• Tidak ada hasil yang ditemukan

fa transmedia edisi 1 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "fa transmedia edisi 1 2016"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

EDISI 01 I 2016

42

Mengembangkan Sekolah Perhubungan Untuk Mencetak

SDM Perhubungan Yang Andal

52

Peresmian Bandara Rembele Membuka Akses Wisata Hingga Mitigasi Bencana

26

Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Nasional Memacu Pelayanan Melalui Pembangunan Pelabuhan

Pembangunan Infrastruktur

Transportasi Nasional

MENJALIN

SINERGI

PUSAT DAN

(2)
(3)

Pembaca Budiman

enteri Ignasius Jonan pernah menegaskan bahwa Kementerian Perhubungan secara umum memiliki dua fungsi. Pertama, regulasi, dan kedua, pembangunan. Peran regulator mencakup

kebijakan yang terkait dengan aspek keselamatan, keamanan dan pelayanan. Sementara, fungsi pembangunan mengandung arti adanya tugas kementerian yang bertanggungjawab atas ketersediaan infrastruktur transportasi secara nasional.

Pada Trans Media Edisi Tahun 2015 lalu, aspek keselamatan, keamanan dan pelayanan sudah menjadi tema utama pada setiap edisinya. Nah, memasuki 2016 ini, Trans Media hendak melanjutkannya dengan tema “pembangunan” sebagai pokok pikiran. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi mencakup aspek perencanaan, penganggaran, pengawasan dan implementasinya di lapangan. Pemerintah bertekad, tidak hanya mempercepat tapi juga memperluas pemerataan ekonomi hingga ke daerah-daerah terpencil, pinggiran dan pedalaman. Khususnya untuk Kawasan Indonesia Timur. Ketersediaan infrastruktur yang baik memudahkan distribusi logistik nasional dengan lancar. Hasil-hasil industri khususnya dari kawasan Indonesia bagian barat bisa tersebar tanpa hambatan. Pembangunan tol laut, bandara, terminal dan jalur rel kereta di Jawa dan Luar Jawa, menjadi prioritas kebijakan pemerintahan sekarang.

Pada edisi pertama 2016 ini, Trans Media sengaja mengawali tulisan tentang sinergi yang baik antara pusat dan daerah dalam menjalankan program-program pembangunan. Untuk mempercepat pemerataan pembangunan nasional, peran pemerintah daerah tak bisa diabaikan.

Pembangunan transportasi mesti melibatkan koordinasi antardaerah kabupaten/ kota dan provinsi serta dengan pemerintah pusat. Ini karena dalam transportasi, arus perpindahan orang dan barang tidak hanya berlangsung di dalam satu wilayah kabupaten/ kota saja. Namun, melintasi satu kota ke kota lain, kabupaten ke kabupaten lain dan melintasi wilayah provinsi satu ke provinsi lainnya. Koordinasi lintas wilayah menjadi keniscayaan dan disinilah peran kepala daerah begitu menentukan.

Ketidakadanya sinergi antara pusat dan daerah bisa menghalangi tujuan pembangunan. Semenjak pemberlakuan UU otonom daerah No.23/2004, sering kali hubungan antara pusat dan daerah menghadapi tantangannya sendiri. Namun, sejak Presiden Joko Widodo melantik kepala daerah di Istana Merdeka dan Menteri Perhubungan mengundang para gubernur ke kantornya, maka ada upaya dari pusat agar sinergi dan sinkronisasi kebijakan antar birokrasi di pemerintahan bisa berjalan lancar.

Pemerintah pusat juga telah melakukan langkah proaktif dengan mendatangi daerah-daerah secara terus menerus agar sinergitas yang baik terkait pembangunan transportasi nasional bisa dilakukan. Semua berharap terjadinya sinergi ini akan mempercepat pembangunan di seluruh wilayah nusantara. Koordinasi yang baik di antara birokrasi pemerintahan di pusat dan daerah mesti dilakukan mengingat fungsi pemerintahan di negara manapun adalah untuk melayani masyarakat. Jika tujuan birokrasi baik di daerah maupun di pusat sama, maka tidak perlu lagi ada perbedaan pandangan dalam menjalankan program pembangunan. (*) Majalah Kementerian Perhubungan

No.STT. No. 349 SK/Ditjen PPG/STT 1976 ISSN : 0853179X

PEMBINA :

Menteri Perhubungan RI PENASEHAT :

Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Keterbukaan Informasi Publik dan Organisasi Sosial

Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Direktur Jenderal Perkeretaapian

Kepala Badan Pengembangan SDM Perhubungan Kepala Badan Litbang Perhubungan

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek PENANGGUNG JAWAB :

Hemi Pamuraharjo PEMIMPIN REDAKSI : Budi Rahardjo REDAKTUR PELAKSANA : Tinitah S. Amrantasi Muhammad Pamungkas REDAKSI :

Franky Houtman Simatupang, Gatut Aribowo S, Romauli Fransiska, Revi Yohana, Daniel Pietersz, Yosephin Parsaulian, Muhammad Mifdhal, R. Achmad Herdin, Hari Supriyono, Hariyadi Dwi Putera H.

TIM REDAKSI :

Andesrianta Rakhmad, Andung Bayumurti, Prayogie, Syarifah Noor Hidayati REDAKSI FOTO :

Nur Cholis, Okto Berbudi, Nur Fitrianto Alfian, Chairudi Bharata Dharma, Abdullah Baraja, Dyota Laksmi Tenerezza

ALAMAT REDAKSI :

Jl. Medan Merdeka Barat No.8, Jakarta Pusat Telp. (021) 3504631, 3811308 Ext. 1122, 1419 Fax (021) 3504631, 3511809

E-MAIL :

transmedia@dephub.go.id PENERBIT :

Kementerian Perhubungan RI

EDISI 01 I 2016

EDISI 01 I 2016

42Mengembangkan Sekolah Perhubungan Untuk Mencetak SDM Perhubungan Yang Andal 52

Peresmian Bandara Rembele Membuka Akses Wisata Hingga Mitigasi Bencana

26Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Nasional Memacu Pelayanan Melalui Pembangunan Pelabuhan

Pembangunan Infrastruktur Transportasi Nasional

Presiden RI bersama Menhub dan Gubernur Aceh pada saat peresmian Bandara Rembele, Bener Meriah, Aceh.

Foto : A. Herdin

(4)

DAFTAR ISI

TRANSMEDIA I EDISI 01 I 2016

TRANSDARAT TRANSLAUT TRANSUDARA TRANSPERKERETAAPIAN

22 Pengalihan

Pengelolaan Terminal Dan Jembatan Timbang Agar Pengawasan Lebih Efektif

26 Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Nasional Memacu Pelayanan Melalui Pembangunan Pelabuhan

30 Pembangunan Pelabuhan Untuk Meningkatkan Akses Ke Berbagai Wilayah Indonesia

32 Dukungan Daerah Bagi Pengembangan Bandara

36 Menuju Traffic Perkeretaapian Yang Lebih Baik

38 Pembangunan Double Track Kereta Nasional Era Kebangkitan Dunia Perkeretaapian

10

TRANSUTAMA

Pembangunan Infrastruktur Transportasi Nasional Menjalin Sinergi Pusat Dan Daerah

3 EDITORIAL 6 INFOGRAFIS 8 MATA

(5)

72

TRANSWISATA

Kota Pink, Pesona Megah Jaipur Nan Ramah 49 15 Pelabuhan Di NTT

Rampung Dibangun 50 Penambahan Kapal

Untuk Mendukung Tol Laut

51 Modernisasi Sistem Navigasi Penerbangan: Tingkatkan

Keselamatan Dan Keamanan Penerbangan 52 Peresmian Bandara

Rembele Membuka Akses Wisata Hingga Mitigasi Bencana 44 ATTN, Langkah

Awal Pengambilan Keputusan 46 Lintasan

Penyeberangan Perintis Amolengo Labuan 47 Membangun Terminal

Bis Harus Sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah

48 Penyeberangan Kendal - Kumai Hubungkan Pulau Jawa- Kalimantan

42 Mengembangkan Sekolah Perhubungan Untuk Mencetak SDM Perhubungan Yang Andal

SUMBER DAYA MANUSIA

KILAS BERITA

54

POTRET

Geliat Moda Kereta Api di Sumatera Utara

68

INTERNASIONAL

Kereta Gantung Ekstrim Di Dunia

TRANSHIJAU

74 Ghost, Supercavitation Cepat dan Hemat Emisi PERSPEKTIF

70 Butuh Pemimpin Daerah Visioner

SEHAT

76 Atasi Kulit Kaki Gelap Dengan 5 Bahan Alami 77 Bahagia Dengan

Bersepeda

(6)

INFOGRAFIS

T-6

RT-1

TANJUNG

PERAK

BIMA

LEMBAR

TANJUNG

EMAS

WAINGAPU

NATUNA

TAREMPA

TANJUNG

PRIOK

CIREBON

RUTE ANGKUTAN BARANG

(7)

INFOGRAFIS

T-1

T-2

T-3

T-4

T-5

SAUMLAKI

LEWOLEBA

KALABAHI

MOA

LARANTUKA

ROTE

KUPANG

BIMA

SABU

WAINGAPU

DOBO

MERAUKE

FAKFAK

TERNATE

TOBELO

MOROTAI

LIRUNG

TAHUNA

BABANG

NAMLEA

WANCI

MAKASSAR

KAIMANA

BIAK

SERUI

NABIRE

WASIOR

MANOKWARI

TIMIKA

6 rute angkutan barang tetap dan berjadwal (Freight Liner)

Rute pengoperasian kapal ternak

DENGAN KAPAL TERJADWAL

(8)

MATA

1. Pelabuhan Galela (Foto: Humas Ditjen Hubla).

2. Stasiun Binjai (Foto: Chairudi Bharata Dharma). 3. Bandara (Foto: Chairudi Bharata Dharma). 4. Pelabuhan Penyeberangan Toboli (Foto: Daniel Pietersz).

