TINJAUAN MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PROGRAM
STERILISASI TUBEKTOMI KARENA FAKTOR DEMOGRAFI
DI KABUPATEN LAMONGAN
SKRIPSI
Oleh: Firsty Puji Lestari
NIM: C01212016
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga Surabaya
v
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul Tinjauan Masl{ah{ah Mursalah terhadap Program Sterilisasi Tubektomi Karena Faktor Demografi di Kabupaten Lamongan. Rumusan masalah adalah: Bagaimana pelaksanaan program sterilisasi tubektomi karena faktor demografi di Kabupaten Lamongan? Bagaimana kesesuaian program sterilisasi tubektomi karena faktor demografi di Kabupaten Lamongan dengan masl{ah{ah mursalah?
Penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan secara jelas yang datanya bersumber dari lapangan, dengan teknik interviu, observasi, dan dokumentasi terkait pelaksanaan program sterilisasi tubektomi karena faktor demografi, kemudian di analisis dengan menggunakan teori mas{lah{ah mursalah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Lamongan memberikan pelayanan program sterilisasi tubektomi secara gratis sebagai solusi lajunya pertumbuhan penduduk yang berdampak pada sosial ekonomi, psikologi, dan pendidikan. Program ini dapat menekan jumlah anak, menjaga kesehatan, dapat mengatur jarak kelahiran anak, sehingga tercapailah keluarga saki>nah mawaddah wa rah{mah. Selain itu, kebutuhan jasmani rohani terpenuhi sehingga lahir generasi yang kuat yang terhindar dari kesulitan.
Hasil analisis mas{lah{ah mursalah menunjukkan bahwa pelaksanaan program sterilisasi tubektomi dengan alasan faktor demografi di Kabupaten Lamongan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dalam mengantisipasi bahaya yang akan ditimbulkan telah sejalan dengan tujuan maqa>s{id al-syari>’ah dan mas}lahah} mursalah yaitu terpeliharanya jiwa dan keturunan. Pertama, menjaga keturunan (h}ifz{ al-nas}l) dalam tingkatan h}a>jiyyah, yaitu agar anak terhindar dari kesulitan untuk tumbuh kembang dan pemenuhan hidupnya karena kemampuan orangtua dalam memelihara anak berbeda-beda. Kedua, karena alasan kesehatan, menjaga keselamatan ibu pasca operasi caesar dapat memelihara jiwa (h}ifz{ an-nafs) dalam peringkat h{a>jiyyah, karena cara sterilisasi tubektomi lah yang paling mudah untuk dilakukan dalam mencegah bahaya yang mengancam. Selain itu tingkat kemaslahatan sterilisasi tubektomi lebih besar dibandingkan dengan jenis kontrasepsi yang lain.
Kepada pemerintah Kabupaten Lamongan khususnya badan
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PERSEMBAHAN ... viii
MOTTO ... x
DAFTAR ISI... ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 11
C. Rumusan Masalah ... 12
D. Kajian Pustaka ... 12
E. Tujuan Penelitian ... 14
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14
G. Definisi Operasional ... 15
H. Metode Penelitian ... 17
xii
BAB II : KAJIAN TEORI TENTANG MAQA<S{ID SYARI<’AH DAN
MAS{LAH{AH MURSALAH
A. Maqa>s{id al-Shari>‘ah ... 23
1. Pengertian dan dasar hukum maqa>s{id al-shari>‘ah ... 23
2. Macam-macam maqa>s{id al-shari>‘ah ... 24
3. Pokok-pokok kemaslahatan dalam maqa>s{id al-shari>‘ah. 27 4. Cara memahami maqa>s{id al-shari>‘ah ... 31
5. Hubungan maqa>s{id al-shari>‘ah dengan metode mas{lah{ah mursalah ... 33
B. Mas{lah{ah Mursalah ... 35
1. Pengertian dan dasar hukumnya ... 35
2. Macam-macam mas{lah{ah mursalah ... 37
3. Syarat-syarat dalam kehujahan mas{lah{ah mursalah ... 43
4. Aplikasi mas{lah{ah mursalah dalam kehidupan ... 47
BAB III : PELAKSANAAN PROGRAM STERILISASI TUBEKTOMI KARENA FAKTOR DEMOGRAFI DI KABUPATEN LAMONGAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lamongan ... 50
B. Pelaksanaan Program Sterilisasi Tubektomi di Kabupaten Lamongan ... 52
C. Pelaksanaan Program Sterilisasi Tubektomi karena Faktor Demografi di Kabupaten Lamongan ... 65
BAB IV : ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PROGRAM STERILISASI TUBEKTOMI KARENA FAKTOR DEMOGRAFI DI KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Pelaksanaan Program Sterilisasi Tubektomi karena Faktor Demografi di Kabupaten Lamongan ... 81
1. Pelaksanaan program sterilisasi tubektomi di Kabupaten Lamongan ... 81
xiii
3. Alasan-alasan penggunaan sterilisasi tubektomi ... 86
B. Analisis Mas{lah{ah Mursalah terhadap Faktor Demografi Yang Melatarbelakangi Pelaksanaan Program Sterilisasi Tubektomi di Kabupaten Lamongan ... 91
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 103
B. Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah Penduduk Kabupaten Lamongan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52 2. Pemenuhan Permintaan Masyarakat Peserta KB Baru dan Pencapaian
Peserta KB Aktif Kabupaten Lamongan bulan Januari s/d Desember Tahun 2010 ... 56 3. Pemenuhan Permintaan Masyarakat Peserta KB Baru dan Pencapaian
Peserta KB Aktif Kabupaten Lamongan bulan Januari s/d Desember Tahun 2011 ... 57\ 4. Pemenuhan Permintaan Masyarakat Peserta KB Baru dan Pencapaian
Peserta KB Aktif Kabupaten Lamongan bulan Januari s/d Desember Tahun 2012 ... 58 5. Pemenuhan Permintaan Masyarakat Peserta KB Baru dan Pencapaian
Peserta KB Aktif Kabupaten Lamongan bulan Januari s/d Desember Tahun 2013 ... 59 6. Pemenuhan Permintaan Masyarakat Peserta KB Baru dan Pencapaian
Peserta KB Aktif Kabupaten Lamongan bulan Januari s/d Desember Tahun 2014 ... 60 7. Metode Operasi Wanita Tahun 2014 Kabupaten Lamongan ... 61 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Angka Kelahiran, Kematian, Migrasi ... 65 9. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan
kepadatan penduduk terbesar di dunia dalam periode tahun 2010 setelah
Negara Cina, India, dan Amerika Serikat berdasarkan sensus penduduk Badan
Pusat Statistik tahun 2010 sebesar 237.641.326 jiwa.1 Jumlah ini
diperkirakan akan terus bertambah sehingga diproyeksikan pada tahun 2015
penduduk Indonesia berjumlah 255 juta.2 Isu kependudukan saat ini telah
menjadi isu aktual di Indonesia seiring dengan meningkatnya kompleksitas
dan dinamika kependudukan global.3 Masalah kependudukan yang dihadapi
Indonesia telah mendorong terjadinya perubahan paradigma kebijakan
kependudukan secara mendasar di Indonesia.
Penyebab meningkatnya laju penduduk di Indonesia disebabkan
karena beberapa faktor, di antaranya peningkatan angka kelahiran, umur
panjang, penurunan angka kematian, kurangnya pendidikan, pengaruh
budaya, dan imigrasi. Pertumbuhan alami atau kelahiran, merupakan salah
satu dari sekian faktor yang memicu terjadinya pertumbuhan penduduk
1BPS, ‛Sensus Penduduk‛, dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Demografi_indonesia, diakses
pada, 16 September 2015, pukul 15.35.
2 BPS, ‚Proyeksi Penduduk menurut Provinsi tahun 2010-2035 (Ribuan)‛, dalam
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Demografi_indonesia, diakses pada 16 September 2015, pukul
15.35 WIB.
3 Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Dinamika Kependudukan dan Kebijakan,
2
secara pesat. Kelahiran adalah sebuah proses akhir dari kehamilan yang
sukses sehingga manusia menghasilkan bayi yang dilahirkan.
Tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia memberikan pekerjaan
rumah bagi pemerintah untuk mengatasi problematika tersebut. Jumlah
penduduk Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dari data
Badan Pusat Statistik, pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia sebanyak
205.132.458. jiwa.4 Pada tahun 2005 mencapai 218.869.000 jiwa, dan pada
tahun 2010 jumlah penduduk mencapai 237.641.326 jiwa.5
Salah satu metode yang digunakan pemerintah Indonesia untuk
menekan laju pertumbuhan penduduk saat ini adalah dengan mengadakan
Program Keluarga Berencana, yang selanjutnya disebut dengan KB.
Pelayanan yang diberikan berupa nasihat perkawinan termasuk pemeriksaan
kesehatan calon suami istri, pemeriksaan dan pengobatan kemandulan dalam
perkawinan dan pengatur kehamilan.
Dalam Islam, sejak zaman Rasulullah saw. Keluarga berencana itu
sudah ada yaitu disebut dengan istilah ‘azl atau dalam bahasa kedokteran
sering disebut dengan coitus interuptus yakni menarik zakar dari vagina
tepat sebelum keluarnya mani.6 Dalam hadis disebutkan, Rasulullah saw.
bersabda:
4Wikipedia, ‚Penduduk Indonesia Tahun 2000‛, dalam http://id.mwikipedia.org diakses pada 25
Oktober 2015, pukul 21.38 WIB.
5 BPS, ‛Sensus Penduduk 2010‛, dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Demografi_indonesia,
diakses pada, 25 Oktober 2015, pukul 21.50 WIB.
3
Dari Jabir ra. Ia berkata Rasulullah saw. bersabda: ‛kami pernah
melakukan 'azl pada zaman Rasulullah saw. sedangkan ayat
al-Qur’an masih diturunkan. Dan jika seandainya ada sesuatu yang
dilarang tentu al-Quran melarang kami melakukan perbuatan itu.‛7
Adapun pandangan Islam tentang arti Keluarga Berencana yaitu:
1. Keluarga Berencana harus diartikan sebagai upaya untuk mengatur jarak
kehamilan demi kesejahteraan keluarga atau yang biasa disebut dengan
tanz}i>m al-nasl ( 8
2. Keluarga Berencana tidak boleh dilakukan dengan pengguguran
kandungan juga tidak boleh merusak atau menghilangkan bagian tubuh
suami atau istri.
3. Keluarga Berencana merupakan masalah perorangan (sukarela) dan bukan
merupakan gerakan massal atau dipaksaan dan harus ada persetujuan
suami atau istri yang bersangkutan.
4. Perencanaan Keluarga Berencana harus ditujukan dan diarahkan kepada
pembentukan kebahagiaan suami istri, kesejahteraan keluarga, keturunan
yang sehat jasmani, rohani serta akal, ilmu dan iman juga pembinaan
4
masyarakat, bangsa serta pembangunan negara dengan mengharap rida
Allah Swt.9
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 dinyatakan bahwa: Perkawinan
menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mi>sa\>qa>n ghali>z}an
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Sedangkan dalam Pasal 3 KHI menyebutkan: Perkawinan bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang saki>nah mawaddah wa
rah}mah.10
Ketentuan tentang perkawinan ini dimaksudkan agar tujuan dari
sebuah perkawinan untuk membentuk keluarga yang sejahtera tercapai.
Tujuan perkawinan antara lain yaitu:
1. Mendapatkan dan melanjutkan keturunan yang merupakan sambungan
hidup dan penyambung cita-cita.
2. Memperbanyak umat Nabi Muhammad saw.
3. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah untuk ayah
dan ibu mereka saat masuk surga.
4. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
9 Ibid., 54.
10 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,
5
5. Memperbanyak keturunan umat Islam dan menyemarakkan bumi melalui
proses pernikahan.11
Kamal Mukhtar menambahkan tujuan lain yaitu untuk menimbulkan
rasa cinta antara suami istri, menimbulkan rasa kasih sayang antara orang tua
dengan anak-anaknya dan adanya rasa kasih sayang antara sesama anggota
keluarga.12
Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum Islam mempunyai lima
tujuan kemaslahatan yaitu memelihara agama, memelihara akal manusia,
memelihara jiwa manusia, harta manusia, dan memelihara keturunan
manusia. Bila suatu pemahaman terhadap ajaran Islam tidak didasarkan
kepada lima kemaslahatan tersebut, maka dia tidak memperhatikan kelima
unsur dan aspek pada diri manusia. 13
Tujuan Program KB Nasional adalah membentuk keluarga kecil sesuai
dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan
kelahiran anak, agar menjadi keluarga bahagia sejahtera yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk peningkatan ketahanan, memperbaiki
kesehatan ibu, anak, keluarga dan bangsa, mengurangi angka kelahiran untuk
menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa, serta memenuhi permintaan
rakyat.14
11 Huzaimah Tahido Yanggo, Masa>il Fiqhiyah (Kajian Hukum Islam Kontemporer), (Bandung:
Angkasa, 2005), 134.
12 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
14.
6
Dari penjelasan di atas terdapat petunjuk tentang perlunya
memperhatikan beberapa hal tentang KB dan pengaruhnya terhadap
keturunan, sebagai berikut:
1. Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu.
2. Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan.
3. Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak
kelahiran anak terlalu dekat.15
Penunjukkan manusia sebagai khalifah di muka bumi pada hakikatnya
adalah demi kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. Kemaslahatan tersebut
harus lah diciptakan guna terlaksananya tugas dan peranan manusia baik
sebagai mahluk individu, sosial maupun sebagai hamba Allah. Artinya
mendatangkan keuntungan bagi mereka dan menolak mudarat serta
menghilangkan kesulitan dari padanya.16
Mas{lah{ah mursalah adalah h}ujjah syari‘ah yang dijadikan dasar
pembentukan hukum, dan bahwasannya kejadian yang tidak ada hukumnya
dalam nas dan ijmak atau kias atau istihsan itu disyariatkan padanya hukum
yang dikehendaki oleh maslahat umum.17
Dijelasakan dalam Keputusan Konferensi Besar Syuriyah Nahdlatul
Ulama Ke-1 pada tanggal 18-22 April tahun 1960 di Jakarta dalam masalah
family planing (perencanaan keluarga). Umpamanya saja karena terlalu
banyak melahirkan anak yang menurut pendapat orang yang ahli tentang hal
15 Musthafa Kamal, Fiqih Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002), 293.
16 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. 2, terjemah Moch. Tochah Mansoer
dan Iskandar Al-Barsani(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 127.
7
ini bisa menjadikan bahaya, maka hukumnya boleh dengan jalan apa saja
yang ada.18
Apa yang diperbolehkan oleh darurat maka, diukur menurut kadar
kemudaratannya.19
KB menurut ulama yang menerimanya, merupakan salah satu bentuk
usaha manusia dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia guna
menghasilkan keturunan generasi yang kuat di masa yang akan datang.
Program KB dilakukan dengan banyak cara. Untuk dapat
menyukseskan Program KB, maka pemerintah menyediakan berbagai macam
metode kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen.
metode alat kontrasepsi yang digunakan di antaranya adalah pil KB, suntikan
KB, alat kontrasepsi bawah kulit yang disebut dengan istilah
(AKBK/IMPLANT), dan alat kontrasepsi bawah rahim (AKBR/IUD).20
Selain itu, metode yang sedang berkembang saat ini dan sebagian kaum hawa
menggunakannya adalah metode kontrasepsi mantap (KONTAP) terdiri dari
vasektomi yang diistilahkan dengan metode operasi pria (MOP) dan
18Bahtsul Masail, ‚Hukum Sterilisasi Kandungan‛ dalam m.nu.or.id/a,public
-m,dinamic-lang,id-ids,59-t,bahtsul+masail-t,Hukum+Sterilisasi+Kandungan-.phpx, diakses pada 16, September, 2015, pukul 10. 28 WIB.
