SKRIPSI
Oleh
Eka Alifyah Agustina
NIM. C72213115
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) yang
berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Antara Mitra Pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya”. Skripsi ini ditulis untuk menjawab pertanyaan Apa akad yang digunakan oleh PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya berkaitan dengan atribut helm dan jaket yang dipakai oleh mitra pengendara? Bagaimana implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya? Dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad yang digunakan berkaitan dengan atribut yang dipakai mitra pengendara dan implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya?
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik wawancara dan studi pustaka yang kemudian dianalisis denganteknik deskriptif dalam menjabarkan data tentang implementasiakad mengenai atribut helm dan jaket serta kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya. Selanjutnyadata tersebut dianalisis dari perspektif hukum Islam dengan teknik kualitatif dalam pola pikir deduktif, yaitu dengan meletakkan norma hukum Islam sebagai rujukan dalam menilai fakta-fakta khusus mengenai akad dan implementasinya antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam klausul perjanjian, akad yang digunakan oleh Go-Jek Indonesia di Surabaya berkaitan dengan atribut helm dan jaket yang dipakai oleh mitra pengendara adalah akad pinjaman yang dikenakan biaya. Dalam implementasi kemitraan tunggal, didapati mitra pengendara yang mengambil pesanan dari konsumen dan menyediakan jasa diluar aplikasi Go-Jek. Hal ini tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati.Implementasi akad atribut helm dan jaket yang dikenakan mitra pengendara jika ditinjau dengan norma hukum Islam terdapat dua akad didalamnya. Dilihat dari segi mitra pengendara yangtidak lagi bekerjasama dengan Go-Jek Indonesia di Surabaya diwajibkan untuk mengembalikan atribut
helm dan jaket tersebut, maka akad tersebut masuk dalam akad ija>rah. Akan
tetapi, jika dilihat dari segi apabila atribut helm dan jaket tersebut hilang dan /atau rusak, mitra pengendara tidak perlu mengganti maka akad tersebut bisa
masuk dalam akad bay’.Mengenai akad kemitraan tunggal antara mitra
pengendara dengan Go-Jek Indonesia di Surabaya, dalam hukum Islam termasuk
dalam shirkah abda>n yang implementasinya bertentangan dengan hukum Islam,
karena mitra pengendara tidak memenuhi akad yang telah disepakati karena melakukan wanprestasi dengan kategori“melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.”
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 11
H. Metode Penelitian ... 12
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II KONSEP AKAD ‘A<RIYAH, IJA<RAH, BAY’, SHIRKAH DALAM HUKUM ISLAM ... 21
A. ‘A<riyah (Pinjaman) ... 21
1. Pengertian dan Dasar Hukum ... 21
2. Rukun dan Syarat ... 25
B. Ija>rah (Sewa Menyewa) ... 26
1. Pengertian dan Dasar Hukum ... 26
C. Bay’ (Jual Beli) ... 30
1. Pengertian dan Dasar Hukum ... 30
2. Rukun dan Syarat ... 33
D. Shirkah ... 35
1. Pengertian dan Dasar Hukum ... 35
2. Rukun dan Syarat ... 37
3. Macam-macam shirkah ... 38
4. Kewajiban masing-masing pihak ... 44
BAB III IMPLEMENTASI AKAD ANTARA MITRA PENGENDARA DENGAN PT.GO-JEK INDONESIA DI SURABAYA ... 48
A. Gambaran tentang PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya ... 48
1. Sejarah PT.Go-Jek Indonesia ... 48
2. Sejarah PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya ... 49
3. Visi dan Misi PT.Go-Jek Indonesia ... 50
4. Layanan Go-Jek Indonesia ... 50
B. Akad antara Mitra Pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya ... 53
1. Syarat dan ketentuan menjadi mitra pengendara ... 53
2. Klausul akad mengenai atribut helm dan jaket ... 56
3. Klausul akad mengenai kemitraan tunggal ... 56
C. Implementasi Akad antara Mitra Pengendara dengan PT.Go- Jek Indonesia di Surabaya ... 57
1. Implementasi akad atribut helm dan jaket ... 57
2. Implementasi akad kemitraan tunggal ... 64
BAB IV IMPLEMENTASI AKAD ANTARA MITRA PENGENDARA DENGAN PT.GO-JEK INDONESIA DI SURABAYA DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM ... 70
A. Tinjauan hukum Islam terhadap akad yang digunakan berka- itan dengan atribut helm dan jaket... 70
BAB V PENUTUP ... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring berkembangnya zaman, teknologi dan komunikasi,
perkembangan kerja sama melalui media internet pun banyak bermunculan.
Fenomena yang masih hangat di perbincangkan dan di anggap menjadi salah
satu solusi transportasi di negeri ini adalah munculnya perusahaan jasa
transportasi motor roda dua melalui media internet (online).
Contoh inovasi terbaru kerja sama dalam bidang transportasi motor
roda dua di Indonesia secara online adalah Go-Jek. Go-Jek didefinisikan
sebagai perusahaan yang memimpin revolusi industri transportasi motor roda
dua (ojek) secara online.1 Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010 di Jakarta oleh Nadiem Makarim. Go-jek telah resmi beroperasi di 10 kota
besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar,
Yogyakarta, Medan, Semarang, Palembang, dan Balikpapan.2 Go-Jek saat ini
menjadi solusi utama dalam pengiriman barang, pesan dan antar makanan,
berbelanja dan bepergian ditengah kemacetan. Pengguna jasa Go-Jek dapat
memesan layanan Go-Jek melalui aplikasi yang bersifat online, di mana
aplikasi Go-Jek bisa didapat dari sistem operasional handphone android dan
dapat diakses via http://go-jek.com/app.
Dalam menjalankan usahanya, Go-Jek melakukan kerja sama dengan
para mitra pengendara yang disebut sebagai driver. Dari berita yang dirilis oleh Metro TV pada tanggal 30 Juni 2015, diketahui bahwa jasa layanan
antar jemput berbasis online Go-Jek berhasil menarik perhatian publik, yang
dibuktikan dengan keberadaan ratusan calon mitra pengendara yang setiap
hari berbondong-bondong mendatangi kantor pendaftaran Go-Jek.3
Dari data yang dirilis dalam situs resmi Go-Jek, jumlah mitra
pengendara Go-Jek sampai saat ini sudah lebih dari 200.000 (dua ratus ribu),
dan jumlah pelanggan yang telah mencapai 8.000.000 (delapan juta).4
Di Surabaya, Go-Jek mulai beroperasi pada bulan Juli 2015. Go-Jek
Surabaya yang pada awalnya beralamat di Ruko Mangga Dua Blok B5 no.8
Jl. Jagir Wonokromo, Surabaya ini telah bekerja sama dengan mitra
pengendara yang ada di Surabaya dengan jumlah awal sekitar 400 (empat
ratus) orang. Seiring dengan berkembang pesatnya antusiasme para
pengguna jasa Go-Jek di Surabaya, pihak manajemen Go-Jek Surabaya yang
kini berkedudukan di Jl.Tidar no.67 Surabaya telah bekerja sama dengan
mitra pengendara yang berjumlah ribuan.5
Para calon mitra pengendara Go-Jek yang ingin melakukan kerja
sama dengan Go-Jek di Surabaya berasal dari berbagai kalangan dan profesi.
Mulai dari tukang ojek konvensional, mahasiswa, hingga pegawai kantoran.
PT.Go-Jek Indonesia mencari mitra untuk bekerja sama, dan bukan mencari
3
Http://news.metrotvnews.com/read/2015/06/30/141847/pendaftaran-membludak-gojek-batasi-penerimaan-driver, diakses pada 7 September 2016.
pekerja. Dalam mencari mitra pengendara, pihak Go-Jek memiliki kriteria
berikut ini: Pria/Wanita umur 17 sampai 55 Tahun; pendidikan minimal
SMP; memiliki kendaraan motor roda dua; memiliki SIM C, dan bersedia
meninggalkan salah satu dokumen asli untuk jaminan kemitraan (Kartu
Keluarga, BPKB motor, Ijazah Terakhir, Akte Lahir atau Buku Nikah).
