dari kesusahan dan bahaya.

Dalam menta’rifkan shalat ahli ma’rifatpun tidak ketinggalan, ta’rif yang dikemukakan ahli ma’rifat lebih kepada ruhnya shalat atau jiwa shalat. Yaitu:

هيدمي نمميب ع وممشخلاو بلقلامب هممللا ىملا هجوتلا اةلصلا حور

ءانثلاو ءاعدلاو ركذلا يف بلقلا روضح عم هل اصلاخلاو

“Ruh shalat ialah berharap kepada Allah SWT dengan sepenuh jiwa dengan segala khusyu’ dihadapanNya dan berikhlas bagiNya serta keadaan hati berdzikir, berdo’a dan memuji”.

(5)

mencapainya. Shalat mencerminkan pengenalan manusia kepada Allah dan pelaksanaan hak hak uluhiyahNya.9

Dari sekian banyak ta’rif shalat yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan menjadi satu ta’rif yang mencakup segala ta’rif diatas (mencakup bentuk shalat yang tampak, yang menggambarkan hakikat shalat dan menggambarkan ruh (jiwa shalat) yaitu: Berhadap hati (jiwa) kepada Allah SWT dengan sepenuhnya yang dapat menimbulkan rasa takut, menumbuhkan rasa kebesaranNya dan kekuasanNya dengan hati yang khusyu’ dan ikhlas didalam beberapa perbuatan dan perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.10

1. PENGERTIAN SHALAT JAMA’

Jama’ berakar kata dari jama’a, yajma’u, jam’an, yang berarti kumpul atau bergabung. Secara terminologi shalatjama adalah dua shalat yang dikerjakan bergantian dalam satu waktu. Dalam buku yang berjudul

Tuntunan Safar karya Alimin Koto El- Maid, shalat jama’ diartikan menggabungkan antara shalat zuhur dan shalat ashar atau antara shalat maghrib dan shalat isya’ dalam sebuah perjalanan berjarak safar (89km).11

Maksudnya, dua buah shalat dari shalat lima waktu itu dikerjakan dalam waktu saja. Misalnya: antara shalat zuhur dan ashar dikerjakan pada waktu zuhur saja atau dikerjakan pada waktu ashar saja.

(6)

Penggabungn shalat jama’ yaitu antara shalat zuhur dan shalat ashar atau antara shalat maghrib dan shalat isya’. Itu sudah merupakan ketentuan yang sudah disepakati ulama. Tidak boleh menggabungkan dua shalat lainnya, misalnya Subuh dengan Zuhur , Ashar dengan Maghrib, atau Isya’ dengan Subuh.

2. MACAM MACAMNYA SHALAT JAMA’

Macam dari shalat jama’ ini ada dua, yaitu jama’ taqdim dan

jama’ ta’khir. (i) Jama’ taqdim ialah jika kedua shalat yang dilakukan dengan jama’ dikerjakan pada waktu yang pertama, misalnya shalat zuhur dan shalat ashar dikerjakan di waktu zuhur atau antara shalat maghrib dan shalat isya’ dikerjakan di waktu maghrib. Shalat jama’ taqdim

mempunyai syarat yang harus di penuhi bagi yang melaksanakannya, antara lain:

a. Adanya niat untuk melaksanakan shalat jama’ taqdim pada awal shalat yang pertama, yaitu pada awal shalat Zuhur atau Maghrib. Namun dalam pendapat ulama Syafi’i lainnya, niat tersebut boleh saat pertengahan ataupun selesai shalat yang pertama.

b. Tertib. Hendaklah shalat Zuhur atau Maghrib yang didahulukan, bukan Ashar dan Isya’.

c. Al-Muwalat, yaitu antara dua shalat yang digabung tidak boleh dibatasi oleh batasan yang panjang. Sedangkan bila hanya dibatasi oleh adhan, iqamah, atau bersuci termasuk mencari air untuk bersuci, maka hal itu diperbolehkan.

(7)

e. Mushalli12 harus berada dalam waktu yang pertama, yaitu Zuhur

atau Maghrib secara yakin sampai pada shalat yang kedua.