19 Al- Ima>m Jala>luddi>n bin Abi Bakr As-Suyut}i Al-Syafi’i, Al-Asybah Wa> Al Naz}a>ir, (Beirut: Da>r
al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t), 60.
8
tubektomi yang disebutkan juga metode operasi wanita (MOW), karena
dinilai sangat efektif.21
Metode kontrasepsi mantap merupakan alat kontrasepsi yang
benar-benar harus melalui pertimbangan yang cukup matang. Harus disepakati oleh
pihak suami dan istri yang akan menggunakannya, oleh karena itu dinamakan
metode kontrasepsi mantap. Sterilisasi ini, sekalipun sacara teori orang yang
disterilisasikan masih bisa dipulihkan lagi (reversable), tetapi para ahli
kedokteran mengakui harapan tipis sekali untuk bisa berhasil.22
Dalam penulisan ini, metode KB yang akan diteliti adalah jenis
sterilisasi tubektomi atau yang disebut dengan metode operasi wanita,
selanjutnya disebut dengan MOW. Sterilisasi pada wanita berarti
pemblokkan atau pemutusan saluran telur yang menyalurkan ovum.23
Program sterilisasi tubektomi ini merupakan program kontrasepsi
yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai solusi untuk meminimalisasikan
laju pertumbuhan penduduk. Banyak program dan upaya yang juga dilakukan
baik secara nasional diinisiasi oleh BKKBN Pusat, dibantu dengan struktur
pelaksanaannya ditingkat provinsi dan kabupaten-kabupaten, maupun
program kerja yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Yang menjadi fokus obyek penelitian penulis tentang program
sterilisasi tubektomi di Kabupaten Lamongan. Kabupaten Lamongan Jawa
21 Ibid., 53.
9
Timur pada bulan September 2015 telah berhasil menerima penghargaan
tertinggi bidang kependudukan tingkat nasional yakni Satyalancana
Wirakarya Kencana dari Pemerintah Pusat, setelah dianggap mampu
menekan laju penduduk di kawasan tersebut. Selain untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk yang pesat, program ini juga bertujuan membantu
menjaga kesejahteraan masyarakat dengan mengatur jumlah kelahiran,
menjaga kesehatan dan keselamatan bagi ibu dan anak juga menjadi
alasannya.
Mengapa di Kabupaten Lamongan sangat antusias dalam
melaksanakana program KB khususnya sterilisasi tubektomi? Mengapa
masyarakat banyak beralih menggunakan sterilisasi? Dalam dekade terakhir
ini, penggunaan metode sterilisasi tubektomi di Kabupaten Lamongan
semakin banyak diminati oleh masyarakat daripada dekade sebelumnya, salah
satu alasannya adalah karena didukung faktor pelaksanaan dan pelayanan KB
secara gratis oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan. Sehingga dengan
pelayanan KB sterilisasi gratis inilah banyak masyarakat yang antusias untuk
melakuknnya. Sterilisasi tubektomi terbukti sangat akurat, efektif,
kemungkinan kecil untuk hamil lagi serta tidak ada efek samping jangka
panjang. Pemerintah Kabupaten Lamongan sangat menghimpau agar dapat
menyukseskan program kesehatan bagi ibu dan anak melalui KB ini dengan
10
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa permasalahan tentang
keturunan, kemaslahatan, kependudukan, serta dampak kesehatan dan
kesejahteraan bagi masyarakat terutama bagi ibu dan anak perlu diusut dan
dicermati dengan lebih mendalam lagi. Anak adalah amanah yang diberikan
oleh Allah Swt. untuk dapat menjadikannya sebagai generasi penerus dalam
menjaga dan meneruskan perjuangan agama Islam.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya kebijakan program pemerintah
tentang alat kontrasepsi sterilisasi tubektomi bagi masyarakat Lamongan
adalah terbantunya masyarakat dalam hal biaya, membantu memenuhi
kebutuhan KB, menciptakan keluarga sejahtera, dapat memberikan fasilitas
yang terbaik bagi anaknya, tidak ketergantungan pada obat-obatan,
menghindari kegemukan pada fisik ibu, serta terjaminnya kesehatan terutama
bagi ibu dan anak pasca operasi caesar.
Dari permasalahan yang dipaparkan tersebut di atas, penulis hendak
menganalisa dengan menggunakan metode mas{lah{ah mursalah. Apakah
kebijakan program sterilisasi tubektomi sejalan dengan konsep mas{lah{ah
mursalah? Apakah program sterilisasi tersebut akan mendatangkan banyak
maslahat terutama maslahat terhadap keluarga? Apakah unsur-unsur yang
terdapat dalam program sterilisasi tubektomi sesuai dengan dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku pada teori mas{lah{ah mursalah.
Dengan demikian, maka penulis merasa tertarik dan mencoba
11
‚Tinjauan Mas{lah{ah Mursalah terhadap Program Sterilisasi Tubektomi
karena Faktor Demografi di Kabupaten Lamongan‛.
Penelitian ini akan mengkaji dari segi mas{lah{ah mursalah yaitu
sesuatu yang dianggap baik dan menghasilkan maslahat, tetapi tidak ada
dalam nas secara spesifik menjelaskannya terhadap kebijakan program
sterilisasi tubektomi pemerintah Kabupaten Lamongan dalam pengaruhnya
terhadap kemaslahatan keluarga sebagai suatu hal yang menarik untuk
diteliti.
B. Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi inti
permasalahan yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:
1. Pertumbuhan penduduk di Kota Lamongan
2. Faktor-faktor munculnya program pelayanan sterilisasi di Kabupaten
Lamongan
3. Pemberian pelayanan dan pelaksanaan sterilisasi tubektomi secara gratis
oleh pemerintah Kabupaten Lamongan
4. Dasar hukum sterilisasi
5. Proses pelaksanaan program sterilisasi tubektomi di Kabupaten
Lamongan
6. Kesesuaian mas{lah{ah mursalah dengan pelaksanaan program sterilisasi
12
Dengan adanya banyak permasalahan tersebut di atas, maka untuk
memberikan arah yang jelas atau fokus dalam penelitian ini penulis
membatasi hanya beberapa masalah saja yaitu:
1. Tentang pelaksanaan program sterilisasi tubektomi di Kabupaten
Lamongan
2. Tentang kesesuaian mas{lah{ah mursalah dengan pelaksanaan program
sterilisasi tubektomi karena faktor demografi di Kabupaten Lamongan
C. Rumusan Masalah
Agar lebih praktis, maka permasalahan-permasalahan ini akan penulis
rumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan program sterilisasi tubektomi karena faktor
demografi di Kabupaten Lamongan?
2. Bagaimana kesesuaian mas{lah{ah mursalah terhadap program sterilisasi
tubektomi karena faktor demografi di Kabupaten Lamongan?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka penelitian ini pada dasarnya adalah untuk
mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian
sejenis yang mungkin pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya
13
Untuk mengetahui originalitas penelitian ini, penulis perlu
mengemukakan karya tulis (penelitian) tedahulu tentang tema tinjauan
mas{lah{ah mursalah terhadap program sterilisasi tubektomi karena faktor
demografi. Ada beberapa penelitian yang membahas sterilisasi tubektomi,
yaitu:
Pertama, skripsi Ahmad Satun yang berjudul ‚KB dengan Sterilisasi
(Tubektomi) di Desa Pangkah Kulon Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten
Gresik Dalam Tinjauan Hukum Islam‛ pada tahun 2003. Skripsi ini kurang
spesifik dalam membahas sterilisasi karena alasan demografi dan bukan
korelasinya dengan kebijakan pemerintah kota. Skripsi ini pembahasannya
masih pada tiga pokok bahasan yaitu Sterilisasi karena alasan kesehatan,
banyak anak serta alasan ekonomi.24
Kedua, ‛Sterilisasi Dengan Alasan Faktor Ekonomi Dalam Perspektif
Hukum Islam di Desa Ngetos Kecamatan Ngetos Kabupaten Nganjuk‛
skripsi yang ditulis oleh Nanang Pujianto pada tahun 2011. Pembahasan
tentang pandangan Hukum Islam terhadap sterilisasi tubektomi yang
dilakukan di desa tertentu karena faktor ekonomi sebagai alasan utama. Jadi
skripsi ini tidak membahas masalah program sterilisasi karena faktor
demografi sama sekali dan implementasinya terhadap kemaslahatan.25
24 Ahmad Satun, ‚KB dengan Sterilisasi Tubektomi Di Desa Pangkah Kulon Kecamatan Ujung
Pangkah Kabupaten Gresik Dalam Tinjauan Hukum Islam‛, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2003), 11.