Setelah memenuhi kriteria, akan ada pemberitahuan dari Go-Jek kepada
calon mitra pengendara. Pihak Go-Jek memberitahukan sistem dan tata cara
bergabung menjadi mitra pengendara. Setelah calon mitra pengendara
memahami sistem yang di terapkan oleh pihak Go-Jek, dan para calon mitra
pengendara memahami dan setuju untuk bekerja sama dengan pihak Go-Jek,
maka pihak Go-Jek dan calon mitra pengendara melakukan perjanjian.6
Pihak yang bersepakat dalam perjanjian itu adalah PT.Aplikasi Karya
Anak Bangsa (AKAB) yaitu pemilik aplikasi Go-Jek; PT.Go-Jek Indonesia
yaitu pengelola kerja sama mitra dan menyediakan jasa operasional para
mitra; dan Mitra Pengendara yaitu pihak yang melaksanakan antar-jemput
barang dan/atau orang, pesan-antar barang yang telah dipesan konsumen,
atau jasa lainnya yang melalui aplikasi Go-Jek dengan menggunakan
kendaraan bermotor rodadua yang dimiliki oleh mitra pengendara.7
Dalam melaksanakan antar-jemput barang dan/atau orang,
pesan-antar barang yang telah dipesan konsumen, atau jasa lainnya yang melalui
aplikasi Go-Jek, pihak mitra pengendara wajib mengenakan atribut jaket dan
helm Go-Jek yang dipinjamkan kepada mitra oleh Go-Jek Indonesia. Go-Jek
6Ibid.
Indonesia mempunyai hak untuk mengenakan biaya kepada mitra atas jaket
dan helm yang dikenakan oleh mitra.8
Berkaitan dengan ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian
mengenai atribut helm dan jaket, dalam implementasinya, pihak Go-Jek
mengenakan biaya atas atribut helm dan jaket yang dipinjamkan kepada
mitra dengan diadakannya sistem cicilan atas biaya atribut helm dan jaket
karena atribut tersebut telah dimanfaatkan oleh mitra pengendara tersebut.
Besarnya cicilan yang dikenakan kepada mitra pengendara adalah Rp.5000
(lima ribu rupiah) selama 38 (tiga puluh delapan) hari untuk setiap atribut
yang dipinjamkan. Apabila atribut yang dipinjamkan tersebut rusak dan/atau
hilang, mitra pengendara tidak perlu mengganti, karena atribut yang
dipinjamkan ke mitra tersebut telah dikenai biaya dengan sistem cicilan.
Apabila mitra pengendara tidak lagi bekerja sama, atribut helm dan jaket
yang dipinjamkan dalam keadaan baik (tidak rusak) tersebut dikembalikan
kepada PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya.9
Fakta awal tersebut menunjukkan adanya ketidakjelasan akad yang
digunakan untuk penggunaan atribut helm dan jaket mitra pengendara.
Dalam klausul perjanjian disebutkan bahwa atribut tersebut dipinjamkan.
Dalam hukum Islam, akad pinjaman disebut akad ‘ariyah. Akad ‘ariyah
adalah akad yang memanfaatkan suatu barang tanpa imbalan (kompensasi)
dari peminjam. Tetapi di bagian lain klausul perjanjian disebutkan bahwa
mitra pengendara yang dipinjami atribut dikenakan biaya dengan cara
8 Ibid.
9
mencicil karena atribut tersebut telah dimanfaatkan oleh mitra pengendara.
Dalam hukum Islam, akad yang bersifat mengeluarkan biaya atas
penggunaan manfaat barang disebut akad ija>rah. Di sisi lain, apabila atribut
tersebut rusak dan hilang, mitra tidak perlu mengganti atribut yang
dipinjamkan tersebut. Fakta ini menunjukkan bahwa atribut helm dan jaket
telah dijual kepada pihak mitra pengendara. Dalam hukum Islam bisa disebut
akad bay’. Fakta-fakta ini semua memunculkan kesan tentang adanya
ketidakpastian dalam akad yang digunakan berkenaan dengan atribut helm
dan jaket.
Di bagian lain dari perjanjian yang telah disepakati antara mitra
pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya pada bulan Juni 2016,
tepatnya tercantum dalam pasal 3.2 tentang Penggunaan Aplikasi Go-Jek
point (g) dinyatakan bahwa : Mitra mengerti dan setuju bahwa sejak tanggal
efektif Perjanjian ini, Mitra tidak akan mengambil pesanan ataupun
menyediakan jasa antar-jemput barang dan/atau orang atau pesan-antar
barang yang dipesan melalui sarana selain Aplikasi Go-Jek termasuk tidak
terbatas melalui aplikasi yang dikelola oleh pihak-pihak selain GI atau
AKAB.10 Dalam hukum Islam, perjanjian yang telah disepakati antara mitra
pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya disebut dengan akad
musha>rakah.
Dalam pelaksanaannya, terdapat mitra pengendara yang membuka
layanan jasa untuk konsumen secara manual di luar aplikasi Go-Jek. Bahkan
ada mitra pengendara yang bergabung dengan aplikasi penyedia jasa yang
sama diluar aplikasi Go-Jek di antaranya bergabung dengan Uber Motor.
Fakta-fakta diatas, baik yang berkenaan dengan ketidakjelasan akad
penggunaan atribut helm dan jaket oleh mitra pengendara maupun
pelaksanaan akad kemitraan tunggal tersebut oleh mitra pengendara,
merupakan dasar yang sangat kuat bagi penulis untuk mengkajinya secara
lebih mendalam melalui penelitian dalam rangka diperolehnya Tinjauan
hukum Islam yang cermat dalam permasalahan tersebut.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas,
dapat diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan implementasi
akad antara mitra pengendara dengan PT. Go-jek Indonesia di Surabaya
sebagai berikut :
1. Akad antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia pada bulan
Juni 2016.
2. Akad yang digunakan oleh PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya berkaitan
dengan atribut helm dan jaket yang dikenakan oleh mitra pengendara.
3. Implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya.
4. Tinjauan Hukum Islam terhadap akad yang digunakan berkaitan
dengan atribut yang dikenakan mitra pengendara dan implementasi
akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek
Dari beberapa masalah yang sudah diidentifikasi tersebut, penulis
membatasi penelitian ini hanya pada tiga masalah saja, yaitu :
1. Akad yang digunakan oleh PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya berkaitan
dengan atribut helm dan jaket yang dikenakan oleh mitra pengendara.
2. Implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya.
3. Tinjauan Hukum Islam terhadap akad yang digunakan berkaitan dengan
atribut yang dikenakan mitra pengendara dan implementasi akad
kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia
di Surabaya.
C. Rumusan Masalah
1. Apa akad yang digunakan oleh PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya
berkaitan dengan atribut helm dan jaket yang dipakai oleh mitra
pengendara ?
2. Bagaimana implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra
pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya ?
3. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap akad yang digunakan
berkaitan atribut yang dipakai mitra pengendara dan implementasi
akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek
Indonesia di Surabaya ?