Sedangkan (ii) jama’ ta’khir adalah jika kedua shalat yang dilakukan dengan jama’ dikerjakan pada waktu yang kedua. Yaitu dikerjakan diwaktu Ashar atau Maghrib. Seperti halnya jama’ taqdim, shalat jama’ ta’khir juga mempunyai syarat syarat yang apabila dilanggar shalatnya tidak sah. Syarat jama’ ta’khir antara lain:13

a. Niat melakukan jama’ ta’khir sebelum habisnya waktu yang pertama, walaupun waktu itu kira kira cukup untuk melakukan satu rakaat saja.

b. Jika shalat tersebut dilakukan oleh seseorang yang sedang menempuh perjalanan (musafir), maka ia harus harus dalam keadaan safar atau sebab jama’ sampi selesainya shalat yang kedua. Misalnya, jika setelah selesainya shalat Ashar, ternyata sudah menjadi mukim atau sudah sampai di negeri aslinya, maka shalat Zuhur yang ia laksanakan tidak dinamakan jama’ melainkan shalat qada’.

Sedangkan keadaan tertib tidak disyaratkan dalam jama’ ta’khir, hal ini berarti boleh memulai shalatnya dengan shalat Zuhur atau Ashar.

Muwalat disini juga tidak disyaratkan karena keduanya adalah shalat yang berbeda dimana shalat yang pertama adalah shalat yang ketinggalan bersama shalat yang diwaktunya.

3. ALASAN YANG MEMBOLEHKAN SHALAT JAMA’

12 Mushalli yaitu orang yang melakukan shalat

(8)

Shalat jama’ merupakan suatu keringanan yang diberikan Allah swt. kepada umat Islam. Berbagai sebab atau alasan umat Islam boleh melakukan shalat jama’, sesuai ketentuan yang sudah disepakati mayoritas ulama (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) antara lain:14

a. Sewaktu di Arafah dan Muzdalifah (pada waktu musim haji). b. Saat sedang dalam perjalanan atau safar (89km).

c. Saat terjadi hujan lebat sehingga mengancam jiwa dan harta, begitu juga turun salju dan cuaca dingin.

4. BERBAGAI PENDAPAT ULAMA TENTANG SHALAT JAMA’

Dalam masalah menjama’ shalat pada umumnya terdapat perbedaan pendapat antara ulama15:

a. Semua imam (madhab empat) membolehkan menjama’ shalat antara Zuhur dan Ashar dengan jama’ taqdim di Arafah dan antara Maghrib dan Isya’ di Muzdalifah, dan merupakan sunnah bagi orang yang sedang berhaji.

b. Menurut Ulama Hanafiah hanya dua tempat yang tersebut diatas dibolehkan jama, selain itu tidak boleh.

c. Tiga Imam selain Hanafi membolehkan menjama’ selain dua tempat diatas dan bukan diwaktu haji.

d. Bahwa tiga Imam berpendapat boleh menjama’ diwaktu safar, tapi ulama Syafi’i dan Hambali mensyaratkan bahwa safar itu adalah

14Ibid., hal.221

(9)

safar yang membolehkan mengqasar shalat, sedang ulama Maliki tidak mensyaratkan.

e. Bahwa tiga Imam berpendapat boleh jama’ karena hujan. Tapi hanya jama’ taqdim saja menurut Syafi’i dan Maliki. Adapun Maliki mengkhususkan waktu maghrib dan Isya, sedangkan Syafi’i membolehkan semuanya. Dalam pada itu Hambali membolehkan magrib dan isya saja baik taqdim maupun ta’khir.

f. Bahwa Maliki dan Hambali membolehkan jama’ sebab sakit, sedangkan Syafi’i sama sekali tidak membolehkan jama’ sebab sakit.

g. Hanya Hambali yang membolehkan jama’ bagi orang yang mempunyai uzur.