25 Nanang Pujianto, ‚Sterilisasi Dengan Alasan Faktor Ekonomi Dalam Perspektif Hukum Islam
14
Sedangkan skripsi ini lebih fokus terhadap pelaksanaan program
pemerintah khususnya Kabupaten Lamongan yang memberikan kebijakan
pelayanan sterilisasi tubektomi secara gratis kepada masyarakatnya serta
ditinjau dari kesesuaian mas{lah{ah mursalah-nya tentang sterilisasi tubektomi
tersebut.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian penulisan masalah ini antara lain :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan program sterilisasi tubektomi karena
faktor demografi di Kabupaten Lamongan.
2. Untuk menganalisis dari sudut pandang mas{lah{ah mursalah terhadap
program sterilisasi tubektomi karena faktor demografi di Kabupaten
Lamongan.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk hal-hal sebagai
berikut:
1. Secara teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu
15
pembaca pada umumnya, dan khusus bagi mahasiswa/i yang berkaitan
dengan masalah hukum keluarga Islam.
b. Menyumbang ilmu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi wanita
dalam perspektif hukum Islam.
c. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan pembaca pada umumnya, dan khususnya bagi
mahasiswa yang berkecimpung dalam bidang hukum keluarga.
2. Secara praktis
a. Untuk menjadi sumbangan pemikiran terhadap kebijakan pemerintah
Kabupaten Lamongan dalam hal program sterilisasi berdasarkan
maslahatnya.
b. Bagi pemegang kebijakan untuk memberi jalan keluar yang akurat
terhadap permasalahan yang dihadapi dan memberikan pelayanan
terbaik untuk masyarakat secara syariat Islam.
c. Diharapkan agar dapat mengungkap penemuan teori-teori baru serta
mengembangkan teori-teori yang sudah ada.
d. Menyumbang informasi terutama kepada masyarakat Kabupaten
Lamongan.
G. Definisi Operasional
Permasalahan di atas tidak hanya diselesaikan dengan pemikiran saja,
16
karya ilmiah yang memiliki bobot keilmuan. Untuk memperjelas kemana arah
pembahasan masalah yang diangkat, maka penulis perlu memberikan definisi
dari judul tersebut, yakni dengan menguraikan sebagai berikut:
Mas{lah{ah mursalah : Hujah syariat yang dijadikan dasar
pembentukan hukum, dan bahwasannya kejadian
yang tidak ada hukumnya dalam nas dan ijmak
atau kias atau istihsan itu disyariatkan padanya
hukum yang dikehendaki oleh maslahat umum,
dan tidaklah berhenti pembentukan hukum atas
dasar maslahah ini karena adanya saksi yang
sesuai syariat Islam yang mengakuinya.26
Program sterilisasi tubektomi karena faktor demografi: Ketentuan rancangan
kegiatan pemerintah tentang kebijakan
pemberian alat kontrasepsi sterilisasi tubektomi
yaitu suatu kontrasepsi untuk mencegah
keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat
dan atau memotong pada kedua saluran tuba,27
dengan alasan karena faktor kependudukan
(perubahan) manusia. Meliputi ukuran, struktur,
dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah
17
penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran,
kematian, migrasi, serta penuaan.28
H. Metode Penelitian
Penelitian yang akan digunakan dalam rangka penulisan skripsi ini
adalah penelitian lapangan (field research). Oleh karena itu, data-data yang
dikumpulkan berasal dari data lapangan sebagai obyek penelitian. Untuk
memperoleh validitas data, maka tekhnik pengumpulan data yang relevan
menjadi satu hal yang sangat penting. Adapun metode penelitiannya adalah
kualitatif deskriptif. Disebut kualitatif karena datanya bersifat verbal (secara
sentence), meneliti pada kondisi obyek yang alamiah. Disebut deskriptif
karena menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis fakta dan
karakteristik obyek dan subyek yang diteliti secara tepat.
1. Data yang dikumpulkan
Untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka penulis membutuhkan data sebagai berikut:
a. Data tentang keadaan demografi secara umum di Kabupaten
Lamongan.
b. Data tentang pelaksanaan program sterilisasi tubektomi di Kabupaten
Lamongan yang dilatar belakangi oleh faktor demografi. Yang
dimaksud data pelaksanaan disini adalah data dari hasil interviu
28 Wikipedia, ‚Demografi‛, dalam https://id.m.wikipedia.org/wiki/Demografi, diakses pada 26
18
dengan kepala bidang KB Lamongan, para akseptor KB dan data yang
berupa dokumentasi atau arsip dari badan pemberdayaan perempuan
dan keluarga berencana yang selanjutnya disebut dengan BPPKB.
c. Teori tentang konsep mas{lah{ah mursalah terhadap program sterilisasi
tubektomi.
Subjek dalam penelitian ini adalah bapak Shaumintari selaku
kepala bagian Program KB beserta BPPKB terkait pembentukan program
KB gratis khususnya sterilisasi tubektomi dan peserta sterilisasi
tubektomi (akseptor).
2. Sumber data
Berdasarkan jenis data yang ditentukan sebelumnya maka dalam
penelitian ini sumber data berasal dari sumber data primer dan sekunder.
a. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara
langsung dari subyek penelitian. Adapun sumber primer meliputi:
1) Keterangan dari bapak Shaumintari sebagai kepala bidang KB
BPPKB Kabupaten Lamongan.
2) Akseptor Keluarga Berencana yang menggunakan sterilisasi
tubektomi dengan cara interviu.
b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada peneliti, seperti literatur-literatur mengenai
mas{lah{ah mursalah dan sterilisasi tubektomi. Antara lain:
1) Jalaluddin Abdur Rahman, Al-Mas{alih{ al-Mursalah wa
19
2) Amin Farih, Kemaslahatan dan Pembaharuan Hukum Islam.
3) Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam.
4) Masfuk Zuhdi, Masa>il Fiqhiyah.
5) Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam.
6) Masfuk Zuhdi, Islam Dan Keluarga Berencana di Indonesia.
7) Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam.
8) Satria Effendi, M. Zein,Ushul Fiqh.
9) Musthafa Kamal, Fiqih Islam.
10)Yusuf Qardhawi, Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam.
3. Tekhnik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan proses yang sangat
menentukan baik tidaknya sebuah penelitian. Maka kegiatan
pengumpulan data harus dirancang dengan baik dan sistematis, agar data
yang dikumpulkan sesuai dengan permasalahan penelitian. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Teknik wawancara
Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi
secara langsung antara pewawancara atau peneliti dengan informan.
Peneliti melakukan wawancara dengan informan di tempat penelitian
kantor BPPKB Kabupaten Lamongan dan instansi-instansi terkait.
Dengan tekhnik wawancara ini peneliti akan memperoleh data yang
bersifat fakta.29 Dalam hal ini penulis akan melakukan wawancara
20
kepada kepala bagian program KB Kabupaten Lamongan untuk
memperoleh informasi tentang pelaksanaan program sterilisasi
tubektomi di Kabupaten Lamongan, pihak terkait kebijakan program
sterilisasi tubektomi, dan akseptor.
b. Studi dokumen
Studi dokumen adalah suatu teknik untuk menghimpun data
melalui data tertulis dengan menggunakan konten analisis.30 Teknik
ini digunakan penulis untuk pengumpulan data tertulis terkait proses
pelaksanaan sterilisasi tubektomi, data kegiatan prioritas sterilisasi
tubektomi pertahun, dokumen-dokumen, laporan-laporan, arsip-arsip
terkait pelaksanaan sterilisasi tubektomi, dan kemudian menelaah
sumber data sekunder yang berupa buku maupun literatur lain yang
berkaitan dengan penelitian ini.