1

(9)

MATA

3

4

9

(10)

TRANSUTAMA

Pembangunan

Infrastruktur

Transportasi

Nasional

MENJALIN

SINERGI

PUSAT DAN

DAERAH

Untuk mempercepat

pemerataan

pembangunan nasional,

peran pemerintah daerah

amat menentukan. Mereka

lah yang menjalankan

program-program

pembangunan pemerintah

pusat di daerah, dan yang

mewakili kebijakan pusat

di semua bidang termasuk

transportasi. Keterpaduan

antara pemerintah

pusat dan daerah

menjadi keharusan bagi

terselenggaranya proses

pembangunan sarana dan

prasarana perhubungan

yang tepat sasaran.

D

alam kerangka itulah, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, memegang peranan penting karena mereka yang akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota terkait kebijakan pembangunan di wilayahnya. Gubernur harus mampu mengawal kebijakan pusat agar tetap berada dalam koridor yang benar. Diketahui, penentu kebijakan pembangunan di lapangan di era otonomi saat ini adalah para bupati dan walikota. Dibutuhkan koordinasi dalam menyusun dan mengimplemetasikan program pembangunan di daerah otonomi dengan pemerintah pusat maupun daerah lain. Tanpa terkecuali pembangunan transportasi.

Hal ini mengingat arus perpindahan orang dalam transportasi tidak semata berlangsung hanya di dalam satu wilayah kabupaten/ kota semata, melainkan terjadi dari satu kota ke kota lain, yang melintasi kabupaten, melintasi kota-kota dan melintasi wilayah provinsi. Koordinasi lintas wilayah kabupaten/kota maupun antarprovinsi menjadi keniscayaan dan disinilah peran gubernur begitu menentukan. Gubernur berperan sebagai koordinator pembangunan antarkabupaten/kota yang ada di provinsinya dan dengan adanya koordinasi yang baik dengan pusat maka proses pembangunan di daerah tidak saling bertabrakan, khususnya terkait implementasi bidang regulasi.

(11)

TRANSUTAMA

1 2

3 4

Foto : Istimewa

11

(12)

Tantangan Sinkronisasi Pusat Dan Daerah

Bentuk interaksi pemerintah pusat dan daerah terkait koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan transportasi nasional cukup beragam. Selain ada yang sudah berjalan baik, dan tentu saja ada sebagian yang masih perlu perbaikan dalam sinkronisasi kewenangan.

Bentuk ketidaksinkronan antarpusat dan daerah ini biasanya berujung pada lambatnya pembangunan. Sejak pemberlakuan UU otonom daerah No 32/2004, sering kali hubungan antara pemerintah pusat dan daerah menghadapi tantangannya sendiri. Sinyal positif muncul tatkala Presiden Joko Widodo mengawali tradisi baru dengan melantik kepala daerah

ini menjadi syarat utama percepatan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah nusantara.

Sinkronisasi kebijakan menjadi penting mengingat berbagai kebijakan pembangunan utama Kementerian Perhubungan terkait langsung dengan peran kepala daerah seperti upaya pemerintah menciptakan konektivitas antardaerah. Keberhasilan hubungan pusat dan daerah juga bakal mengikis ketimpangan antarwilayah yang saat ini masih terjadi. Bagaimanapun wilayah bagian timur Indonesia, masih jauh tertinggal dibanding wilayah Indonesia bagian barat.

Selama ini aktivitas perekonomian cenderung terkonsentrasi secara geografis di kawasan barat Indonesia. Sinkronisasi kebijakan dari pemerintah

Ada banyak keuntungan dari pertemuan langsung

antara Menteri Perhubungan dengan para

Gubernur. Pemerintah pusat dapat menerima

masukan dari daerah mengenai program yang

saat ini dinilai belum dibutuhkan. Selain itu

koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah

juga bisa lebih baik khususnya koordinasi dalam

bidang regulasi.

TRANSUTAMA

di Istana Merdeka yang tujuannya agar ada sinergi dan sinkronisasi kebijakan yang baik antara pusat dan daerah. Pemerintah pusat juga telah melakukan langkah proaktif dengan mendatangi daerah-daerah untuk menjalin sinergitas yang baik terkait pembangunan transportasi nasional. Konsistensi presiden melantik gubernur baru di Istana Merdeka merupakan langkah positif. Hal tersebut memberi suntikan daya bagi gubernur untuk lebih bersinergi dengan para bupati dan walikota yang berada di wilayah provinsi agar bisa lebih proaktif dalam koordinasi.

Tentunya, harapan masyarakat untuk terjadinya sinergi hubungan antara pusat dan daerah serta kabupaten/ kota akan cepat terlaksana. Kondisi

5

(13)

pusat membutuhkan dukungan dari daerah untuk merealisasikannya. Disinilah tantangannya.

Salah satu langkah Menteri

Perhubungan Ignasius Jonan dengan mengundang para gubernur ke Kantor Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu adalah juga terkait hal itu. Pertemuan langsung dengan kepala daerah menunjukkan langkah proaktif pemerintah pusat untuk mencari solusi atas beragam persoalan terkait pembangunan sarana dan prasarana transportasi di masing-masing daerah. Ada banyak keuntungan dari pertemuan langsung antara Menteri Perhubungan dengan para Gubernur. Pemerintah pusat dapat menerima masukan dari daerah mengenai program yang saat ini dinilai belum dibutuhkan. Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga bisa lebih baik khususnya koordinasi dalam bidang regulasi. Kebijakan pemerintah pusat terkait pembangunan sektor transportasi kadang kala kurang dipahami secara merata oleh pemerintah daerah. Regulasi Kementerian Perhubungan

terkait pembangunan sarana dan prasarana transportasi di daerah menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo, seharusnya menjadi parameter kebijakan transportasi di daerah. Para kepala daerah menyatakan apresiasi atas kebijakan Menteri Ignasius Jonan yang menggalakkan pembangunan transportasi di daerah-daerah. Beberapa gubernur seperti dari Jawa TImur, Jawa Barat, Maluku, Maluku Utara dan Sumatera Selatan menyatakan pembangunan transportasi telah membantu pengembangan perekonomian lokal. Catatan Penting Hasil Pertemuan Berdasarkan pertemuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedepan beberapa program tetap menjadi perhatian seperti pengadaan Bus Rapid Transit (BRT), pembangunan pelabuhan penyeberangan di beberapa daerah di Indonesia Timur, optimalisasi Unit Pelayanan Publik (UPP) terutama yang akan menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dengan menambah alat bongkar muat, dan pengadaan kapal patroli serta peralatan navigasi dan perbaikan untuk meningkatkan keselamatan.

Untuk subsektor udara, sepakat bahwa penting untuk memperpanjang runway menjadi minimal 2.400/45/pcn min 40 atau 1.600x23 pcn min 20, dengan taxiway dan apron serta terminal yang memadai. Minimal 1.500m – Mac 25.000m) sampai 2018 disamping membangun 17 bandara baru. Menteri Perhubungan mengharapkan agar pemagaran airside dan pemasangan Precision Approach Parth Indicator (PAPI) untuk seluruh bandara Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) ditargetkan selesai di 2017 melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 serta Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017.

Selain itu, pemerintah konsisten untuk melakukan pemasangan AFL untuk UPBU yang memiliki movement di 2015 minimal 5x sehari, dan juga perlunya pemasangan Instrument Landing System (ILS) atau Droppler-VHF Omni Range (DVOR) atau instrumen sejenis sesuai kontur lahan di sekitar bandara wajib dilakukan oleh Lembaga Penyelengara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) bagi bandara yang minimal memiliki 10 movement per hari di 2016 dan yang memiliki minimal 5 movement per hari.

Untuk bidang perkeretaapian, pentingnya untuk meneruskan pembangunan Trans Sumatera, Trans Sulawesi, Trans Kalimantan dan Papua di 2016. Selain itu penyelesaian program DDT (Double Double Track) Cikarang –i MRI serta DTLS secara bertahap sampai 2018.

Sinergi Kebijakan Pembangunan Sub Sektor Perhubungan Darat

Salah satu bentuk keberhasilan koordinasi antara pemerintah pusat dengan daerah bisa dilihat dari pembangunan transportasi sub sektor darat. Proses pengalihan pengelolaan terminal tipe A dan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bemotor (UPPKB) atau jembatan timbang dari pemerintah provinsi ke pemerintah pusat menunjukkan itu. Kewenangan Kementerian Perhubungan mengelola dua fasilitas angkutan darat tersebut diharap dapat meningkatkan pelayanan transportasi dan pengawasan

keselamatan, keamanan dan pelayanan angkutan penumpang dan barang yang ada menjadi lebih baik.

TRANSUTAMA

6

Foto : A. Herdin

(14)

Begitupun dengan pembangunan fasilitas penunjang transportasi angkutan umum di daerah dan kota-kota besar. Pembentukan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) untuk mengelola sistem transportasi wilayah Jabodetabek sebagai misal, diharapkan akan mampu mengatasi tantangan transportasi kota besar yang melintasi kewenangan masing-masing daerah.

Dalam hal ini, BPTJ memiliki peran penting dalam menetapkan sistem transportasi yang terintegrasi baik

lintas moda maupun lintas wilayah se-Jabodetabek. Peran ini belum bisa diserahkan kepada masing-masing daerah karena pertimbangan arus pergerakan orang dari dan keluar Jakarta berasal dari daerah-daerah satelit di Bogor, Bekasi, Depok, Tangerang, Karawang dan sekitarnya.