D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka ini bertujuan untuk memperoleh gambaran berkaitan
sehingga diharapkan tidak terjadi pengulangan dan duplikasi. Dalam
penelusuran yang penulis lakukan ditemukan dua penelitian yang topiknya
berkenaan dengan PT.Go-Jek Indonesia.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Horidatul Bahiyah yang
hasilnya dirangkum dalam karya skripsi pada tahun 2016 dengan judul
“Studi Komparasi Hukum Islam dan Hukum Perdata terhadap Kontrak
Cicilan Gadget oleh Pekerja di Perusahaan Gojek Surabaya”. Penelitian
tersebut bertolak dari 2 (dua) rumusan masalah penulis yang pertama
membahas tentang kontrak kerja cicilan gadget oleh pekerja di perusahaan
Go-Jek Surabaya dan studi komparasi hukum Islam dan kedua membahas
tentang hukum perdata mengenai kontrak cicilan gadget tersebut,
kesimpulan yang di dapat dalam skripsi ini adalah bahwa terdapat praktik
jual beli gadget secara cicilan dalam praktik kontrak cicilan Gadget oleh pekerja di perusahaan Gojek Surabaya. Ditinjau dari hukum Islam bahwa jual
beli dalam sistim kredit itu sah, dan ditinjau dari hukum Perdata, istilah cicil
tidak selamanya diartikan sebagai jual beli cicilan, melainkan sewa beli dan
tanpa memperhatikan konsep kontraknya.11
Kedua, pada tahun 2016 Niamatus Sholikha juga melakukan
penelitian tentang Go-Jek yang dirangkum dalam judul skripsi “Tinjauan
Hukum Islam terhadap Jasa Transportasi Online Gojek berdasarkan Contract
Drafting dengan Akad Musha>rakah yang diterapkan oleh PT.Gojek Indonesia
11Horidatul Bahiyah, “Studi Komparasi Hukum Islam dan Hukum Perdata terhadap Kontrak
Cabang Tidar Surabaya”. Berdasarkan dari 2 (dua) rumusan masalah penulis,
yang pertama membahas tentang praktik jasa transportasi online yang
diterapkan oleh Go-Jek Indonesia di Surabaya dan kedua membahas tentang
tinjauan hukum Islam terhadap praktik pemesanan jasa transportasi online
Go-Jek berdasarkan dengan akad musha>rakah di Go-Jek Surabaya cabang
Tidar tersebut, kesimpulan yang didapat dari skripsi ini adalah praktik jasa
transportasi yang diterapkan oleh Go-Jek berdasarkan contract drafting akad
musha>rakah yaitu melalui aplikasi gojek yang sudah di install dan praktik
pelayanan jasa transportasi ojek yang dilakukan oleh driver yang diambil
secara manual menurut hukum Islam tidak diperbolehkan, sebab hal itu
terdapat unsur penipuan dalam bagi hasil walaupun dalam cotract drafting
akad musha>rakah perbuatan tersebut tidak melanggar perjanjian yang
disepakati karena pelayanan jasa transportasi ojek yang dilakukan oleh driver
yang diambil secara manual tidak tercantum dalam perjanjian yang
ditentukan.12
Walaupun kedua penelitian tersebut sama-sama meletakkan
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya sebagai objek yang diteliti sama seperti penelitian
yang akan penulis lakukan, namun penelitian penulis tidak merupakan
pengulangan atas apa yang sudah dikaji dalam kedua penelitian diatas.
Jika penelitian pertama bertolak dari 2 (dua) rumusan masalah
tentang kontrak kerja cicilan gadget oleh pekerja di perusahaan Go-Jek
12Niamatus Sholikha, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jasa Transportasi Online Gojek
Surabaya dan studi komparasi hukum Islam dan kedua membahas tentang
hukum perdata mengenai kontrak cicilan gadget tersebut. Serta penelitian
kedua bertolak dari 2 (dua) rumusan masalah tentang praktik jasa
transportasi online yang diterapkan oleh Go-Jek Indonesia di Surabaya dan
kedua membahas tentang tinjauan hukum Islam terhadap praktik pemesanan
jasa transportasi online Go-Jek berdasarkan dengan akad musha>rakah di
Go-Jek Surabaya cabang Tidar.
Maka penulis akan meneliti lebih lanjut terhadap 3 (tiga) rumusan
masalah dengan menggunakan akad yang telah disepakati antara mitra
pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya pada bulan Juni 2016.
Rumusan masalah pertama, mengenai akad yang digunakan oleh
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya berkaitan dengan atribut helm dan jaket
yang dipakai oleh mitra pengendara. Kedua, implementasi akad kemitraan
tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya
dan ketiga, mengenai tinjauan Hukum Islam terhadap akad yang digunakan
berkaitan dengan atribut yang dipakai mitra pengendara dan implementasi
akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek
Indonesia di Surabaya .
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang sudah dirumuskan, penelitian ini
1. Mengetahui akad yang digunakan oleh PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya
berkaitan dengan atribut helm dan jaket yang dikenakan oleh mitra
pengendara.
2. Mengetahui implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra
pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya.
3. Mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap akad yang digunakan
berkaitan dengan atribut yang dikenakan oleh mitra pengendara dan
implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memperluas
ilmu di bidang hukum Islam khususnya yang berkenaan dengan
implementasi akad dalam bisnis kontemporer.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan bagi PT.Go-Jek Indonesia dan para mitra pengendara dalam
menjalin kerjasama bisnis yang berselaras dalam hukum Islam.
G. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, yang dimaksud :
1. Hukum Islam adalah seperangkat aturan yang bersumber dari al-Qur’an,
hadi>th dan pendapat ahli hukum Islam mengenai akad ‘a>riyah (pinjaman),
ija>rah (sewa menyewa), bai’ (jual beli), dan shirkah (kerjasama).
2. Implementasi akad adalah pelaksanaan perjanjian yang telah disepakati
berkenaan dengan atribut helm dan jaket yang dikenakan oleh mitra
pengendara serta kemitraan tunggal yang ditetapkan oleh PT.Go-Jek
Indonesia di Surabaya.
3. PT. Go-Jek Indonesia di Surabaya berdiri sejak bulan Juni 2015 yang
beralamat di Jl.Tidar no.67 Surabaya merupakan perusahaan yang
bergerak dalam bidang aplikasi transportasi motor roda dua berbasis
online yang bekerjasama dengan para mitra pengendara yang ada di Surabaya sehubungan dengan penggunaan aplikasi Go-Jek.
4. Mitra pengendara adalah pihak yang menjalin kerjasama dengan Go-Jek
yang melaksanakan antar-jemput barang dan/atau orang, pesan-antar
barang dan jasa lainnya melalui aplikasi Go-Jek dengan menggunakan
kendaraan bermotor roda dua yang dimiliki oleh mitra pengendara sendiri.
H. Metode Penelitian
Aspek-aspek yang digunakan dalam sub bab “Metode Penelitian” ini
berkenaan dengan lokasi penelitian, data yang dikumpulkan, sumber data,
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya yang
beralamat di jalan Tidar no.67 Surabaya.
2. Data yang Dikumpulkan
Dalam rangka menjawab rumusan masalah yang pertama, dalam
penelitian ini akan dikumpulkan data tentang :
b. Kedudukan biaya atribut yang dibayarkan kepada PT. Go-Jek
Indonesia.
c. Praktik cicilan atribut yang dikenakan kepada mitra pengendara.
d. Praktik lebih lanjut mengenai peminjaman atribut yang jika atribut
tersebut rusak dan hilang tidak perlu mengganti.
e. Pengembalian atribut yang dipinjamkan jika tidak rusak dan hilang,
biaya cicilan tidak kembali apabila sudah tidak menjadi mitra
pengendara.
Dalam rangka menjawab rumusan masalah yang kedua, data yang
dikumpulkan sebagai berikut :
a. Implementasi akad kemitraan tunggal antara mitra pengendara dengan
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya yang ada di dalam perjanjian.
b. Implementasi layanan mitra pengendara kepada konsumen di luar
aplikasi Go-Jek.
c. Implementasi sanksi yang diberikan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya
kepada mitra pengendara terkait dengan ketentuan akad kemitraan
tunggal.
Untuk menjawab rumusan masalah yang ketiga, data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
a. Ayat suci Al-Quran tentang norma akad ‘a>riyah (pinjaman), ija>rah
(sewa menyewa), bay’ (jual beli), dan akad shirkah (kerjasama).
b. Hadis tentang norma akad ‘a>riyah (pinjaman), ija>rah (sewa menyewa),
c. Pendapat ahli hukum Islam tentang norma akad ‘a>riyah (pinjaman),
ija>rah (sewa menyewa), bay’ (jual beli), dan akad shirkah (kerjasama).
3. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer ialah sumber data yang berkaitan langsung
dengan objek penelitian.13 Adapun yang menjadi sumber data primer
dalam penelitian ini adalah :
1.pihak manajemen PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya
2.mitra pengendara PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber
secara tidak langsung dari pengumpulan data14, yaitu dari pustaka
yang berkaitan dengan norma akad dalam Hukum Islam mengenai
akad ‘a>riyah (pinjaman), ija>rah (sewa menyewa), bay’ (jual beli), dan
akad shirkah (kerjasama) terhadap implementasi akad antara mitra
pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia tersebut. Diantaranya yaitu :
1. Kitab suci Al-Qur’an
2. Terjemah Kitab Al-Qur’an, oleh Tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Kementrian Agama Republik Indonesia,
diketuai oleh Muhammad Shohib.
