IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT
( Studi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Kelurahan Bendulmerisi
Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya )
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Filsafat Politik Islam
Disusun Oleh:
LAILATUR ROSIDAH
NIM : E04212003
PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Penelitian ini membahas IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN
KESEHATAN MASYARAKAT pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di
Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya. Adapun rumusan
masalah dalam penelitian ini yang
pertama,
Bagaimana implementasi pembayaran
BPJS terkait kebijakan baru Nomor 16 Tahun 2016 di Kelurahan Bendulmerisi
Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya?
Kedua,
Bagaimana efektivitas kebijakan
baru tentang pembayaran iuran BPJS di Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan
Wonocolo Kota Surabaya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Teknik pemilihan informan purpossive didasarkan pada subyek yang
menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknis analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah reduksi data. Selanjutnya, teknik keabsahan data yang
digunakan meliputi
credibility, transferability, dependability, dan confirmability.
Penelitian ini menghasilkan 2 kesimpulan yakni, (1) Implementasi
kebijakan baru Jaminan Kesehatan Masyarakat pada BPJS di Kelurahan
Bendulmerisi yang telah berjalan aktif per September 2016 berjalan tidak
maksimal. Peneliti menyimpulkan demikian disebabkan karena BPJS tidak
melakukan sosialisasi di wilayah tersebut terkait implementasi peraturan barunya,
BPJS hanya melakukan sosialisasi melalui media. Hal tersebut menyebabkan
minimnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat peserta BPJS. Sehingga
pemahaman tujuan diterapkannya kebijakan peraturan baru BPJS kesehatan
terkait sistem pembayaran dilapangan tidak tersampaikan dengan baik, ditunjang
dengan sebagian warga yang telah merasakan kurang maksimalnya BPJS dalam
memberikan pelayanan. (2) Efektivitas penerapan kebijakan baru Jaminan
Kesehatan Masyarakat pada BPJS di Kelurahan Bendulmerisi juga dikatakan
belum sepenuhnya berjalan efektif dalam menjalankan programnya dikarenakan
kebijakan baru tersebut tidak tepat pada semua sasaran, yang dimaksud dalam hal
tersebut adalah, sasaran terhadap peserta BPJS pada masyarakat kelas menengah
kebawah. Sehingga program kebijakan baru ini belum berhasil dan belum berjalan
efektif, karena program tidak dapat dijalankan dengan kemampuan operasional
dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan
menyeluruh yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komperehensif. Disamping
itu tidak adanya evaluasi berkelanjutan dari sebuah kebijakan.
DAFTAR ISI
COVER DEPAN
...
i
COVER DALAM
...
ii
ABSTRAK
...
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRPSI
...v
PENGESAHAN SKRIPSI
...
vi
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI
...
vii
MOTTO
...
viii
PERSEMBAHAN
...
ix
KATA PENGANTAR
...
xi
DAFTAR ISI
...
xiii
DAFTAR TABEL
...
xvi
DAFTAR GAMBAR
...
xvii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...9
C. Tujuan Penelitian ...9
D. Manfaat Penelitian ...10
E. Penelitian Terdahulu ...10
F. Sistematika Pembahasan ...15
BAB II
:
KAJIAN TEORI
A. Teori Efektivitas ...17
B. Konsep Tentang Kebijakan...21
1.
Definisi Kebijakan ...21
2.
Tahapan Formulasi Kebijakan ...26
5.
Model-model Kebijakan Publik...36
6.
Model Kebijakan yang Efektif dan Efesiensi ...40
C. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
...42
1. Definisi BPJS Kesehatan. ...42
2. Kebijakan Baru Sistem Pembayaran BPJS ...44
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...47
B. Fokus Penelitian ...50
C. Lokasi Penelitian ...52
D. Metode Pengumpulan Data ...53
1. Sumber Data
... 532. Teknik Pengumpulan Data ...54
3. Analisis Data
... 574. Keabsahan Data... 59
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...60
B. Karakteristik Masyarakat Kelurahan Bendulmerisi ...68
C. Pembahasan Hasil Penelitian...71
1. Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat
Studi BPJS Kesehatan Mandiri...71
a. Pemahaman masyarakat Terhadap Kebijakan
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Peraturan Sistem
Pembayaran Baru BPJS) ...72
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan
Jaminan Kesehatan Masyarakat Studi BPJS di
Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan Wonocolo
Kota Surabaya ...90
2. Efektivitas Kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ...93
D. Tabel Hasil Penelitian...102
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...106
B. Saran ...107
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
: Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Keseluruhan
Bendulmerisi Tahun 2016 ...62
Tabel 1.2
: Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Kelurahan Bendulmerisi Tahun 2016 ...63
Tabel 1.3
: Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Kelurahan Bendulmerisi Tahun 2016 ...64
Tabel 1.4
: Jumlah Penganut Agama diKelurahan Bendulmerisi Tahun 2016
65
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan diri dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan
diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk
Indonesia.Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1)
Deklarasi menyatakan:
“setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan
kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya”.1
Sedangkan di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila
terutama sila ke-5 yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Untuk
mewujudkan komitmen global dan konstitusi dalam bidang kesehatan,
pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
1Deklarasi HAM PBB 1948 . Pasal 25 Ayat (1) Tentang “setiap orang berhak atas derajat
hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya”.
2
masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan
perorangan.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan
menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,
diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek
(Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta.Untuk masyarakat miskin dan tidak
mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda).Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi,
terbagi- bagi.Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit
terkendali.
Pada tahun 2005 PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah
melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan
Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN). Sehingga di tahun
2014 mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah
nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24
tahun 2011 tentang BPJS.
Untuk kepesertaan anggota BPJS wajib setiap warga negara
Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama
3
Nomor 24 Tahun 2011 BPJS.2 Setiap perusahaan wajib mendaftarkan
pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang
tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota
keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang
besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS
ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran. Menjadi peserta
BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja
informal.Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS
Kesehatan.Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran
sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.Jaminan kesehatan
secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan
pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan
kesehatan tersebut.
Akan tetapi, konteks fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan
bahwa banyak kendala yang ditemukan dalam masyarakat kelas menengah
kebaewah untuk akses BPJS salah satunya tentang pembayaran iuran
BPJS baik secara mandiri atau melalui perusahaan. Dalam hal pembayaran
iuran masih banyak yang terlambat bahkan menunggak. Untuk itu tidak
jauh dari hal tersebut BPJS mengeluarkan Peraturan baru tentang
2UU Pasal 14 Nomor 24 Tahun 2011 BPJS. Tentang kepesertaan wajib setiap warga
4
kebijakan pembayaran dalam Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor
16 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran
JKN Pasal 3 ayat 2 yang isinya:
“metode penggabungan tagihan PBPU (Pekerjah Bukan PenerimaUpah) dan BP (Bukan Pekerjah) adalah dengan menggabungkan masing – masing total tagihan peserta yang terdaftar dalam pada Kartu Keluarga dan atau yang sudah didaftarkan sebagai anggota keluarga”.3
Menurut Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makasar, dr.Elsa Novelia mengatakan bahwa:
“peraturan ini beralasan untuk membuat peserta mengirit (dengan memangkas) biaya administrasi setiap kali melakukan transaksi pembayaran iuran. Selain itu karena dapat meringankan peserta yang memiliki anggota keluarga yang menjadi peserta BPJS kesehatan dengan jumlah banyak, seperti ada 5 – 6 orang yang terdaftar.”4
Kebijakan ini mempunyai sanksi tegas bagi pengguna BPJS di
antaranya adalah pemerintah menyiapkan dua sanksi. Pertama, mekanisme
penghentian pelayanan bagi peserta yang menunggak membayar iuran
lebih dari 1 bulan dilarang menggunakan layanan BPJS kesehatan,5 dalam
jangka waktu 45 hari usai pelunasan tunggakan.6 Bila tetap digunakan,
maka akan dikenai denda pelayanan sebesar 2,5 % dari setiap biaya
pelayanan kesehatan yang tertunggak. Ketentuan ini berlaku jika peserta
3Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis
Penagihan dan Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional.
4https://www.pasarpolis.comDiakses pada 27 Oktober 2016
5Pasal 17.A.1 ayat 1 Perpres Nomor 19 Tahun 2016 Tentang mekanisme penghentian
pelayanan bagi peserta yang menunggak membayar iuran lebih dari 1 bulan.
6 Pasal 17.A.1 ayat 3 Perpres Nomor 19 Tahun 2016 Tentang dalam waktu 45 hari sejak
5
menunggak sampai paling banyak 12 bulan dengan besar denda paling
banyak Rp.30.000.000.7
Dari data sementara yang diperoleh peneliti menyimpulkan bahwa
kebijakan baru BPJS yang tercatat mulai aktif bulan September 2016
untuk memberlakukan pembayaran iuran dimana peserta BPJS kesehatan
harus melakukan pembayaran kolektif dalam satu kali transaksi melalui
virtual account (VA) kolektif untuk satu keluarga yang mengacu kekartu
keluarga (KK) yang terdaftar dalam kepesertaan dinilai memberatkan
warga masyarakat khususnya Bendul Merisi kelas masyarakat menengah
kebawah, hal tersebut dikarenakan sistem pembayaran yang langsung satu
KK, sehingga untuk pengeluaran bulanan warga semakin bertambah,
karana pada mulanya masyarakat tidak mendaftarkan semua anggota
keluarga hanya anggota tertentu, karena menyesuaikan dengan pemasukan
penghasilan mereka setiap bulannya.
Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu warga Bendul Merisi Besar yakni Ibu Ismawati beliau mengatakan
“saya sangat tidak setuju dengan peraturan baru pembayaran BPJS kali ini, pembayaran harus langsung satu KK tapi ketika bulan lalu saya sakit dan saya berobat ke rumah sakit (RSAL) pelayanan tidak baik yang saya dapatkan, dengan dalih dr.nya tidak ada , kamar penuh dan lain sebagainya, sehingga terpaksa saya berobat ke rumah sakit lain dengan biaya sendiri tanpa menggunakan BPJS, dan sekarang saya merasa tidak ada manfaatnya bahkan merasa dirugikan menggunakan BPJS, saya biarkan menunggak”.8
7Pasal 17.A.1 ayat 4 Perpres Nomor 19 Tahun 2016 Tentang besar denda yakni 2,5%
dari biaya pelaksanaan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan jumlah bulan tertunggak maksimal 12bulan dan besar denda paling tinggi Rp.30.000.000.
6
Seperti itu salah satu respon dari warga pengguna BPJS di Bendul
Merisi Besar, memang alih–alih untuk membantu warga masyarakat dalam
mengirit (memangkas) biaya administrasi namun, dari fakta data
sementara di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan baru tersebut baik ,
akan tetapi dinilai kurang efektif dan lebih banyak memberatkan
masyarakat khususnya pada daerah yang menjadi lokus penelitian yaitu
Bendul Merisi.
Di dalam Islam juga diatur, bagaimana Islam melindungi fakir
miskin sebagai kaum marginal. Allah SWT berfirman :
َو َء ِتا َذ ْاا ُﻘﻟ ْﺮ َﺑ َﺣ ﻰ ﱠﻘ ُﮫ َو ْﻟا ِﻤ ْﺴ ِﻜ َﯿ َﻦ َو ْﺑا َﻦ ﱠﺴﻟا ِﺒ ْﯿ ِﻞ َو َﻻ ُﺗ َﺒ ِّﺬ ْر َﺗ ْﺒ ِﺬ ْﯾ ًﺮا
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.”
(Al-Isra’ 26).9
ًﻨَﺴْﺣِا ِﻦْﯾَﺪِﻟ َﻮْﻟ ﺎِﺑ ًو ُﻘْﻟا ى ِﺬِﺑ َو ﺎ ْﺮ َﺑ ﻰ ْاَو ﻰَﻤَﺘَﯿﻟْا َو َﻤﻟ َﺴ ِﻜ ْﯿ ِﻦ َو ْا َﺠﻟ ِﺎ ِر ِذ ْا ى ُﻘﻟ ْﺮ َﺑ ﻰ َو ْا َﺠﻟ ِ ﺎ ْا ر ُﺠﻟ ُﻨ ِﺐ َو ﱠﺼﻟا ِﺣ ﺎ ِﺐ ِﺑ ْ ﺎ َﺠﻟ ْﻨ ِﺐ َو ْﺑا ِﻦ ﱠﺴﻟا ِﺒ ْﯿ ِﻞ َو َﻣ َﻣ ﺎ َﻠ َﻜ ْﺖ َا ْﯾ َﻤ ُﻨ ُﻜ ْﻢ
Artinya: “Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,
karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
7
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu.“
(An-Nisa 36).10
Dari ayat tersebut, dapat dipahami, bahwa Allah melindungi fakir
miskin dengan memerintahkan umat manusia, saling membantu. Umat
manusia diperintahkan menyisihkan rizki yang mereka peroleh untuk
mereka bagikan kepada kaum marginal tersebut. Di sini tampak betapa
Maha Adilnya Allah SWT.
Selain melalui ayat-ayat Al-Quran, bentuk perlindungan dan
keadilan bagi fakir miskin juga dalam hadist Rasulullah SAW, seperti
berikut :
Berkata Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
َا ْﻟ ُﻤ ْﺴ ِﻠ ُﻢ َأ ُﺧ ْﻮ ْﻟا ُﻤ ْﺴ ِﻠ ُﻢ َﻻ َﯾ ْﻀ ِﻠ ُﻤ ُﮫ َو َﻻ َﯾ ْﺴ ِﻠ ْﻤ ُﮫ
Artinya : “Seorang muslim saudara bagi sesama muslim, tidak
boleh menganiayanya atau membiarkannya (tidak ditolong)”. 11
Dari hadist tersebut tampak bagaimana Agama Islam telah
mengatur bagaimana bentuk-bentuk perlindungan bagi kaum marginal.
Peraturan tersebut tidak hanya diciptakan, namun juga dikontrol, untuk
memastikan dipatuhinya peraturan tersebut dalam sistem tatanan sosial
masyarakat.
10 Kitab Al Qur’an, QS. AN Nisa’ ayat 36
8
Namun realita yang terjadi di lapangan demikian, kurang
profesionalnya pihak RS dalam melayani pasien BPJS kelas menengah ke
bawah. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
kelurahan Bendulmerisi Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya terkait
peraturan kebijakan baru BPJS antara lain terjadinya ketimpangan dimana
peraturan baru tentang kebijakan pembayaran BPJS Kesehatan Nomor 16
Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran
JKN Pasal 3 ayat 2 yang isinya:
“metode penggabungan tagihan PBPU (Pekerja Bukan PenerimaUpah)
dan BP (Bukan Pekerja) adalah dengan menggabungkan masing – masing total tagihan peserta yang terdaftar dalam pada Kartu Keluarga
dan atau yang sudah didaftarkan sebagai anggota keluarga”.12
Dengan tujuan untuk membantu meringankan dengan memangkas
biaya administrasi dengan satu kali pembayaran secara kolektif untuk satu
Kartu Keluarga namun realita di lapangan tidak sesuai, masyarakat banyak
yang merasa keberatan dengan peraturan baru pembayaran BPJS tersebut,
sehingga tidak sedikit dari warga kelurahan Bendulmerisi yang merasa
terbebani dan lebih memilih untuk berhenti membayar iuran bulanan BPJS
karena banyak pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan lainnya daripada
membayar iuran bulanan BPJS yang kebutuhunnya belum pasti.
Berangkat dari uraian di atas, maka kajian tentang Kebijakan
Jaminan Kesehatan Masyarakat Studi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial di Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya,
12Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis
9
masih sangat menarik untuk diteliti. Oleh karenanya penulis bermaksud
untuk mengkaji secara ilmiah, kebijakan jaminan kesehatan masyarakat
dilihat dari sudut system baru pembayaran iuran Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial terhitung dimulai sejak September 2016.
B. Rumusan Masalah
Setelah mengamati latar belakang yang diuraikan, maka fokus
permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi pembayaran iuran BPJS terkait kebijakan
baru Peraturan Nomor 16 Tahun 2016 di Kelurahan Bendulmerisi
Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya?
2. Bagaimana efektivitas penerapan kebijakan baru Peraturan Direksi
BPJS Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 di Kelurahan Bendulmerisi
Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya.
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian atau pembahasan suatu ilmu pengetahuan
pasti didasarkan pada suatu tujuan dan maksud tertentu. Maka dalam
penulisan skripsi ini mempunyai tujuan untuk:
1. Untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan baru peraturan
pembayaran iuran BPJS
2. Untuk mendeskripsikan efektivitas penerapan kebijakan baru Peraturan
Direksi BPJS Nomor 16 Tahun 2016 di Kelurahan Bendulmerisi
10
D. Manfaat Penelitian
Berhubungan dengan tujuan penulisan diatas maka penulis paparkan
bahwa manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Dari segi teoritis penulisan ini merupakan kegiatan dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya wacana politik terutama
dalam proses kebijakan publik. Secara akademis penulisan ini diharapkan
mampu memberikan sumbangan kepada UIN Sunan Ampel Surabaya
sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan sebagai khazanah
Intelektual terutama dibidang jaminan kesehatan masyarakat.
2. Manfaat Praktis
Sedangkan dalam segi praktis penulisan ini diharapkan mampu
meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan pemerintah terhadap
jaminan kesehatan masyarakat dalam program pembayaran BPJS
mandiri. Manfaat lain dari riset ini bagi mahasiswa adalah memberikan
landasan berpikir, dan standarisasi.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah ada yang berhubungan dengan
penelitian ini diantaranya adalah :
a. Penelitian yang dilakukan oleh Nora Eka Putri Prodi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang
11
NASIONAL MELALUI BPJS DALAM PELAYANAN
KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN DI KOTA PADANG.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas penerapan program
JKN melalui BPJS dalam pelayanan kesehatan masyarakat miskin di
Kota Padang. Dari penelitian ini diketahui bahwa variabel efektivitas
penerapan JKN melalui BPJS mempunyai hubungan sangat kuat
dengan pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota Padang. Dari
hasil penelitian juga diketahui bahwa efektivitas penerapan JKN
melalui BPJS bagi pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kota
Padang belum efektif. Efektivitas tersebut tidak saja dilihat dari target
kuantitatif namun juga aspek kualitas pelayanan pelayanan kesehatan
yang dilihat dari aspek responsivitas, kesopanan kredibilitas, dan
akses.