Begitupun dengan pengelolaan transportasi di kota aglomerasi lainnya, seperti di Gerbangkertasusila (Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan), kota aglomerasi Bandung dan sekitarnya, Medan, Denpasar, dan lainnya. Pembangunan sistem transportasi di kota-kota besar tersebut membutuhkan dukungan kebijakan pemerintah yang bersinergi untuk mencapainya. Salah satu contohnya, kebijakan penetapan trayek angkutan umum dan sarana penunjang lainnya seperti jalur pedestrian untuk menopang fasilitas terminal maupun stasiun yang terintegrasi. Kewenangan pemerintah daerah menetapkan trayek angkutan kota ikut menentukan.

Untuk kota Jakarta, dukungan pemerintah kota satelit seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tak bisa diabaikan. Peran mereka ikut menentukan terutama untuk pengadaan angkutan penghubung dan infrastruktur penunjang lainnya seperti jalur pedestrian. Pengaturan

sarana dan prasarana oleh pemerintah kota membantu tercapainya target penggabungan pelayanan dalam satu jaringan sistem transportasi yang terintegrasi dengan baik. Diharapkan ada keterhubungan antara angkutan mikrolet, angkutan kota, bis kota, trem, Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT) dan Kereta rel Listrik (KRL) dan lahan parkir untuk kendaraan pribadi di titik-titik simpul pengintegrasian dengan angkutan massal. Selama ini sarana dan prasarana penunjang itu masih perlu pengembangan.

Peran BPTJ yang dibentuk Presiden untuk menangani sistem transportasi di kawasan aglomerasi Jakarta dan sekitarnya, akan memudahkan proses koordinasi antarpemkot/pemkab bisa berjalan baik pula.

Tantangan Pembangunan Transportasi Laut Di Daerah

Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah akan menentukan keberhasilan pembangunan transportasi secara nasional. Dukungan pemerintah daerah terkait pengembangan fasilitas pelabuhan akan menentukan keberhasilan sistem transportasi yang baik. Sejumlah pembangunan dan pengembangan pelabuhan telah disepakati antara pemerintah pusat dan daerah.

Koordinasi yang baik

antara pemerintah

pusat dan daerah

akan menentukan

keberhasilan

pembangunan

transportasi secara

nasional.

TRANSUTAMA

Foto : Istimewa

6

6. Kereta Kertalaya

(15)

Pada awal 2016 ini Kementerian Perhubungan telah melaksanakan penandatanganan kontrak 12 paket kegiatan strategis Tahun Anggaran 2016. Dari 12 paket terebut sebanyak 4 kegiatan di sub sektor Perhubungan Laut, 3 kegiatan di sub sektor perhubungan udara, 2 kegiatan di sub sektor perkeretaapian, dan 1 kegiatan di pengembangan SDM.

Untuk laut, subsidi angkutan perintis, subsidi angkutan ternak, subsidi angkutan laut dalam rangka penyelenggaraan tol laut, dan repowering KN Merak di Kantor distrik navigasi kelas I Bitung, Sulawesi Utara. Pembangunan sejumlah sarana dan prasarana perhubungan laut, mempertimbangkan usulan dari masing-masing daerah. Sinkronisasi pusat dan daerah akan mempercepat pembangunan dan pengembangan transportasi di daerah.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah memberi lampu hijau bagi sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan transportasi nasional. Swasta bisa melakukan investasi di sektor kepelabuhanan ini. Selama ini peran sektor swasta dalam bidang usaha kepelabuhanan masih tergolong kecil. Pengelola pelabuhan nasional notabene dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BUMN PT Pelindo dan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kementerian Perhubungan serta Pemerintah Daerah. Pemerintah berjanji proses perizinan bagi swasta untuk mengelola pelabuhan yang ada di daerah-daerah akan dipermudah. Ini untuk meningkatkan peran mereka meningkatkan kualitas dan kapasitas pelayanan pelabuhan yang selama ini masih belum berkembang. Menteri Perhubungan mengakui kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota memang tak bisa diabaikan. Ini karena pelabuhan-pelabuhan yang menyebar dari Sabang sampai Merauke tersebut berada di wilayah yuridiksi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota. Dalam kerangka itulah, pemerintah kini tengah menggalakkan koordinasi dengan masing-masing kepala daerah untuk mencari solusi terbaik dalam bidang pengembangan transportasi ini.

TRANSUTAMA

Foto : Istimewa

Foto : Istimewa

7

8

(16)

Sinergi Pembangunan Sub Sektor Perkeretapian

Untuk mewujudkan pembangunan jalur kereta api di daerah, koordinasi dengan pemerintah daerah mutlak dilakukan. Jalur rel kereta api yang akan dibangun membutuhkan lahan di daerah dan beberapa stasiun yang akan dibangun menyesuaikan RT/RW kota setempat. Pemerintah akan mempertimbangan usulan daerah terkait pengembangan sistem transportasi perkeretaapian ini. Salah satunya, usulan adanya pembangunan stasiun kereta barang. Seperti hasil pembangunan jalur ganda yang melewati Bojonegoro yang membawa pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut secara signifikan. Kebutuhan fasilitas stasiun barang mutlak diadakan mengingat investor yang akan menanamkan modal mereka di Kabupaten itu cukup tinggi. Dengan adanya rel ganda ini kegiatan perjalanan kereta api meningkat dari sebelumnya. Kapasitas pengangkutan pun meningkat pesat.

Koordinasi yang baik juga berkaitan dengan penerapaan sistem angkutan massal perkotaan yang menggunakan rel kereta sebagai basis transportasi utamanya. Seperti pembangunan sistem transportasi perkotaan di Surabaya dengan mengutamakan angkutan massal berbasis rel. Program ini merupakan bentuk nyata keberhasilan pemerintah, baik pusat dan daerah (Pemerintah Kota Surabaya) menjalin sinergi yang baik. Dirjen Perkertaapian Kementerian Perhubungan, Hermanto Dwiatmoko mengungkapkan, konsep

pengembangan sistem transportasi umum berbasis rel di Kota Pahlawan itu merupakan contoh ideal tentang bagaimana menata transportasi kota yang tepat.

Sinergi Pembangunan Sub Sektor Perhubungan Udara

Sementara pengembangan bandara yang dilakukan pemerintah, telah menjadikan banyak bandara-bandara kecil kini berubah. Perpanjangan landasan pacu tentu akan memberi banyak manfaat. Salah satunya, dengan adanya perpanjangan landasan pacu, maka pesawat yang bisa mendarat ke daerah tersebut jauh lebih besar. Jumlah penumpang yang diangkut pun lebih banyak, sehingga biaya tiket akan lebih murah. Ini bakal menghidupkan sektor pariwisata setempat,-- karena kunjungan turis meningkat—juga menghidupkan perekonomian lokal. Manfaat pembangunan infrastruktur bandara paling jelas ada di Luar Jawa. Kondisi wilayah di Luar Jawa yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung, menyebabkan transportasi udara sebagai satu-satunya angkutan umum yang paling memungkinkan. Khususnya di wilayah pedalaman Papua yang hanya bisa dijangkau oleh pesawat terbang. Pemerintah telah melakukan registrasi terhadap bandara-bandara perintis di Papua agar

pelayanan kepada masyarakat bisa ditingkatkan. Selain aspek keselamatan, pembangunan bandara dengan memperpanjang landasan pacu juga akan meningkatan kapasitas pesawat angkut dengan jumlah penumpang yang lebih banyak. Harga tiket pesawat untuk masyarakat pun bisa terjangkau. Dengan terjangkaunya harga tiket yang bisa lebih murah, maka subsidi angkutan perintis bisa dialihkan untuk tujuan lainnya.

Keberhasilan pembangunan transportasi di daerah akan memberi manfaat nyata bagi masyarakat setempat. Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah juga bakal mempercepat program pembangunan yang tengah dan akan dilakukan. Dengan langkah proaktif Kementerian Perhubungan mendatangi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota untuk mengkomunikasikan hal ihwal kewenangan, usulan pembangunan dan koordinasi terkait kewenangan dan sebagainya, maka diharapkan kegiatan pembangunan transportasi secara nasional tak akan menemui halangan.

Manfaat Pembangunan Transportasi Bagi Masyarakat

Selama ini ada banyak pembangunan sarana dan prasarana transportasi di daerah yang membawa manfaat bagi

TRANSUTAMA

9. Stasiun Sarangan

10. Terminal Bungurasih, Surabaya

(17)

masyarakat. Pembangunan jalur kereta menunju bandara Kualanamu misalnya. Masyarakat pengguna jasa transportasi dimudahkan dengan keberadaan kereta api bandara tersebut, dengan harga murah dan pelayanan yang baik. Pun dengan pembangunan terminal di Tirtonadi Solo, Terminal Purabaya di Surabaya, peningkatan kapasitas di terminal-terminal lainnya. Masyarakat dimudahkan dengan pelayanan yang lebih baik dengan fasilitas toilet yang bersih, tempat ibadah yang bersih, suasana terminal yang tak lagi semrawut dan sistem pembayaran

yang praktis yang mencegah praktisi percaloan dan sebagainya.