4. Teknis analisis data
Setelah data yang diperoleh dalam penelitian terkumpul, langkah
selanjutnya adalah menganalisis data. Peneliti akan menganalisisnya
dengan menggunakan metode kualtitatif deskriptif, yaitu dikatakan
sebagai kualitatif karena bersifat verbal atau kata dan dikatakan sebagai
deskriptif karena menggambarkan dan menguraikan terhadap segala
sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan program sterilisasi
tubektomi karena faktor demografi kemudian akan menganalisisnya
dengan menggunakan konsep mas{lah{ah mursalah.
30 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Uneversitas Indonesia UI-Press,
21
Dalam penelitian ini, menggunakan pola pikir induktif yaitu pola
berpikir yang diawali dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus
yang terjadi di lapangan yaitu pelaksanaan program sterilisasi tubektomi
di Kabupaten Lamongan kemudian dianalisis dengan menggunakan
teori-teori yang bersifat umum yang berkenaan dengan mas{lah{ah mursalah.
5. Teknik pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan
memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang
meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian,
kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.31
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa
sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan
masalah.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk
memudahkan pembahasan masalah-masalah dalam penelitian ini. Agar dapat
dipahami permasalahannya lebih sistematis dan kronologis, maka
pembahasan ini akan disusun penulis sebagai berikut:
31 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
22
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, identifikasi dan batasan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan landasan teori yang berisi tinjauan umum
tentang maqa<s{id shari>‘ah, dan tentang mas{lah{ah mursalah.
Bab ketiga, berisi gambaran secara normatif tentang data yang
berhasil dikumpulkan peneliti berkenaan dengan hasil penelitian di lapangan
terhadap pelaksanaan program sterilisasi tubektomi oleh pemerintah
Kabupaten Lamongan. Dalam subbab ini dibahas tentang gambaran umum
Kabupaten Lamongan, pelaksanaan program sterilisasi tubektomi, serta
faktor yang melatarbelakangi program sterilisasi tubektomi di Kabupaten
Lamongan.
Bab keempat, merupakan bab analisis terhadap data yang berhasil
dikumpulkan melalui penelitian lapangan. Aspek-aspek yang dianalisis
tentang pelaksanaan sterilisasi tubektomi dan tinjauan mas{lah{ah mursalah
terhadap faktor demografi yang melatarbelakangi pelaksanaan sterilisasi
tubektomi di Kabupaten Lamongan.
Bab kelima, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
penelitian lapangan dan saran yang diberikan sesuai dengan permasalahan
23
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG
MAQA<S{ID AL-SHARI<
‘
AH
, DAN
MAS{LAH{AH MURSALAH
A. Maqa>s{id al-Shari>‘ah
1. Pengertian dan dasar hukumnya
Secara lughawi, maqa>s{id al-shari>‘ah terdiri dari dua kata, yakni
maqa>s{id dan al-shari>‘ah. Maqa>s{id adalah bentuk jamak dari maqa>s{id yang
berarti kesengajaan atau tujuan. Al-Shari>‘ah secara bahasa berarti
yang berarti jalan menuju sumber air, dapat dikatakan sebagai jalan ke
arah sumber pokok kehidupan.1 Dari segi bahasa, maqa>s{id al-shari>‘ah
berarti maksud atau tujuan disyariatkan hukum Islam. Pembahasan utama
di dalamnya adalah mengenai masalah hikmah dan ilat ditetapkannya
suatu hukum.2 Tujuan hukum Islam itu menjadi arah setiap perilaku dan
tindakan manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan hidupnya dengan
mentaati semua hukum-hukum-Nya.3
Dalam Islam secara tegas dijelaskan bahwa Allah tidak
menciptakan segala sesuatu itu sia-sia sebagaimana firman-Nya berikut:
1
Totok Jumantoro, Samsul Munir, Kamus us}u>l Fiqih, (Jakarta: Amzah, 2005), 196.
2 Akhmad al-Raisyuni, Nazhariyat al-Maqa>s{id ‘Inda al-Syatibi>, (Rabath: Da>r al-Ama>n, 1991), 67. 3 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada di antara keduanya bermain-main‛4 (QS. Alanbiya’ : 16).
Bagian besar dalam penciptaan Allah adalah manusia, karena
manusia mempunyai kemungkinan untuk menerima peradaban dan
kebudayaan. Dengan demikian, tiadalah Allah mengutus rasul-rasul-Nya
dan menurunkan wahyu-Nya selain untuk menegakkan keteraturan
manusia. Seperti dalam Alquran surah Alhadid ayat 25:
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan‛5 (QS. Alhadid : 25)2. Macam-macam Maqa>s{id al-Shari>‘ah
Substansi maqa>s{id al-shari>‘ah adalah kemaslahatan. Kemaslahatan
dalam taklif Tuhan dapat berwujud dua bentuk. Pertama, dalam bentuk
hakiki, yaitu manfaat langsung dalam arti kausalitas. Kedua, dalam
bentuk majasi yaitu bentuk yang merupakan sebab yang membawa
kepada kemaslahatan.6
4 Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 6, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 106. 5 Kementerian Agama RI, Alquran dan Tafsirnya, Jilid 9..., 692-693.
25
Kemaslahatan menurut al-Syatibi dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu:
a. Maqa>s{id al-shari>‘ah (tujuan Tuhan).
Maqa>s{id al-shari>‘ah mengandung empat aspek, yaitu:
1) Tujuan awal dari syariat yakni kemaslahatan manusia di dunia dan
akhirat
2) Syariat sebagai sesuatu yang harus dipahami
3) Syariat sebagai hukum taklifyang harus dilakukan
4) Tujuan syariat adalah membawa manusia kebawah naungan
hukum.7
b. Maqa>s{id al-Mukallaf (tujuan mukallaf)
Kemaslahatan sebagai substansi maqa>s{id al-shari>‘ah dapat
terealisasikan apabila lima unsur pokok dapat diwujudkan dan
dipelihara. Kelima unsur pokok tersebut adalah, agama, jiwa,
keturunan, akal, dan harta.8
Untuk kepentingan menetapkan hukum, kelima unsur dari
maqa>s{id al-shari>‘ah tersebut dibedakan menjadi tiga peringkat,
diantaranya:
1) al-D{aru>riyyah (primer)
Yang dimaksud dengan memelihara kelompok
al-d{aru>riyyah adalah memelihara kebutuhan-kebutuhan yang bersifat
7 Ibid.,197.
26
esensial bagi manusia.9 Tujuan primer hukum Islam adalah tujuan
hukum yang mesti ada demi adanya kehidupan manusia. Apabila
tujuan itu tidak tercapai, maka akan menimbulkan ketidakajegan
kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat, bahkan
merusak kehidupan itu sendiri.
Kebutuhan primer ini hanya bisa dicapai bila
terpeliharanya lima tujuan hukum Islam yang disebut al-kulliyat
al-h{ams yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan
memelihara harta.10
2) al-H{a>jiyyah (sekunder)
Yaitu kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari
kesulitan dalam hidupnya. Terpeliharanya tujuan kehidupan
manusia yang terdiri atas berbagai kebutuhan sekunder hidup
manusia itu. Bila kebutuhan sekunder ini tidak dipenuhi, akan
menimbulkan kesempitan yang mengakibatkan kesulitan hidup
manusia.
Contoh dalam adat, seperti adanya kebolehan dalam
berburu dan menikmati segala yang baik-baik selama hal itu
dihalalkan, baik dalam hal makanan, minuman, sandang, atau
papan, dsb. 11
9 Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 126. 10 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam..., 101.