3. Kitab Hadis :
a. Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.
13 Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),62.
14
b. Shahih Muslim, karya Imam Muslim.
c. Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud. d. Sunan At-Tirmidzi, karya Imam Tirmidzi.
4. Terjemah Kitab Hadis :
a. Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari, diterjemahkan oleh Achmad Sunarto.
b. Shahih Muslim, karya Imam Muslim, diterjemahkan oleh Subhan dan Imran Rosadi.
c. Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud, diterjemahkan oleh Abd. Mufid Ihsan.
d. Sunan At-Turmudzi, karya Imam Turmudzi, diterjemahkan oleh Fachrurazi.
5. Al-Fiqhul-Muyassar Qismul-Mu’amalat, Mausu’ah Fiqhiyyah Haditsah Tatanawalu Ahkamal-Fiqhil-Islami Bi Uslub Wadhih Lil-Mukhtashshin Wa Ghairihim, karya Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, Abdullah bin Muhammad Al-Muthlaq, Muhammad
bin Ibrahim Al-Musa, diterjemahkan oleh Miftahul Khairi.
6. Ensiklopedi Hukum Islam, karya Abdul Azis Dahlan.
7. Fiqih Sunnah, karya Sayyid Sabiq, diterjemahkan oleh Nor Hasanuddin.
8. Fiqih Islami Wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-Kattani.
10.Fiqih Muamalah, karya Hendi Suhendi. 11.Fiqh Muamalat, karya Ahmad Wardi Muslich.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan
dengan teknik :
a. Wawancara (Interview), yakni teknik pengumpulan data dengan cara
bertanya langsung kepada pihak yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan dibahas.15 Dalam hal ini, wawancara langsung dilakukan
dengan pihak manajemen PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya dan mitra
pengendaranya. Wawancara dengan pihak manajemen Go-Jek
dilakukan untuk mengumpulkan data tentang :
1. Kedudukan biaya atribut yang dibayarkan kepada PT. Go-Jek
Indonesia.
2. Praktik lebih lanjut mengenai peminjaman atribut yang jika atribut
tersebut rusak dan hilang tidak perlu mengganti.
3. Pengembalian atribut yang dipinjamkan jika tidak rusak dan
hilang, biaya cicilan tidak kembali apabila sudah tidak menjadi
mitra pengendara.
4. Implementasi akad kemitraan tunggal yang dilaksanakan oleh
mitra pengendara.
5. Sanksi yang diberikan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya kepada
mitra pengendara terkait dengan ketentuan dalam implementasi
akad kemitraan tunggal.
Adapun wawancara yang dilakukan dengan pihak mitra pengendara
dilakukan untuk mengumpulkan data tentang :
1. Praktik pengenaan cicilan atribut yang dikenakan oleh mitra
pengendara.
2. Praktik lebih lanjut mengenai peminjaman atribut yang apabila
atribut tersebut rusak dan hilang tidak mengakibatkan keharusan
untuk mengganti.
3. Pengembalian atribut yang dipinjamkan jika tidak rusak dan
hilang, biaya cicilan tidak kembali apabila sudah tidak menjadi
mitra pengendara.
4. Praktik layanan mitra pengendara kepada konsumen di luar
aplikasi Go-Jek.
b. Studi Pustaka
Adalah pengumpulan data dengan menggali bahan pustaka dari
literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Adapun bahan
pustaka literartur yang akan digali adalah Al-Qur’an, kitab-kitab
Hadis dan kitab-kitab Fiqh Muamalah.
5. Teknik Pengolahan Data
Untuk mengolah data-data dalam penelitian ini, penulis melakukan
a. Editing, ialah memeriksa kelengkapan data. Teknik ini digunakan untuk pemeriksaan kembali data-data yang telah diperoleh.
b. Organizing, yaitu menyusun data-data hasil editing sedemikian rupa
sehingga menghasilkan data yang baik dan mudah dipahami.16
6. Teknik Analisis Data
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis data deskriptif dalam menjabarkan data-data tentang akad dan
implementasinya mengenai atribut helm dan jaket serta kemitraan
tunggal antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya
dan implementasinya.
Kemudian untuk tinjauan hukum Islam-nya menggunakan analisis
kualitatif dengan menggunakan pola pikir deduktif dengan meletakkan
norma hukum Islam sebagai acuan dalam menilai fakta-fakta khusus yang
berkenaan dengan akad dan implementasinya pada PT.Go-Jek Indonesia
di Surabaya.
I. Sistematika Pembahasan
Dari hasil penelitian ini akan dituangkan dalam laporan berbentuk
karya ilmiah skripsi yang sistematika pembahasannya terdiri dari lima bab,
sebagaimana berikut :
Bab pertama memuat hal-hal yang berkenaan dengan rencana
pelaksanaan penelitian. Hal-hal tersebut dituangkan dalam sembilan sub bab
yang terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika pembahasan.
Deskripsi tentang norma akad dalam Hukum Islam yang dijadikan
pijakan analisis dalam penelitian ini dituangkan dalam bab kedua dengan
tajuk “Norma Akad ‘A<riyah, Ija>rah, Bay’ dan Shirkah dalam Hukum Islam”.
Sesuai dengan kebutuhan yang tercermin dalam rumusan masalah, uraian
dalam bab kedua ini dipilah menjadi empat sub bab. Sub bab pertama berisi
uraian tentang pengertian dan dasar hukum akad ‘a>riyah, serta rukun dan syarat akad ‘a>riyah. Sub bab kedua berisi uraian tentang pengertian dan dasar hukum akad ija>rah, serta rukun dan syarat akad ija>rah. Sub bab ketiga
menyajikan uraian tentang pengertian dan dasar hukum akad bay’, serta
rukun dan syarat akad bay’. Sub bab keempat berisi uraian tentang
pengertian dan dasar hukum akad shirkah, rukun dan syarat akad shirkah,
macam-macam akad shirkah, dan kewajiban para pihak.
Bab ketiga menyajikan deskripsi hasil penelitian dengan tajuk
“Implementasi Akad Antara Mitra Pengendara Dengan PT. Go-Jek Indonesia
di Surabaya” deskripsi dimulai dengan sub bab pertama yang memuat
gambaran tentang PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya dari aspek sejarah
singkat, visi dan misi serta layanan yang ada dalam aplikasi Go-Jek. Sub bab
kedua memuat deskripsi tentang akad antara mitra pengendara dengan
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya yang meliputi syarat dan ketentuan
menjadi mitra pengendara, klausul akad mengenai atribut helm dan jaket dan
Implementasi akad antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di
Surabaya.
Selanjutnya, pada bab keempat hasil penelitian tentang implementasi
akad antara mitra pengendara dengan PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya yang
telah dideskripsikan tersebut akan dianalisis dari perspektif hukum Islam.
Bab yang bertajuk “Implementasi Akad Antara Mitra Pengendara Dengan
PT.Go-Jek Indonesia di Surabaya dalam Tinjauan Hukum Islam” ini dibagi
uraian analisisnya dalam dua sub bab, yaitu sub bab tentang “Tinjauan
Hukum Islam terhadap akad yang digunakan berkaitan dengan atribut helm
dan jaket” dan “Tinjauan Hukum Islam terhadap implementasi akad
kemitraan tunggal”.
Sebagai penutup, pada bab kelima disajikan kesimpulan dan saran
BAB II
NORMA AKAD ‘A>RIYAH, IJA>RAH, BAY’, SHIRKAH
DALAM HUKUM ISLAM
A. Norma Akad ‘A>riyah dalam Hukum Islam
1. Pengertian dan Dasar Hukum ‘A>riyah
‘A>riyah menurut terminologis berarti pembolehan memanfaatkan
suatu barang (oleh pemilik kepada orang lain) dengan tetap menjaga
keutuhan barang itu.1 Wahbah Zuhaili dalam kitab Fiqh Al-Islam Wa-
Adillatuhu yang diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani
mengemukakan bahwa lafal ‘a>riyah adalah nama bagi sesuatu yang
dipinjam, diambil dari kata : ‘a>ra yang sinonimnya dzahaba waja>’a
artinya pergi dan datang.2
Menurut istilah, definisi ‘a>riyah dikemukakan oleh para ulama
sebagai berikut:
a. Menurut ulama Hanafiyah, ‘a>riyah adalah :
ﻨﹶﳌﺍ ﻚﻴﻠﻤﺗ
ﻣ ﹺﻊﻓ ﺎ
ﺎﻧﺎﺠ
.