Bagi masing-masing daerah terpencil, keberadaan pelabuhan dan bandara menjadi urat nadi perekonomian mereka. Sebut saja keberadaan pelabuhan-pelabuhan penghubung dan pelabuhan-pelabuhan perintis di wilayah luar Jawa. Masyarakat menggunakan fasilitas pelabuhan yang ada untuk kegiatan perdagangan dan memasarkan produk lokal ke luar daerah. Manfaat paling nyata terlihat dari pembangunan jalur ganda di Pulau

Jawa. Beberapa daerah yang dilintasi jalur rel ganda tersebut menunjukkan loncatan ekonomi akan terjadi apabila ada upaya untuk membuat kota memiliki pusat pertumbuhan ekonomi, pemimpin daerah yang paham transportasi, dan penambahan sarana, seperti stasiun barang.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan membenarkan adanya keberhasilan kota-kota di sepanjang rel ganda yang memanfaatkan infrastruktur itu untuk loncatan ekonomi terkait dengan dua faktor. Pertama, peran pemimpin di daerah dan keberadaan pusat-pusat ekonomi. Pemimpin daerah yang sukses karena dia, memahami transportasi. Kota Pekalongan adalah salah satu kota yang mengalami peningkatan jumlah kereta antarkota yang melintas. Dengan adanya peningkatan ini, maka masyarakat mulai memiliki kesadaran baru untuk lebih banyak memanfaatkan transportasi kereta api sebagai pilihan terbaik ketimbang kendaraan mobil pribadi. Ada perubahan kultur pemanfaatan kereta api sebagai alternatif transportasi yang lebih baik. Setidaknya muncul kultur yang berkembang di masyarakat terkait pemanfaatan moda transportasi kereta api yang lebih aman dan nyaman. Sementara bagi kota Bojonegoro interaksi bertambah akibat kehadiran rel ganda. Interaksi antarkota terjadi sehingga saling memperkaya budaya/ informasi. Para pengusaha di kota itu merasakan manfaatnya karena jumlah pengunjung wisatawan meningkat pesat sejak adanya jalur rel ganda ini. Tersedianya jalur rel ganda mampu menghemat waktu tempuh perjalanan dua hingga tiga jam. Perjalanan kereta api akan betambah hingga 475 perhari. Selain itu, kapasitas tempat duduk penumpang juga bertambah menjadi 181.992 perhari. Pemerintah akan menambah 1.400 kereta barang untuk mengimbangi kebutuhan angkutan barang melalui jalur rel. Angkutan kereta barang mampu menampung 30 persen muatan barang yang biasanya diangkut truk. Tersedianya jalur ganda misalnya mampu menghemat waktu tempuh perjalanan dua hingga tiga jam.(*)

kewenangan pusat dalam

menentukan aspek keselamatan,

keamanan dan pelayanan

transportasi kepada masyarakat.

Kementerian Perhubungan juga

memiliki tugas pembangunan

fasilitas transportasi di seluruh

wilayah nasional.

Sekretaris Jenderal

Kementerian Perhubungan Sugihardjo

TRANSUTAMA

10

Foto : Istimewa

Foto : Daniel Pietersz

(18)

TRANSUTAMA

D

alam kerangka itulah, Presiden Joko Widodo mengawali tradisi baru dengan melantik kepala daerah di Istana Merdeka yang tujuannya agar ada sinergi dan sinkronisasi kebijakan yang baik di antara semua aparatur birokrasinya. Kementerian Perhubungan juga telah melakukan langkah proaktif dengan mendatangi daerah-daerah untuk mendengar langsung usulan dan aspirasi mereka agar sinergitas dalam menjalankan pembangunan transportasi nasional berjalan lancar.

Wawancara Sesjen

Kementerian

Perhubungan

Sugihardjo

Daerah

Dan Pusat

Sama-sama

Melayani

Masyarakat

Bentuk interaksi pemerintah

pusat dan daerah terkait

koordinasi dalam pelaksanaan

pembangunan transportasi

nasional cukup beragam. Selain

ada yang sudah berjalan baik,

dan tentu saja ada sebagian yang

masih perlu koordinasi lebih

baik. Ini karena ketidaksinkronan

antarpusat dan daerah bisa

menghambat pembangunan.

Sejak pemberlakuan UU No

23/2004 Tentang Pemerintahan

Daerah atau lebih dikenal dengan

UU Otonomi Daerah, sering kali

hubungan antara pemerintah

pusat dan daerah menghadapi

tantangannya sendiri.

Langkah Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengundang para kepala daerah beberapa waktu lalu juga mesti dilihat dalam kerangka itu. Bahwa tanpa adanya sinergi dan sinkronisasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, mustahil pembangunan transportasi bisa dilakukan. Tentunya, harapan masyarakat untuk terjadinya sinergi tersebut cepat terlaksana. Koordinasi yang baik menjadi syarat utama percepatan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah nusantara.

Bagaimana langkah-langkah Kementerian Perhubungan

(19)

TRANSUTAMA

bidang, termasuk sektor transportasi. Sebagai pembantu presiden, menteri perhubungan memiliki tanggungjawab yang sama untuk menerjemahkan visi misi presiden. Kementerian Perhubungan adalah bagian dari pemerintahan. Maka, dalam pandangan itu, tidak ada misi kementerian, tapi yang ada adalah visi misi kabinet kerja presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla dengan nawa cita-nya.

TM : Bagaimana model pembangunan transportasi di masing-masing daerah? Adakah prioritas tertentu yang menjadi

bisa disebut Ship follow The Trade. Itu biasanya berlaku untuk daerah-daerah yang sudah maju. Transportasi melayani kebutuhan perdagangan (trade). Kedua, fungsi Trade Follow The Ship. Fungsi ini biasanya pada daerah-daerah terluar, perbatasan, dan teriosilir dimana perkembangan ekonomi belum tumbuh. Untuk daerah seperti ini fungsi transportasi adalah pendorong bagi tumbuh dan berkembangnya sektor-sektor yang lain. Jadi pada intinya The Ship promote The Trade.

Bertolak dari basis pemahaman seperti ini, maka peran pemerintah dalam membangun sistem transportasi di masing-masing daerah tentu juga berbeda. Kalau peran di daerah maju seperti di Jawa dan Jakarta, fungsi transportasi lebih pada Ship Follow The Trade. Peran pemerintah sebagai fasilitator yang bertugas memberikan jaminan untuk iklim usaha yang kondusif. Dalam beberapa kesempatan Presiden Jokowi mengungkapkan adanya semangat deregulasi.

Aturan-aturan yang ada harus bisa memudahkan pelayanan kepada masyarakat dan yang bisa mendukung iklim investasi. Dengan peran sebagai fasilitator seperti itu maka sektor swasta baik BUMN, investor swasta dan luar negeri akan masuk ke dalam negeri untuk ikut menanamkan modalnya bagi pembangunan.

TM : Adakah contoh riil dari pilihan kebijakan masing-masing model pembangunan?

SG : Sebagai contoh, adanya pelayanan taksi khusus seperti alphard dan mercy. Adanya taksi bertarif mahal itu di Bandara Soekarno Hatta menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat pada jenis angkutan seperti itu memang juga ada. Transportasi itu ada karena demand pasar menuntut itu. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator saja dalam hal ini. Tapi bagi daerah-daerah pinggiran, peran swasta untuk melakukan itu tentu tidak mau. Secara umum kepentingan swasta mencari profit dan secara kalkulasi hal itu belum memungkinkan. Seperti di daerah yang hanya ramai pada hari tertentu saja (seperti hari pasar saja) atau 2 kali seminggu maka swasta tidak mau menyiapkan kapasitas sarana transportasi yang hanya akan merugikan bisnisnya.

Ruang Kerjanya, Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Selasa (19/4).

TM : Apa saja langkah pemerintah pusat menindaklanjuti harapan presiden terkait perlunya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah?

SG : Sebelum menjawab itu, saya ingin mengemukakan bahwa negara kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Negara kesatuan berarti tidak ada dikotomi antara pemerintahan pusat dan daerah. Negara kesatuan RI dibentuk dari berbagai

gugusan pulau, pemerintahan mulai kabupaten/kota, provinsi, dan negara. Jadi, tidak ada dikotomi antara pusat dan daerah itu. Ini yang harus kita pahami dulu. Lalu tugas negara atau tugas pemerintahan itu apa? Mau Pancasila, kapitalis, atau sosialis, maka tugas pemerintahan hanya dua. Pertama adalah memenuhi kehidupan dasar masyarakat atau memenuhi hajad hidup orang banyak. Kedua, mendorong potensi bangsa menjadi keunggulan. Potensi ini yang akan menjadi salah satu sumber kekuatan untuk meningkatkan daya saing bangsa. Terjemahan dari asumsi itu harus dijalankan untuk semua

sasaran dari kabinet kerja

pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla? SG : Kalau kita lihat Nawacita yang ketiga, maka disitu tersirat adanya sasaran pembangunan transportasi nasional. Yakni, membangun Indonesia dari pinggiran, dalam hal ini daerah terluar, perbatasan, dan terisolir. Nah, Ini merupakan perwujudan dari melayani kebutuhan masyarakat. Mereka yang berada di area terpencil, terisolir dan daerah tertinggal lainnya harus terjamin kebutuhan transportasinya. Jaminan transportasi ini tercermin dari konektivitas, dan layanan keperintisan. Nah, peran itulah yang kini menjadi salah satu prioritas pembangunan Kementerian Perhubungan di Tanah Air. Di dalam sistem transportasi, kita mengenal dua fungsi. Kalau laut itu

Foto : Abdulah Baraja

(20)

Disinilah peran pemerintah berlaku. Pemerintah mesti menyediakan angkutan perintis baik udara, laut maupun darat. Peran itu lebih untuk melayani kebutuhan dasar masyarakat baik di daerah pinggiran di timur maupun di barat.

TM : Bagaimana dengan

pembangunan infrastruktur yang ada?

SG : Termasuk pembangunan infrastukutur badnara, pelabuhan, terminal dan sebagainya. Ini supaya ada konektivitas antardaerah. Contohnya, kebijakan pemerintah dengan menggiatkan pembangunan bandara. Yang utama dari pembangunan itu adalah perpanjangan runway-nya, baru kemudian pengembangan terminal. Kalau runway lebih panjang, dan daya dukung misalnya Pavement Clasification Number (PCN)-nya kuat, atau tingkat kekerasan landasannya kuat, maka pesawat berbadan lebar bisa masuk ke daerah itu. Semakin besar sarana angkutan yang digunakan, maka unit cost yang digunakan masyarakat tentu lebih murah. Di dalam sistem transportasi perhitungannya seperti itu.

Contohnya, untuk perhitungan bisnis bis ukuran besar, indeks penumpang bisa 100 saja. Sementara, maka bis ukuran sedang menjadi 175, dan bis ukuran lebih indeks biaya yang dikenakan kepada penumpang lebih

mahal lagi. Begitu pun dengan angkot atau mikrolet yang bisa mencapai angka 350.

TM : Itulah yang menyebabkan angkutan udara di Papua menjadi mahal?

SG : Begitulah...di Papua unit cost-nya besar karena angkutan pesawat yang digunakan tergolong kecil, yang hanya mengangkut 6 – 12 orang saja. Oleh karena itu, jika runway bisa diperbesar maka pesawat besar bisa beroperasi. Misalnya landasan diperpanjang 1600 meter dan lebar 30 meter, sehingga ATR bisa masuk dengan kalkulasi penumpang yang lebih banyak. Atau perpanjangan landasan pacu sejauh 2400 meter dan lebar 45 meter hingga pesawat jenis boeing bisa masuk. Dengan masuknya pesawat berbadan lebar dengan jumlah penumpang ratusan orang sekali angkut, maka biaya transportasi udara akan jauh lebih murah.

TM : Beberapa peraturan daerah terkait kebijakan di bidang transportasi kadang kala

kontraproduktif dengan kebijakan pusat? Menyikapi kondisi tersebut langkah apa yang dilakukan Kementerian Perhubungan? SG : Kalau ada kebijakan daerah yang tidak sinkron itu tidak hanya di perhubungan saja. Itu ada sektor lain. Presiden sendiri pernah menyatakan sedikitnya ada 3000 peraturan daerah (perda) yang tidak bisnis friendly atau yang kontraproduktif. Itu memang seharusnya dihapuskan. Untuk evaluasi Perda itu ada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bisa membatalkan perda-perda yang tidak sejalan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Perda yang

tidak mendorong iklim investasi bisa dibatalkan.

TM : Apakah terobosan Menteri Perhubungan dengan mengundang langsung kepala daerah beberapa waktu lalu terkait dengan upaya sinkronisasi ini? Ataukah Jaring usulan? Terkait proyek yang sesuai dengan mereka?

SG : Nah itu memang terobosan Menteri Perhubungan. Secara langsung mengundang dan bertatap muka dengan Gubernur sebagai langkah positif membangun kepercayaan diantara pelaku pelaksana program pembangunan. Selain itu Menteri ingin mendengar langsung apa saja usulan dari daerah tentang program-program pembangunan yang benar-benar dibutuhkan daerah. Melalui forum seperti itu, pemerintah juga bisa menjelaskan alasan kenapa usulan yang tidak mencerminkan kebutuhan daerah tidak bisa dipenuhi. Secara formal proses perumusan usulan pembangunan dilakukan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) daerah, lalu Musrenbang nasional. Tujuan Menteri Perhubungan mengundang Gubernur selain koordinasi juga untuk menjaring aspirasi dari masing-masing pemerintah daerah. Proses menjaring aspirasi memang harus bersifat bottom up, meski nanti kebijakan pembangunan bersifat top Down. Karena kebijakan pemerintah terkait pembangunan transportasi di daerah harus ada skala prioritas.

Kalau masing-masing daerah tentu mereka mengusulkan program yang sesuai kepentingan mereka sendiri.

Disinilah peran

pemerintah berlaku.

Pemerintah mesti

menyediakan

angkutan perintis

baik udara, laut

maupun darat.

Peran itu lebih untuk

melayani kebutuhan

dasar masyarakat

baik di daerah

pinggiran di timur

maupun di barat.

(21)

Tapi pemerintah tetap bedasar pada kepentingan nasional. Seperti contoh, setiap bupati maunya ada bandara di daerahnya. Tapi kalau itu dipenuhi semua, lalu bagaimana dengan tatanan nasional? Kalau semua ada bandara bagaimana dengan ruang udara, efisiensi nasional, dan sejauh mana manfaatnya bagi masyarakat luas dan sebagainya. Maka dari itu, harus ada master plan pembangunan bandara, pelabuhan laut, terminal dan lainnya secara jelas. Aspirasi tetap memperhatikan dari bawah (bottom up), tapi tetap mempertimbangkan kepentingan nasional yang lebih besar.

TM : Apa saran dan rekomendasi dari Kementerian Perhubungan agar sinkronisasi tetap terjaga baik khususnya menghadapi ego daerah yang tinggi sejak pemberlakuan otonomi daerah?

SG : Harus dikembalikan kepada peran masing-masing. Artinya, kita harus menjelaskan kepada masing-masing daerah tentang peran dan fungsi birokrasi yang sebenarnya. Bukankah fungsi birokrasi adalah melayani masyarakat dan mendorong potensi keunggulan daerah. Dengan mengembalikan pemahaman yang benar tentang fungsi dan peran birokrasi seperti itu maka diharapkan ada kesadaran yang sama antara birokrasi di pusat dan daerah. Oleh karena itu, kita kembalikan ke pemahaman seperti itu. Kalau sama-sama berorientasi pada dua hal itu maka sebenarnya tidak ada perbedaan antara pusat dan daerah. Kepentingan pemerintahan di pusat dan daerah bisa sinkron. Karena antara daerah dan pusat kan sama-sama melayani

masyarakat dan mendorong potensi nasional. Jadi kalau terjadi tantangan terkait kewenangan antara daerah dan pusat maka kita kembalikan kepada dua fungsi tersebut.

TM : Catatan apa yang bisa diungkapkan dari keberhasilan sinergi yang baik? Adakah contoh pembangunan di daerah yang berjalan lancar dan memberi manfaat bagi masyarakat daerah? SG : Ya, kalau dilihat dari pembangunan bandara dan pelabuhan yang telah dilakukan selama 2015 lalu ada cukup banyak keberhasilannya. Pembangunan seperti itu kan menjadi prioritas pemerintah mengingat Indonesia adalah negara kepulauan. Pilihan pembangunan yang menggiatkan sektor kelautan mencerminkan kepentingan negara maritim. Pelabuhan sebagai tempat transportasi laut menjadi penting dari kondisi geografis nasional. Transportasi laut diharapkan bisa menjadi backbone (tulang punggung) angkutan barang. Distribusi barang bisa lewat laut, dan perpindahan orang bisa lewat udara. Sementara pergerakan regional di wilayah kepulauan, ditopang oleh pembangunan transportasi darat dan kereta api. Keberhasilan nyata bisa dilihat di Wamena. Bandingkan dengan bandara yang ada sebelumnya. Sekarang sudah baik. Bandara-bandara yang sudah diresmikan, juga menyatakan bahwa masyarakat di sana (Papua-Red) sudah bisa merasakan manfaatnya. Pelayanan dan keselamatan juga meningkat.

TM : Sejauh mana tahapan proses pelimpahan kewenangan pengelolaan prasarana terminal dan jembatan timbang ke

pemerintah pusat? Adakah kendala terkait pengalihan pengelolaan dari daerah ?

SG : Proses pelimpahan pengelolaan terminal dan jembatan timbang sedang berjalan. Langkah kementerian perhubungan ini sebagai tindak lanjut dari pengaturan UU No 23 tentang Pemerintah Daerah. Disitu dijelaskan bahwa terminal tipe A yang selama ini diselenggarakan oleh pemerintahan kabupaten kota itu dilakukan oleh pemerintahan pusat. Begitupun dengan jembatan timbang. Dalam UU No 23 itu tidak hanya mengatur sektor transportasi saja.

Oleh karenanya, kewenangan undang-undang tersebut penjurunya ada di Kementerian Dalam Negeri. Pengalihan kewenangan dilakukan supaya ada efisiensi nasional. Untuk infrastruktur jembatan timbang dan terminal tipe A, sekarang tahapannya inventarisasi Personel, Peralatan, Pembiayaan dan Dokumen (P3D). Proses pengalihan melibatkan tim dari Kementerian Keuangan, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian PAN dan lintas sektoral. Bagi pegawai pelaksana terminal tipe A dan Jembatan Timbang bisa dialihkan menjadi pegawai negeri pemerintah pusat. Proses pengalihan Pegawai Negeri Sipil (PNS) daerah menjadi pegawai pusat tanpa harus diseleksi. Tentu saja kalau yang bersangkutan bersedia. Sementara pelaksanaan pengelolaan prasarana bisa dilakukan sharing dengan pemerintah daerah. Hanya saja belum ada pembahasan secara detail terkait hal itu. Namun, harapannya jelas, agar pengelolaannya lebih baik. Kata kuncinya adalah setelah inventarisasi, yaitu pelaksanaan tugas. Sasarannya agar terminal bisa jadi lebih nyaman, lebih ada terjamin keselamatannya, bersih, terang dan sebagainya. Tidak mudah memang mengubahnya. Tapi itulah tantangannya. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan bisa membuktikannya di perkeretaapian dan tentu bisa melakukan hal sama di sektor lainnya. Selain perbaikan infrastrukturnya, nanti akan ada kontrol terhadap pengemudi, kelayakan angkutan yang digunakan dan lainnya. Semua akan mengacu pada aspek keselamatan, keamanan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. (*)

TRANSUTAMA

Foto : Istimewa

(22)

TRANSDARAT

Pengalihan Pengelolaan Terminal

Dan Jembatan Timbang

AGAR

PENGAWASAN

LEBIH EFEKTIF

(23)

TRANSDARAT

P

engamat Transportasi Nasional dari Unika Soegijopranoto Semarang, Djoko Setijowarno menilai sudah bukan rahasia lagi jika keterbatasan infrastruktur yang ada masih belum bisa mengoptimalkan kemampuan pengawasan terhadap angkutan barang dan penumpang. Faktor inilah yang menjadi salah satu sebab kerusakan infrastruktur jalan raya, terhambatnya lalu lintas dan beragam tantangan terkait aspek keselamatan transportasi darat.