Terkait dengan jama’ shalat dalam keadaan mukim, Madzhab Syafi’i membolehkan jika keadaan hujan. Madzhab Hanafi membolehkan jika sedang berhaji. Madhab Maliki membolehkan jika dalam keadaan hujan dan sakit. Madhab Hambali membolehkan jika dalam keadaan sakit, hujan, takut, uzur. 16 Sedangkan madzhab Ja’fari membolehkan

menjama’ dalam keadaan apapun, mereka menyebutnya ada waktu tersendiri antara zuhur dan ashar juga maghrib dan isya’ yaitu dengan

(10)

istilah waktu musytarak.17 Makanya penganut madzhab Syiah Ja’fariah

biasa melakukan shalat dengan jama’ walaupun dirumah rumah mereka.18

B. DASAR HUKUM MENDIRIKAN SHALAT

Shalat merupakan landasan pokok hubungan manusia dan merupakan aktualisasi makna iman yang bersemayam didalam qalbu pelakunya. Dengan shalat, dari awal hingga akhir dapat mengingat Allah, RasulNya, hari kiamat dan petunjuk menuju kebahagiaan. Disamping itu shalat merupakan perwujudan yang nyata dari keimanan kepada masalah yang gaib. Karena itu shalat sebagai bukti keimanan, meninggalkannya berarti kekufuran.19

Shalat sebagai bagian dari rukun islam yang paling utama setelah syahadat. Banyak orang yang mengartikan bahwa shalat adalah bentuk dari “sembahyang “ yang dilakukan umat islam. Hal itu tidak bisa dipungkiri karena didalamnya terdapat berbagai macam gerakan dan bacaan sebagai proses ritualnya.

Sebenarnya dasar perintah untuk melaksanakan shalat adalah juga dasar perintah ibadah pada umumnya, yaitu firman Allah:

نودبعيل لا سنلاو نجلا تقلاخامو

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi pada-Ku”. (QS. Al Dzariyat 56)20

17 Muhammad Jawad Mughniah, Fiqh Lima Mazhab..., hal. 75

18Musa al Musawi, Meluruskan Penyimpangan Syiah, (Jakarta: QALAM, 1995), hal. 199 19 Said Hawwa, al Islam, (Jakarta: Al I’tisom Cahaya Umat, 2004), hal. 167

(11)

Akan tetapi perintah yang terdapat dalam ayat diatas masih bersifat global. Tentunya dalam Al-Qur’an (kitab suci umat islam ) banyak sekali memuat dasar hukum yang khusus memerintahkan umat islam untuk shalat. Shalat merupakan salah satu rukun islam yang menjadi tiangnya agama dan harus dilaksanakan oleh setiap umat islam baik laki laki maupun perempuan, tua muda, miskin kaya, dalam keadaan apapun, asalkan sudah memenuhi syarat wajib hukumnya melaksanakan shalat. Dalam Al Qur’an pun banyak terdapat dalil dalil yang fokus mewajibkan umat islam melaksanakan shalat. Diantaranya :

Dalam QS Al Baqarah ayat 43

نيعكارلا عم اوعكراو اةاكزلااوتاو اةولصلااوميقاو

“Dan dirikanlah olehmu akan shalat, dan berikanlah olehmu akan zakat, dan ruku’lah kamu beserta orang orang yang ruku’”21

Dalam QS Al Ankabut ayat 45

ركنملاو ءاشخفلا نع ىهنت اةولصلا نإ اةولصلا مقاو

“Dan dirikanlah olehmu akan shalat, karena sesungguhnya shalat itu mencegah kita dari berbuat keji dan mungkar”22

Dalam QS Al Baqarah ayat 238

نيتناق هللاوموقو ىطسولا اةولصلاو تاولصلا ىلعاوظفاح

“Pelihara baik baik olehmu akan segala shalat dan shalat wusthaa (shalat yang paling baik) dan berdiri tegaklah kamu untuk Allah(hal keadaan kamu)kekal dalam khusyu’”23

(12)

Dalam QS An Nisa ayat 103

نينمؤممملا ىمملع تناممك اةولممصلا نإ اةولممصلااوميقاف متننأمطااذاف

اتوقوم اباتك

Maka apabila kamu telah jauh dari kesulitan atau tenang tentram dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu fardhu yang telah diwaktu waktukan atas segala orang beriman”24

Dari ayat ayat di atas semuanya memerintahkan untuk shalat. Selain dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an, sumber hukum bagi umat Islam yang kedua (hadis) juga banyak yang mengandung perintah kepada umat islam untuk mengerjakan shalat, antara lain diriwayatkan oleh ahmad bin Hambal :