“Memiliki manfaat secara cuma-cuma.”
b. Menurut ulama Malikiyah, ‘a>riyah adalah :
ﹴﺽﻮﻌﹺﺑﹶﻻﺔﺘﱠﻗﺆﻣ ﺔﻌﹶﻔﻨﻣ ﻚﻴﻠﻤﺗ
.
“Memiliki manfaat dalam waktu tertentu dengan tanpa imbalan.”
1 Miftahul Khairi, Terjemah al- Fiqhul Muyassar Qismul-Mu’amalat, (Yogjakarta: Maktabah Al-Hanif, 2014), 341.
c. Menurut ulama Syafi’iyah, ‘a>riyah adalah :
ﹸﺔﺣﺎﺑﹺﺇ
ﻓ ﹴﺺﺨﺷ ﻦﻣ ﹺﻉﺎﹶﻔﺘﻧﻻﹾﺍ
ﹶﺔﻴﻠﻫﹶﺃ ﻪﻴ
ﻪﹺﻨﻴﻋ ِﺀﺎﹶﻘﺑ ﻊﻣ ﻪﹺﺑ ﻉﺎﹶﻔﺘﻧﻻﹾﺍ ﻦﺤﻳﺎﻤﹺﺑ ﹺﻉﺮﺒﺘﻟﺍ
ﹺﻉﺮﺒﺘﻤﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﻩﺩﺮﻴﻟ
.
“Kebolehan mengambil manfaat yang diberikan dari seseorang yang memiliki kecakapan untuk melakukan kebajikan, atas sesuatu yang mungkin diambil manfaatnya, serta zat barangnya tetap supaya dapat dikembalikan kembali kepada pemiliknya.”
d. Menurut ulama Hanabilah, ‘a>riyah adalah :
ﹸﺔﺣﺎﺑﹺﺇ
ﹺﺮﻴﻐﹺﺑ ﹺﻦﻴﻌﹾﻟﺍ ﹺﻊﹾﻔﻧ
ﻩﹺﺮﻴﹶﻏﻭﹶﺃﹺﺮﻌﺘﺴﻤﹾﻟﺍ ﻦﻣ ﹴﺽﻮﻋ
.
“Kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari
peminjam atau yang lainnya.”3
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab tersebut,
ada perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum asal akad ‘a>riyah,
apakah bersifat pemilikan terhadap manfaat atau hanya sekedar
kebolehan memanfaatkannya. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah
mengatakan bahwa ‘a>riyah merupakan akad yang menyebabkan
peminjam memiliki manfaat barang yang dipinjam. Peminjaman itu
dilakukan secara sukarela, tanpa imbalan dari pihak peminjam. Oleh
sebab itu, pihak peminjam berhak untuk meminjamkan barang itu kepada
orang lain untuk dimanfaatkan, karena manfaat barang itu telah menjadi
miliknya, kecuali apabila pemilik barang membatasi pemanfaatannya
bagi peminjam saja atau pemilik barang itu melarang peminjam untuk
meminjamkannya kepada orang lain.
Akan tetapi, ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa
akad ‘a>riyah itu hanya bersifat kebolehan memanfaatkan benda itu. Oleh
3
sebab itu, pemanfaatannya hanya terbatas bagi pihak peminjam dan ia
tidak boleh meminjamkannya kepada orang lain. Namun demikian,
seluruh ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa pihak peminjam tidak
boleh menyewakannya kepada orang lain.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan para ulama mazhab
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ‘a>riyah adalah suatu hak untuk
memanfaatkan suatu benda yang diterimanya dari orang lain tanpa
imbalan dengan ketentuan barang tersebut tetap utuh dan pada suatu saat
harus dikembalikan kepada pemiliknya.4
‘A>riyah merupakan perbuatan yang dianjurkan berdasarkan
Al-Qur’an dan Sunnah. Dalil hukum ‘a>riyah terdapat dalam al-Qur’an surat
al-Ma>’idah [5] ayat 2 :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”5
Dalam surat di atas Allah memerintahkan umat Islam untuk saling
tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan dan melarang untuk
tolong-menolong dalam keburukan. Salah satu perbuatan baik itu adalah
‘a>riyah, yakni meminjamkan kepada orang lain barang yang dibutuhkan
olehnya.
4 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 468. 5
Orang yang meminjam berkewajiban untuk mengembalikan
barang pinjaman setelah dia mendapatkan manfaat yang diperlukan,
sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa’ [4] ayat 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”6
Disamping Al-Qur’an dasar hukum ‘a>riyah juga terdapat dalam hadis Rasulullah Saw, yaitu :
ﹸﺔﻳﹺﺭﺎﻌﹾﻟﺍ
ﹲﺓﺍﺩﺆﻣ
ﹸﺔﺤﻨﻤﹾﻟﺍﻭ
ﹲﺓﺩﻭﺩﺮﻣ
ﻡﹺﺭﺎﹶﻏ ﻢﻴﻋﺰﻟﺍﻭ ﻲﻀﹾﻘﻣ ﻦﻳﺪﻟﺍﻭ
) .
ﻱﺬﻣﺮﺘﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ
(
7“Pinjaman harus dikembalikan, minhah harus dikembalikan pula, utang
harus dibayar, dan penjamin harus menanggung.” (Riwayat At-Tirmidzi
no.1265).8
ﺩﹶﺃ
ﹶﺔﻧﺎﻣﹶﺄﹾﻟﺍ
ﻚﻧﺎﺧ ﻦﻣ ﻦﺨﺗﹶﻻﻭ ﻚﻨﻤﺘﻋﺍ ﹺﻦﻣ ﻰﹶﻟﹺﺇ
.
9“
Tunaikanlah amanat kepada orang yang telah memberikan amanatkepadamu, dan janganlah kau berkhianat kepada orang yang
mengkhianatimu.” (HR Abu Dawud no.3534).10
Ulama fikih sepakat bahwa akad ‘a>riyah bersifat tolong-menolong.
Tetapi mereka berbeda pendapat tentang sifat amanah ‘a>riyah di tangan
peminjam. Menurut mazhab Hanafi, ‘a>riyah bersifat amanah bagi
peminjam. Peminjam tidak dikenakan ganti rugi terhadap kerusakan
6Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan ..., 87. 7 At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), 224.
8 Fachrurazi, Terjemah Sunan At-Tirmidzi Jilid 2, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2006), 655. 9 Abu Dawud Sulaiman ibnu Al-Asy’ats, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), 392. 10
barang yang tidak disebabkan oleh perbuatan dan kelalaiannya dalam
memanfaatkan barang tersebut. Akan tetapi, apabila kerusakan itu
disengaja atau karena kelalaian peminjam dalam memelihara amanah
tersebut, maka ia dikenakan ganti rugi. Mazhab Hanbali berpendapat
bahwa ‘a>riyah adalah akad yang mempunyai resiko ganti rugi, baik
disebabkan perbuatan peminjam maupun sebab-sebab lainnya di luar
jangkauan peminjam, maka pihak peminjam wajib membayar ganti rugi
apabila barang itu rusak atau hilang. Alasannya berdasarkan pada sabda
Rasulullah SAW :
ﱠﻥﹶﺃ
ﺍ
ﹶﻗ ﻢﹶﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ِﷲﺍ ﹶﻝﻮﺳﺭ
ﺎ
ﹶﻝ
:
ﻪﻳﺩﺆﺗ ﻰﺘﺣ ﺕﹶﺬﺧﹶﺃﺎﻣﺪﻴﹾﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ
.