Terhitung mulai 2 Oktober 2016 nanti, kedua fasilitas perhubungan tersebut akan dialihkan kewenangannya ke Pemerintah Pusat. Mandat UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan demikian. Dengan pengalihan ini, maka pemerintah di daerah tak lagi memiliki kewenangan untuk mengelola jembatan timbang. Dengan pengambilalihan oleh pemerintah pusat maka pengelolaan prasarana transportasi diharapkan

akan lebih baik. Selama ini ada dugaan bahwa fungsi Jembatan Timbang dan juga Terminal Tipe A sedikit bergeser dari tujuan semula. Tujuan mulia dari UPPKB atau Jembatan Timbang adalah pengawasan terhadap berat muatan angkutan truk, jenis muatan yang diangkut dan asal tujuan pengangkutan. Ketiga hal inilah yang seharusnya menjadi parameter kegiatan

pemeriksaan di Jembatan Timbang. Tak sedikit praktik di lapangan berbeda. Proses pengawasan dilakukan hanya untuk pemeriksaan berat muatan saja. Padahal seharusnya aspek dimensi angkutan, jenis muatan dan asal tujuan pengangkutan juga dilakukan. Untuk pemeriksaan muatan pun kadang kala terjadi keteledoran karena keterbatasan infrastruktur. Banyak muatan truk yang berlebih diloloskan.

Dengan meloloskan muatan truk yang melebihi muatan maka hal ini bisa mengancam keselamatan lalulintas. Infrastruktur jalan raya juga cepat

rusak. Semua hal ihwal yang berkaitan dengan aspek keselamatan transportasi di darat, bermula dari lemahnya sistem pengawasan di Jembatan Timbang. Hal tak jauh beda terjadi di dalam pengelolaan Terminal Tipe A yang ada di Kabupaten dan Kota.

Sinergi Pengelolaan Antara Pusat Dan Daerah

Selain itu kerjasama yang sinergis antara Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Daerah tetap akan diteruskan. Menurut UU No. 23 Tahun 2014 mandat pengalihan pengelolaan jembatan timbang dan terminal dilakukan dengan persiapan Personel, pendanaan, prasarana dan sarana, dan dokumen (P3D).

2

1. Jembatan Timbang 2. Terminal Purabaya, Surabaya

Foto : Istimewa

Foto : Istimewa

(24)

TRANSDARAT

Berdasarkan peraturan yang ada aspek

pemeriksaan di UPPKB tidak hanya menyangkut

pemeriksaan berat muatan saja. Namun kegiatan

pemeriksaan mencakup aspek dimensi truk dan

asal tujuan angkutan. Sesuai dengan pasal 169 UU

No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan pemeriksaan mencakup tata cara pemuatan,

daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.

Opsi pengalihan kewenangan dari

pemerintah daerah kepada pemerintah pusat merupakan amanah perundangan agar penempatan prasarana transportasi di daerah itu bisa berfungsi baik dan benar. Sebagai misal, jembatan timbang yang ada di jalan provinsi mesti ditempatkan di jalan-jalan nasional. Peraturan melarang ada jembatan timbang yang ditempatkan di luar jalan nasional. Belum lagi ketentuan terkait fungsi UPPKB atau keberadaan jembatan timbang itu sendiri.

Berdasarkan peraturan yang ada aspek pemeriksaan di UPPKB tidak hanya menyangkut pemeriksaan berat muatan saja. Namun kegiatan pemeriksaan mencakup aspek dimensi truk dan asal tujuan angkutan. Sesuai dengan pasal 169 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pemeriksaan mencakup tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan. Selain itu pada Pasal 170 UU yang sama, petugas juga wajib memeriksa jenis barang yang diangkut, berat angkutan, dan asal/tujuan.

Dengan demikian, fungsi UPPKB atau jembatan timbang sebenarnya sangat banyak, melibatkan aspek dokumentasi data perdagangan, komoditas yang diangkut dan lainnya. Ketentuan keselamatan angkutan juga mencakup beberapa hal yang semuanya wajib dipenuhi oleh pengemudi atau pemilik angkutan truk.

Penerapan manajemen pengelolaan oleh pemerintah pusat bisa jadi akan membuat pengelolaan UPPKB dan Terminal Tipe A berjalan sesuai harapan.

Meski harus diakui bahwa pemerintah daerah memiliki pengalaman panjang dalam menata dan mengelola sistem transportasi di wilayahnya. Termasuk bagaimana mengelola jembatan timbang dan Terminal Tipe A sebagai aset-aset mereka.

Bagi beberapa daerah, muncul kekhawatiran adanya kesalahan dalam menata sistem transportasi akan mengubah tatanan yang baik menjadi buruk. Untuk itu tetap dibutuhkan kerjasama yang baik agar proses

1.050 Bus Pembangunan BRT dan Pengadaan Bus

Pembangunan/Pengembangan Terminal Penumpang Tipe A 16 Terminal

Capaian Kementerian Perhubugan

Tahun 2015

Sub Sektor Perhubungan Darat

Pencapaian 2015

15 Kota Penerapan Teknologi ATCS di Seluruh Kota/Provinsi

44 Pelabuhan Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan

12 Unit Pembangunan Kapal Penyeberangan

Pemasangan nambu sebanyak

16.368 Unit Pelayanan

Satu Atap Memperpendek Proses

dan Waktu Layanan

Mengurangi Persyaratan dan Jenis Izin

Memperpanjang Masa Laku

Penerapan Subsidi untuk 210 lintasan angkutan penyeberangan Membangun Sistem

Perizinan Online:Izin Angkutan Jalan , Izin PNBP, Izin Vehicle tipe Approval (SRUT danSUT) Pagar Pengaman

Jalan (Guard Rail) 42.205 m

Alat Penerangan Jalan 3.623 Unit

APLL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas)

301 Unit Marka Jalan

sepanjang 2.500.533 m

Penerapan Subsidi

untuk 217 Trayek Perintis Angkutan Jalan

Peningkatan Regulasi:

Telah ditetatpkan 22 Peraturan Menteri Perhubungan bidang Transportasi Darat

PENERAPAN TEKNOLOGI ATCS DI 15 KOTA INDONESIA

Penyederhanaan Perizinan (9 Jenis Perizinan Telah disderhanakan)

Dalam Rangka Meningkatkan Keselamatan & Kemananan Transportasi

SUMATERA 44 Trayek

JAWA 9 Trayek

BALI & NTT 38 Trayek

SULAWESI 38 Trayek

MALUKU & PAPUA 62 Trayek Kalimantan

(25)

TRANSDARAT

pengalihan kewenangan pengelolaan Jembatan Timbang dan Terminal Tipe A berjalan sesuai harapan. Termasuk beberapa opsi yang bisa jadi solusi; Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan. Dengan sistem itu, pemerintah daerah masih bisa memiliki peran pengelolaan meski terbatas. SDM perhubungan yang akan menempati posisi sebagai petugas penimbangan dan petugas pengelola terminal tipe A berasal dari aparatur daerah.

Harapan daerah jelas. Pengelolaan terminal tetap dilakukan oleh mereka,

sementara aturan hukum yang mengatur tata kelola dan mekanisme pengelolaan berasal dari pusat. Dengan begitu, daerah tetap bisa berperan dalam membangun sistem transportasi yang baik di daerahnya. Apalagi fasilitas terminal dan jembatan timbang tidak bisa dilepaskan dari jaringan trayek dan alur lalulintas angkutan yang hal itu menjadi kewenangan daerah. Kendati demikian, keputusan pengalihan ada di pemerintah pusat. Apapun keputusan yang akan diambil Kementerian Perhubungan terkait

pengelolaan UPPKB dan Terminal Tipe A, daerah tentu tetap akan mematuhinya. Semua pihak berharap agar pengalihan pengelolaan akan memperbaiki kinerja aparat di lapangan dan pelayanan kepada masyarakat akan lebih baik.

Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota siap melakukan langkah-langkah kerjasama pengelolaan jembatan timbang dan terminal di manapun berada. Ada beberapa opsi yang ditawarkan terkait pengalihan pengelolaan jembatan timbang dan terminal. Diantaranya, dengan cara desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Bagi daerah, opsi yang paling bisa diterima dan paling memungkinkan pengalihan pengelolaan itu adalah dekonsentrasi. Opsi ini menegaskan bahwa pembiayaan dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pelaksanaan kegiatan jembatan timbang dan terminal dilakukan oleh daerah. (*)

3. Terminal Bis Purwokerto 4. Jembatan Timban

3

4

Foto : Istimewa

Foto : Istimewa

(26)

TRANSLAUT

Pembangunan Fasilitas

Pelabuhan Nasional

Memacu

Pelayanan Melalui

Pembangunan

Pelabuhan

Gencarnya pembangunan fasilitas pelabuhan di 2015 lalu mulai membawa

hasil. Setidaknya ada 91 pelabuhan yang telah dibangun di seluruh Indonesia

yang memiliki efek positif bagi perekonomian lokal dan pertumbuhan arus

lalulintas angkutan barang dan jasa di perairan nusantara. Catatan Ditjen

(27)

TRANSLAUT

S

elama 2015, pemerintah

telah membangun fasilitas pelabuhan laut di 306 lokasi pelabuhan dengan total investasi senilai Rp 6,5 triliun. Dana sebesar itu digunakan untuk pembangunan dermaga yang mencapai 2.940 m2, terminal penumpang seluas 8.462 m2, gudang seluas 3.025 m2, kantor dan gedung operasional seluas 2.202 m2. Langkah pemerintah meningkatkan kapasitas pelabuhan di Tanah Air bukannya tanpa alasan. Pembangunan infrastruktur memberi kontribusi yang tidak kecil bagi perekonomian nasional. Betapa tidak, tanpa adanya sarana dan prasarana transportasi yang memadai, arus lalu lintas perdagangan antardaerah mustahil dilakukan. Ketersediaan fasilitas perhubungan baik laut, udara maupun darat, amat menunjang kegiatan perekonomian kawasan dan ini memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

Konskuensi logis dari pembangunan infrastruktur pelabuhan, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Umar Aris, tidak hanya menguntungkan secara ekonomi semata. Peningkatan kapasitas pelabuhan mendorong interaksi sosial lebih luas. Masyarakat pedalaman dan terisolir memiliki cukup akses dengan dunia luar setelah ada kemudahan-kemudahan dalam bidang transportasi yang murah dan nyaman. Kemudahan itulah yang akhirnya mendorong masyarakat mengembangkan diri mereka baik secara ekonomi, sosial maupun budaya. Setidaknya masyarakat di daerah bisa

menikmati fasilitas transportasi yang menjadi tanggungjawab negara untuk menyediakannya.

Dalam kerangka itu pula, keberadaan fasilitas pelabuhan yang memadai dan bisa disinggahi kapal-kapal besar, akan mendorong terciptanya mekanisme pasar yang baik di daerah tersebut. Biaya transportasi lebih murah dan kegiatan perdagangan bisa berkembang baik. Kebijakan pembangunan fasilitas pelabuhan dengan demikian akan menguntungkan masyarakat di daerah dan ini akan terus dilanjutkan selama lima tahun mendatang sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kementerian Perhubungan 2015-2019.

Pada 2016, pembangunan pelabuhan serupa akan dilanjutkan di 89 lokasi yang akan menghabiskan investasi senilai Rp 975 miliar. Anggaran tersebut diperuntukkan pembangunan dermaga seluas 1.355 m2, terminal

penumpang 3.584 m2, gudang 750 m2, kantor dan gedung operasional seluas 2.202 m2. Sementara untuk anggaran pembangunan tahun 2017 mencapai 2,74 triliun untuk pembangunan pelabuhan di 211 lokasi.

Selain fasilitas pelabuhan, pemerintah juga melakukan pengerukan alur pelayaran di beberapa lokasi untuk menunjang lalu lintas kapal-kapal besar. Untuk tahun 2015 lalu, pengerukan dilakukan di 14 lokasi dengan volume mencapai 9,17 juta m3 dan dengan nilai kontrak sekitar Rp 639 miliar. Untuk 2016 ini, pengerukan dilakukan di 13 lokasi dengan volume 10,3 juta m3 dan nilai kontrak mencapai 765 miliar. Rencana pengerukan alur pelayaran akan dilanjutkan pada 2017 dengan nilai investasi mencapai Rp 1,34 triliun di 27 lokasi dan dengan volume mencapai 15.7 juta m3.

Peningkatan kapasitas pelabuhan

mendorong interaksi sosial lebih luas.

Masyarakat pedalaman dan terisolir

memiliki cukup akses dengan dunia luar

setelah ada kemudahan-kemudahan

dalam bidang transportasi yang murah

dan nyaman.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur

Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan,

Umar Aris

1. Pelabuhan Maumere, NTT

1

Foto : Istimewa

Foto : Daniel Pietersz

(28)

Sejumlah fasilitas pelabuhan yang sudah selesai pembangunannya akan diresmikan oleh Presiden dan Menteri Perhubungan pada 2016 ini. Sebanyak 35 pelabuhan akan diresmikan oleh Presiden RI dan 56 pelabuhan lainnya akan diresmikan oleh Menteri Perhubungan. Kebijakan pemerintah menggalakkan pembangunan fasilitas pelabuhan melibatkan investor swasta. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menjanjikan kemudahan dalam pemberian perizinan bagi swasta untuk melakukan investasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan. Contoh konkrit kerjasama dengan swasta dalam pengelolaan pelabuhan tercatat pada 17 Maret 2016 lalu. Menteri Perhubungan telah menandatangani surat Penunjukan kepada PT Wahyu Samudera Indah sebagai Pelaksana Proyek Kerja sama Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Peti Kemas di Desa Tebat Patah, Kabupaten Muara Jambo, Provinsi Jambi.

menggalakkan pengadaan sarana angkutan kapal untuk menunjang angkutan penumpang. Peningkatan kapasitas angkutan dan jumlah kapal serta peningkatan pelayanan kapal penumpang yang ada, telah memberi kemudahan bagi masyarakat untuk menggunakan moda angkutan laut sebagai pilihan utama. Setidaknya, masyarakat di daerah yang sulit dijangkau oleh angkutan darat dan udara bisa memanfaatkan angkutan kapal secara terjadwal itu, dengan baik. Manfaat Pembangunan Sarana Dan Prasarana Perhubungan Laut Perbaikan fasilitas sejumlah pelabuhan dan sarana kapal angkut penumpang Pelni membawa implikasi positif bagi perhubungan laut. Setidaknya sejak perbaikan fasilitas transportasi yang dilakukan pemerintah dengan dukungan regulasi di bidang keselamatan dan peningkatan pelayanan maka, jumlah pengguna jasa angkutan laut meningkat.

Kerja sama dengan pihak swasta ini, untuk pembangunan pelabuhan swasta murni pertama sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Perusahaan swasta sebagai Badan Usaha Pelabuhan telah mengusulkan Proyek Kerja sama Pembangunan dan Pengelolaan Terminal Peti Kemas di Desa Tebat Patah, Kabupaten Muara Jambi, Provinsi Jambi. Selanjutnya, kegiatan pengelolaan terminal peti kemas dimaksud akan dituangkan dalam bentuk Perjanjian Konsesi antara Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Talang Duku. Pembangunan yang dilakukan oleh PT Wahyu Samudera Indah berlokasi di pelabuhan Desa Tebat Patah, Kecamatan Tanah Rajo, Kabupaten Muaro Jambi.

Disamping pembangunan infrastruktur pelabuhan, pemerintah telah

TRANSLAUT

Membangun 77 Unit Kapal Ptroli

Mengurangi Persyaratan dan Jenis Izin Membangun 10 Kapal

Kenavigasian

Membangun 5 Unit Vessel Traffic Service

Penerepan Subsidi Pengoperasian 1 kapal khusus ternak. Dioperasikan oleh Kapal

KM Camara Nusantara I. Ditempatkan di pelabuhan Tenau, Kupang, Rute :

Kupang-Bima-Tanjung Perak-Tanjung Emas-Cirebon

Membangun 25 unit Global Maritime Distress Safety System

Pengetatan terhadap pelaksanaan aturan docking

kapal, pengawasan kapal dan pemuatan kapal serta peningkatan pengawasan sesuai

dengan standard konvensi IMO

Membangun 232 Paket Sarana Bantu Navigasi Pelayaran

PENINGKATAN KESELAMATAN & KEAMANAN TRANSPORTASI

LAUT

150 Pelabuhan

10 Kapal

77 Kapal

100 KAPAL PERINTIS TERDIRI DARI container 100 Teus 7. 200 Kapal Rede 8. 5 Kapal Ternak

Pengembangan Pelabuhan non Komersial

Pengerukan alur pelayaran/kolam pelabuhan 13 Lokasi

Capaian Kementerian Perhubugan

Tahun 2015

Sub Sektor Perhubungan Laut

Pencapaian 2015

100 Kapal Pengadaan Kapal Perintis

86 Lintasan Pelayanan lintas angkutan laut perintis

3 Rute Penyelenggaraan rute angkutan laut tetap

dan teratur Penyelesaian dan pembangunan kapal negara kenavigasian

Penyelesaian dan pembangunan kapal patroli

Pelayanan Satu Atap Memperpendek Proses

dan Waktu Layanan

Mengurangi Persyaratan dan Jenis Izin

Memperpanjang Masa Laku

Penyerderhanaan Perizinan (43 Jenis Perizinan Telah disederhanakan)

Peningkatan Regulasi:

(29)

Data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menyebutkan jumlah penumpang kapal laut dalam negeri selama Januari –September 2015 sebanyak 10,9 juta orang. Jumlah itu naik 12,3 persen dari 9,8 juta juta orang pada periode sama tahun 2014. Peningkatan jumlah penumpang kapal laut terjadi di Pelabuhan Balikpapan sebesar 10,36 persen dari 126,5 ribu orang menjadi 139,5 ribu orang dan pelabuhan lainnya naik 15,05 persen dari 8,7 juta orang menjadi 9,9 juta orang.

Sebaliknya di Pelabuhan Tanjung Priok turun 9,7 persen dari 111,3 ribu orang menjadi 100,5 ribu orang, Pelabuhan Tanjung Perak turun 8,98 persen dari 283,9 ribu orang menjadi

TRANSLAUT

Balikpapan naik 1,47 persen dari 7,1 juta ton menjadi 7,2 juta ton, Pelabuhan Tanjung Perak tetap 4,09 juta ton dan Pelabuhan Panjang naik 34,89 persen dari 5,2 juta ton menjadi 6,9 juta ton. Sebaliknya di Pelabuhan Makasar turun 13,86 persen dari 3,7 juta ton menjadi 3,2 juta ton, serta pelabuhan-pelabuhan lainnya turun 0,47 persen dari 141,7 juta ton menjadi 141,07 juta ton. Sementara jumlah barang yang diangkut kapal laut pada bulan September 2015 mencapai 21,5 juta ton, naik 7,02 persen dari 20,06 juta ton pada bulan Agustus 2015.