27
3) al-Tah{si>niyyah (tersier)
Tujuan hukum tah{si>niyyah adalah tujuan hukum yang
ditujukan untuk menyempurnakan hidup manusia dengan cara
melaksanakan apa-apa yang baik dan yang paling layak menurut
kebiasaan dan menghindari hal-hal yang tercela menurut akal
sehat. Pencapaian tujuan tersier hukum Islam ini biasanya terdapat
dalam bentuk budi pekerti yang mulia atau akhlak karimah. Budi
pekerti ini mencakup etika hukum, baik etika hukum ibadah, adat,
pidana atau jinayah, dan muamalah atau keperdataan.12
3. Pokok-pokok kemaslahatan dalam maqa>s{id al-shari>‘ah
Menurut al-Syatibi, penerapan kelima pokok di atas didasarkan
atas dalil-dalil Alquran dan hadis. Dalil-dalil tersebut berfungsi sebagai
al-qawa>’id al-kulliyat dalam menetapkan al-kulliyat al-khams.13 Guna
memperoleh gambaran yang utuh tentang teori maqa>s{id al-shari>‘ah,
berikut akan dijelaskan kelima pokok kemaslahatan dengan peringkatnya
masing-masing:
a. Memelihara agama (h{ifz{ al-di>n)
Menjaga atau memelihara agama, berdasarkan kepentingannya
dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
28
1) Memelihara agama dalam peringkat d{aru>riyyah, yaitu memelihara
dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk peringkat
primer, seperti hukuman bagi orang yang murtad.
2) Memelihara agama dalam peringkat h{a>jiyyah, yaitu melaksanakan
ketentuan agama, dengan maksud menghindari kesulitan, seperti
salat jamak dan qasar bagi orang yang bepergian. Kalau ketentuan
ini tidak dilaksanakan, maka tidak akan mengancam eksistensi
agama, hanya mempersulit bagi orang yang melakukannya.
3) Memelihara agama dalam peringkat tah{si>niyyah, yaitu mengikuti
petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia,
sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap Tuhan.
Misalnya menutup aurat, membersihkan badan atau pakaian.
Kalau hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, maka hal ini tidak
akan mengancam eksistensi agama dan tidak mempersulit bagi
orang yang melakukannya.14
b. Memelihara jiwa (h}ifz{ al-nafs)
1) Memelihara jiwa dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti memenuhi
kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
Jika diabaikan, maka akan merusak eksistensi jiwa manusia
2) Memelihara jiwa dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti diperbolehkan
berburu hewan untuk menikmati makanan yang halal. Jika
29
diabaikan, tidak akan mengancam eksistensi jiwanya, melainkan
akan mempersulit hidupnya
3) Memelihara jiwa dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti
ditetapkannya tata cara makan dan minum.15
c. Memelihara akal (h{ifz{ al-‘aql)
1) Memelihara akal dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti diharamkan
meminum minuman keras. Jika ketentuan ini dilanggar, maka
akan mengakibatkan terancamnya eksistensi akal.
2) Memelihara akal dalam peringkat h{a>jiyyah seperti dianjurkannya
menuntut ilmu pengetahuan. Jika tidak diindahkan, maka akan
mempersulit diri seseorang.
3) Memelihara akal dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti
menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu
yang tidak berfaedah.16
d. Memelihara keturunan (h}ifz{ al-nas{l)
1) Memelihara keturunan dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti
disyariatkannya menikah dan dilarang berzina. Jika hal ini
diabaikan, maka akan mengancam eksistensi keturunan.
2) Memelihara keturunan dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti
ditetapkan ketentuan menyebutkan mahar bagi suami pada waktu
30
akad nikah dan diberikan hak talak padanya. Jika ketentuan ini
diabaikan, maka akan mempersulitkannya.
3) Memelihara keturunan dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti
disyariatkan khitbah atau walimah dalam perkawinan.17
e. Memelihara harta (h}ifz{ al-ma>l)
1) Memelihara harta dalam peringkat d{aru>riyyah, seperti syariat
tentang tata cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta
orang lain dengan cara yang tidak sah. Jika dilanggar, maka akan
mengancam eksistensi harta.
2) Memelihara harta dalam peringkat h{a>jiyyah, seperti syariat
tentang jual beli dengan cara salam. Jika diabaikan, maka akan
mempersulit orang yang membutuhkan modal.
3) Memelihara harta dalam peringkat tah{si>niyyah, seperti tentang
ketentuan menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.18
Mengetahui urutan peringkat maslahat di atas menjadi penting,
apabila dihubungkan dengan skala prioritas penerapannya, ketika
maslahat yang satu berbenturan dengan maslahat yang lain. Dalam hal
ini, maslahat d{aru>riyyah harus didahulukan daripada peringkat kedua
h{a>jiyyah dan peringkat ketiga tah{si>niyyah.19
Tujuan hukum harus diketahui oleh mujtahid dalam rangka
mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan
17
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam..., 27.
31
menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasusnya tidak
diatur secara eksplisit oleh Alquran dan hadis.
Dalam menghadapi persoalan-persoalan kontemporer, perlu
diteliti lebih dahulu hakikat dari masalah tersebut. Penelitian terhadap
kasus yang akan ditetapkan hukumnya sama pentingnya dengan
penelitian terhadap sumber hukum yang akan dijadikan dalilnya. Artinya,
bahwa dalam menetapkan nas terhadap satu kasus yang baru, kandungan
nas harus diteliti secara cermat, termasuk meneliti tujuan syariat hukum
tersebut, setelah itu perlu dilakukan ‚studi kelayakan‛ (tanqi> al-mana>t),
apakah ayat atau hadis tertentu layak untuk diterapkan pada kasus baru.20
4. Cara memahami maqa>s{id al-shari>‘ah
Al-Syatibi dalam memahami maqa>s{id al-shari>‘ah memadukan dua
pendekatan, yakni pendekatan z}a>hir al-lafz{ dan pertimbangan atau ilat.
Realisasi pemikiran itu menurut Syatibi ada tiga cara untuk
memahaminya, antara lain:
a. Melakukan analisis terhadap lafal perintah dan larangan
Maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual
beli...‛ (QS. Aljumu’ah : 9).21
Larangan jual beli bukanlah larangan yang berdiri sendiri, akan
tetapi hanya bertujuan menguatkan perintah untuk melakukan
32
penyegeraan mengingat Allah (menunaikan salat Jumat). Jual beli
sendiri hukum asalnya bukanlah sesuatu yang dilarang. Sehingga tidak
terdapat aspek maqa>s{id al-shari>‘ah yang hakiki dari teks pelarangan
jual beli itu.22
b. Penelaahan ‘illat al-amr (perintah) dan an-nahy (larangan)
Pemahaman al-maqa>s{id asy-syari>’ah dapat dilakukan melalui
analisis ilat hukum yang terdapat dalam ayat-ayat Alquran dan hadis.
ilat ini adakalanya tertulis secara jelas dan adakalanya tidak jelas.
Apabila ilat tersebut tertulis secara jelas dalam ayat atau hadis maka
menurur asy-Syatibi harus mengikuti apa yang tertulis itu. Misalnya
ilat yang tertulis jelas dalam persyariatan nikah yang bertujuan antara
lain untuk melestarikan keturunan. Jika ilat hukum tidak diketahui
dengan jelas, maka harus melakukan tawaqqu>f (menyerahkan hukum
itu kepada pembuat hukum). Sikap ini didasarkan dua pertimbangan:
1) Tidak boleh melakukan ta‘addi> (perluasan cakupan) terhadap apa
yang ditetapkan dalam nas
2) Pada dasarnya tidak dibenarkan melakukan perluasan cakupan
terhadap apa yang telah ditetapkan dalam nas. Namun hal ini
dimungkinkan apabila tujuan hukum dapat diketahui tabiatnya.23
c. Analisis terhadap as-sukut} an syar‘iyyah al-amal ma‘a qiya>m al ma‘na>
al-muqtadalat (sikap diam shari’ dari persyariatan sesuatu).
As-Syatibi membagi menjadi dua:
22
Totok Jumantoro, Samsul Munir, Kamus Us}u>l Fiqih..., 196.
23
33
1) As-Sukut} karena tidak adanya motif atau tidak ada faktor yang
dapat mendorong syari>’ untuk menetapkan hukum. Misalnya
pengumpulan mushaf Alquran
2) As-Sukut} walau ada motif atau faktor pendorong tabiat.
Maksudnya, sikap diam seorang shari’ terhadap suatu persoalan
hukum, walaupun pada dasarnya terdapat faktor yang
mengharuskan shari’ untuk tidak bersikap diam. Misalnya tidak
disyariatkannya sujud syukur dalam mazhab Malik.24
5. Hubungan maqa>s{id al-shari>‘ah dengan metode mas{lah{ah mursalah
Sebagaimana metode ijtihad lainnya, mas{lah{ah mursalah juga
merupakan metode penetapan hukum yang kasusnya tidak dijelaskan
secara eksplisit dalam Alquran dan hadis. Hanya saja metode ini
menekankan pada aspek maslahat secara langsung. Sehubungan dengan
metode ini, dalam ilmu usul fikih dikenal ada tiga macam maslahat, yaitu
mas{lah{ah mu‘tabarah, mas{lah{ah mulgha>t, dan mas{lah{ah mursalah.
Maslahat yang pertama adalah maslahat yang diungkapkan secara
langsung baik dalam Alquran dan hadis. Sedangkan maslahat yang kedua
adalah yang bertentangan dengan ketentuan yang termaktub dalam nas.
Diantara kedua maslahat tersebut, ada yang disebut mas{lah{ah mursalah
34
yang ditetapkan oleh kedua sumber tersebut dan tidak pula bertentangan
dengan keduanya.25
Mas{lah{ah mursalah harus memenuhi beberapa syarat yaitu tingkat
keperluan harus diperhatikan. Apakah akan sampai mengancam eksistensi
lima unsur pokok maslahat atau belum sampai pada batas maslahat
tersebut, bersifat qat}‘i, artinya maslahat tersebut benar-benar telah
diyakini maslahat, dan kemaslahatan itu bersifat kulli, artinya bahwa
kemaslahatan itu berlaku secara umum dan kolektif, tidak bersifat
individual.
Berdasarkan persyaratan di atas, maslahah yang dikemukakan oleh
para ahli usul fikih, dapat dipahami bahwa betapa eratnya hubungan
antara metode mas{lah{ah mursalah dengan maqa>s{id al-shari>‘ah. Ungkapan
Imam Malik, bahwa mas{lah{ah itu harus sesuai dengan tujuan
disyariatkannya hukum dan diarahkan pada upaya menghilangkan
kesulitan, jelas memperkuat asumsi ini.26
25 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Us{u>l al-Fiqh, terjemah Moch. Tochah Mansoer dan Iskandar
Al-Barsani(Jakarta: Al-Majlis al-A’la al-Indunisi Li al-Islamiyyat, 1972), 84.
35
B. Masl{ah{ah Mursalah
1. Pengertian dan dasar hukumnya
Mas{lah{ah berasal dari kata s{alah{a (َحَلَص) dengan
penambahan alif di awalnya yang secara arti kata berarti baik lawan dari
buruk atau rusak. Mas{lah{ah adalah mas{dar dengan arti kata s{alahu
yaitu manfaat atau terlepas dari padanya kerusakan. Pengertian mas{lah{ah
dalam bahasa arab adalah perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada
kebaikan manusia.27
Menurut Abdul Wahhab Khallaf pengertian mas{lah{ah mursalah
(kesejahteraan umum) yaitu sesuatu yang dianggap maslahat dimana
shari‘ tidak mensyariatkan hukum untuk mewujudkan maslahat itu, juga
tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau
pembatalannya.28
Sedangkan menurut Muhammad Abu> Zahra mas{lah{ah mursalah
adalah segala kemaslahatan yang sejalan dengan tujuan-tujuan shari>’ah
(dalam mensyariatkan hukum Islam) dan kepadanya tidak ada dalil
khusus yang menunjuk tentang diakuinya atau tidaknya.29
Mas{lah{ah ini disebut mutlak karena tidak dibatasi dengan dalil
pengakuan atau dalil pembatalan. Contohnya yaitu, mas{lah{ah yang karena
27 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Us}u>l Fiqih..., 200. 28 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. 2..., 126.
36
mas{lah{ah itu sahabat mensyariatkan pengadaan penjara, ditentukan
pajak-pajak penghasilannya, atau maslahah-maslahah lain yang harus dituntut
oleh keadaan-keadaan darurat kebutuhan dan atau karena kebaikan, dan
belum disyariatkan hukumnya. Artinya, mendatangkan keuntungan bagi
mereka dan menolak mudarat serta menghilangkan kesulitan
daripadanya.30
Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. (QS. Alanbiya>’ : 107).31
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh penyakit-penyakit (yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari pada apa yang kamu kumpulkan. (QS. Yunus: 58).33
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Albaqarah 185).35
2. Macam-macam mas{lah{ah mursalah
Dilihat dari pembagian mas}lah}ah ini, dibedakan menjadi dua
macam yaitu, dilihat dari segi tingkatannya dan eksistensinya
a. Mas}lah}ah dari segi tingkatannya
1) Al-Mas}lah}ah al-d}aru>riyyah ( )
Al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah adalah kemaslahatan yang
menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang
berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika ia luput dari
kehidupan manusia maka mengakibatkan rusaknya tatanan
kehidupan manusia tersebut. Al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah ini
meliputi (1) memelihara agama (muh}afaz}at al-di>n), untuk
memelihara agama maka disyariatkan manusia untuk beribadah
kepada Allah, menjalani semua perintah-Nya dan menjauhi
semua larangan-Nya; (2) memelihara jiwa (muh}afaz}at al-nafs),
untuk memelihara jiwa maka agama mengharamkan
pembunuhan tanpa alasan yang benar, dan bagi yang
38
melakukannya dijatuhi hukuman kisas, (3) memelihara
keturunan (muh}afaz}at al-nasl), maka agama mengharamkan
zina, dan bagi yang melakukannya di dera; (4) memelihara harta
benda (muh}afaz}at al-ma>l), untuk memelihara harta benda maka
agama mengharamkan pencurian, bagi yang melakukannya akan
diberi siksa; dan (5) memelihara akal (muh}afaz}at al-‘aql), untuk
memelihara akal maka agama mengharamkan minum arak
(khamr).36 Sementara itu, ada ulama yang memasukkan yang
kelima, yaitu memelihara kehormatan (muh}a>faz}at al-‘ird)
secara berdiri sendiri, sehingga menjadi yang keenam. Hanya
saja bagi yang mencantumkan lima, maka al-‘ird dimasukkan
dalam memelihara keturunan (nasl atau nasb)37dan ada yang
memasukkan dalam memelihara jiwa (nafs) seperti Abd.
Wahha>b Khallaf.38 al-Juwayni>, al-Ghaza>li>, dan al-Sha>t}ibi>
termasuk ulama yang memesukkan al-‘ird} ke dalam nasl.39
Contoh mas}lah}ah al-d}aru>riyyah pada mas}lah}ah mursalah yaitu
pembuatan rambu-rambu lalu lintas, guna untuk menghindarkan
diri dari kecelakaan.
36 Ramli SA, Muqaranah Mazaib Fil Us}u>l, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 159-161. 37 Fa>d}il Abd al-Wah}id Abd al-Rahman, al-Anmu>dhaj fi> U}su>l al-Fiqh, (Baghdad: Matba’at al
-Ma’arif, 1969), 248.
38 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam..., 141.
39
2) Al-Mas}lah}ah al-h}a>jiyyah ( )
Persoalan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia
untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan yang dihadapi.
