• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga T1 462008053 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga T1 462008053 BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Discharge Planning

2.1.1 Pengertian Discharge Planning

Discharge planning adalah mekanisme untuk

memberikan perawatan kontinu, informasi tentang kebutuhan kesehatan berkelanjutan setelah pulang, perjanjian evaluasi, dan instruksi perawatan diri (Russel Swanburg, 2000). Jackson (1994, dalam The Royal Marsden Hospital, 2004) menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain.

Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien

(2)

2.1.2 Pemberi Layanan Discharge Planning

Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter, 2006). Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga

keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (Nixon et al. 1998 dalam The Royal Marsden Hospital, 2004).

Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai

konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008).

2.1.3 Penerima Discharge Planning

Semua pasien yang dihospitalisasi memerlukan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008).

(3)

kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice, 1992 dalam Perry & Potter, 2006). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio, 2008).

2.1.4 Tujuan Discharge Planning

Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi

kebutuhan spesifik untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 1999). Discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk

menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunikasi yang efektif (Discharge Planning Association, 2008).

(4)

Discharge planning akan memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan keluarga dengan menyediakan, memandirikan aktivitas perawatan diri.

2.1.5 Prinsip Discharge Planning

Prinsip-prinsip discherge planning adalah sebagai berikut:

a. Klien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan dari klien perlu dikaji dan dievaluasi.

b. Kebutuhan dari klien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin muncul pada saat klien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang muncul di rumah dapat segera diantisipasi.

c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.

(5)

pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat.

e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap klien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan. 2.1.6 Proses Discharge Planning

Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Perry & Potter (2006) membagi proses discharge planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge planning. Pada fase transisional, kebutuhan

pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya semakin berkurang, pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan.

(6)

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 2005). Menurut Slevin (1986) pengkajian discharge planning berfokus pada 4 area yang potensial, yaitu pengkajian fisik dan psikososial, status fungsional, kebutuhan health education dan konseling.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge planning, dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga. Yaitu mengetahui problem, etiologi (penyebab), support sistem (hal yang mendukung pasien sehingga dilakukan discharge planning).

3. Perencanaan

Perencanaan pemulangan pasien membutuhkan identifikasi kebutuhan pasien. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang pasien, yang disingkat dengan METHOD yaitu :

(7)

b. Environment (lingkungan). Lingkungan tempat pasien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan untuk kelanjutan perawatannya.

c. Treatment (pengobatan). Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah pasien pulang, yang dilakukan oleh pasien dan anggota keluarga.

d. Health Teaching (pengajaran kesehatan). Pasien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana mempertahankan kesehatan, termasuk tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan perawatan kesehatan tambahan.

e. Outpatient Referal. Klien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau agen komunitas lain yang dapat meningkatkan perawatan yang kontinu.

(8)

4. Implementasi

Implementasi dalam discharge planning adalah pelaksanaan rencana pengajaran referal. Seluruh pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan pada catatan perawat dan ringkasan pulang (discharge summary). Intruksi tertulis diberikan kepada pasien.

Demontrasi ulang harus memuaskan, pasien dan pemberi perawatan harus memiliki keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang digunakan dirumah. 5. Evaluasi

Evaluasi sangat penting dalam proses discharge planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti

dengan cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai. Keberhasilan program rencana pemulangan tergantung pada enam variabel:

a. Derajat penyakit

b. Hasil yang diharapkan dari perawatan c. Durasi perawatan yang dibutuhkan d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlakukan e. Komplikasi tambahan

(9)

Skema 2.1 Alur Pelaksanaan Discharge Planning (Nursalam, 2008)

Keterangan :

PP : Perawat Primer PA : Perawat Asosiet Tugas Perawat Primer

- Membuat perencanaan pulang (discharge planning)

- Membuat leaflet.

- Memberikan konseling.

- Memberikan pendidikan kesehatan.

