113 BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan
Majelis Rakyat Papua adalah lembaga daerah provinsi papua yang baru pasca
diberlakukan UU Otsus Papua, yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan DPRP
dan Gubernur. Menurut UUD 1945 pasca Perubahan Keempat Tahun 2002, dalam struktur
kelembagaan Indonesia diakui dan dihormati satuan-satuan daerah yang bersifat khusus dan
istimewa Pasal 18B ayat (1). Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua
sama-sama merupakan pelaksana cabang lembaga perwakilan daerah provinsi papua yang
terpisah dari cabang-cabang lembaga daerah lain yaitu Gubernur (eksekutif daerah).
Kedua lembaga ini berkdudukan hukum di Ibu Kota Provinsi Papua (Jayapura), hanya
saja struktur dan organ kedua lembaga ini terpisah dan berbeda satu sama lain. Perekrutan
anggota DPRP melalui Partai Politik sedangkan MRP perekrutan anggotannya melalui
perwakilan agama, adat dan perempuan, DPRP mempunyai fungsi legislasi, fungsi
pengawasan, anggaran, sedangkan MRP hanya mempunyai fungsi pengawasan dan fungsi
perwakilan. MRP dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya hanya berkaitan dengan
hak-hak asli orang papua, yaitu melindungi, menyalurkan untuk memenuhi keinginan masyarakat
asli papua, sedangkan DPRP lebih kepada perlindungan kepentingan umum masyarakat
papua.
Sebagai organ daerah yang mejalankan fungsi perwakilan berkaitan dengan
perlindungan hak-hak asli orang papua, MRP bersifat independen baik secara struktural
maupun fungsional, untuk mendukung idenpedensinya oleh UUD 1945 diatur melalui Pasal
114 dengan lembaga daerah lainnya sebagai satu kesatuan dalam pemerintahan daerah privinsi
papua.
Dalam UU Otsus, dalam hal legislasi MRP dapat dilihat dalam Pasal 20 ayat (1) huruf
f dan g dan Pasal 8 ayat (1) huruf f sedangkan pada pemerintah daerah Pasal 14 huruf g.
Didalam Pasal-pasal tersebut terlihat kewenangan menyusun dan mengajukan suatu peraturan
khusus terletak pada DPRP dan Pemerintah Daerah Pasal 20 huruf c dan Pasal 29 ayat (1).
Demikian pula di dalam PP No.54 Tahun 2004 tentang MRP, dalam tugas dan
wewenang MRP, Pasal 36 huruf b dan Pasal 38 tidak memberikan kedudukan kepada MRP
dalam menjalankan fungsi legislasi. Perdasus No. 4 Tahun 2004 tentang pelaksanaan tugas
dan wewenang MRP dalam Pasal 2 sama dengan peraturan yang diatasnya. Hal tersebut
mengakibatkan peran MRP terbatas.
Kelemahan dalam Kewenangan legislasi bagi MRP tidak terlihat dalam hal
pengasawan yang dilakukan oleh MRP dalam pelaksanaan Otsus Papua. Dalam UU Otsus
Papua dapat terlihat dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 29, Pasal 38, Pasal 40
dimana MRP dapat menjalankan perannya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan Otsus
Papua. PP MRP yang mana dapat dilihat dalam Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal
41, Pasal 42 dan Pasal 43. Semua pasal-pasal tersebut lebih ditujukan pada perlindungan
orang asli Papua. Dalam Perdasus dapat dilihat dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 14 dan
Pasal 18.
B. Saran
Harapan kedepan tersebut dapat melihat apa yang telah terjadi selama MRP hadir sebagai
115 1. Mengajukan Perubahan dalam UU Otsus yang berhubungan dengan peran dan fungsi
MRP dalam hal legislasi.
Dengan dirubahnya fungsi legislasi dimana berdasarkan peraturan perundangan DPRD yang mempunyai hak dan kewenangan dalam membuat serta mengusulkan Perdasus. Dirubah dengan memberikan kewenangan tersebut juga ada di dalam kewenangan MRP menyangkut fungsi legislasi dalam mengajukan, mengusulkan dan membuat Peraturan khusus.
2. Dengan beban kerja yang besar, MRP harus memiliki tim asistensi yang dapat membantu
kinerja MRP dalam hal regulasi, pengawasan dan menyampaikan aspirasi dari masyarakat
kepada pemerintah daerah. Tim asistensi tersebut terdiri dari tokoh-tokoh papua dan juga
akademisi sehingga ada keseimbangan dalam memberikan masukan kepada MRP dalam
bertindak.
3. MRP memerlukan dukungan dari lembaga-lembaga lain yang dapat mendukung kinerja
MRP. Dilihat dari MRP merupakan lembaga kultural dengan demikian MRP dapat
membuka ruang terhadap partner kerja seperti Lembaga Adat Papua, Dewan Adat Papua,
Presidium Dewan Papua dan Organisasi-organisasi perempuan dalam memberikan
masukan terhadap MRP dalam mengawal kepentingan masyarakat Papua.
4. Implementasi fungsi MRP sebagai pelindung hak-hak Orang asli Papua harus dielaborasi
dan dicumbukan dengan fungsi-fungsi badan eksekutif dan legislatif baik pada level
pemerintahan provinsi maupun pemerintahan kabupaten/kota. Elaborasi dan cumbuan
dimaksud dapat dilakukan dengan memperbaiki suprastruktur dan infrastruktur politik
secara menyeluruh di Provinsi Papua.
5. Adanya peraturan daerah yang mengatur tentang tingkatan pendidikan dalam pencalonan
anggota MRP, hal ini sangat berguna demi kinerja MRP yang merupakan lembaga yang