Peningkatan terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok naik 10,69 persen dari 1,17 juta ton menjadi 1,3 ribu ton, Pelabuhan Balikpapan naik 5,37 persen dari 801,9 ribu ton menjadi 845,0 ribu ton, Pelabuhan Tanjung Perak naik 10,49 persen dari 424,2 ribu ton ton menjadi 468,7 juta ton, Pelabuhan Panjang naik 2,63 persen dari 771,3 ribu ton menjadi 791,6 ribu ton dan pelabuhan lainnya naik 7,4 persen dari 16,5 juta ton menjadi 17,7 juta ton. Sebaliknya di Pelabuhan Makassar terjadi penurunan sebesar 11,97 persen dari 386,1 ribu ton menjadi 339,9 ribu ton. (*)

258,4 ribu orang, Pelabuhan Belawan turun 11 persen dari 62,7 ribu orang menjadi 55,8 ribu orang dan Pelabuhan Makassar turun 20,89 persen dari 462,5 ribu orang menjadi 365,9 ribu orang. Sedangkan selama bulan September 2015 jumlah penumpang kapal laut dalam negeri sebanyak 1,2 juta orang, turun 5,98 persen dari Agustus 2015 sebanyak 1,3 juta orang. Penurunan jumlah penumpang kapal laut terjadi di Pelabuhan Makassar sebesar 35,10 persen dari 52,7 ribu orang menjadi 34,2 ribu orang, Pelabuhan Tanjung Priok turun 34,03 persen dari 14,4 ribu orang menjadi 9,5 ribu orang,

Pelabuhan Balikpapan turun 35,00 persen dari 22,0 ribu orang menjadi

14,3 ribu orang, Pelabuhan Tanjung Perak turun 67,9 persen dari 78,2 ribu orang menjadi 25,1 ribu orang dan Pelabuhan Belawan turun 37,68 persen dari 6,9 ribu orang menjadi 4,3 ribu. Sebaliknya di pelabuhan-pelabuhan lainnya naik 0,97 persen dari 1,09 juta orang menjadi 1,20 juta orang. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat jumlah barang yang diangkut kapal laut dalam negeri selama Januari –September 2015 mencapai 172,0 juta ton,naik 0,93 persen dari 170,4 juta ton pada periode sama tahun 2014. Kenaikan jumlah barang yang diangkut kapal laut terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 10,04 persen dari 8,6 juta ton menjadi 9,5 juta ton, Pelabuhan

2. Pelabuhan Manado 3. Pelabuhan Bau-Bau

2

3

Foto : Istimewa

Foto : Istimewa

(30)

TRANSLAUT

S

alah satu program yang digagas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah konsep tol laut. Konsep tol laut ini merupakan moda angkutan kapal yang memiliki rute terjadwal dari ujung barat ke timur serta ujung utara ke selatan Indonesia. Tol Laut adalah sebuah sistem distribusi barang skala besar yang menggunakan jalur laut dengan infrastruktur utamanya adalah kapal-kapal berkapasitas besar dan pelabuhan laut dalam. Presiden Widodo menyatakan akan ada 24 pelabuhan yang dihubungkan oleh Tol Laut. Ke-24 pelabuhan tersebut meliputi lima pelabuhan sebagai hub (pengumpul) yaitu Pelabuhan Belawan/Kuala Tanjung, Pelabuhan Tanjung Priok/Kalibaru, Pelabuhan Tanjung Perak,Pelabuhan Makassar, dan Pelabuhan Bitung. Sedangkan 19 pelabuhan sebagai feeder

(pengumpan) bagi pelabuhan hub. Ke-19 pelabuhan feeder tersebut adalah Pelabuhan Malahayati, Batam, Jambi (Talang Duku), Palembang, Panjang, Teluk Bayur, Tanjung Emas, Pontianak, Banjarmasin, Sampit, Balikpapan/ Kanangau, Samarinda/Palaran, Tanau/ Kupang, Pantoloan, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon dan Jayapura. Dengan dibangunnya pelabuhan-pelabuhan tersebut tentunya

pemerintah pusat maupun daerah dapat mengembangkan moda transportasi laut baik angkutan penumpang maupun angkutan barang. Terutama masyarakat antarpulau akan terhubung dan mendapatkan akses yang lebih mudah untuk melakukan perdagangan. Sehingga pada akhirnya keberadaan pelabuhan ini dapat menggerakkan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat setempat serta menekan disparitas harga antardaerah.

Pembangunan

Pelabuhan Untuk

Meningkatkan Akses

Ke Berbagai Wilayah

Indonesia

1. Pelabuhan Aceh 2. Pelabuhan Bau-Bau 3. Pelabuhan Teluk Bayur, Padang

1

2

2

(31)

TRANSLAUT

Presiden RI Joko Widodo dalam sebuah kesempatan menyatakan, pembangunan infrastruktur

transportasi sebagai konektivitas yang menghubungkan antarpulau dan antardaerah di Indonesia dibutuhkan untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat dan menekan disparitas harga antardaerah. Selain itu konektivitas harus diterjemahkan juga sebagai upaya untuk mempersatukan Indonesia yang beraneka ragam suku, budaya dan bahasanya.

Meningkatkan Akses Ke Berbagai Wilayah

Pembangunan fasilitas transportasi laut di seluruh nusantara secara merata dapat meningkatkan akses ke berbagai wilayah serta meningkatkan roda perekonomian daerah dan masyarakat. Dan Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan melakukan pembangunan pelabuhan sebagai sarana penunjang transportasi laut mulai dari Sumatera hingga Kalimantan. Dengan

pembangunan tersebut diharapkan akses terhadap sumber daya alam, potensi wisata maupun sumber daya

manusia dapat lebih meningkat tentunya. Tidak

itu saja,

hal tersebut dapat menjadikan

pertumbuhan ekonomi dapat terlaksana dengan lebih baik, sejalan dengan program pemerintah untuk membangun Indonesia. Berikut beberapa pelabuhan di wilayah Indonesia :

Pelabuhan Singkil dan Calang di Aceh Pelabuhan Singkil ini menjadi akses menuju Kabupaten Singkil yang berada di wilayah terpencil. Pelabuhan ini dikembangkan dengan dibangunnya dermaga, trestle serta cause way. Selain itu juga dilengkapi fasilitas darat seperti lapangan penumpukan, pos jaga dan kantor. Sedangkan pelabuhan Calang yang sebelumnya rusak akibat tsunami ini, kini memiliki dermaga yang mampu menampung kapal 5000 DWT dan cause way seluas 18 x 8 meter persegi.

Pelabuhan Tua Pejat, Sumatera Barat Pembangunan pelabuhan Tua Pejat tersebut untuk mempermudah akses menuju Pulau Mentawai. Seperti diketahui jika akses menuju Pulau Mentawai saat masih cukup sulit. Pelabuhan ini memiliki luas demaga 680 meter persegi, fasilitas trestle, general cargo dengan kapasitas ukuran kapal hingga 1000 DWT.

Pelabuhan Sukadana, Kalimantan Barat Sejak tahun 2011 Kementerian Perhubungan melakukan pembangunan fasilitas yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Manfaat dari pembangunan fasilitas pelabuhan ini untuk memperlancar pergerakan barang dan jasa. Tentunya ini dapat berdampak terhadap pemerataan perekonomian masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

Fasilitas yang dibangun meliputi dermaga, trestle, dan fasilitas darat (terminal penumpang, posjaga, gedung kantor dan lapangan penumpang. Pelabuhan ini memiliki standar kapasitas ukuran kapal bersandar untuk mengangkut barang, yaitu kapal general cargo 1.000 DWT dan faceline dermaga 5 mLW.

Pelabuhan Panarukan dan Sapeken, Jawa Timur

Untuk wilayah Jawa Timur, terdapat dua pelabuhan (pelabuhan Panarukan dan Sapeken) yang dibangun oleh Kementerian Perhubungan. Pembangunan pelabuhan Panarukan ini dikembangkan fasilitas dermaga, cause way dan area darat. Pelabuhan ini dapat melayani kapal berkapasitas 1.000 DWT. Sementara itu pelabuhan Sapeken ini memiliki fasilitas dermaga, cause way serta area darat. Dengan pengembangan pelabuhan yang ada di Jawa Timur ini diharapkan menjadi lebih maju. Foto : Istimewa

Foto : Istimewa

31

Referensi

Dokumen terkait

Apabila pendapatan dari nelayan minim, pada musim tidak ada ikan seperti pada awal tahun biasanya strategi yang dilakukan oleh nelayan Desa Tanjung yaitu mereka

Melalui tercapainya sarana belajar yang memadai lingkungan tempat tinggal terutama keluarga, prestasi belajar siswa dan latar belakang pendidikan formal orang tua

Program kegiatan belajar Taman Kanak- Kanak (TK) disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembang anak dan kesesuaiannya

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang

Sebelum kita bekerja dengan mesin frais, maka kita harus menyiapkan beberapa peralatan yang akan kita gunakan nantinya. Disamping itu pemilihan alat bantu juga banyak

Kerangka pemanfaatan hasil yang diharapkan dilakukan oleh institusi terkait di daerah ialah : (1) Mengenalkan penggunnaan Feromon Exi pada budidaya bawang merah, dan (2)

Fee Base Income Ratio (FBIR) secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap ROA pada Bank Pembangunan Daerah sampel. penelitian triwulan I

Oleh karena itu efektivitas pembelajaran tidak bisa tercipta dengan sendirinya namun harus diusahakan oleh pendidik dengan cara melibatkan siswa untuk aktif