“Setiap orang wajib menjamin apa yang telah diambil hingga ia
menggantinya.” (HR. Ibnu Majah no.2400)11
Akan tetapi, apabila barang yang dipinjam adalah barang yang
sifatnya untuk kemaslahatan umum (seperti buku ilmu pengetahuan)
kemudian dalam pemanfaatannya terjadi kerusakan tanpa disengaja oleh
peminjam, maka ia tidak dikenakan ganti rugi.12
2. Rukun dan Syarat ‘A>>riyah
a. Rukun ‘A>riyah
Menurut jumhur ulama berpendapat bahwa rukun ‘a>riyah terdiri dari
4 (empat), yaitu :
1. Al-Mu’ir (orang yang meminjamkan), yaitu pemilik barang yang
dipinjam;
11 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Saudi Arabia: Baitul Afkari Addauliyah, 1419 H), 259. 12
2. Al-Musta’ir (orang yang meminjam);
3. Al-Mu’ar (barang yang dipinjam);
4. S}ighat (perkataan atau perbuatan yang menunjukkan arti
pinjam-meminjam).
b. Syarat-syarat ‘A>riyah
1. Orang yang meminjamkan merupakan pemilik yang berhak untuk
meminjamkannya.
2. Orang yang meminjam harus orang yang telah berakal dan cakap
bertindak hukum, karena orang yang tidak berakal tidak dapat
dipercayai memegang amanah, sedangkan barang ‘a>riyah ini pada
dasarnya amanah yang harus dipelihara oleh orang yang
memanfaatkannya.
3. Barang yang dipinjamkan adalah barang yang dapat
dimanfaatkan dan bukan jenis barang yang apabila dimanfaatkan
akan habis atau musnah seperti makanan.
4. Pemanfaatan tersebut dilakukan dalam bentuk yang dibolehkan
oleh agama (syara’).13
B. Norma Akad Ija>rah dalam Hukum Islam
1. Pengertian dan Dasar Hukum Ija>rah
Secara etimologis, kata ijarah berasal dari kata al- ajrun yang
berarti iwa>d}u pengganti. Oleh karena itu, tshawa>b ‘pahala’ disebut juga
dengan al-ajrun ‘upah’. Dalam syariat Islam, ija>rah adalah jenis akad
13
untuk mengambil manfaat dengan kompensasi. Ija>rah (sewa) adalah
kepemilikan manfaat atas barang. Akad ija>rah mengharuskan
penggunaan manfaat dan bukan barang itu sendiri.14
Ada beberapa definisi ija>rah yang dikemukakan oleh ulama fikih.
a. Ulama Hanafiyah mendefinisikannya :
ﺪﹾﻘﻋ
ﹴﺽﻮﻌﹺﺑ ﹺﻊﻓ ﺎﻨﻣ ﻰﹶﻠﻋ
“transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.”
b. Ulama Syafi’iyah mendefinisikannya :
ﹺﻝ ﹾﺬﺒﹾﻠﻟ ﺔﹶﻠﹺﺑﺎﹶﻗ ﺔﺣ ﺎﺒﻣ ﺔﻣﻮﹸﻠﻌﻣ ﺓﺩ ﻮﺼﹾﻘﻣ ﺔﻌﹶﻔﻨﻣ ﻰﹶﻠﻋ ﺪﹾﻘﻋ
ﹴﻡﻮﹸﻠﻌﻣ ﹴﺽﻮﻌﹺﺑﺔﺣﺎﺑﻹﺍﻭ
“transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.”
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya :
ﻮﻌﹺﺑ ﹴﻡ ﻮﹸﻠﻌﻣ ﹶﺓﺪﻣ ﺔﺣﺎﺒﻣ ﺊﻴﺷ ﹺﻊﻓﺎﻨﻣ ﻚﻴﻠﻤﺗ
ﺍ
ﹴﺽ
“pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu
dengan suatu imbalan.”15
Dasar hukum ija>rah terdapat dalam firman Allah Swt. dalam
Al-Qur’an surat (Al-Qas}as} [28] : 27) :
Berkatalah Dia (Syu'aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak
14 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 113-114. 15
hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku
Termasuk orang- orang yang baik”.16
Disamping Al-Qur’an dasar hukum ija>rah juga terdapat dalam
hadis Rasulullah Saw, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud no.3391 :
ﻦﻣ ﻲﻗﺍﻮﺴﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺎﻤﹺﺑ ﺽﺭﹶﺄﹾﻟﺍ ﻱﹺﺮﹾﻜﻧ ﺎﻨﹸﻛ
ﻪﱠﻠﻟﺍ ﹸﻝﻮﺳﺭ ﺎﻧﺎﻬﻨﹶﻓ ﺎﻬﻨﻣ ِﺀﺎﻤﹾﻟﺎﹺﺑ ﺪﻌﺳ ﺎﻣﻭ ﹺﻉﺭﺰﻟﺍ
ﺔﻀﻓ ﻭﹶﺃ ﹴﺐﻫﹶﺬﹺﺑ ﺎﻬﻳﹺﺮﹾﻜﻧ ﹾﻥﹶﺃ ﺎﻧﺮﻣﹶﺃﻭ ﻚﻟﹶﺫ ﻦﻋ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻰﱠﻠﺻ
17“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah Saw melarang kami dengancara itudan memerintahkan kami agar membayarnya dengan upah emas atau perak.”18
2. Rukun dan Syarat Ija>rah
a. Rukun Ija>rah
Menurut ulama Hanafi, rukun ija>rah hanya satu, yaitu ijab
(ungkapan menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap
sewa-menyewa). Menurut jumhur ulama, rukun ija>rah itu ada empat, yaitu :
1. ‘a>qid, yaitu mu’jir (orang yang menyewakan) dan musta’jir
(orang yang menyewa),
2. S}ighat, yaitu ijab dan qabul,
3. Ujrah (uang sewa), dan
4. Manfaat dari suatu barang yang disewa.
b. Syarat Ija>rah
1. Untuk kedua orang yang berakad, disyaratkan telah baligh dan
berakal.
16 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan..., 388.
17 Abu Dawud Sulaiman ibnu Al-Asy’ats, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), 380. 18
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad ija>rah. Apabila salah seorang di antaranya
terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.
3. Manfaat yang menjadi objek ija>rah harus diketahui secara
sempurna sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.
Apabila manfaat yang akan menjadi objek ija>rah tersebut tidak
jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat
dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya, dan penjelasan
berapa lama manfaat di tangan penyewa.
4. Objek ija>rah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung
dan tidak bercacat. Oleh sebab itu, ulama fikih sepakat
menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak
bisa diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa.
5. Objek ija>rah tersebut sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh
sebab itu, ulama fikih sepakat menyatakan tidak boleh menyewa
seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir, menyewa seseorang
untuk membunuh orang lain, dan orang Islam tidak boleh
menyewakan rumah kepada orang non muslim untuk dijadikan
tempat ibadah mereka.
6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
Misalnya, menyewa orang untuk melaksanakan salat untuk diri
penyewa dan menyewa orang yang belum haji untuk
bahwa sewa-menyewa seperti ini tidak sah, karena salat dan haji
merupakan kewajiban bagi orang yang disewa.
7. Objek ija>rah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan.
8. Sewa dalam akad ija>rah harus jelas dan sesuatu yang bernilai
harta. Oleh sebab itu ulama sepakat menyatakan bahwa khamar
dan babi tidak boleh menjadi upah / sewa dalam akad ija>rah,
karena kedua benda itu tidak bernilai harta dalam Islam.19
C. Norma Akad Bay’ dalam Hukum Islam
1. Pengertian dan Dasar Hukum Bay’
Al-Bay’ atau jual beli menurut etimologi Wahbah Zuhaily adalah :
ٍﺀﻲﻴﺷ ﹸﺔﹶﻠﺑﺎﹶﻘﻣ
ٍﺀﻲﺸﹺﺑ
.
20“Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.”21
Sayyid Sabiq mengartikan jual beli (al-bay’) menurut bahasa
sebagai berikut :
ﹰﺔﻐﹸﻟ ﻩﺎﻨﻌﻣ ﻊﻴﺒﹾﻟﺍ
ﺔﹶﻟﺩﺎﺒﻤﹾﻟﺍ ﻖﹶﻠﹾﻄﻣ
.
22Pengertian jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar secara mutlak.23
Dalam pengertian istilah syara’ terdapat beberapa definisi jual beli
yang dikemukakan oleh ulama mazhab, yaitu :
a. Menurut ulama Hanafiyah :
19 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam..., 661-662.
20 Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu, Juz 4, (Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989),344. 21 Abdul Hayyie al-Kattani, Terjemah Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu, Juz 5..., 54.
22 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah Juz 3, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981), 126. 23
ﻮﻫﻭ
ﻊﻴﺑ
ﹺﻦﻳﺪﹾﻘﻨﻟﺎﹺﺑ ﹺﻦﻴﻌﹾﻟﺍ
)
ﺔﻀﻔﹾﻟﺍﻭ ﹺﺐﻫﱠﺬﻟﹶﺍ
(
،ﺎﻤﻫﹺﻮﺤﻧﻭ
ﺔﻌﹾﻠﺴﻟﺍﹸﺔﹶﻟﺩﺎﺒﻣﻭﹶﺃ
ﺪﹾﻘﻨﻟﺎﹺﺑ
ﻩﹺﻮﺤﻧﻭﹶﺃ
ﹴﺹﻮﺼﺨﻣ ﻪﺟﻭ ﻰﹶﻠﻋ
.
“jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak) dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau semacamnya menurut cara yang khusus.”
b. Menurut ulama Malikiyah :
ﺓ ﱠﺬﹶﻟ ﺔﻌﺘﻣﹶﻻﻭ ﻊﻓﺎﻨﻣ ﹺﺮﻴﹶﻏ ﻰﹶﻠﻋ ﺔﺿﻭﺎﻌﻣ ﺪﹾﻘﻋﻮﻬﹶﻓ
.
“Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain
manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan.”
c. Menurut ulama Syafi’iyah :
ﺎﻋﺮﺷﻭ
:
ﺑﺎﹶﻘﻣ ﻦﻤﻀﺘﻳﺪﹾﻘﻋ
ﹾﺍ ﻪﻃﺮﺸﹺﺑ ﹴﻝﺎﻤﺑ ﹴﻝﺎﻣﹶﺔﹶﻠ
َﻷ
ﻲﺗ
ِ
ﻚﹾﻠﻣﺓﺩﺎﹶﻔﺘﺳﻻ
ﹴﻦﻴﻋ
ﻭﹶﺃ
ﺔـﻌﹶﻔﻨﻣ
ﺓﺪﺑﺆﻣ
.
“Jual beli menurut syara’ adalah suatu akad yang mengandung
tukar-menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya.”
d. Menurut ulama Hanabilah :
ﻓ ﹺﻊﻴﺒﹾﻟﺍ ﻰﻨﻌﻣ
ﹸﺔﹶﻟﺩﺎﺒﻣ ﹺﻉﺮﺸﻟﺍ ﻲ
ﺔﺣﺎﺒﻣ ﺔﻌﹶﻔﻨﻣ ﹸﺔﹶﻟﺩﺎﺒﻣﻭﹶﺃ ،ﹴﻞﻤﹺﺑ ﹴﻝﺎﻣ
ﺔﻌﹶﻔﻨﻤﹺﺑ
ﺒﻣﺎ
ﻰﻠﻋ ﺔﺣ
ﹴﺽﺮﹶﻗﻭﹶﺃﺎﺑﹺﺭ ﺮﻴﹶﻏ ﺪﻴﹺﺑﹾﺄﺘﻟﺍ
.
“Pengertian jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta
dengan harta, atau tukar-menukar manfaat yang mubah dengan
manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang.”24
Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab
tersebut dapat diambil intisari bahwa :
1) Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh
dua pihak, di mana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak
kedua menyerahkan imbalan, baikberupa uang maupun barang.
24
2) Syafi’iyah dan Hanabilah mengemukakan bahwa objek jual beli
bukan hanya barang (benda), tetapi juga manfaat, dengan syarat
tukar-menukar berlaku selamanya, bukan untuk sementara. Dengan
demikian, ija>rah (sewa menyewa) dan ‘ariyah (pinjam meminjam)
tidak termasuk jual beli karena pemanfaatannya hanya berlaku
sementara waktu yang telah ditetapkan.25
Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan Al-Qur’an,
Sunnah dan ijma’ para ulama. Dilihat dari aspek hukum, jual beli
hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara’, adapun
dasar hukum jual beli terdapat dalam Qur’an yaitu dalam surat
Al-Baqarah [2] ayat 275 :
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”26 Dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 282 disebutkan :
“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.”27
Dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An-Nisa> [4] ayat 29 :
25 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat..., 175-176. 26 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan ...., 47. 27
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”28
Adapun dasar hukum dari hadis, Ibnu Umar r.a. menceritakannya
dan di riwayatkan dalam Hadis Riwayat Bukhari no. 2407 :
ﹶﻝﺎﹶﻘﹶﻔﻋﻮﺒﺒﹾﻟﺍ ﻰﻓ ﻉﺪﻨﻳ ﻪﻧﹶﺃ ﻢﱠﻠﺳﻭ ﻪﻴﹶﻠﻋ ُﷲﺍ ﻰﱠﻠﺻ ﻲﹺﺒﻨﻠﻟﺮﹶﻛﹶﺫﺎﹰﻠﺟﺭ ﱠﻥﹶﺃ
:
ﹾﻞﹸﻘﹶﻓ ﺖﻌﻳﺎﺑﺍﹶﺫﹺﺇ
ﹶﺔﺑﹶﻼﺧﹶﻻ
.
ﻲﻋﺄﺴﻨﻟﺍﻭﹸﺔﹶﺛﹶﻼﱠﺜﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ
.
ﺯﻭ
ﻢﻠﺴﻣﺩﺍ
:
ﹸﻝﻮﹸﻘﻳ ﻊﻳﺎﺑﺍﹶﺫﹺﺇ ﹶﻥﺎﹶﻜﹶﻓ
:
ﹶﺔﺑﺎﻴﺧﹶﻻ
.
29Bahwa seorang lelaki menceritakan kepada Nabi saw., ia terkena tipu dalam jual belinya, maka Nabi saw. Bersabda, “apabila engkau melakukan transaksi jual beli, maka katakanlah dengan tidak ada
tipuan.” Kemudian orang itu mengataikannya.30
2. Rukun dan Syarat Bay’
a. Rukun Bay’
Al-Bay’ atau jual beli merupakan suatu akad dan dipandang
sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya. Mengenai rukun
dan syarat jual beli, para ulama berbeda pendapat. Berikut uraiannya.
Menurut ulama Hanafi, rukun jual beli hanya ijab dan qabul
saja. Menurutnya, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah
kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli.
Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu :
1. Orang yang berakad (al-muta’aqidain) yaitu penjual dan pembeli
28 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan ...., 83. 29 Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), 451. 30
2. Adanya S}ighat (lafal ijab dan qabul).
3. Ma’qud ‘alaih (objek akad).
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
b. Syarat Bay’
1. Kedua belah pihak melakukan jual beli dengan ridha dan
sukarela, tanpa ada paksaan.
2. Kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli yakni
seseorang yang dibolehkan untuk menggunakan harta, yaitu
seseorang yang telah baligh, berakal, merdeka dan rasyiid (cerdik
bukan idiot).
3. Penjual adalah seseorang yang memiliki barang yang akan dijual
atau yang menduduki kedudukan kepemilikan (seorang yang
diwakilkan untuk menjual barang).
4. Barang yang di jual adalah barang yang mubah (boleh) untuk
diambil manfaatnya, seperti menjual barang yang halal dan
bukan barang yang haram.
5. Barang yang dijual atau di jadikan transaksi adalah barang yang
bisa untuk diserahkan. Jika barang yang dijual tidak bisa
diserahkan kepada pembeli maka tidak sah jual belinya.