Keterangan Perbedaan : Penelitian ini sama-sama mengkaji tentang
efektivitas program JKN dengan studi BPJS, namun Yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian saya adalah jika pada
penelitian ini letak fokusnya pada efektivitas pelayanan kesehatan
BPJS terhadap masyarakat miskin, sedangkan pada penelitian saya
fokus membahas tentang efektivitas penerapan kebijakan baru sistem
pembayaran iuran BPJS pada masyarakat kelas menengah kebawah di
Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ihsan Nur Anwar tentang
12
Pasien BPJS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Barru).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis responsivitas Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Baru dalam melayani pasien BPJS. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara umum Tingkat Responsivitas
Pelayanan Publik Pasien BPJS Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Barru yang diukur menggunakan indikator yang dikemukakan oleh
Zeithaml yang terdiri dari kemampuan merespon, kecepatan melayani,
ketepatan melayani, kecermatan melayani, ketepatan waktu melayani,
dan kemampuan menanggapi keluhan sudah baik. Namun dalam
indikator kemampuan menanggapi keluhan ada beberapa yang perlu
menjadi perhatian dari pihak Rumah Sakit Umum Kabupaten Barru,
seperti kenyamanan pasien dan kebersihan lingkungan rumah sa3kit.
Keterangan Perbedaan: Penelitian ini sama-sama mengkaji tentang
respon namun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian saya
adalah jika pada penelitian ini letak fokusnya adalah respon pelayanan
publik Rumah Sakit Umum Daerah Di Kabupaten Barru dalam
melayani masayarakat, sedangkan pada penelitian saya fokus
membahas respon masyarakat terhadap kebijakan baru peraturan
sistem pembayaran iuran BPJS di Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan
Wonocolo Kota Surabaya.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Wenny Andita Program studi Ilmu
Administrasi Negara UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS
13
ADMINISTRASI. Penelitian ini tentang Implementasi Kebijakan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Badan
Layanan Umum Derah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
I Lagaligo Kabupaten Luwu Timur. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana implementasi kebijakan BPJS Kesehatan dan
factor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan
BPJS Kesehatan di BLUD RSUD I Lagaligo Kabupaten Luwu Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum implementasi
kebijakan BPJS Kesehatan di BLUD RSUD I Lagaligo Kabupaten
Luwu Timur sudah cukup memuaskan, meskipun masih terdapat
kendala yang harus bisa diatasi dan diperbaiki.
Keterangan Perbedaan : Penelitian ini sama-sama mengkaji tentang
sama-sama membahas tentang implementasi kebijakan BPJS namun
yang membedakan penelitian ini dengan penelitian saya adalah jika
pada penelitian ini letak fokusnya adalah bagaimana implementasi
kebijakan BPJS Kesehatan dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi implementasi kebijakan BPJS Kesehatan di BLUD
RSUD, sedangkan pada penelitian saya fokus membahas bagaimana
implementasi pembayaran iuran BPJS dan kepesertaan BPJS setelah
dikeluarkannya kebijakan baru peraturan sistem pembayaran iuran
BPJS di Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan Wonocolo Kota
14
d. Penelitian yang dilakukan oleh Apriyanda Kusuma Wijaya Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung tentang
HUBUNGAN PEMAHAMAN TENTANG KEWAJIBAN PESERTA
BPJS KESEHATAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN
KESEHATAN DI DESA TANJUNG HARAPAN SEPUTIH
BANYAK LAMPUNG TENGAH. Penelitian ini bertujuan
menjelaskan hubungan pemahaman tentang kewajiban peserta BPJS
kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Desa Tanjung
Harapan Kecamatan Seputih Banyak. Dari penelitian ini diketahui
terdapat hubungan pemahaman tentang kewajiban peserta BPJS
kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Desa Tanjung
Harapan, pemahaman tentang kewajiban peserta BPJS kesehatan
cenderung paham dengan dan cenderung dimanfaatkan. Oleh karena
itu diharapkan peserta BPJS kesehatan memahami prosedur-prosedur
atau administrasi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pelayanan
yang sesuai.
Keterangan Perbedaan : Penelitian ini sama-sama mengkaji tentang
hubungan pemhaman kewajiban peserta dengan pemanfaatan
pelayanan BPJS kesehatan namun yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian saya adalah jika letak fokus penelitan ini adalah
hubungan pemahaman tentang kewajiban peserta BPJS kesehatan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Desa Tanjung, sedangkan
15
masyarakat peserta BPJS terhadap kebijakan peraturan baru sistem
pembayaran iuran BPJS di Kelurahan Bendulmerisi Kecamatan
Wonocolo Kota Surabaya.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk membahas persoalan atau tema ini secara sistematis, maka
penulis menguraikan sistematika pembahasan dalam penelitian ini
menjadi:
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini mengawali seluruh rangkaian pembahasan yang terdiri
dari: Judul, Latar Belakang masalah, Identifikasi Masalah,
Batasan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian,
Penelitian terdahulu, dan Sistematika Pembahasan.
BAB II : KAJIAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan tentang (Kajian konseptual), penulis
menyajikan hal – hal kajian kepustakaan konseptual yang
menyangkut tentang pembahasan dalam penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dipaparkan penjelasan secara rinci tentang
pendekatan, jenis dan sumber data, teknik analisa data dan teknik
pengumpulan data, populasi dan sampel.
16
Memuat gambaran umum lokasi penelitian, Hasil Penelitian dan
pembahasan hasil penelitian.
BAB V : PENUTUP
Memuat Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Teori EfektivitasKata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.
Efektivitas didefisinikan oleh para pakar dengan berbeda-beda tergantung pendekatan yang digunakan oleh masing-masing pakar. Berikut ini beberapa pengertian efektivitas dan kriteria efektivitas organisasi menurut para ahli sebagai berikut:
1. Drucker mendefinisikan efektifitas sebagai melakukan pekerjaan yang benar (doing the rights things).
2. Chung & Megginson mendefisinikan efektivitas sebagai istilah yang diungkapkan dengan cara berbeda oleh orang-orang yang berbeda pula. Namun menurut Chung & Megginson yang disebut dengan efektivitas adalah kemampuan atau tingkat pencapaian tujuan dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan agar organisasi tetap survive
(hidup).
18
dengan yang Arens dan Lorlbecke tersebut, maka efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Supriyono pengertian Efektivitas, sebagai berikut:
“ Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung awab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin besar konstribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut”.1
Gibson dkk memberikan pengertian efektivitas dengan menggunakan pendekatan system yaitu:
a. Seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output saja, dan b. Hubungan timbale balik antara organisasi dan lingkungannya.
Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah:2
a. Keberhasilan program b. Keberhasilan sasaran
c. Kepuasan Terhadap program d. Tingkat input dan output e. Pencapaian tujuan menyeluruh
Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai
1 Supriyono, Sistem Pengendalian Manajemen (Semarang: Universitas Diponegoro, 2009), 29.
2 Cambel, Riset dalam Efetivitas Organisasi, Terjemahan Salut Sinamora (Jakarta:
19
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komperehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.3
Menurut Hani Handoko efektivitas merupakan hubingan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif suatu organisasi, program atau kegiatan. Efektifitas berfokus pada outcome (hasil), program atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihaslkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.
Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara meningkatnya, cara mengatur dan bahkan cara menentukan indikator efektivitas.
Dari beberapa uraian definisi efektivitas menurut para ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Adapun untuk mengetahui tingkat kesejahteraan tersebut dapat pula dilakukan dengan mengukur beberapa indikator special,
20
misalnya: pendapatan, pendidikan, ataupun rasa aman dalam mengadakkan pergaulan.4
Beberapa pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu:5
1. Pemahaman program. 2. Tepat sasaran.
3. Tepat waktu. 4. Tercapainya tujuan. 5. Perubahan nyata.
Dari deskripsi di atas tentang efektivitas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas mengacu kepada pencapaian tujuan, yaitu pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dimana tujuan awal pemerintah mengeluarkannya kebijakan system peraturan baru pembayaran iuran BPJS ini adalah untuk meringankan biaya administrasi peserta BPJS terutama yang memiliki anggota keluarga banyak lebi dari 3 atau empat dalam membayar iuran dan mempermudah peserta dalam melakukan transaksi pembayaran. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat sampai sejauh mana efektivitas kebijakan baru sistem pembayaran iuran BPJS. Efektivitas tersebut dibangun atas lima
4 Soerjono, Soekanto, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi. Remaja, Karyawan (Bandung: 1989), 48.
21
indikator, yaitu: 1) Pemahaman program, 2) Tepat Sasaran, 3) Teat waktu, 4) Tercapainya tujuan, 5) Perubahan nyata.
B.
Konsep Tentang Kebijakan
1. Definisi Kebijakan
Istilah Kebijakan publik merupakan terjemahan istilah bahasa inggris, yaitu public policy. Kata policy ada yang menerjemahkan menjadi “kebijakan”. Sedangkan Samodra Wibawa, Muhadjir Darwin, dan Abdul Wahab yang menerjemahka menjadi “kebijaksanaan”. Meskipun belum ada kesepakatan bahwa policy digunakan istilah kebijakan. Oleh karena itu, public policy diterjemahkan menjadi kebijakan publik.6
Kebijakan memiliki beragam pengertian Istilah kebijakan (policy)
seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan istilah tujuan
(goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar. Perserikatan Bangsa-bangsa sendiri memberikan makna kebijakan berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana tertentu.7
6 Sahya Anggara, Kebijakan Publik (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), 35.
22
Kebijakan pada intinya adalah sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi sangat sederhana atau bersifat kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau rinci, kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Sejalan dengan makna kebijakan yang dikemukakan oleh United Nation diatas, pengertian kebijakan adalah “a proposed course of action of person, group, or government within and given environment providing abstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overco me in an effort to reach an goal or relizean objective or purpose” (serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintahan dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu).8
Pada pengertian lain dikemukakan, bahwa kebijakan adalah “A purposive course of action followed by action or set actors in dealing with a problem with a problem or métier of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakn oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).9
Pendapat terakhir tentang kebjakan adalah “kebijakan juga bisa diartikan sebagai“ A policy…consist of web of dicisions and action
8 M. Irfan, Islamy, Policy Analysis:Ser Monografi Kebijakan Publik (Malang: Universitas
Brawijaya, 2000), 190.
9 Abdul Wahab, Solichin Reformasi Pelayanan Publik Kajian dari Perspektif Teori
23
than allocated values ” (Suatu kebijakan terdiri atas serangkaian keputusan–keputusan dan tindakan untuk mengalokasikan nilai– nilai).10
Sesungguhnya masih banyak lagi definisi atau pengertian mengenai kebijakan, namun dari sekian banyak itu tampaknya tidak terdapat adanya perbedaan pandangan secara tajam dalam mengartikan kebijakan. Dari beberapa pendapat diatas mengenai rumusan arti kebijakan, pada intinya setiap rumusan mengandung beberapa elemen, yaitu:
1) Adanya serangkaian tindakan;
2) Dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang; 3) Adanya pemecahan masalah; dan
4) Adanya tujuan tertentu.
Bila keempat elemen tersebut dipadukan maka dapat diperoleh suatu pengertian bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang berisi keputusan-keputusan yang diikuti dan dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang guna memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan tetentu.
Meskipun istilah itu dapat dilakukan secara umum, namun dalam kaitannya dengan pemerintah serta perilaku negara pada umumnya, yang lebih dikenal dengan kebijakan Negara (public policy). Berikut ini hanya dapat dikemukakan beberapa diantaranya, bahwa kebijakan
24
Negara sebagai “is whatever government choose to do or do” (apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan). Lebih lanjut dikatakan bahwa, bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka arus ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijakan Negara itu harus meliputi semua tindakan pemerintah. Jadi buka semata–mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Disamping itu, sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintahpun termasuk kebijakan Negara. Hal ini disebabkan karena “sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan “sesuatu yang dilakukan pemerintah.”11
Pendapat yang mirip dikemukakan oleh Dye, dijelaskan bahwa kebijakan adalah, “…is what government say and do , or not do, It is the goals or purposes of government programs..” (adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan Negara itu berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah..)12 Kemudian, pendapat lain mengatakan bahwa, “Public
policy are those developed by goverment bodies and officials”
(kebijakan Negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan pemerintah.13
11M. Irfan, Islamy, Politic Analysis: Seri Monografi Kebijakan Publik, (Malang: Universitas Brawijaya, 2000), 188.
12Anderson, James E, Public policy (New York: Holt Reinhartwinston, 1979), 231.
25
Dengan pengertian kebijakan Negara tersebut bagaimanapun rumusnya, pada hakekatnya bahwa kebijakan Negara mengarah kepada kepentingan publik, dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang sudah ada. Seseorang atau sekelompok orang aktor politik harus senantiasa memasukkan pikiran-pikiran publik dalam wacana politiknya, dan bukan hanya pikirannya atau kemauanya semata-mata sebagai dasar pengambilan keputusan. Dengan demikian, kebijakan Negara dapat disimpulkan yaitu serangkaian tindakan yang dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh pemerintah, baik yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang berorientasi pada kepentingan masyarakat (publik).
Dari beberapa pengertian kebijakan Negara beberapa elemen penting tentang kebijakan Negara (public policy), yaitu :
a. Bahwa kebijakan Negara itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan–tindakan pemerintah.
b. Bahwa kebijakan Negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.
c. Bahwa kebijakan Negara baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.
26
Seperti halnya pada kebijakan baru sistem pembayaran iuran BPJS dengan virtual account (VA) kolektif yang berlaku untuk satu anggota keluarga yang mengacu ke kartu keluarga (KK) yang terdaftar dalam kepesertaan. Diharapkan masyarakat peserta pengguna kartu BPJS dapat terbantu untuk meringankan biaya administrasi setiap melakukan pembayaran iuran BPJS. Tujuan dari semua konsep diatas adalah untuk membangun paradigma dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan BPJS untuk memberikan keamanan dan waspada akan jangka panjang terhadap kesehatan msyarakat itu sendiri dan agar supaya masyarakat giat taat rutin membayar iuran BPJS demi kemudahan dan kelancaran jika suatu saat BPJS dibutuhkan sehingga tidak ada tunggakan yang akan mempersulit penggunaan BPJS.
2. Tahapan Formulasi Kebijakan Publik
Dalam kebijakan publik sendiri terdapat beberapa proses perumusan produk kebijakan. Dengan kata lain, bahwa seluruh kebijakan publik yang berlaku saat ini telah melalui tahapan-tahapan proses panjang guna memastikan produk kebijakan yang ada tidak serta merta muncul dari realitas hampa.
27
untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.
Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn sebagaimana dikutip dari Budi Winarno adalah sebagai berikut:14
1. Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk keagenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentu sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama. 2. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefisinikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternative/policy
14Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Media Pressindo,
28
options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-masing aktor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
3. Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.
4. Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan sumber daya financial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain munkin akan ditentang
29
5. Tahap evaluasi kebijakan
Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang dinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuran atau criteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik yang telah disampaikan sudah mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan atau belum.
Secara singkat, tahap-tahap kebijakan adalah seperti gambar dibawah ini: Penyusunan Kebijakan
Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan Evaluasi Kebijakan
30
Dan yang tidak boleh dilupakan adalah penerapannya di lapangan dimana kebijakan publik itu hidup tidaklah pernah steril dari unsur politik. Formulasi kebijakan publik adalah langkah yang paling awal dari proses kebijakan publik secara keseluruhan, oleh karena apa yang terjadi pada tahap ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu perlu adanya kehati-hatian lebih dari para pembuat kebijakan ketika akan melakukan formulasi kebijakan publik ini.
Yang harus diingat pula adalah bahwa formulasi kebijakan publik yang baik adalah formulasi kebijakan publik yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap realitas tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yang dihasilkan itu tidak sepenuhnya presisi dengan nilai ideal normatif, itu bukanlah masalah asalkan uraian atas kebijakan itu presisi dengan realitas masalah kebijakan yang ada di lapangan.15
Untuk lebih jauh memahami bagaimana formulasi kebijakan publik itu, maka ada 4 hal yang dijadikan pendekatan-pendekatan dalam formulasi kebijakan publik dimana sudah dikenang secara umum oleh khalayak kebijakan publik yaitu:
a. Pendekatan kekuasaan dalam pembuatan kebijakan publik
15 Fadlillah Putra, Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, (Surabaya: Pustaka Pelajar dan
31
b. Pendekatan rasionalitas dan pembuatan kebijakan publik c. Pendekatan pilihan publik dalam pembuatan kebijakan publik d. Pendekatan pemrosesan personalitas, kognisi dan informasi
dalam formulasi kebijakan publik.16
3. Faktor Pembuatan Kebijakan Publik
Menurut Suharno, proses pembuatan kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Walaupun demikian, para administrator sebuah organisasi institusi atau lembaga dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemamuan atau keahlian, sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks) maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).
Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan kebijakan yang sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:
a. Adanya pengaruh-pengaruh tekanan dari luar
Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar. b. Adanya pengaruh kebiasaan lama
32
Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal yang hingga saat ini belum professional dan terkadang amat birokratik, cenderung akan diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan hak tersebut dikeritik, karena sebagai suatu yang salah dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-menerus pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijkan yang telah ada tersebut dipandang memuaskan.
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
Keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh pembuat keputusan atau kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan keputusan atau kebijakan.
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar
Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan besar.
e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu
Maksut dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan kebijakan atau keputusan. Misalnya, orang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena kuatir disalahgunakan.17
33
4. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.18
Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuah UU muncul sebuah peraturan pemerintah, keputusan presiden, maupun peraturan daerah, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melakukan kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit kemasyarakat.
Implementasi kebijakan paada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk UU atau PERDA adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan
34
publik atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Intruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, Dll.19
Pengertian implementasi diatas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak haya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti UU dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu.20
Implementasikan kebijakan merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna merai dampak atau tujuan yang diinginkan.21
Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan Negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W.Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab, yaitu:
19 Riant Nugroho Dwijowijoto, Kebijakan Publik, ( Jakarta: PT. Gavamedia, 2004
20Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), 137.
21 Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media : Press, 2005),
35
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau implementasi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya.
b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.
c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
d. Kebijakasanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.
e. Hubungan kasualitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
f. Hubungan saling ketergantungan kecil.
g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menunutut dan
36
5. Model-model Kebijakan
Dalam pengelolaan kebijakan tentunya sangat diperlukan memahami tentang model-model kebijakan, seorang atau sekumpula aktor kebijakan tanpa dilandasi pemahaman terhadap model kebijakan sangat potensial mengalami kegagalan dalam merumuskan kebijakan publik. Model kebijakan dapat pula dipandang sebagai rekontruksi artificial dari realitas dalam suatu wilayah yang penuh dengan kompleksitas lingkungan dan kemanusiaan. Sebab itu, model kebijakan dapat dinyatakan sebagai konsep, diagram, grafik, atau persamaan dalam matematika. Model kebijakan dapat digunakan tidak hanya digunakan untuk menerangkan, menjelaskan, dan memprediksikan elemen-elemen suatu kondisi masalah, melainkan juga untuk memperbaikinya dengan merekomendasikan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah tertentu.22
Model kebijakan sangat bermanfaat dan bahkan harus ada. Model kebijakan merupakan penyederhanaan sistem masalah dengan membantu mengurangi kompleksitas dan menjadikannya dapat dikelola oleh para analisis kebijakan. Demikian pula, model kebijakan dapat membantu membedakan hal-hal yang esensial dan yang tidak esensial dari situasi masalah, mempertegas hubungan diantara faktor atau variabel penting, serta membantu menjelasakan dan memprediksikan konsekuensi dari pilihan kebijakan.
22 Wil liam N Dunn, Public Policy Analysis : An Introduction, terjemahan Samodra
37
Berikut terdapat beberapa model kebijakan menurut pendapat W.N. Dunn yang dapat digunakan dalam perumusan dan penentuan kebijakan:
a. Model deskriptif, bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi sebab dan konsekuensi dari pilihan kebijakan. Model deskripsi digunakan untuk memantau dari hasil aksi kebijakan.
b. Model normatif, model ini bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan dan memprediksi, tetapi juga memeberikan dalil dan rekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa utilitas atau nilai. Beberapa jenis model normative yang digunkan oleh para analis kebijkan yaitu (1) model normatif, yaitu model normative yang membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum (2) model penggantian, yaitu pengaturan waktu pelayanan dan perbaikan waktu yang optimum (3) model inventaris yaitu, pengaturan volume dan waktu yang optimum (4) model biaya manfaat yaitu, perlunya keuntungan optimum pada investasi publik.
38
sehari-hari. Dalam menggunakan model ini, analis bersandar pada penilaian nalar untuk membuat prediksi dan menawakan rekomendasi. Penilaian nalar mnghsilkan argumen kebijakan, tetapi bukan dalam bentuk nilai yang pasti. Model verbal secara relatif mudah dikomunikasikan ke publik dan berbiaya murah dan dapat mengandalkan debat publik. Keterbatasan model verbal adalah bahwa masalah yang dgunakan untuk memberikan prediksi dan rekomendasi bersifat implisit atau tersembunyi, sehingga sulit untuk memahami dan memeriksa secara kritis argument tersebut secara keseluruhan.
39
e. Model Prosedural, model menampilkan hubungan yang dinamis diantara variable yang diyakini menjadi cirri suatu masala kebijakan. Prediksi dan solusi optimal diperoleh dngan mensimulasikan dan meneliti seprangkat hubungan. Biaya model ini relatif lebih tnggi jika dibandingkan dengan model verbal dan simbolis.23
Selanjutnya model kebijakan lainnya adalah sebagai berikut:
MODEL INSTITUSIONAL (Policy as Institutional Activity) Yaitu hubungan antara kebijakan (policy) dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik kecuali jika diformulasikan, serta diimplementasi oleh lembaga pemerintah.
Menurut Thomas dye: dalam kebijakan publik lembaga pemerintahan memiliki tiga hal, yaitu : 1. legitimasi, 2. universalitas dan ke 3. paksaan.
Lembaga pemerintah yang melakukan tugas kebijakan-kebijakan adalah: lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. Termasuk juga didalamnya adalah lembaga pemerintah daerah dan yang ada dibawahnya.
Masyarakat harus patuh karena adanya legitimasi politik yang berhak untuk memaksakan kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut kemudian
40
diputuskan dan dilaksanakan oleh institusi pemerintah. Undang-undanglah yang menetapkan kelembagaan negara dalam pembuatan kebijkaan. Oleh karenanya pembagaian kekuasanaan melakukan checks dan balances. Otonomi daerah juga memberikan nuansa kepada kebijakan publik.
6. Model Kebijakan yang Efektif dan Efesiensi
Kebijakan yang Efektif dan Efesiensi adalah kebijakan yang prosesnya meliputi kegiatan perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. Serta adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi. Serta penggunaan sumber daya yang diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan kebijakan akan tercapai.
Dalam hal ini khususnya kebijakan publik, yaitu kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk kepentingan publik. Proses kebijakan melibatkan berbagai pihak terkait, antara lain: para politisi, berbagai institusi pemerintah, para pengambil keputusan, kelompok kepentingan dan pihak-pihak lain.
41
rasional. Menurut model ini, proses kebijakan meliputi tahap-tahapan tertentu dan berjalan seperti sebuah siklus. Para aktornya dapat secara jelas melihat tujuan dari kebijakan dan cara mencapai tujuan tersebut24 Namun memiliki esensi yang sama apabila dielaborasi, maka proses kebijakan akan dimulai dari adanya masalah yang teridentifikasi masuk ke dalam agenda kebijakan atau agenda setting.
Kemudian setelah informasi yang diperlukan terkumpul, ditemulan berbagai pilihan dan alternative kebijakan, sehingga dapat disusun sebuah kebijakan (policy formulation). Kemudian diambil keputusan mengenai rancangan kebijakan yang paling efisien dan efektif dan diputuskan sebagai suatu kebijakan yang memiliki kekuatan hukum (decision making). Hasilnya adalah sebuah kebijakan yang hampir ideal dan optimal. Setelah ini kebijakan dijalankan (policy implementation) dan dievaluasi
(monitoring & evaluation), apabila ditemukan masalah-masalah baru, masalah tersebut akan masuk menjadi agenda kebijakan dan memulai siklus ini kembali.
