• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masukan tentang Ujian Kesetaraan Rumah Inspirasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Masukan tentang Ujian Kesetaraan Rumah Inspirasi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Beberapa Gagasan tentang Ujian Kesetaraan

Oleh: Aar Sumardiono

LATAR BELAKANG

Sebagai praktisi homeschooling, kami cukup lama memperhatikan pola dan

proses Ujian Kesetaraan, baik yang tertulis maupun yang berlangsung di lapangan.

Dua anak kami sudah mengalami proses Ujian Paket. Yudhistira menjalani Ujian

Paket A (2013) & Paket B (2016), Tata menyelesaikan Ujian Paket A (2017).

Dari proses yang terjadi di lapangan dan membaca aneka peraturan tertulis

mengenai Ujian Kesetaraan, menjelang akhir 2017 ini kami ingin membuat beberapa

catatan pribadi.

Catatan ini dimaksudkan sebagai bahan diskusi sekaligus umpan balik bagi para

pengambil kebijakan untuk meningkatkan kualitas Ujian Kesetaraan. Dalam konteks

yang lebih khusus, kami berhadap proses Ujian Kesetaraan semakin selaras dengan

praktik-praktik pembelajaran yang dijalani oleh keluarga-keluarga homeschooling.

PELUANG PENDIDIKAN NONFORMAL & INFORMAL

Secara legal, keberadaan jalur pendidikan nonformal dan informal diakui oleh

UU no 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nonformal

diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang

berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal

dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Saat ini, jalur pendidikan informal & nonformal masih belum mendapatkan

(2)

jalur pendidikan formal (sekolah). Padahal, jalur pendidikan nonformal & informal

memiliki peluang yang sangat besar untuk berkontribusi dalam hal:

a. Peningkatan Akses Pendidikan

Karena tak semua anak terlayani melalui jalur pendidikan formal (sekolah),

jalur pendidikan nonformal memiliki kesempatan untuk menjadi sarana

meningkatkan akses pendidikan untuk masyarakat. Untuk itu, proses pendidikan

nonformal yang lebih fleksibel perlu mengadaptasi keunikan-keunikan yang ada pada

segmen masyarakat yang dilayaninya.

b. Laboratorium & Ruang Inovasi Pendidikan

Laporan World Development Report 2018 yang dikeluarkan World Bank dan

dikutip Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa Indonesia tertinggal 45

tahun dan 75 tahun di bidang sains dibandingkan negara-negara OECD.

Untuk memperbaiki kondisi ini, diperlukan aneka inovasi pendidikan yang

bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Harapan itu tak hanya

ditujukan untuk jalur pendidikan formal. Dengan karakteristik yang lebih fleksibel

dibandingkan pendidikan formal (sekolah), pendidikan nonformal memiliki ruang

yang sangat luas untuk berkontribusi dengan menjadi laboratorium & ruang inovasi

pendidikan.

Kuncinya adalah penyediaan lingkungan yang kondusif sehingga membuka

kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan inovasi pendidikan kontekstual yang

mampu menyelesaikan masalah-masalah riil di lapangan.

Penyediaan lingkungan kondusif itu termasuk mengidentifikasi aturan-aturan

restriktif yang menghambat inovasi, fokus pada substansi pendidikan (vis-a-vis

(3)

CATATAN TENTANG PRAKTEK DI LAPANGAN

Dengan harapan yang besar agar jalur pendidikan nonformal & informal bisa

lebih berkontribusi dalam dunia pendidikan Indonesia, ada beberapa catatan yang

kami buat berdasarkan pengamatan di lapangan. Para pelaksana PKBM maupun

pejabat dinas pendidikan tentu sangat familiar dengan realita-realita ini.

a. Senjang antara kebijakan dan praktek

Terdapat senjang yang sangat lebar antara kebijakan tertulis dan yang terjadi

di lapangan. Kesenjangan ini terjadi karena kebijakan yang tertulis sulit

diimplementasikan di lapangan. Akibatnya, praktik di lapangan seringkali tak selaras

dengan yang tertulis dalam kebijakan yang tertulis. Hal ini menimbulkan kebingungan

bagi masyarakat yang menjadi pengguna layanan ini.

b. Syarat Ujian Kesetaraan semakin ketat

Pada era sebelum 2012, praktek untuk mengikuti Ujian Kesetaraan dilakukan

dengan mendaftar di PKBM setahun sebelum Ujian Kesetaraan dilangsungkan.

Prosesnya relatif sederhana dan anak bisa mengikuti Ujian tahap selanjutnya kapan

pun mereka siap.

Aturan ini kemudian diperketat dengan syarat adanya rapor lengkap,

pengaturan jarak ujian 3 tahun (tidak ada akselerasi). Tahun 2017 ada syarat peserta

Ujian Kesetaraan harus memiliki NISN dan kemudian dilengkapi nilai lengkap setiap

semester (nilai ulangan, nilai tugas, nilai UTS, nilai UAS) untuk semua mata pelajaran.

Walaupun aturan tertulis mengenai syarat Ujian Kesetaraan semakin ketat,

cukup banyak PKBM yang tidak menerapkannya karena sulit diimplementasikan di

lapangan.

Sebagai contoh, syarat rapor lengkap untuk seluruh mata pelajaran & seluruh

(4)

Banyak PKBM yang "membuatkan" rapor lengkap demi agar anak-anak bisa mengikuti

Ujian Kesetaraan.

Mengapa aturan rapor & nilai yang ketat itu sulit dijalankan? Karena kondisi

siswa PKBM seperti anak jalanan, ART, dan lain-lain yang tidak memungkinkan

menjalani model pembelajaran lengkap seperti anak sekolah dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan secara tertulis.

c. Materi Pelajaran & Ujian

Walaupun aturan tentang standar isi pendidikan nonformal seperti yang

tertulis dalam Permendiknas No.14/2007 menuliskan kondisi ideal materi

pembelajaran yang harus diikuti siswa pendidikan nonformal, pada kenyataannya

praktek yang terjadi di lapangan berbeda.

Proses belajar biasanya hanya meliputi materi yang diujikan pada Ujian

Kesetaraan. Kondisi ini tak bisa dilepaskan dari karakteristik dan keunikan kondisi

peserta didik di jalur pendidikan nonformal. Sulit bagi siswa PKBM yang ingin

mengambil ujian Paket C jika harus mempelajari 17 mata pelajaran seperti anak

sekolah dan proses seperti anak sekolah. Apalagi ada syarat KKM (Kriteria Ketuntasan

(5)

d. Praktek Curang dalam Ujian

Banyak praktek ujian di lapangan yang belum berkualitas, mulai pemberian

jawaban soal pada saat ujian, jaminan kelulusan, hingga praktek mengatrol nilai agar

anak lulus Ujian Kesetaraan. Praktik semacam ini menunjukkan bahwa masih banyak

pekerjaan rumah yang perlu dilakukan berkaitan dengan kualitas peserta Ujian

Kesetaraan.

e. Administrasi ijazah

Hal lain yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah kepastian jadwal yang

berkaitan Ujian Kesetaraan, terutama pengumuman ujian dan keluarnya ijazah.

Cukup sering pengumuman kelulusan tak sesuai jadwal dan jadwal keluarnya ijazah

tidak jelas, padahal siswa memerlukannya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih

(6)

USULAN UJIAN KESETARAAN (PAKET)

Berikut ini beberapa usulan dan masukan kami terkait pelaksanaan Ujian

Kesetaraan sebagai salah satu segmen masyarakat yang menggunakan layanan

pendidikan ini:

a. Paradigma penyetaraan, bukan persamaan

UU Sisdiknas 20/2003 menggunakan istilah "penyetaraan", bukan persamaan.

Makna penyetaraan menurut KBBI adalah sejajar atau sepadan.