Perawat PP dibantu PA Perawat PP dibantu PA

Keadaan pasien

1. Klinis & pemeriksaan penunjang lain 2. Tingkat

ketergantungan klien

Perencanaan Pulang

Program Health Education - Control & obat/perawatan - Nutrisi

- Aktivitas dan istirahat - Perawatan diri

Lain-lain Penyelesaian

administrasi

Monitor ( sebagai program service savety)

(10)

2.2 DISCHARGE PLANNING PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

2.2.1 Pertimbangan Pulang Pasien Diabetes Mellitus (Engram, 1998):

a. Perawatan evaluasi b. Modifikasi diet

c. Program latihan terencana

d. Tanda dan gejala hipoglikemia dengan intervensi e. Penatalaksanaan terapi insulin

f. Agensi pendukung komunitas g. Pemantauan glukosa darah 2.2.2 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

(11)

digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu (PERKENI, 2006).

Empat pilar utama dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Konsensus PERKENI, 2011) meliputi edukasi, terapi nutrisi medis, aktivitas fisik dan manajemen obat.Berikut 4 pilar utama penanganan DM:

1. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan diabetes mellitus secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. (PERKENI, 2011). Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

a. Materi edukasi pada tingkat awal adalah:

(12)

2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus secara berkelanjutan.

3) Penyulit diabetes mellitus dan risikonya.

4) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan.

5) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain.

6) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).

7) Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia.

8) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

9) Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan).

10) Pentingnya perawatan kaki.

(13)

b. Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah:

1) Mengenal dan mencegah penyulit akut diabetes mellitus.

2) Pengetahuan mengenai penyulit menahun diabetes mellitus.

3) Penatalaksanaan diabetes mellitus selama menderita penyakit lain.

4) Makan diluar rumah.

5) Rencana untuk kegiatan khusus.

6) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang diabetes mellitus.

7) Pemeliharaan/perawatan kaki. 2. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes mellitus secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).

(14)

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes mellitus perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

a. Karbohidrat

1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

2) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.

3) Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

4) Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes mellitus dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain. 5) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan

energi.

(15)

7) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

b. Lemak

1) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.

2) Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

3) Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

4) Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

5) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

6) Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari. c. Protein

1) Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

(16)

ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

3) Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65%. d. Natrium

1) Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes mellitus sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

2) Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

3) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit. e. Serat

(17)

mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

2) Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari. f. Pemanis alternatif

1) Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

2) Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

3) Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. 4) Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada

penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah.

5) Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

(18)

Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes mellitus. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut:

a. BBI = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

BBI = (TB dalam cm - 100) x 1 kg. BB Normal : BB ideal ± 10 % Kurus : < BBI - 10 % Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

(19)

Klasifikasi IMT :

a. BB Kurang < 18,5 b. BB Normal 18,5-22,9 c. BB Lebih ≥ 23,0

1) Dengan risiko 23,0-24,9 2) Obes I 25,0-29,9

3) Obes II > 30 3. Aktivitas Fisik

Penyusunan program latihan bagi penderita diabetes mellitus sangat individual sesuai dengan kondisi penyakitnya. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi diabetes dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan (PERKENI, 2006).

(20)

insulin otot dan pertambahan reseptor insulin otot pada saat melakukan latihan jasmani, hingga jaringan otot aktif disebut juga sebagai jaringan non-insulin dependen. Kepekaan ini akan berlangsung lama,

bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan jasmani akan terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif (Sudoyo,dkk., 2006). 4. Manajemen Obat

(21)

Skema 2.2 Kerangka Teori Penelitian

Dari Lewis et al (2000); Black & Hawk (2008); Nursalam (2008); Smeltzer et al (2009).

Diabetes Mellitus

Hiperglikemia Komplikasi:

- Mikrovaskuler - Makrovaskuler Penatalaksanaan umum:

- Edukasi

- Terapi nutrisi medis - Aktivitas fisik - Manajemen obat.

Self Care Diabetes

Discharge Planning

Program Health Education - Control & obat/perawatan - Nutrisi

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

฀idak ada lampu penerangan di Jalan Cangkringan, tetapi teknisi daerah tersebut berkata bahwa tidak ada ruang yang cukup untuk mendirikan empat lampu, dan

[r]

[r]

Kebutuhan yang muncul dalam proses Perubahan dalam struktur industri pasar Kondisi demografis.. Perubahan persepsi, suasana, dan makna

Adapun alasan Abu Hanifah yang menyatakan bahwa tidak ada shalat untuk minta hujan adalah hadits-hadits yang menyebutkan Rasulullah saw minta hujan dengan berdoa

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik