• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOST : STUDI KASUS DI KELURAHAN JEMURWONOSARI KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOST : STUDI KASUS DI KELURAHAN JEMURWONOSARI KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOST (Studi Kasus di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial

(S.Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

ADILLA KHOIR

NIM. B05212001

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Adilla Khoir, 2016, Potret Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal di Kost (Studi

Kasus di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya), Skripsi

Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata kunci: Potret Kehidupan, Mahasiswa dan Kost.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif studi kasus dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi adalah teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman.

Dari hasil penelitian ini, ada beragam varian realitas sosial yang berhasil diungkap mengenai lima variabel prilaku individu yang menjadi fokus amatan penelitian ini (1) alasan mahasiswa memilih tinggal di kost karena atas dasar kenyamanan, (2) proses adaptasi yang dilalui bagi yang telah berpengalaman hidup mandiri menjadi suatu hal yang mudah, sedangkan yang tidak berpengalaman membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan internal kostnya tersebut, (3) interaksi sosial yang terjalin antara mahasiswa kost dengan masyarakat sekitar, mereka ada yang aktif dan ada pula yang pasif, (4) mahasiswa kost yang kurang aktif dalam kegiatan sosial keagamaan yang ada di warga kecuali pada kegiatan tertentu seperti ibadah shalat

berjama’ah, mengajar ngaji, membaca istighosah, dan kegiatan pengajian yang

ada di kost, (5) dalam hal prestasi akademik mahasiswa kost mampu mempertahankan prestasi akademik yang telah diperoleh dan masing – masing mahasiswa kost memiliki pembagian waktu belajar sendiri.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 9

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3. Pemilihan Subjek Penelitian ... 12

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 13

5. Teknik Pengumpulan Data ... 14

6. Teknik Analisis Data ... 17

7. Teknik Keabsahan Data ... 17

G.Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II : KEHIDUPAN MAHASISWA KOST DALAM TINJAUAN TEORI KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN THOMAS LUCKMAN A.Mahasiswa dan Kost ... 21

B.Teori Konstruksi Sosial ... 32

C.Penelitian Terdahulu ... 44

BAB III : POTRET KEHIDUPAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI KOST KELURAHAN JEMURWONOSARI KECAMATAN WONOCOLO SURABAYA A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 49

(8)

C. Potret Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal di Kost: Analisis

Konstruksi Sosial ... 111

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 125 B. Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara 2. Dokumen lain yang relevan 3. Jadwal Penelitian

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut kodratnya, manusia, adalah “makhluk dua dimensi”, yakni

dimensi sosial (masyarakat) dan dimensi individual (perorangan). Dikatakan

berdimensi sosial karena dalam diri manusia terdapat dorongan untuk hidup

bersama dan berada di antara manusia lainnya. Bentuk konkretnya adalah

manusia bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan manusia lainnya.

Dikatakan berdimensi individual karena dalam diri manusia terdapat

dorongan keakuan yang membuatnya memiliki kecenderungan bertindak

untuk kepentingan dirinya sendiri.1

Dialektika antar kedua dimensi tersebut dapat berwujud kehidupan yang

beragam (bervariasi) dengan pola yang bergerak di antara bandul individual

dan sosial. Bandul kehidupan masyarakat pedesaan (rural society) pada

umumnya digambarkan lebih condong ke arah social heavy, sedangkan

bandul kehidupan masyarakat perkotaan (urban society) lazim digambarkan

condong ke arah individual heavy.

Di samping masyarakat (society) –yang lazim dimaknai sebagai

himpunan individu yang dijalin oleh sistem hubungan yang kompleks-- ada

himpunan lain dengan postur yang lebih kecil dan lebih sederhana atau –

1

Mawardi, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 217

(10)

2

tepatnya-- lebih homogen. Himpunan ini disebut komunitas (community).

Jalinan hubungan antar individu dalam komunitas lebih bersifat kultural,

partisipatif-efektif, dan relatif lebih otonom (independen).2

Contoh dari komunitas adalah mahasiswa, yakni himpunan dari

individu-individu terpelajar di lembaga perguruan tinggi. Dalam komunitas

ini individu mahasiswa bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan

individu mahasiswa lainnya. Tentu saja di luar komunitasnya, individu

mahasiswa adalah juga anggota dari masyarakat di sekitarnya. Yang

dimaksud dengan “masyarakat sekitar” bagi mahasiswa yang kebanyakannya

berasal dari luar daerah tidak lain adalah masyarakat di sekitar rumah kost di

mana mereka tinggal. Dalam konteks ini adalah menarik untuk memotret

kehidupan sosial mahasiswa tersebut, bukan di lingkungan komunitasnya,

melainkan di lingkungan masyarakat sekitar rumah kost di mana ia tinggal.

Pertama, karena mahasiswa yang tinggal di rumah kost itu datang dari

lingkungan sosial yang berbeda-beda di tempat asal mereka. Kedua, karena

lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal sekarang merupakan

lingkungan sosial baru. Boleh jadi dari mereka ada yang dilanda semacam

schock (goncangan) sehingga gagap dalam beradaptasi. Boleh jadi juga ada

dari mereka yang justru at home di lingkungan sosialnya yang baru tersebut.

Sebagai bagian dari komunitas terdidik, para individu mahasiswa itu

tentu sudah dijamah oleh seperangkat upaya yang terencana yang

2

Departemen Sains, Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Konsep Komunitas Dan Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologi, skpm.ipb.ac.id/konsep-komunitas-dan-masyarakat-dalm-perspektif-sosiologi, akses: 21 Oktober 2015

(11)

3

dimaksudkan untuk membentuk mereka “menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab.3 Artinya di kampus, para individu mahasiswa itu telah menginternalisasi nilai-nilai baik dalam kehidupan bermasyarakat, utamanya

nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama mereka. Di antaranya kalau dari

ajaran Islam adalah nilai kehidupan sosial seperti yang dicerminkan oleh

hadis Nabi SAW:

ﹺﺱ  

ﻢﻬﻌﻔ ﹶﺃ

ﹺﺱ 

ﺮﻴﺧ

(Sebaik-baik manusia adalah yang

paling bermanfaat di antara mereka untuk manusia).P3F

4

P

Sehubungan dengan itu, mahasiswa lazim diidekan sebagai individu

yang memiliki kesadaran kuat untuk mewujudkan hidup yang bermakna di

lingkungan masyarakat sekitarnya. Hanya saja gambaran ideal ini kadang

kurang berselaras dengan kenyataannya. Dari pengamatan sekilas, ada

mahasiswa yang menjadikan rumah kostnya hanya sebagai tempat menginap.

Kehidupan sehari-harinya di sana berjalan rutin dan datar. Pagi/siang pergi ke

kampus untuk kuliah. Sore/malam kembali ke tempat kost untuk

menginap/istirahat. Kadang kala setelah pulang dari kegiatan kuliah di

kampus, mereka tidak langsung kembali ke tempat kost melainkan bermain

dan sebagainya. Namun, kegiatan mahasiswa di kost tidak hanya untuk

beristirahat melainkan ada yang mengerjakan tugas kuliah, belajar, sharing

dengan teman, membersihkan dan merapikan barang pribadi, dan lain

3

www.academia.edu/4784240/SISTEM_PENDIDIKAN_NASIONAL

4

Hadis Nabi SAW ini dituturkan oleh Jabir, dan dimuat dalam al-T}abra>ni, al-Mu’jam al Awsat}, juz 13 (Maktabah Sha>milah), 27

(12)

4

sebagainya. Jika ada hari libur, ia gunakan untuk pulang kampung atau pergi

untuk jalan-jalan bersama teman. Ada juga mahasiswa yang menjadikan

rumah kost hanya sebagai alamat tempat tinggal dan sebagai gudang untuk

menyimpan barang-barangnya. Ia jarang tinggal di rumah kost karena

kegiatannya yang padat di organisasi. Sebagai aktivis mahasiswa, ia memilih

banyak tinggal di kampus atau di kantor/sekretariat organisasinya. Ada juga

mahasiswa yang tinggal di rumah kost seperti di rumah sendiri. Saatnya ada

kegiatan di kampus, ia berangkat ke kampus. Usai berkegiatan, ia pulang ke

rumah kost. Ada saatnya juga ia bersosialisasi dengan para tetangga dengan

melibatkan diri dalam berbagai kegiatan mereka.