لممببقت تلبق ناف هتلص ةمايقلا موي دبعلا هب بساحيام لوا

هلمع رئاس هنع دبر تدبر ناو , هلمع رئاس هنع

25

“Amal seseorang hamba yang pertama kali dipertanyakan pada hari kiamat nanti adalah shalat. Jika shalatnya baik maka baik pula seluruh amalnya dan jika shalatnya rusak maka rusak pula seluruh amalnya.”( HR. Ahmad)

Hadis diatas dengan jelas menerangkan bahwa amal seseoarang nanti dihari pembalasan yang dipertanyakan pertama kali adalah shalatnya, dan ibadah shalat adalah sebagai penentu semua catatan amal ibadah kita. Meskipun anak kecil yang belum memenuhi syarat tidak diwajibkan melaksanakan shalat, tapi bagi orang tuanya hendaklah memprioritaskan pendidikan tentang shalat agar nantinya si anak sudah terbiasa dengan shalat

24 Ibid., hal. 138

(13)

dan mau melakukan shalat rutin setiap hari. Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Amir bin Syu’aib, Rasulullah bersabda :

اذإ اممهيلع مهوبرممضاو ,اعبممس اوممغلب اذإ اةلصلاب مكدلوأاورم

عجاضملا ىف مهنيب اوقرفو ,ارشعاوغلب

26

Hadits diatas menerangkan bahwa bagi orang tua yang mempunyai anak yang sudah berumur 7 tahun harus diajari dan disuruh tentang shalat (bila mampu, jika tidak mmpu disekolahkan madrasah atau memanggil guru ngaji untuk mengajarinya tentang shalat), dan jika sudah berumur 10 tahun tetapi tidak mau mengerjakan shalat maka anak tersebut boleh dipukul (pelan), dan kamar tempat tidur mereka (antara anak laki laki dan perempuan) harus terpisah, tidak boleh jadi satu.

C. WAKTU-WAKTU SHALAT

Dalam mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam, ada waktu waktunya sendiri dan tidak bisa melaksanakan shalat fardhu sebelum masuk pada waktunya. Allah berfirman :

اتوقوم اباتك نينمؤملا ىلع تناك اةولصلا نإ

“Bahwasanya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas segala orang yang beriman.” (QS. An Nisa : 103 )

(14)

Mengenai waktunya kapan shalat lima waktu itu, secara terperinci diterangkan oleh Rasulullah saw. lewat hadisnya.27

1. Waktu Shalat Zuhur

Ialah dimulai semenjak dari matahari tergelincir dari titik kulminasinya, yaitu apabila bayang bayang seseorang atau sesuatu benda berdiri tegak lurus sudah mulai condong, hingga tampak bayangan seseorang atau benda panjangnya sama dengan aslinya, dan bayangan itu mengarah kesebelah timur.28

Para ulama madzhab sepakat bahwa shalat itu tidak boleh dikerjakan sebelum masuk waktunya, dan juga sepakat bahwa apabila matahari telah tergelincir berarti waktu Zuhur telah masuk, hanya mereka berpendapat tentang batas ketentuan waktu ini dan sampai kapan waktu shalat itu berakhir.29

Syafi’i dan Maliki : Batasan ini hanya berlaku khusus bagi orang yang memilihny, sedangkan bagi orang orang yang terpaksa maka waktu dhuhur itu sampai bayang bayang ( benda ) lebih panjang dari benda. 2. Waktu Shalat Ashar

Ialah semenjak tinggi bayang bayang suatu benda sama dengan tinggi bendanya hingga terbenamnya matahari.30

27Hasby ash Shidieqy, Pedoman Shalat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996), hal.118 28Zakiyah Darajat, et. all., Ilmu Fiqh, (Jakarta : P3SPTA, 1983), hal. 90

(15)

Imamiah : Jika panjang bayangan itu sudah dua kali benda tersebut maka waktu ashar sudah masuk, dan itu yang paling utama.31

Maliki : Ashar memiliki dua waktu, ikhtiari dan idhthirari.

Ikhtiari dimulai dari lebihnya bayang bayang suatu benda dai benda tersebut sampai matahari tampak menguning. Sedangkan idhthirari, dimulai dari matahari yang tampak menguning sampai terbenamnya matahari.