Apabila tidak ada, maka tidak sampai menyebabkan rusaknya
tatanan kehidupannya. Dengan kata lain, dilihat dari segi
kepentingannya maka mas}lah}ah ini lebih rendah tingkatannya
dari al-mas}lah}ah al-d}aru>riyyah. Misalnya, menikahkan
anak-anak untuk menghindarkan dari kesulitan.40 Dan diberikannya
hak talak bagi suami, jika penyebutan talak tidak dilakukan
maka akan mempersulit suami karena diharuskan untuk
membayar mahar misl. Sedangkan contoh mas}lah}ah al-h}a>jiyyah
dalam mas}lah}ah mursalah adalah kewajiban menyalakan lampu
pada siang maupun malam hari guna menghindarkan diri dari
kesulitan di jalan raya.
3) Al-Mas}lah}ah al-tah}si>niyah
Mas}lah}ah ini juga bisa disebut mas}lah}ah takmi>liyah
yaitu mas}lah}ah yang sifatnya untuk memelihara kebagusan dan
kebaikan budi pekerti serta keindahan saja. Sekiranya
kemaslahatan tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan
tidaklah menimbulkan kesulitan dan kegoncangan serta
rusaknya tatanan kehidupan manusia. Namun kebutuhan
40
tersebut perlu dipenuhi dalam rangka memberi kesempurnaan
dan keindahan dalam hidup manusia.41 Dalam mas}lah}ah
mursalah contoh yang berkaitan dengan tingkatan mas}lah}ah
al-tah}si>niyah misalnya adalah penggunaan helm berstandar
Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai pelengkap dalam
berkendara terutama pengendara roda dua agar tercipta
keamanan secara tepat.
b. Mas}lah}ah dilihat dari segi eksistensinya
1) Al-Mas}lah}ah al-mu‘tabarah
Kemaslahatan yang terdapat nas} secara tegas
menjelaskan dan mengakui keberadaannya dan terdapat dalil
untuk memelihara dan melindunginya. Contohnya, dalil nas
yang menunjukkan langsung kepada mas}lah}ah misalnya, tidak
baiknya mendekati perempuan yang sedang haid dengan alasan
haid itu adalah penyakit.42
2) Al-Mas}lah}ah al-mulghah
Mas}lah}ah yang berlawanan dengan ketentuan nas}.
Artinya, mas}lah}ah yang tertolak karena ada dalil yang
menunjukkan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil
yang jelas. Contohnya, masyarakat pada jaman sekarang lebih
mengakui emansipasi wanita untuk menyamakan derajat
dengan laki-laki dalam memperoleh harta warisan dan inipun
41
dianggap sejalan dengan tujuan ditetapkannya hukum waris
oleh Allah Swt. untuk memberikan hak waris kepada
perempuan sebagaimana yang berlaku bagi laki-laki. Dalam hal
ini, hukum Allah Swt. telah jelas dan ternyata berbeda dengan
apa yang dikira baik oleh akal itu, yaitu hak waris laki-laki
adalah dua kali lipat hak waris perempuan, sebagaimana
ditegaskan dalam Q>S Annisa’(4): 11.
3) Al-Mas}lah}ah al-mursalah
Mas}lah}ah mursalah merupakan mas}lah}ah yang secara
eksplisit tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinya
maupun yang menolaknya. Dengan demikian, mas}lah}ah ini
merupakan mas}lah}ah yang sejalan dengan tujuan syara‘ dan
dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan kebaikan
yang dihajatkan oleh manusia serta terhindar dari kemudaratan.
Misalnya, pernikahan di bawah umur tidak dilarang dalam
agama dan sah dilakukan oleh wali yang berwenang, namun
data statistik menunjukkan bahwa pernikahan dibawah umur
banyak menyebabkan perceraian, karena anak yang menikah di
bawah umur belum siap secara fisik maupun mentalnya untuk
menghadapi peran dan tugas sebagai suami-istri.43 Pengadaan
rambu-rambu lalu lintas guna melindungi diri dari kecelakaan
yang berbahaya bagi jiwa.
42
Dari macam-macam peringkat mas}lah}ah tersebut di atas, dapat
diketahui dari cara memandangnya, di antaranya:
a. Kemaslahatan ditinjau dari segi pengaruhnya atas kehidupan umat
manusia. Kemaslahatan ini meliputi tiga kemaslahatan yaitu primer,
sekunder, dan tersier seperti yang telah dijelaskan di atas.
b. Kemaslahatan ditinjau dari segi hubungannya dengan kepentingan
umum dan individu dalam masyarakat. Dapat dipandang dari dua
bentuk kemaslahatan, yaitu kemaslahatan yang bersifat universal dan
menyangkut kepentingan kolektif (kulliyah) dan kepentingan individu
(fard{iyah). Dalam praktiknya, pengukuran kemaslahatan ini
bergantung pada kesepakatan masyarakat dan individu, kemaslahatan
ini lebih bersifat pragmatis.
c. Kemaslahatan ditinjau dari segi kepentingan pemenuhannya dalam
rangka pembinaan dan kesejahteraan umat manusia dan individu.
Kemaslahatan ini ada tiga peringkat, yaitu:
1) Kemaslahatan yang mau tidak mau mesti ada bagi terpenuhinya
kepentingan manusia.
2) Kemaslahatan yang di duga kuat mesti ada bagi kebanyakan
orang.
3) Kemaslahatan yang diperkirakan harus ada.44
43
3. Syarat-syarat dalam kehujahan mas{lah{ah mursalah
Untuk menetapkan apakah sesuatu itu mengandung maslahat atau
tidak, diperlukan pendidikan yang mendalam atas kemanfaatan dari
kemudaratannya. Para ulama yang menjadikan hujah mas{lah{ah mursalah,
mereka berhati-hati dalam hal itu, sehingga tidak menjadi pintu bagi
pembentukan hukum syariat menurut hawa nafsu dan keinginan
perorangan. Oleh karena itu, dibentuk syarat-syarat dalam mas{lah{ah
mursalah sebagai metode istinbath hukum Islam, di antaranya:
a. Kemaslahatan sesuai dengan prinsip-prinsip apa yang ada dalam
ketentuan shari‘, yang secara us{u>l dan furu>‘nya tidak bertentangan
dengan nas.
b. Kemaslahatan hanya dapat dikhususkan dan diaplikasikan dalam
bidang-bidang sosial dimana dalam bidang ini menerima dengan
rasionalitas dibandingkan dengan bidang ibadah, karena tidak diatur
secara rinci dalam nas. 45
c. Berupa maslahat yang hakiki, bukan maslahat yang bersifat dugaan.
Yaitu agar dapat direalisir pembentukan hukum suatu kejadian itu,
dan dapat mendatangkan keuntungan atau menolak mudarat.
d. Berupa maslahat yang umum, bukan mas{lah{ah yang bersifat khusus
(perorangan). Yaitu agar dapat direalisir bahwa dalam pembentukan
hukum suatu kejadian dapat mendatangkan keuntungan kepada
kebanyakan umat manusia, atau dapat menolak mudarat dari mereka,
44
bukan mendatangkan keuntungan pada seseorang atau beberapa orang
saja di antara mereka.46
e. Hasil maslahat merupakan pemeliharaan terhadap aspek-aspek
d{aru>riyyah, h{{a>jiyyah, dan tah{si>niyyah. Metode mas{lah{ah adalah
sebagai langkah untuk menghilangkan kesulitan dalam berbagai aspek
kehidupan, terutama dalam masalah-masalah sosial kemasyarakatan.47
Allah Swt. berfirman dalam Alquran Surah Alhajj ayat 78:
Adapun Alasan yang dikemukakan jumhur ulama dalam
menetapkan mas{lah{ah sebagai hujah dalam menetapkan hukum, sebagai
berikut:
a. Bahwa mas{lah{ah mursalah umat manusia itu selalu baru dan tidak ada
habisnya. Maka seandainya tidak disyariatkan hukum mengenai
kemaslahatan manusia yang baru dan mengenai sesuatu yang
dikehendaki oleh perkembangan mereka, serta pembentukan hukum
itu hanya berkisar atas maslahat yang diakui oleh shari’ saja, maka
berarti telah ditinggalkan beberapa kemaslahatan umat manusia pada
berbagai zaman dan tempat.
46 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah..., 131. 47 Al-Syatibi, al-I’tis{om..., 115-129.