Bertolak dari latar hasil pengamatan sekilas yang menunjukkan adanya

variasi inilah maka potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost menjadi

menarik untuk dikaji melalui penelitian yang lebih mendalam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah bagaimana potret kehidupan mahasiswa yang

tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya?

Masalah penelitian ini akan dijawab dengan mendeskripsikan sejumlah

hal di seputar kehidupan mahasiswa yang tinggal di Kost, mulai dari alasan

mereka memilih tinggal di tempat Kost, adaptasi mereka dengan lingkungan

internal kost, interaksi sosial mereka dengan masyarakat sekitar, kehidupan

(13)

5

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memahami potret kehidupan mahasiswa yang

tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat. Manfaat tersebut bisa

bersifat teoritis dan praktis. Untuk penelitian kualitatif, manfaatnya lebih

bersifat teoritis, yaitu untuk pengembangan ilmu, namun juga tidak menolak

manfaat praktisnya untuk memecahkan masalah. Bila peneliti kualitatif dapat

menemukan teori, maka akan berguna untuk menjelaskan, memprediksikan

dan mengendalikan suatu gejala.5 Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat sebagai berikut:

1. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

dan dapat lebih memperkuat teori ilmu sosial serta dapat dijadikan sebagai

pedoman untuk penelitiannya selanjutnya.

5

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitaif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2008), 219

(14)

6

2. Praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini disamping sebagai salah satu upaya untuk

memenuhi tugas akhir dalam Program Strata Satu (S1) Program Studi

Sosiologi FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya, juga diharapkan mampu

memberikan pengetahuan dan wawasan terkait deskripsi dan

gambaran tentang kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost di

Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya. Selain itu

juga dapat memberikan manfaat yang sangat berharga, berupa

pengalaman praktis dalam hal penelitian.

b. Bagi Program Studi Sosiologi

Sebagai kontribusi ilmu pengetahuan, hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dari sekian banyak

bahan referensi untuk memahami deskripsi dan gambaran kehidupan

mahasiswa yang tinggal di kost di Kelurahan Jemurwonosari

Kecamatan Wonocolo Surabaya.

c. Bagi Lembaga

Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi penelitian

selanjutnya dan sebagai perbendaharaan perpustakaan untuk

(15)

7

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan positif bagi

mahasiswa bahwa kehidupan sosial, agama, dan pendidikan haruslah

berjalan seimbang.

E. Definisi Konseptual

Pada dasarnya konsep merupakan unsur pokok dari penelitian. Suatu

konsep sebenarnya adalah definisi singkat dari sejumlah fakta atau gejala

yang ada. Dengan demikian konsep dalam permasalahan penelitian harus

ditentukan batasan dan ruang lingkupnya dengan harapan tidak terjadi

kesimpangsiuran dalam pemahaman terhadap permasalahan tersebut.

Untuk menghindari salah pengertian berikut ini peneliti jelaskan

pengertian beberapa istilah yang terdapat dalam judul ini, yaitu:

a) Potret Kehidupan

Potret ialah sebuah gambaran. Sedangkan kehidupan ialah cara

(keadaan, hal) hidup6 Yang dimaksud potret kehidupan dalam penelitian ini adalah gambaran tentang kehidupan sosial sehari-hari mahasiswa yang

tinggal di Kost di wilayah Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan

Wonocolo Surabaya.

6

Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 351

(16)

8

b) Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi.7 Dalam penelitian ini, yang dimaksud mahasiswa adalah seseorang yang sedang

menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya.

c) Kost (in de kost)

Kost adalah kamar atau rumah yang disewakan dengan sejumlah

pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya periode per

bulan) untuk digunakan sebagai tempat tinggal baik oleh laki-laki maupun

perempuan. Kata "kost" merupakan turunan dari frasa bahasa Belanda "In

de kost" yang berarti "makan di dalam". Bila frasa tersebut dijabarkan

lebih lanjut dapat pula berarti "tinggal dan ikut makan di dalam rumah

tempat menumpang tinggal.”8

Pada umumnya kost (in de kost) terletak di sekitar sekolah, perguruan

tinggi atau universitas, dan pabrik. Dalam penelitian ini, kost yang

dimaksud adalah kost mahasiswa yang terletak di kelurahan

Jemurwonosari kecamatan Wonocolo kota Surabaya.

F. Metode Penelitian

Dalam sub bab tentang metode penelitian ini dikemukakan uraian

mengenai jenis penelitian dan pendekatan penelitian, lokasi dan waktu

7

Ibid., 543.

8

Wikipedia, 01 Maret 2016, https://id.wikipedia.org/wiki/Indekost

(17)

9

penelitian, pemilihan sabyek penelitian, tahap-tahap penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik abalisis data, dan teknik keabsahan data.

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yakni jenis

penelitian yang menghasilkan temuan-temuan data tanpa

menggunakan prosedur statistik atau cara lain dari pengukuran

(kuantifikasi).9

Secara sederhana, penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai

penelitian yang diselenggarakan dengan melakukan observasi

langsung ke lapangan dan melakukan wawancara dengan informan.

Dari sisi lain penelitian kualitatif dapat juga dijelaskan sebagai

penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan

analisis dengan pendekatan induktif. Dalam penelitian kualitatif,

proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan.10

Kualifikasi penting lainnya dari jenis penelitian kualitatif ini

adalah:

1) Data disikapi sebagai data verbal atau sebagai sesuatu yang dapat

ditransposisikan sebagai data verbal.

9

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rinika Cipta, 2008), 1

10

Ibid., 21.

(18)

10

2) Mengutamakan hubungan secara langsung antara peneliti dengan

hal yang diteliti

3) Mengutamakan peran peneliti sebagai instrument kunci (key

informant)11

Penelitian kualitatif berusaha mengungkap berbagai keunikan

yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat atau organisasi

dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam dan

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.12

b. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi

Kasus, yakni ikhtiar menggambarkan ihwal kehidupan dengan cara

langsung terjun ke beberapa informan mahasiswa yang bertempat

tinggal di Kost di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo

Surabaya. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar.

Menurut Foerman studi kasus adalah suatu pelukisan dari suatu

fase atau keseluruhan pengalaman yang relevan dari data tertentu yang

dipilih. Apabila perhatian penyelidik dipusatkan pada perkembangan,

maka keterangannya adalah sejarah kasus (case history).

Foerman mencatat bahwa “bahan studi kasus bisa masuk pada

ilmuwan sosial melalui sejumlah dokumen pribadi, beberapa catatan

pengamatan partisipan, laporan orang ketiga. Yang membedakan studi

11

Ibid., 20.

12

Ibid., 22.

(19)

11

kasus dengan penelitian survey terletak pada intensitas dan kedalaman

penyelidikannya. Studi kasus biasanya dikenali sebagai pemerikasaan

yang cermat atas berbagai keadaan sosial yang spesifik atau berbagai

aspek khusus dari lingkungan sosial, yang mencakup deskripsi

psikologis tentang orang di lingkungan tersebut.

Studi kasus bersifat luwes berkenaan dengan metode

pengumpulan data yang digunakan. Wawancara, pengamatan dan

berbagai bentuk pengumpulan data lainnya berkemungkinan untuk

digunakan di dalam analisis pendalaman terhadap berbagai situasi

sosial yang spesifik.13

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Kelurahan Jemurwonosari,

Kecamatan Wonocolo, kota Surabaya. Di kelurahan terletak kampus

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) yang di

sekitarnya terdapat banyak rumah Kost untuk kalangan mahasiswa.

b. Waktu Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini peneliti membutuhkan waktu

kurang lebih tiga bulan, yakni mulai bulan Desember 2015 sampai

dengan Februari 2016. Waktu tersebut relatif cukup untuk melakukan

13

James A.Black dan Dean J.Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 1999), 77-79

(20)

12

penggalian data secara mendalam mengenai potret kehidupan

mahasiswa yang tinggal di Kost di Kelurahan Jemurwonosari

Kecamatan Wonocolo Surabaya. Berhubung waktu tersebut masih

merupakan rancangan dari peneliti maka yang sewaktu-waktu bisa

berubah, baik terkait dengan kebijakan dari prodi atau pun fakultas

sebagai lembaga tempat peneliti mencari ilmu.

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini ialah mahasiswa yang tinggal di kost di

Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya dalam periode

waktu minimal satu tahun. Subyek penelitian yang peneliti pilih yakni

sebanyak 9 orang mahasiswa kost, 2 orang ibu kost, dan 3 orang warga.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:

Tabel 1.1

Daftar Nama Informan

No Nama Status Fakultas

1. Nina Magfiroh (Nina) Mahasiswa Semester 4 Adab & Humaniora

2. Irma Nur Rosyidah (Irma) Mahasiswa Semester 6 Dakwah & Ilmu Komunikasi

3. Indah Qurniawati (Indah) Mahasiswa Semester 7 FISIP

4. Fifit Mulyana (Fifit) Mahasiswa Semester 7 FISIP

5. M. Bagus Arif (Bagus) Mahasiswa Semester 7 FISIP

6. Rosi Noviandi (Rosi) Mahasiswa Semester 7 FISIP

7. Miftakhul Amin (Amin) Mahasiswa Semester 8 FISIP

8. Uci Nurul Hidayati (Uci) Mahasiswa Semester 8 Ushuluddin & Politik Islam

9. Silvi Royyani (Silvi) Mahasiswa Semester 10 Ushuluddin & Politik Islam

10. Ibu Ibnu Ibu kost -

(21)

13

12. Ibu Ningsih Warga -

13. Ibu Dwi Warga -

14. Ibu Yani Warga -

4. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap penelitian adalah gambaran perencanaan keseluruhan

penelitian, pengumpulan data, analisis data, hingga pelaporan data.

Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

a. Tahap Lapangan

Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti sebelum turun

langsung ke lapangan di antaranya adalah:

1) Pengajuan judul penelitian

2) Membuat proposal penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti

membuat proposal penelitian sebagai syarat untuk memperoleh

surat tugas izin penelitian dari prodi Sosiologi kepada pihak

kelurahan dimana peneliti akan melakukan penelitian. Dalam

menyusun proposal, pertama kali peneliti menyajikan uraian

tentang latar belakang masalah yang memuat sejumlah fakta dan

pertimbangan yang menjadi latar dari pentingnya dilakukan

penelitian mengenai “Potret Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal

di Kost (Studi kasus di Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan

(22)

14

penelitian serta merancang metode penelitian, sekiranya metode

yang digunakan itu sesuai dengan obyek yang akan diteliti.

3) Menyusun rancangan penelitian

Sebelum turun ke lapangan untuk melakukan penelitian,

peneliti menyusun rancangan penelitian terlebih dahulu. Dengan

rancangan inilah peneliti bisa mengetahui dan bisa memprediksi

kapan peneliti mulai turun ke lapangan, bisa menentukan siapa saja

informan yang patut untuk dimintai informasi, dan menentukan

banyaknya biaya yang dibutuhkan selama melakukan penelitian.

b. Tahap Lapangan

Pada tahap ini, peneliti mulai melakukan proses penelitian di

lapangan yakni dengan cara observasi lapangan, wawancara

mendalam, dan menelusuri serta mengcopy (menulis kembali)

dokumen tertulis atau informasi lain terkait objek yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam

penelitian ini, yaitu:

a. Observasi

Observasi dilakukan peneliti untuk mengamati kehidupan

mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan Jemurwonosari kecamatan

(23)

15

rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap

fenomena sosial. Selama beberapa waktu tanpa harus mempengaruhi

terhadap fenomena yang sedang diteliti. Dengan mencatat, merekam,

dan memotret fenomena untuk dianalisis.14

b. Interview

Interview atau wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua

orang atau lebih untuk mendapatkan informasi dengan mengajukan

beberapa pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Atau juga

bisa diartikan percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak yaitu

pewawancara (interviewer) sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan

dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas

pertanyaan.

Adapun, metode wawancara yang digunakan oleh peneliti yakni

wawancara mendalam. Wawancara mendalam secara umum adalah

proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya-jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan

atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan

pedoman (guide) wawancara, di mana wawancara dan informan

terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian,

kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam

kehidupan informan.

14

Imam Suprayogo dan Tabroni, Metode Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 167

(24)

16

Dengan wawancara secara mendalam ini, peneliti akan ikut

membaur dalam kehidupan informan yang akan diteliti saat berada di

kost. Peneliti tidak menggunakan wawancara yang terstruktur, yakni

pada saat wawancara peneliti tidak menyusun pertanyaan dan jawaban

sistematis, namun hanya berdasar pada pedoman wawancara yang

tetap terkait dengan topik pembahasan penelitian. Hal ini dilakukan

supaya peneliti lebih leluasa dan tidak terkesan melakukan tanya

jawab dengan informan, sehingga informanpun dengan leluasa

memberikan informasi tanpa ada tekanan atau keterpaksaan dari pihak

peneliti. Saat wawancara berlangsung, peneliti membawa instrument

sebagai alat bantu yakni pedoman untuk wawancara dan alat bantu lain

seperti tape recorder untuk merekam, kamera dan lain-lain, sehingga

dapat membantu memperlancar pelaksanaan wawancara.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan

dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu yang dapat berupa

rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip, database, surat-surat,

rekaman, gambar, catatan, buku, dan sebagainya.

Dokumentasi yang peneliti peroleh dalam penelitian ini meliputi

gambar atau foto hasil kegiatan wawancara yang dilakukan peneliti

dengan informan mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan

Jemurwonosari kecamatan Wonocolo Surabaya dan data monografi

(25)

17

6. Teknik Analisis Data

Bogdan dan Biklen mengatakan analisis data kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan

data, memilah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mengadakan

sintesis, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari serta membuat keputusan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.15

Dalam penelitian ini, sebelum masuk pada tahap analisis data terlebih

dahulu peneliti telah mengumpulkan data–data dari hasil observasi

lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Setelah semua data terkumpul,

selanjutnya peneliti mulai melakukan analisis data dengan menggunakan

teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Teknik

analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menentukan,

menafsirkan dan mengurai data yang bersifat kualitatif.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada tahap ini, langkah yang dilakukan peneliti untuk memeriksa

keabsahan data yakni dengan cara menggunakan trianggulasi data.

Trianggulasi data dilakukan untuk mengkoreksi kembali terhadap

sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti dari

sumber-15

Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, 192.

(26)

18

sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi

(penetapan) tema-tema secara tepat. 16

G. Sistematika Pembahasan

Secara global, skripsi ini dibagi dalam empat pembahasan, yang satu

sama lain saling terkait dan merupakan suatu sistem yang urut untuk

mendapatkan suatu kesimpulan dalam mendapatkan suatu kebenaran ilmiah.

Langkah-langkah pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan peneliti memberikan gambaran tentang latar

belakang masalah yang hendak diteliti. Setelah itu menentukan rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, metode

penelitian (Jenis dan Pendekatan Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian,

Subjek Penelitian, Tahap-Tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data,

Teknik Analisis Data, dan Teknik Keabsahan Data), dan sistematika

pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORI

Dalam Bab kajian teori, pertama bagian ini berisi kajian pustaka

tentang mahasiswa dan kost, kedua berisi penjelasan teori Konstruksi Sosial

Peter L. Berger dan Thomas Luckman yang oleh peneliti akan digunakan

16

Jhon W. Creswell, Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed Edisi Ke-3 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 286

(27)

19

dalam menganalisis masalah dalam penelitian ini yang berjudul “Potret

Kehidupan Mahasiswa yang Tinggal di Kost (Studi Kasus di Kelurahan

Jemurwonosari, Kecamatan Wonocolo, Surabaya), dan ketiga berisi kajian

penelitian terdahulu.

BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Dalam bab penyajian data, peneliti memberikan gambaran mengenai

deskripsi umum lokasi penelitian dan menyajikan data tentang potret

kehidupan kesembilan mahasiswa yang tinggal di kost kelurahan

Jemurwonosari. Potret kehidupan mahasiswa tersebut meliputi beberapa aspek

yakni sosial, ekonomi, agama, dan pendidikan. Penyajian data ini dibuat

secara tertulis, dikemas dalam bentuk analisis deskriptif dan juga disertakan

dokumentasi foto yang mendukung data penelitian ini. Setelah itu akan

dilakukan penganalisahan data dengan menggunakan teori Konstruksi Sosial

yang dipopulerkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab penutup, penulis menuliskan kesimpulan dari permasalahan

dalam penelitian, kesimpulan yang peneliti buat lebih bersifat konseptual dan

terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Selain itu

juga memberikan saran kepada para pembaca laporan penelitian ini. Jika ada

yang positif dari hasil penelitian, maka disarankan lembaga-lembaga lain

untuk menjadikannya sebagai contoh, dan tentunya masih banyak

kekurangannya. Dalam bab ini juga terdapat bagian akhir, yakni berisi daftar

(28)

20

penelitian, surat permohonan izin penelitian, surat rekomendasi penelitian dari

BANKESBANGPOL dan LINMAS Surabaya, surat pengantar survey dari

Kelurahan Jemurwonosari, jadwal penelitian, berita acara ujian skripsi, dan

(29)

21

BAB II

KEHIDUPAN MAHASISWA KOST DALAM TINJAUAN

TEORI KONSTRUKSI SOSIAL PETER L. BERGER DAN

THOMAS LUCKMAN

A. Mahasiswa dan Kost 1. Pengertian Mahasiswa

Pengertian mahasiswa sangatlah beragam, dijelaskan dalam

peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990, bahwa mahasiswa adalah

peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

Pendapat lain mengatakan bahwa mahasiswa adalah individu yang secara

resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas

usia sekitar 18-30 tahun.1

Mahasiswa sebagai individu yang sedang menuntut ilmu

pengetahuan di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga

lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mereka dinilai memiliki

tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan

kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak cepat dan tepat

merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang

merupakan prinsip yang saling melengkapi.2

Maka secara umum, mahasiswa dapat diartikan sebagai seseorang

yang tengah menjalani pendidikan tingkat perguruan tinggi yang pada

1

Griya Naskah, 22 Agustus 2012, http://gnaskah.blogspot.co.id/2012/08/mahasiswa.html

2

Dwi Siswoyo, Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press, 2007), 121

(30)

22

masa mendatang akan menjadi seorang intelektual yang kritis, bertindak

cepat dan tepat dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan bangsa

dan negara. Sebab, mahasiswa adalah generasi penerus bangsa.

a. Hak dan kewajiban mahasiswa

Sesungguhnya, hak dan kewajiban mahasiswa haruslah berjalan

secara seimbang. Hak – hak mahasiswa tiada lain adalah memperoleh

pengajaran, pendidikan, fasilitas, dan pelayanan dengan baik selama

menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.

Mahasiswa sebagai kelompok terpenting dalam sebuah masyarakat

juga harus dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya yakni belajar dan

menuntut ilmu pengetahuan dengan baik. Karena, belajar merupakan

syarat mutlak dalam mencapai tujuan ilmiah.3

Mahasiswa juga bertanggung jawab dalam melaksanakan Tri

Dharma Perguruan Tinggi. Isi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut

yakni:

1) Pendidikan dan Pengajaran.

2) Penelitian dan Pengembangan.

3) Pengabdian Pada Masyarakat.

b. Peran dan fungsi mahasiswa

Sejak awal masa kebangkitan nasional tahun 1908 sampai

pembentukan orde baru pada pertengahan tahun 1966, gerakan mahasiswa

memegang peranan penting dalam memperjuangkan perubahan Negara

3

Yahya Ganda, Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2004), 1

(31)

23

Indonesia. Dalam sejarah, Indonesia tidak bisa lepas dari perjuangan

mahasiswa, bahkan pada hakikatnya perjuangan Indonesia adalah

perjuangan mahasiswa/pemuda.4

Terdapat tiga peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiwa,

yaitu :

Pertama adalah peran moral, dunia kampus merupakan dunia di

mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka

ingin. Mahasiswa dituntut untuk dapat bertanggung jawab terhadap moral

diri masing-masing sebagai individu dalam menjalankan kehidupan di

masyarakat.

Kedua, adalah peran sosial. Mahasiswa selain memiliki tanggung

jawab pribadi, mereka juga memiliki peranan sosial, yaitu bahwa

keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya

sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Ketiga, adalah peran intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang

disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status

tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa

fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan

memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia

miliki selama menjalani pendidikan. 5

4

Slamet Muljana, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan, jilid I (Yogyakarta: Ikis, 2008), 283

5

Markus M Ningmabin, 22 Maret 2012,

http://komapo.org/index.php?option=com_content&view=article&id=77:mengenali-hakekat- gelar-mahasiswa&catid=30:komapo-news-edisi-ii&Itemid=53

(32)

24

c. Eksistensi Mahasiswa

Eksistensi mahasiswa yakni sebagai agent of change, agent of

control dan agent of culture.

1) Mahasiswa sebagai agent of change / agen perubahan

Mahasiswa mengklaim dirinya sebagai agent of change

sebagaimana sikap yang diambil oleh para pejuang dan pahlawan yang

terlibat dalam dinamika kehidupan bangsa dan demi tercapainya suatu

kondisi yang ideal bagi masyarakat dan lingkungan. Maka tak jarang

mahasiswa juga terlibat aktif mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak

pro-keadilan dan pro-rakyat kecil.

2) Mahasiswa sebagai agent of control / agen social

Mahasiswa juga mengklaim dirinya sebagai agen sosial yang ikut

aktif dalam kehidupan sosial masyarakat. Tujuannya adalah untuk

menciptakan kondisi sosial yang ideal dan stabil dari dirinya dan

masyarakat. Sehingga mahasiswa merasa perlu untuk terlibat aktif sesuai

dengan esensi mahasiswanya

3) Mahasiswa sebagai agent of culture / agen budaya

Agen budaya yang dimaksud adalah mengamati perubahan

perilaku dan kehidupan masyarakat sekitarnya. Mereka juga ikut

mengawali perubahan budaya yang baru bila budaya lama dianggap

merugikan bagi masyarakat dan membawa kepada kebodohan. Namun, tak

jarang mereka juga mempertahankan budaya yang lama atau yang telah

(33)

25

mahasiswa tidak hanya belajar untuk meraih IPK tinggi dan memenuhi

ambisi pribadinya. Melainkan juga mahasiswa haruslah eksis dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya eksistensi mahasiswa ini

bukan berarti sekedar eksis untuk mencari muka. Namun semata-mata

merupakan bagian dari tanggunjawab yang telah tersematkan pada

identitasnya sebagai “Mahasiswa”.6

2. Pengertian Kost

Kost adalah tinggal di rumah orang lain tanpa makan, dengan

membayar setiap bulannya.7 Dalam Wikipedia definisi kost adalah sebuah jasa yang menawarkan kamar untuk ditinggali dengan sejumlah

pembayaran tertentu setiap periode (umumnya pembayaran dilakukan

setiap bulan). Kata “kost” berasal dari bahasa Belanda yakni in the kost.

Definisi “in the kost” sesungguhnya adalah “makan didalam” apabila

dijabarkan lebih lanjut dapat pula berarti “tinggal dan ikut makan” didalam

rumah tempat menumpang tinggal.8 Namun, maknanya sudah bergeser cukup jauh dari masa ke masa.

Pada dasarnya, rumah kost adalah rumah hunian yang

menyediakan kamar untuk tinggal, lengkap dengan perabot standart tempat

kost yakni tempat tidur dan lemari. Pembayarannya dilakukan bulanan,

dan penghuni kost (biasa disebut anak kost, walaupun mungkin sama

sekali bukan anak-anak) biasanya sudah tidak membayar biaya listrik dan

6

Griya Naskah, 22 Agustus 2012, http://gnaskah.blogspot.co.id/2012/08/mahasiswa.html

7

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke 3 (Jakarta: Balai Pustaka 2003), 443.

8

Wikipedia, 01 Maret 2016, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Indekost

(34)

26

air kecuali dalam kondisi tertentu, misalnya membawa peralatan elektronik

yang mengkonsumsi listrik cukup besar.

a. Sejarah Kost

Kost (in the kost) telah ada sejak zaman kolonial / penjajahan

Belanda di Indonesia. Pada saat itu “in the kost” adalah sebuah gaya hidup

yang cukup populer di kalangan menengah ke atas untuk kaum pribumi,

terutama sebagian kalangan yang mengagung-agungkan budaya barat /

Eropa khususnya adat Belanda, dengan trend ini mereka berharap banyak

agar anaknya dapat bersikap dan berperilaku layaknya bangsa Belanda

atau Eropa yang dirasa lebih terhormat saat itu.

Dalam masa penjajahan, bangsa Belanda ataupun bangsa Eropa

pada umumnya mendapat status sangat terpandang dan memiliki

kedudukan tinggi dalam sastra sosial di masyarakat, terutama di kalangan

masyarakat pribumi Indonesia. Orang-orang yang bukan orang Belanda

dan berpandangan non-tradisional menganggap perlunya anak mereka

bersikap “seperti layaknya” orang Belanda. Dengan membayar sejumlah

uang tertentu sebagai jaminan, anaknya diperbolehkan untuk tinggal di

rumah orang Belanda yang mereka inginkan, dengan beberapa syarat yang

sudah diperhitungkan, dan resmilah si anak diangkat sebagai anak angkat

oleh keluarga Belanda tersebut.

Setelah tinggal serumah dengan keluarga Belanda tersebut, selain

diperbolehkan makan dan tidur di rumah, si anak tetap dapat bersekolah

(35)

27

menumpang. Konsep in the kost zaman dulu, yaitu mengadaptasi dan

meniru budaya hidup, bukan sekedar hanya makan dan tidur saja, namun

diharapkan setelah berhenti menumpang, sang anak dapat cukup terdidik

untuk mampu hidup mandiri sesuai dengan tradisi keluarga tempat dimana

ia pernah tinggal.

Seiring berjalannya waktu, saat ini istilah in the kost disebut kost.

Di berbagai daerah di Indonesia, sentra pendidikan, akademi, dan

universitas tumbuh berjamuran. Hal ini diikuti dengan bertambahnya

jumlah rumah-rumah atau bangunan khusus yang menawarkan jasa kost

bagi para pelajar / mahasiswa yang membutuhkannya. Jasa ini tidaklah

gratis, yaitu dengan melibatkan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap

periode, yang biasanya dihitung per bulan atau per minggu. Hal ini

berbeda dengan kontrak rumah, karena umumnya kost hanya menawarkan

sebuah kamar untuk tinggali.9

b. Fungsi Kost

Kost dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian yang bersifat

sementara dengan sasaran pada umumnya adalah mahasiswa dan pelajar

yang berasal dari luar kota ataupun luar daerah. Namun, tidak sedikit pula

kost-kostan ditempati oleh masyarakat umum yang tidak memiliki rumah

pribadi dan menginginkan berdekatan dengan lokasi beraktifitas. Oleh

karena itu fungsi kost-kostan dapat dijabarkan sebagai berikut :

9

Wikipedia, 01 Maret 2016, https://id.m.wikipedia.org/wiki/indekost

(36)

28

1) Sebagai sarana tempat tinggal sementara bagi mahasiswa yang pada

umumnya berasal dari luar daerah selama masa studinya.

2) Sebagai sarana tempat tinggal sementara bagi masyarakat umum yang

bekerja di kantor atau tidak memiliki rumah tinggal agar berdekatan

dengan lokasi kerja.

3) Sebagai sarana pembentukan kepribadian mahasiswa untuk lebih

berdisiplin, mandiri, dan bertanggungjawab.

2) Sebagai tempat untuk menggalang pertemanan dengan mahasiswa lain

dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

c. Fasilitas Tempat Kost

Tempat kost memiliki fungsi yang sama dengan rumah sehingga

tempat kost juga harus memiliki kriteria yang baik sebagai tempat tinggal

mahasiswa yang menuntut ilmu jauh dari daerah asal. Sehingga, fasilitas

menjadi salah satu hal yang penting dalam proses pendidikan. Fasilitas

adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi, dan kemudahan.10 Rumah harus memiliki fasilitas yang baik untuk kenyamanan para

penghuninya, sehingga rumah memiliki standar kriteria yang baik, seperti

yang dikemukakan oleh Ettinger, bahwa kriteria rumah yang baik ditinjau

dari kesehatan dan keamanan dapat melindungi penghuninya dari cuaca

hujan, kelembaban dan kebisingan, mempunyai ventilasi yang cukup, sinar

10

Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 314.

(37)

29

matahari dapat masuk ke dalam rumah serta dilengkapi dengan prasarana

air, listrik, dan sanitasi yang cukup.11

Disamping prasarana air, listrik dan sanitasi, masih terdapat

fasilitas penunjang lainnya yang dibutuhkan oleh mahasiswa yaitu sarana

kegiatan belajar mahasiswa. Sarana belajar dikelompokkan menjadi dua

bagian yaitu Pertama, keadaan ruang belajar yang meliputi penerangan,

letak, ventilasi dan perabot di dalamnya (almari, rak buku, meja, kursi dan

sebagainya). Kedua, sumber pelajaran yang meliputi buku pelajaran, buku

penunjangnya, termasuk alat bantu belajar seperti jangkar, penghapus,

penggaris, mesin hitung, alat tulis dan sebagainya.12

B. Teori konstruksi sosial

Penelitian ini menggunakan teori “Konstruksi Sosial” yang dibangun dan

dipopulerkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Peter L. Berger

merupakan sosiolog dari New School for Social Reserach, New York.

Sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of Frankfurt.

Teori konstruksi sosial, sejatinya dirumuskan kedua akademisi ini sebagai

suatu kajian teoretis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan.

Teori konstruksi sosial merupakan kelanjutan dari pendekatan paradigma

konstruktivisme dan fenomenologi dalam paradigma definisi sosial.

11

Panudju Bambang, Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat

Berpenghasilan Rendah (Bandung: Alumni, 1999), 29.

12

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 233.

(38)

30

1. Pendekatan Paradigma Konstruktivisme dan Fenomenologi

Paradigma Konstruktivisme dalam aliran filsafat, muncul sejak

sokrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan

akal budi dan ide. Gagasan tersebut semakin lebih konkret setelah

Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi,

materi, esensi dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah

makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa

kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta.

Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya ‘Cogoto, ergo

sum’ atau ‘saya berfikir karena itu saya ada’. Kata-kata Aristoteles yang

terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan

konstruktivisme sampai saat ini.

Sejauh ini terdapat tiga macam konstruktivisme yakni pertama,

Konstruktivisme radikal adalah Konstruktivisme yang hanya dapat

mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Kaum konstrutivisme

radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan

sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka, sebuah realitas

yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Kedua, realisme hipotesis

memandang pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas

yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.

Ketiga, konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi

(39)

31

realitas itu. Kemudian, pengetahuan individu dipandang sebagai suatu

gambaran yang dibentuk dari realitas objek dalam dirinya sendiri.

Terdapat kesamaan dari ketiga macam konstruktivisme tersebut,

dimana dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan

dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan

lingkungan atau orang sekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri

pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur

pengetahuan yang telah ada sebelumnya yang Piaget disebut dengan

skema. Dan konstruktivisme macam inilah yang oleh Berger dan Luckman

disebut dengan kontruksi sosial. 13

Selain itu, pemikiran Berger juga termasuk dalam kategori The

Social Definition (Paradigma Definisi Sosial) yang memusatkan perhatian

pada tindakan, interaksi, dan konstruksi sosial dari realitas.14 Di dalam paradigma definisi sosial terdapat pemikiran Schutzian tentang

fenomenologi yang turut memberi pengaruh terhadap pemikiran Berger

dan Luckman mengenai konstruksi sosial. Alfred Schutz, tokoh yang

mempopulerkan teori fenomenologi menyatakan bahwa dunia sosial

merupakan sesuatu yang intersubyektif dan pengalaman yang penuh

makna. Menurutnya, setiap orang pasti memiliki makna serta selalu

berusaha hidup di dunia yang bermakna.

13

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen serta Kritik terhadap Peter L. Berger & Thomas

Luckman (Jakarta: Kencana, 2011), 13.

14

Goerge Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam (Jakarta: Kencana, Cetakan 4, 2007), A-16.

(40)

32

Schutz kemudian membedakan dua macam makna insani. Ada

makna dalam dunia kehidupan individu sehari-hari, makna yang secara

actual atau potensial dalam jangkauan, yaitu makna-makna yang biasanya

dimengerti sendiri secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang

kedua adalah makna yang berada diluar individu sendiri, seperti makna

masyarakat lain atau sector yang kurang akrab dari masyarakat individu itu

sendiri, juga makna-makna dari masa silam, yaitu makna yang secara

langsung muncul secara alamiah, tidak dalam jangkauan, namun

disesuaikan melalui proses inisiasi tertentu, baik melalui pelibatan diri

sendiri dalam suatu konteks sosial atau melalui disiplin intelektual

tertentu.15

Schutz menyatakan pemikirannya mengenai kehidupan sehari-hari

sebagai berikut:

The world of my daily life is by no means my private world but is from the outset an intersubjective one, shared with my fellow men, experienced and interpreted by others: in brief, it is a world common to all of us. The unique biographical situation in which I find myself within the world at any moment of my existence is only to a very small extent of my

own making.16

(Dunia kehidupan keseharianku bagaimanapun adalah dunia

pribadiku namun ia berasal dari suatu dunia intersubyektif, yang dimiliki

bersama dengan orang-orang yang menyertaiku, dialami dan ditafsiri oleh

orang lain: singkatnya, ini adalah dunia biasa bagi kita semua. Situasi

15

Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik Dari Comte hingga Parsons, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006), 146 - 147

16

Alfred Schutz, On Phenomenology and Social Relations (Chicago: Chicago Press, 1970), 163 dikutip Fathurin Zen, NU Politik: Analisis Wacana Media (Yogyakarta: LkiS, 2004), 50.

(41)

33

biografik unik di mana aku mendapatkan diriku di dalam dunia pada

momen kapanpun dari eksistensiku hanyalah untuk ukuran yang sangat

kecil dari buatanku sendiri).

Pemikiran Schutz mengenai kehidupan sehari – hari diatas

mengilhami Berger untuk mengembangkan model teoritiknya mengenai

bagaimana dunia sosial itu terbentuk.

2. Konstruksi sosial menurut Peter L. Berger dan Thomas Luckman

Dalam risalah teoritiknya yang berjudul The Social Construction of

Reality Berger bersama Thomas Luckmann, meringkas teorinya dengan

menyatakan bahwa “realitas terbentuk secara sosial” dan sosiologi ilmu

pengetahuan (sociology of knowledge) harus menganalisis bagaimana hal

itu terjadi.Para sosiolog tidak bisa disodori pertanyaan filsafat seperti, apa

sebenarnya yang riil? Sebaliknya pertanyaan sosiolog terpusat pada soal

bagaimana realitas sosial terjadi, terlepas dari apapun validitasnya.17 Realitas kehidupan sehari-hari, menurut Berger, memiliki

dimensi-dimensi subyektif dan obyektif. Manusia merupakan instrumen dalam

menciptakan realitas sosial yang obyektif (eksternalisasi). Sebaliknya

realitas obyektif itu memengaruhi manusia yang mencerminkan realitas

subyektif (internalisasi). Dalam mode yang dialektik ini, di mana terdapat

17

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 300-301

(42)

34

tesa, antitesa, dan sintesa, Berger melihat masyarakat sebagai produk

manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. 18

Untuk menggambarkan mode hubungan yang dialektik antara

masyarakat dan individu, Berger dan Luckmann menggunakan terma

Eksternalisasi, Obyektivasi, dan Internalisasi.

a. Eksternalisasi

Ekternalisasi merupakan momen awal yang ada dalam dialektika

Berger dan juga merupakan momen seseorang mengkonstruksi realitas

sosial yang ada disekitarnya. Eksternalisasi adalah usaha pencurahan

atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental

maupun fisik.19 Proses ini merupakan bentuk penyesuaian diri manusia dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia (society is a

human product). 20 Dimana individu berusaha untuk beradaptasi

dengan lingkungannya, sarana yang digunakan bisa berupa bahasa

maupun tindakan. Manusia menggunakan bahasa untuk melakukan

adaptasi dengan dunia sosio-kulturalnya dan kemudian tindakannya

juga disesuaikan dengan dunia sosio-kulturalnya. Pada momen ini,

terkadang dijumpai orang yang mampu beradaptasi dan juga mereka

yang tidak mampu beradaptasi. Penerimaan dan penolakan tergantung

dari apakah individu tersebut mampu atau tidak beradaptasi dengan

dunia sosio-kulturalnya.

18

Ibid., 302.

19

Petter L. Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial, (Jakarta: LP3ES, 1991), 4

20

Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, (Surabaya: Insan Cendekian, 2002), 206.

(43)

35

b. Obyektivasi

Obyektivasi adalah hasil yang telah dicapai baik mental maupun

fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu

menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si

penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan

berlainan dari manusia yang menghasilkannya.21 Pada tahap ini, masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an

objective reality).22

Proses obyektivasi ini dimana individu berusaha berinteraksi

dengan dunia sosio-kulturalnya. Pada momen ini terdapat proses

pembedaan antara dua realitas sosial, yaitu realitas diri individu dan

realitas sosial lain yang berada diluarnya, sehingga realitas sosial itu

menjadi sesuatu yang objektif. Dalam proses konstruksi sosial, proses

ini disebut sebagai interaksi sosial melalui pelembagaan dan

legitimasi. Dalam pelembagaan dan legitimasi tersebut, agen bertugas

menarik dunia subyektifitasnya menjadi dunia obyektif melalui

interaksi sosial yang dibangun secara bersama. Pelembagaan akan

terjadi manakala terjadi kesepahaman intersubyektif atau hubungan

subyek – subyek.23

21

M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger &

Thomas Luckman. (Jakarta: Kencana 2008), 15

22

Basrowi Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, 206.

23

Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara, 2005), 44

(44)

36

c. Internalisasi

Internalisasi, pada proses ini lebih merupakan penyerapan

kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga

subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial atau proses

dimana individu melakukan indentifikasi diri ke dalam dunia

sosio-kulturalnya. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah

terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar

kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran.

Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat. Bagi

Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu

yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan

dikonstruksi oleh manusia. Dengan pemahaman semacam ini, realitas

berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang

berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai

pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan

atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan

konstruksinya masing-masing. 24

Struktur kesadaran subyektif individu dalam sosiologi pengetahuan

menempati posisi yang sama dalam memberikan penjelasan kenyataan

sosial. Setiap individu menyerap bentuk tafsiran kenyataan sosial secara

terbatas, sebagai cermin dari dunia obyektif. Dalam proses internalisasi,

tiap individu berbeda – beda dalam dimensi penyerapan, ada yang lebih

24

M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, 15

(45)

37

menyerap aspek ekstern, ada juga yang lebih menyerap bagian intern.

Tidak setiap individu dapat menjaga keseimbangan dalam penyerapan

dimensi obyektif dan dimensi kenyataan sosial. Kenyataan yang diterima

individu dari lembaga sosial, menurut Berger, membutuhkan cara

penjelasan dan pembenaran atas kekuasaan yang sedang dipegang dan

dipraktekkan.

Dalam sejarah umat manusia, eksternalisasi, obyektivasi, dan

internalisasi merupakan tiga moment dalam proses perubahan dialektis

yang berjalan terus secara perlahan. Terdapat dunia sosial obyektif “di luar

sana” yang membentuk individu-individu; dalam arti manusia adalah

produk dari masyarakatnya. Beberapa dari dunia sosial obyektif tersebut

eksis dalam bentuk hukum-hukum yang mencerminkan norma-norma

sosial. Sedangkan aspek lain dari realitas obyektif bukan sebagai realitas

yang langsung dapat diketahui, tetapi bisa memengaruhi segala-galanya,

mulai dari gaya berpakaian, cara berbicara, dan lain sebagainya. Realitas

sosial yang obyektif tersebut dipantulkan oleh orang lain yang cukup

berarti bagi anak, walaupun realitas yang diterima tidak selalu sama antara

anak satu dengan yang lain. Di saat dewasa ia tetap menginternalisasi

situasi-situasi baru dalam dunia sosialnya. Di samping itu, ia memiliki

peluang untuk mengeksternalisasi atau secara kolektif membentuk dunia

(46)

38

sosial − perubahan yang kembali melanda mereka dan dapat juga melanda

generasi-generasi berikutnya. 25

Jadi dunia sosial, menurut Berger, menciptakan nomos (keteraturan

dan ketentuan-ketentuan normatifnya) baik secara subyektif maupun

obyektif. Nomos obyektif lahir dalam proses obyektivasi dan menjadi

makna bersama bagi masyarakat yang lebih luas di mana para individu

berpartisipasi. Di sebelah makna bersama atau nomos obyektif itu terdapat

makna-makna subyektif atau individual.

Di samping nomos, terdapat juga apa yang disebut Berger sebagai

Kosmos. Kosmos mentransendentasi realitas sehari-hari, bergerak dalam

dunia di luar verifikasi obyektif. Kosmos inilah yang menempatkan

agama, yang menurut Berger merupakan “usaha manusia dengan mana

kosmos yang suci itu ditetapkan”.26

Mengikuti mode Weberian, Berger dan Luckmann menunjukkan

bahwa dunia sosial yang obyektif tersebut membutuhkan “legitimasi” atau

“cara penjelasan atau pembenaran” asal-usul pengertian pranata sosial dan

proses pembentukannya. Konstitusi Amerika, misalnya, baru memperoleh

legitimasi atau keabsahan setelah diidealisir di tengah-tengah kalbu rakyat

selama hampir dua abad. Sebelum itu, walaupun para ahli sejarah sudah

mengetahui pengertian yang jelas tentang demokrasi institusional yang

diciptakan oleh para pembuatnya, betapa sedikitnya warga negara Amerika

yang sadar bahwa setiap orang memiliki wakil dan hak yang sama untuk

25

M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, 316-317.

26

Ibid,308-30.

(47)

39

berpartisipasi dalam pemerintahan. Jadi dapat dikatakan bahwa faktor

legitimasi berasal dari interaksi individu dan merupakan “tanda terima”

bagi dunia sosial obyektif.27

Dalam kaitannya dengan konstruksi realitas sosial, agama

merupakan sumber legitimasi yang paling efektif dan paling meluas.

Berger menegaskan, “secara historis arti penting agama dalam proses

legitimasi bisa dijelaskan dalam hubungannya dengan kemampuan agama

yang unik untuk menempatkan fenomena manusia ke dalam kerangka

pemikiran kosmis.” Jadi dalam rangka konstruksi realitas secara sosial

agama dapat dikatakan melayani dua tujuan penting: (1) menyediakan

nomos, atau makna dari realitas, dan (2) mengesahkan, atau memberikan

tanda terima realitas itu.28

Dalam perspektif teori Berger di atas, para mahasiswa yang merupakan

anggota dari komunitas terdidik tentu sudah menginternalisasi nilai-nilai baik

dalam kehidupan bermasyarakat, utamanya nilai-nilai yang dipantulkan dan

disosialisasikan oleh civitas perguruan tinggi mereka melalui berbagai upaya

yang telah terencana untuk membentuk mereka “menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggungjawab. Realitas yang berhasil diserap atau diinternalisasi

oleh para mahasiswa tersebut bisa tidak sama. Selanjutnya mereka

27

Ibid., 307.

28

Ibid., 309.

(48)

40

mengeksternalisasi realitas itu dalam dunia sosial mereka yang dapat

mengakibatkan terjadinya perubahan yang akan kembali melanda mereka dan

bahkan generasi sesudah mereka.

Sebagai komunitas yang hidup secara hampir bersamaan dalam banyak

varian lingkungan di antaranya yang dominan adalah lingkungan kampung

tempat asal dan tinggal semasa liburan, lingkungan kampus tempat menempuh

studi, lingkungan rumah kost dan kampung tempat tinggal selepas kegiatan

studi. Maka dari itu mahasiswa kost dapat dibilang terpapar oleh realitas

obyektif yang beragam. Pada sub-sub lingkungan tersebut, realitas-realitas

obyektif yang bervariasi mengalami proses konstruksi sosial dengan mode

dialektik yang melibatkan rangkaian moment-moment eksternalisasi,

obyektivasi, dan internalisasi. Dengan pendekatan konstruksi sosial, penelitian

ini berupaya memotret realitas kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost

kelurahan Jemurwonosari, kecamatan Wonocolo, Surabaya sebagai gejala

yang sifatnya tidak tetap dan selalu mempunyai pertalian dengan masa lalu,

sekarang, dan yang akan datang. Dengan pendekatan itu pula, penelitian ini

tidak dimaksudkan untuk memecahkan masalah atau membentuk teori,

melainkan membangun pemahaman terhadap realitas kehidupan mereka

maupun dunia pengalaman peneliti sendiri yang hubungannya dengan

kehidupan mereka dalam konteks realitas tersebut. Dengan demikian,

pemahaman yang akan dibangun bukan sesuatu yang ditemukan melainkan

(49)

41

C. Penelitian terdahulu

Dari hasil penelusuran pustaka yang penulis lakukan, ditemukan 5 (lima)

penelitian terdahulu yang tema kajiannya bersinggungan dengan tema kajian

penelitian ini, yakni penelitian yang mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal

di kost, yaitu:

1. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Pandangan Masyarakat

Terhadap Aktivitas Pacaran Mahasiswa Di Rumah Kos: Studi Deskriptif

di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan Kecamatan Sukolilo

Kotamadya Surabaya Jawa Timur”,29 oleh Nuning Rumbiarso. Terdapat

beberapa aspek yang dikaji dalam penelitian ini yakni (1) Bagaimana

pengetahuan anggota masyarakat RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden

jangkungan, Kecamatan Sukolilo, Surabaya terhadap aktivitas seksual

mahasiswa di lingkungan rumah kosnya? (2) Bagaimana pandangan

anggota masyarakat RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan,

Kecamatan Sukolilo, Surabaya terhadap aktivitas seksual mahasiswa di

lingkungan rumah kosnya? (3) Peraturan-peraturan mengenai rumah kos

yang ada di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan, Kecamatan

Sukolilo, Surabaya?

Penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa warga masyarakat RT Y

mengetahui di lingkungan mereka terdapat aktivitas pacaran mahasiswa di

29

Nuning Rumbiarso, Pandangan Masyarakat Terhadap Aktivitas Pacaran Mahasiswa Di Rumah Kos: Studi Deskriptif di RT Y, RW Y, Kelurahan Nginden Jangkungan Kecamatan

Sukolilo Kotamadya Surabaya Jawa Timur, Skripsi (Surabaya: Fak. FISIP Antropologi Unair

2008), 2

(50)

42

rumah kos. Warga RT Y membuat peraturan yang mengatur masalah

aktivitas pacaran mahasiswa di rumah kos, yaitu melarang mahasiswa atau

anak kos memasukkan pasangan lawan jenis atau pacar mereka ke dalam

kamar kos, dengan adanya saknsi berupa terguran, sidak terhadap rumah

kos. Peraturan ini tidak membuahkan hasil karena mahasiswa atau anak

kos masih melakukan aktivitas pacaran di rumah kost.

Terdapat dualisme pandangan pada warga masyarakat yang

mengakibatkan adanya dua bagian masyarakat dalam melihat aktivitas

seksual mahasiswa di rumah kos. Pertama, bagian masyarakat yang

memandang aktivita seksual adalah sakral, suci, karena itu aktivitas

seksual harus dilakukan di dalam lembaga pernikahan. Bagian masyarakat

ini tidak memperbolehkan mahasiswa atau anak kost memamsukkan

pasangan lawan jenis atau pacar mereka ke dalam kamar kost. Kedua,

bagian masyarakat yang memandang aktivitas seksual bersifat biasa saja,

dapat dilakukan di luar lembaga pernikahan meskipun tidak ada ikatan

pernikahan diantara pelakunya. Aktivitas seksual bersifat pribadi sehingga

tidak dapat diganggu oleh orang lain. Bagian masyarakat ini membiarkan

mahasiswa atau anak kost melakukan aktivitas seksual di rumah kost.

Pesimifitas terhadap aktivitas seksual mahasiswa di rumah kost

dilatarbelakangi oleh faktor finansial. Rumah kost merupakan sumber

pemasukan finansial bagi pemiliknya, dan juga bagi warga di sekitar

rumah kost. Dengan adanya rumah kost memicu bertumbuhnya

(51)

43

warung makan, toko bahan pokok, jasa pencucian pakaian (laundry), jasa

pengetikan (rental), warung telekomunikasi (wartel).

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama –

sama mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kost. Untuk

perbedaannya terletak pada fokus penelitiannya, penelitian terdahulu

meneliti tentang pandangan masyarakat terhadap aktivitas pacaran

mahasiswa di rumah kos sedangkan penelitian ini meneliti tentang potret

kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost dari segi alasan mahasiswa

memilih tinggal di kost, adaptasi mahasiswa dengan lingkungan sekitar

kost, interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan sekitar kost,

kehidupan sosial keagamaan mahasiswa kost, dan prestasi akademik

mahasiswa kost.

2. Penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Kontribusi Mie Instan

Terhadap Kecukupan Gizi dalam Hubungannya Dengan Status Gizi

Mahasiswa Kos (Studi Pada Mahasiswa Yang Bertempat Tinggal Di

Kos-Kosan, Di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya)”,30

oleh Henny. Aspek yang dikaji dalam penelitian ini ialah seberapa besar

kontribusi energi dan protein dari mie instan terhadap kecukupan gizi

dalam hubungannya dengan status gizi mahasiswa kos.

30

Henny, Kontribusi Mie Instan Terhadap Kecukupan Gizi dalam Hubungannya Dengan Status Gizi Mahasiswa Kos (Studi Pada Mahasiswa Yang Bertempat Tinggal Di Kos-Kosan, Di

Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya), Skripsi (Surabaya: Fak. Kesehatan

Masyarakat Unair, 2006), 2

(52)

44

Penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa sebagian besar

responden (75%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 60%

responden terbiasa mengkonsumsi mie instan 2-3 kali dalam satu minggu.

Sekitar 80% responden mengaku memberikan variasi menu saat

mengkonsumsi mie instan dengan bahan pangan lainnya (seperti telur,

sayuran, dan sebagainya). Berdasarkan hasil penelitian juga dapat

diketahui bahwa kontribusi energi dari mie instan (10,35%) terhadap

kecukupan gizi, lebih besar dibandingkan dengan kontribusi protein dari

mie instan (8,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa adanya

hubungan yang bermakna antara tingkat kecukupan energi dengan status

gizi (p=0,000 dan a = 0,05), namun sebaliknya tidak ada hubungan yang

bermakna antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p=0,229

dan a = 0,05).

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah sama –

sama mengkaji tentang mahasiswa yang tinggal di kost. Untuk

perbedaannya terletak pada fokus penelitiannya, penelitian terdahulu

meneliti tentang kontribusi mie instan terhadap kecukupan gizi dalam

hubungannya dengan status gizi mahasiswa kost sedangkan penelitian ini

meneliti tentang potret kehidupan mahasiswa yang tinggal di kost dari segi

alasan mahasiswa memilih tinggal di kost, adaptasi mahasiswa dengan

lingkungan sekitar kost, interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan

sekitar kost, kehidupan sosial keagamaan mahasiswa kost, dan prestasi

Gambar

 Tabel 1.1
gambar atau foto hasil kegiatan wawancara yang dilakukan peneliti
Gambar 3.1 Kantor Kelurahan Jemurwonosari
Gambar 3.2  Peta Kelurahan Jemurwonosari Kecamatan Wonocolo Surabaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penguasaan lahan meliputi hubungan antara individu (perseorangan), badan hukum ataupun masyarakat sebagai suatu kolektivitas atau masyarakat hukum dengan tanah

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar industri, (2) mengetahui strategi bertahan masyarakat sekitar industri

Kemampuan Adaptasi dalam penelitian ini merujuk pada konsep teori Resiliensi yang berarti kemampuan individu untuk melakukan penyesuaian dan beradaptasi terhadap perubahan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penguatan karakter kepedulian sosial telah berhasil dilakukan melalui salah satu pilar dalam program lima pilar kesiswaan yang

Tetapi karena ia tinggal bersama keluarga besar dan masuk dalam kategori cacat mental ringan yang dapat di didik maka pemenuhan kewajiban istri oleh penyandang cacat mental

Penelitian memiliki fokus pada bagaimana korean lovers yang ada di Surabaya melakukan aktivitas-aktivitas di media sosial instagram dalam mengkonstruksi identitas

Penelitian ini dengan judul prilaku seks bebas bagi mahasiswa Di kelurahan bahu kecamatan Malalayang Kota Manado, bermaksud akan mengkaji secara mendalam tentang bagaimana

Sehingga net generation memiliki orientasi yang berbeda terhadap iklan dan dalam pemilihan provider paket data internet yang mereka gunakan..