24Laswell, H.D, The Decision Process: Seven Categories of Functional Analysis
42
C. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
1. Definisi BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial kesehatan.25 BPJS Kesehatan dibentuk dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN dan UU No.24 Tahun 2011 Tentang BPJS. Kedua UU ini mengatur pembubaran PT Askes Persero dan mentransformasikan PT Askes Persero menjadi BPJS Kesehatan. Pembubaran PT Askes Persero dilaksanakan tanpa proses likuidasi dan dilaksanakan dengan pengalihan aset dan liabilitas, hak, dan kewajiban hukum PT Askes Persero menjadi asset dan liabilitas dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan seluruh seluruh pegawai PT Askes Persero menjadi pegawai BPJS Kesehatan.26 BPJS Kesehatan berbadan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.27 BPJS Kesehatan berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara RI. BPJS Kesehatan memiliki kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di
kabupaten/kota. Dalam rangka melaksanakan
fungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan bertugas:28
25 UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat 1 26 UU No.24 Tahun 2011 Pasal 60 Ayat 3a dan 3b
43
(1) Menerima pendaftaran peserta JKN (Jaminan Kesehata Nasional)
(2) Mengumpulkan iuran JKN dari peserta, pemberi kerja, dan pemerintah
(3) Mengelola JKN
(4) Membiayai pelayanan kesehatan dan membayarkan manfaat JKN
(5) Mengumpulkan dan mengelola data Peserta JKN (6) Member informasi mengenai penyelenggaraan JKN.
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, BPJS Kesehatan diberi kewenangan untuk:
(1) Menagih pembayaran iuran;
(2) Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasl yang memadai.
(3) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya (4) Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarisasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
44
wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU Nomor 24 Tahun 2011 BPJS.29 Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran. Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan. Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut.
2. Kebijakan Baru Sistem Pembayaran BPJS
Kebijakan baru sistem pembayaran BPJS adalah kebijakan baru yang dikeluarakan oleh BPJS terkait sistem pembayaran iuran BPJS Mandiri yang kini telah diperbarui, sesuai dengan Peraturan Direksi
29 UU Pasal 14 Nomor 24 Tahun 2011 BPJS. Tentang kepesertaan wajib setiap warga
45
BPJS Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran JKN Pasal 3 ayat 2 yang isinya:
“ metode penggabugan tagihan PBPU (Pekerjah Bukan ) dan BP (Bukan Pekerjah) adalah dengan menggabungkan masing – masing total tagihan peserta yang terdaftar dalam pada Kartu Keluarga dan atau yang sudah didaftarkan sebagai anggota keluarga”.30
Kebijakan peraturan baru tersebut aktif bulan September 2016 untuk memberlakukan pembayaran iuran dimana peserta BPJS kesehatan harus melakukan pembayaran kolektif dalam satu kali transaksi melalui virtual account (VA) kolektif untuk satu keluarga yang mengacu kekartu keluarga (KK) yang terdaftar.
Kebijakan ini mempunyai sanksi tegas bagi pengguna BPJS di antaranya adalah pemerintah menyiapkan dua sanksi. Pertama, mekanisme penghentian pelayanan bagi peserta yang menunggak membayar iuran lebih dari 1 bulan dilarang menggunakan layanan BPJS kesehatan,31 dalam jangka waktu 45 hari usai pelunasan tunggakan.32 Bila tetap digunakan, maka akan dikenai denda pelayanan sebesar 2,5 % dari setiap biaya pelayanan kesehatan yang tertunggak. Dan ketentuan ini berlaku jika
30Peraturan Direksi BPJS Kesehatan Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Penagihan dan Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan Nasional.
31Pasal 17.A.1 ayat 1 Perpres Nomor 19 Tahun 2016 Tentang mekanisme penghentian
pelayanan bagi peserta yang menunggak membayar iuran lebih dari 1 bulan.
32 Pasal 17.A.1 ayat 3 Perpres Nomor 19 Tahun 2016 Tentang dalam waktu 45 hari sejak
46
peserta menunggak sampai paling banyak 12 bulan dengan besar denda paling banyak Rp.30.000.000.33
33Pasal 17.A.1 ayat 4 Perpres Nomor 19 Tahun 2016 Tentang besar denda yakni 2,5%
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis PenelitianJenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
jenis diskriptif dengan analisis kualitatif, berupa pendekatan yang
bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek
penelitian alam, arti obyek yang dipelajari sebagai keseluruhan yang
terintegrasi. Hal ini dilakukan karena peneliti ingin mengumpulkan jumlah
informasi secara mendalam dan mendetail kepada masyarakat Kelurahan
Bendulmerisi Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya, sehingga dapat
dilakukan analisis secara mendalam dengan hasil yang akurat.
Metode penelitian kualitatif merupakan proses atau prosedur
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan dan
menganalisis data diskriptif yang berupa tulisan, ungkapan, dan perilaku
manusia yang diamati.1
“ Qualitative research methodologies refer to research procedures which
produce descriptive data: peoples own written spoken words and
observable behavior “. Lebih lanjut didefinisikan bahwa penelitian
kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dan dalam
1 M.Irfan, Islamy, Policy analisys: Seri Monografi Kebijakan Publik (Malang: Uneversity
48
lingkungannya yang berhubungan dengan orang-orang dengan bahasa dan
istilah mereka sendiri.
Penelitian kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perangkat alami adalah sumber langsung data dan peneliti sendiri
adalah instrument kunci (pokok)
b. Data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan dalam
bentuk kata-kata atau gambar-gambar.
c. Penelitian kualitatif bertalian hanya dengan proses dan hasil.
d. Penelitian kualitatif cenderung menganalisa data secara induktif.
e. Penelitian kualitatif peduli terhadap bagaimana hidup mereka, yang
menjadi sasaran penelitian itu mempunyai arti bagi mereka.
Lebih jauh diidentifikasi adanya sebelas cirri penelitian kualitatif
yaitu:
a. Latar alamiah, yaitu penelitian dari suatu konteks keutuha (entity).
Keutuhan tidak dapat dipahami kalau dipisahkan dalam konteksnya.
b. Manusia sebagai alat (instrument), karena hanya manusia lain yang
mampu memahami kaitan kenyataan di lapangan.
c. Metode kualitatif, yaitu menyajikan secara langsung hakikat hubungan
antara peneliti dengan responden.
d. Analisis data secara induktif, dengan maksut antara lain agar dapat
membuat hubungan antara peneliti dengan responden secara eksplisit,