Hambali : jika suatu bayang bayang lebih panjang dua kali dari benda tersebut, maka boleh mendirikan shalat ashar sampai terbenamnya matahari, tetapi oarang tersebut berdosa dan diharamkan sampai mengakhirkannya waktu tersebut. Madzhab madzhab yang lain tidak sependapat dengan pendapat diatas

Hanafi dan Syafi’i : waktu ashar dimulai dari lebihnya bayang bayang suatu benda dengan benda tersebut hingga terbenamnya matahari.32

3. Waktu shalat Maghrib

Ialah dimulai dari terbenamnya matahari hingga hilangnya cahaya merah disebelah barat (jawa; mego abang).33

31 Muhammad Jawad Mughniah, Fiqih Imam Ja’far Shadiq, (Jakarta : lentara, 2009), hal. 173

(16)

Maliki : sesungguhnya waktunya sangat sempit, dimana waktunya hanya cukup untuk mendirikan shalat maghrib, itu termasuk adzan dan wudhu.

Imamiah : sama seperti imam Maliki, setelah itu antara maghrib dan isya’ adalah waktu musytarak (penggabungan) antara shalat maghrib dan isya’, makanya mereka membolehkan melaksanakan shalat pada waktu ini (musytarak) .34

4. Waktu Shalat Isya’

Ialah dimualai dari hilangnya syafaq (mega merah) hingga terbit fajar. An Nawawi menjelaskan bahwa batas waktu shalat isya’ sampai pertengahan malam, yaitu batas waktu yang utamanya. Sedangkan batas akhir waktu yang dibolehkan, yaitu sampai dengan terbitnya fajar.

Imamiah : waktu isya’ hanya khusus dari akhir separo malam (kalau malam dibagi menjadi dua bagian) sampai diperkirakan dapat melaksanakannya.35

5. Waktu Shalat Shubuh

Ialah mulai terbitnya fajar shadiq (garis yang melintang dari selatan keutara dikaki langit sebelah timur) hingga terbitnya matahari. Semua ulama madzhab sepakat kecuali Maliki.

(17)

Maliki : Shubuh ada dua, pertama ikhtiar (memilih), yaitu terbitnya fajar sampai terlihatnya wajah orang yang kita pandang; sedangkan yang kedua adalah idhthirari (terpaksa) yaitu dari terlihatnya wajah sampai terbitnya matahari.36

Sebenarnya semua waktu shalat berakhir apabila telah masuk waktu shalat yan lain, ketentuan ini dikecualikan bagi shalat shubuh, karena ada dalil yang menunjukkannya.

Apabila seseorang mendapati shalat diakhir waktunya, baru mengerjakan satu rakaat saja sudah kehabisan waktu (masuk waktu shalat yang lain), kepadanya diberi perpanjangan waktu sekedar untuk menyelesaikan shalatnya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi yang berbunyi :

اةلصلا كردا دقف اةلصلا نم ةعكر كردا نم

Barang siapa telah mendapatkan satu rakaat dari suatu shalat (didalam waktunya) berarti ia telah mendapatkan shalat itu seluruhnya.” HR Jamaah dari Abu Hurairah.37

Jadi betapapun shalat bagian dari bentuk ibadah mahdoh yang utama. Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai macam kemudahan kemudahan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada pelakunya.

Referensi

Dokumen terkait

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika IPA, 2013

So in this work we study BSDEs with two reflecting barriers driven by a Brownian motion and an independent Poisson measure.. This is the natural extension of Hamad`ene &

Dari hal tersebut, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang Beriman, Sejahtera dan Bermutu sesuai visi dan misi kabupaten Lombok tengah, maka fokus pembangunan di arahkan

/ari segi kewangan pihak perniagaan AIN akan "enggunakan wang hasil peneangan pokok getah erusia 1 tahun seagai "odal per"ulaan.. -an&angan

Perancangan Aplikasi Evaluasi Kinerja Berdasarkan Kerangka Kerja TOGAF ADM Untuk Membangun Tata Kelola Teknologi Informasi ( N. Tri Suswanto Saptadi, Hans Christian Marwi

After analyze the data, the writer found several findings based on the analysis rhetorical messages of character building and kinds of short functional texts in

Pada perancangan PLTS ini menggunakan beban baterai 50 Ah/12 V sehingga apabila pengisian penuh dapat menyimpan daya sebesar 600 Wh. Dengan perhitungan efisiensi