6. Barang yang dijual merupakan sesuatu yang diketahui oleh
penjual dan pembeli, dengan melihatnya dan memberitahu
sifat-sifat barang tersebut sehingga membedakannya dengan yang lain
7. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya,
tidak mengandung unsur riba.31
D. Norma Akad Shirkah dalam Hukum Islam
1. Pengertian dan Dasar Hukum Shirkah
Menurut bahasa shirkah berarti suatu akad kerjasama yang
dilakukan antara dua pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu usaha
dengan tujuan memperoleh keuntungan.32
Dalam pengertian istilah syara’ terdapat beberapa definisi shirkah
yang dikemukakan oleh ulama mazhab, yaitu :
a. Menurut Hanafiyah :
ﹶﺍ
ﻲﻫ ﹸﺔﹶﻛﺮﺸﻟ
ﹺﺢﺑﺮﻟﺍﻭ ﹺﻝﺎﻤﹾﻟﺍ ﹺﺱﹾﺃﺭ ﻲﻓ ﹺﻦﻴﹶﻛﹺﺭﺎﺸﺘﻤﹾﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﺪﹾﻘﻋ ﻦﻋﹲﺓﺭﺎﺒﻋ
Shirkah adalah suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua
orang yang berserikat di dalam modal dan keuntungan.33
b. Menurut Malikiyah :
ﻲﻓ ﹲﻥﹾﺫﹺﺇ ﻲﻫ ﹸﺔﹶﻛﺮﺸﻟﹶﺍ
ﻣ ﺎﻤﻬﹶﻟ ﻑﺮﺼﺘﻟﺍ
ﻦﻣﺪﺣﺍﻭ ﱡﻞﹸﻛ ﹶﻥﹶﺫﹾﺄﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﻱﹶﺃ ﺎﻤﹺﻬِﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﻊ
ﱟﻞﹸﻜﻟ ﻑ ﺮﺼﺘﻟﺍ ﻖﺣ ِﺀﺎﹶﻘﺑﹺﺇ ﻊﻣ ﺎﻤﻬﹶﻟ ﹴﻝﺎﻣ ﻲﻓ ﻑﺮﺼﺘﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﻲﻓ ﻪﹺﺒﺣ ﺎﺼﻟ ﹺﻦﻴﹶﻜﻳﹺﺮﺸﻟﺍ
ﺎﻤﻬﻨﻣ
.
Shirkah adalah persetujuan untuk melakukan tasarruf bagi keduanya beserta diri mereka; yakni setiap orang yang berserikat memberikan persetujuan kepada teman serikatnya untuk melakukan tasarruf terhadap harta keduanya di samping masih tetapnya hak tasarruf bagi masing-masing peserta.
c. Menurut Syafi’iyah :
31 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 115-116.
32 Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqiyyah dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer, (Jakarta: Gramata Publishing, 2012), 119.
33
ﻲﻓﻭ
ﹺﻉﺮﺸﻟﺍ
:
ﺍﺪﻋ ﺎﺼﹶﻓ ﹺﻦﻴﺼﺨﺸﻟ ﺪﺣﺍﻮﹾﻟﺍ ِﺀﻲﺸﻟﺍ ﻲﻓ ﻖﺤﹾﻟﺍ ﺕ ﻮﺒﹸﺛ ﻦﻋ ﹲﺓﺭ ﺎﺒﻋ
ﻟﺍ ﺔﻬﹺﺟ ﻰﹶﻠﻋ
ﻉﻮﻴﺸ
.
Shirkah menurut syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak
atas suatu barang bagi dua orang atau lebih secara bersama-sama.34
d. Menurut Hanabilah :
ﻑﺮﺼﺗ ﻭﹶﺃ ﹴﻕﺎﹶﻘﺤﺘﺳﺍ ﻲﻓ ﻉﺎﻤﺘﺟﹺﺈﹾﻟﺍ ﻲﻫ ﹸﺔﹶﻛﺮﺸﻟﹶﺍ
.
Shirkah adalah bersama-sama dalam kepemilikan atas hak dan
tasarruf.
Dari pengertian shirkah yang telah di sebutkan, dapat disimpulkan
bahwa shirkah dalam transaksi bisnis kontemporer sekarang ini adalah
sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi baik dana maupun
tenaga dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.35
Shirkah merupakan akad yang dibolehkan bersadarkan Al-Qur’an
dan Sunnah. Dasar hukum shirkah dari Al-Qur’an terdapat dalam :
1. QS. an-Nisa> [4] : 12
....
...
“... Maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu..”36
2. QS. S}ad [38] : 24
34 Nor Hasanuddin, Terjemahan Fiqh Sunnah Jilid 4..., 293. 35 Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqiyyah dan Penerapannya..., 120. 36
... ...
“... dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh;
dan Amat sedikitlah mereka ini...”37
Adapun dasar hukum shirkah dari hadis yang diceritakan oleh Abu
Hurairah r.a., yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan Abu
Dawud no.3383 bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
ﻰﹶﻟﺎﻌﺗ ُﷲﺍ ﹶﻝﺎﹶﻗ
:
ﻦﻣ ﺖﺟﺮﺧ ﻪﻧﺎﺧﺍﹶﺫﹺﺈﹶﻔﻬﺒﺣﺎﺻﺎﻤﻫ ﺪﺣﹶﺃ ﻦﻨﻳ ﻢﹶﻟﺎﻣ ﹺﻦﻴﹶﻜﻳﹺﺮﺸﻟﺍ ﹸﺚﻟﺎﹶﺛﺎﻧﹶﺃ
ﺎﻤﹺﻬﹺﻨﻴﺑ
.
)
ﺩﻭﺍﺩﻮﺑﹶﺃ ﻩﺍﻭﺭ
(
38Allah swt., telah berfirman (dalam hadis qudsi-Nya), “aku adalah orang yang ketiga dari dua orang yang bersekutu, selagi salah seorang diantaranya tidak berkhianat terhadap temannya. Apabila ia berkhianat terhadapnya, maka Aku keluar dari mereka berdua.”39
2. Rukun dan Syarat Shirkah
a. Rukun Shirkah
Ulama Hanafi mengemukakan bahwa rukun shirkah dengan
segala bentuknya adalah ijab (ungkapan penawaran melakukan
perserikatan) dan qabul (ungkapan penerimaan perserikatan). Bagi
ulama Hanafi, orang yang berakad dan objeknya bukan termasuk
rukun, tetapi termasuk syarat.
Menurut jumhur ulama, rukun shirkah itu ada tiga, yaitu :
a.) S}ighat (lafal) ijab dan qabul
37 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan ...., 454. 38 Abu Dawud Sulaiman ibnu Al-Asy’ats, Sunan Abu Dawud..., 379. 39
b.) Orang yang berakad
c.) Objek akad.
b. Syarat Shirkah
Perserikatan dalam kedua bentuknya yaitu : shirkahal-amla>k dan
shirkahal-uqu>d mempunyai syarat sebagai berikut :
a.) Perserikatan itu merupakan transaksi yang bisa diwakilkan.
Artinya, salah satu pihak jika bertindak hukum terhadap objek
perserikatan itu, dengan izin pihak lain, dianggap sebagai wakil
seluruh pihak yang berserikat.
b.) Presentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak
harus ditentukan dengan jelaskan ketika berlangsungnya akad.
c.) Keuntungan itu diambilkan dari hasil laba harta perserikatan,
bukan dari harta lain.40
3. Macam-macam Akad Shirkah
Shirkah terbagi dalam dua bentuk, yaitu Shirkah Amlak
(perserikatan dalam pemilikan) dan Shirkah ‘Uqud (perserikatan
berdasarkan suatu akad).
a. Shirkah Amlak
Shirkah amlak menurut Wahbah Zuhaili dalam kitab Fiqh
Al-Islam Wa- Adillatuhu yang diterjemahkan oleh Abdul Hayyie
al-Kattani mengandung pengertian sebagai bentuk kepemilikan lebih
dari satu orang terhadap suatu barang tanpa diperoleh melalui akad,
40
tetapi karena melalui warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang
berakibat pemilikan.41 Dalam shirkah ini kepemilikan dua orang atau
lebih berbagi dalam asset nyata dan berbagi pula dalam hal
keuntungan yang dihasilkan asset tersebut. Bentuk shirkah amlak ini
terbagi menjadi dua bagian, yaitu shirkah ikhtiari dan jabari42 : 1) Shirkah ikhtiari (sukarela) adalah suatu bentuk kepemilikan
bersama yang muncul akibat tindakan hukum orang yang
berserikat, seperti dua orang yang sepakat membeli suatu
abarang atau keduanya menerima hibah, wasiat, atau wakaf dari
oranglain maka benda-benda tersebut menjadi harta sertikat