Oleh karena itu, pendidikan nonformal perlu diakui keunikan dan kekhasannya

sehingga tidak bisa disamakan dengan pendidikan formal (sekolah). Kebijakan yang

berkaitan dengan standar isi dan proses Ujian Kesetaraan juga perlu

mempertimbangkan hal itu dengan memberikan ruang fleksibilitas yang lebih luas

dibandingkan sekolah.

b. Penyederhanaan Syarat Administrasi Ujian

Dalam rangka memperluas akses pendidikan untuk masyarakat, proses

pelaksanaan Ujian Kesetaraan perlu disederhanakan persyaratan dengan syarat

administratif (akta lahir/Kartu Keluarga) dan memiliki NISN yang terdaftar dalam

sistem Dapodik. Untuk peserta yang belum memiliki NISN, prosesnya dipermudah.

Berkaitan dengan dengan syarat substansi pembelajaran, prosesnya bisa

disederhanakan melalui Uji Kompetensi yang diselenggarakan 1 tahun menjelang

Ujian Kesetaraan. Uji Kompetensi ini menjadi penyaring kelayakan peserta sekaligus

pengganti nilai rapor. Nilai hasil Uji Kompetensi ini bisa diperhitungkan dalam

penentuan kelulusan bersama dengan nilai Ujian Kesetaraan.

b. Rapor Semester bersifat Pilihan

Praktek pembuatan rapor semester secara detil seperti sekolah (nilai ulangan,

(7)

sudah ada peraturannya sejak 2007. Proses ini perlu disederhanakan sebagai bagian

dari penerimaan fleksibilitas pendidikan nonformal & informal.

Caranya adalah dengan menjadikan rapor semester sebagai pilihan (optional)

bukan kewajiban. Bagi PKBM yang memungkinkan melakukan penilaian rapor

pembelajaran lengkap, nilai tersebut akan diperhitungkan sebagai komponen

kelulusan. Bagi PKBM & siswa yang tidak memungkinkan, penilaian kelulusan diambil

dari Uji Kompetensi dan Ujian Kesetaraan.

c. Pembelajaran Modular

Model pembelajaran dalam jalur pendidikan nonformal perlu dibuat dalam

bentuk modular per mata pelajaran. Dalam sistem modular, tidak ada paket kenaikan

kelas. Siswa bisa belajar dan menyelesaikan modul belajar sesuai kecepatan

masing-masing.

Dengan sistem modular, jangka waktu antar-ujian menjadi lebih fleksibel, tak

perlu dibatasi 3 tahun. Jangka waktu ujian ditentukan berdasarkan penyelesaian

modul pembelajaran. Kalau siswa lulus Uji Kompetensi, maka dia berhak mengikuti

Ujian Kesetaraan walaupun jangka waktu ijazahnya masih kurang dari 3 tahun.

d. Fleksibilitas Proses Belajar

Dalam pelaksanaan proses belajar, proses kehadiran dan tatap muka tidak

perlu menjadi hal yang diwajibkan. Bagi peserta yang hadir mengikuti tutorial tatap

muka, akan ada nilai tambahan khusus yang diperhitungkan dalam penentuan

kelulusan. Bagi yang tidak mengikuti tutorial tatap muka tidak dipermasalahkan,

dengan ketentuan bisa lulus Uji Kompetensi.

Fleksibilitas proses belajar ini akan memberikan ruang yang luas untuk inovasi

model-model pembelajaran, baik berdasarkan model tertentu, misalnya:

(8)

inquiry-based learning, serta aneka model pembelajaran yang dijalani keluarga

praktisi sekolahrumah dan sekolah-sekolah alternatif lainnya.

Tujuan utama dari fleksibilitas dalam proses belajar adalah membuka ruang

inovasi. Adapun standar kualitas siswa dapat diukur melalui Uji Kompetensi dan Ujian

Kesetaraan di akhir proses belajar.

e. Peningkatan Kualitas Bahan & Penilaian Ajar

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, diperlukan penyediaan materi

ajar yang sesuai dengan standar pendidikan nonformal dan selaras dengan proses

ujian yang dilakukan. Materi ini tak harus dalam bentuk buku, tetapi bisa juga dalam

bentuk video atau aplikasi (mobile application) yang bisa diakses secara luas oleh

masyarakat.

Dalam penilaian kualitas hasil pembelajaran, perlu ditambahkan alat ukur lain

selain tes tulis pilihan ganda, seperti: portfolio karya, essay, pengalaman magang

(internship), jurnal pembelajaran, pengalaman organisasi, pengalaman kerja, dan

lain-lain.

f. Peningkatan Kualitas Ujian melalui Test Center

Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Ujian Kesetaraan, pemerintah

perlu membentuk Test Center. Test Center ini bisa berupa PKBM yang memiliki

integritas proses yang baik dan fasilitas memadai. Test Center tak hanya menjadi

tempat yang mengadakan Ujian Paket berbasis komputer yang prosesnya transparan

dan accountable, tapi bisa menjadi penyelenggara ujian keterampilan lain yang

berkaitan dengan pengembangan para siswa.

g. Insentif untuk warga nonformal

Dalam konteks yang lebih umum, pemerintah perlu memberikan insentif

(9)

bertujuan untuk memicu semangat belajar dan prestasi para siswa, misalnya: kegiatan

pelatihan-pelatihan khusus, aneka perlombaan untuk siswa nonformal, serta

beasiswa bagi siswa nonformal yang berprestasi (misalnya: lulus di perguruan tinggi

negeri, prestasi seni & olahraga, dll).

***

Demikian catatan tentang Ujian Kesetaraan kami, dari sudut pandang selalu

seorang pengguna layanan sekaligus praktisi pendidikan berbasis keluarga

(homeschooling). Catatan dan masukan-masukan ini bersifat pribadi, tidak mewakili

kelompok manapun.

Semoga catatan ini bisa menjadi bahan diskusi baik untuk para praktisi

homeschooling, pemerhati pendidikan informal & nonformal, penyelenggara PKBM,

serta pengambil keputusan yang berkaitan dengan Ujian Kesetaraan.

Jakarta, 20 Oktober 2017

Aar Sumardiono adalah praktisi pendidikan dengan 3 anak yang menjalani pendidikan mandiri tanpa melalui sekolah formal. Aar adalah founder Rumah Inspirasi

(www.rumahinspirasi.com) blog yang didedikasikan untuk edukasi tentang parenting, homeschooling, dan pendidikan alternatif. Aar juga salah seorang deklarator Jaringan

Pendidikan Alternatif (www.pendidikanalternatif.org).

Yudhistira (16 tahun), anak pertama yang menjalani pembelajaran mandiri telah mengikuti Ujian Paket A & Paket B. Tahun 2016, Yudhistira menjadi pemenang kompetisi pemrograman Besut Kode yang diselenggarakan WikimediaIndonesia dan menjadi 10 besar dalam kompetisi Google Code-in yang diselenggarakan oleh Google. Yudhistira juga

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna antara rata– rata penurunan COD sebelum dan setelah perlakuan dengan penambahan berbagai dosis Ferro sulfat,

PPATK sendiri dengan pendekatan berbasis risiko telah mengutamakan penanganan perkara TPPU yang berdasarkan 3 jenis tindak pidana utama yang menghasilkan..

Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel customer relations dengan kepuasan pelanggan.. 2.2 TEORI YANG SESUAI DENGAN VARIABEL DALAM

Batas kendali grafik pengendali Multivariate Poisson tersebut diterapkan pada data kecacatan lapisan Gan-Epitaxial dalam proses manufaktur Light Emitting Diode LED dengan tiga

Melalui kegiatan berdiskusi, siswa mampu membuat peta pikiran mengenai urutan peristiwa dengan memperhatikan latar cerita pada teks nonfiksi dengan benar.. Dengan melakukan

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARAWANG DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN

Pelaksanaan kegiatan Kunjungan Kelas untuk siklus II dilaksanakan sebagai berikut: Pelaksanaan teknik kunjungan kelas diatur dengan tahapan sebagai berikut: (1) Pertemuan

(1) Dana yang digunakan untuk kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dibebankan kepada desa induk untuk Desa