• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII ANTESEDEN BERPERILAKU ESB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

ANTESEDEN BERPERILAKU ESB

Anteseden adalah suatu kondisi yang mendahului seseorang berperilaku, termasuk perilaku spasial yang ekologis (ESB). Anteseden dilihat dari perilaku vosional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri) terhadap ESB, maka dapat diprediksikan intensi seseorang untuk berperilaku ESB. Dasar teori perilaku vosional seseorang menurut Ajzen (1988) adalah tindakan dengan dasar teori tindakan beralasan dan tindakan dengan dasar teori tindakan terencana

Azjen (1988), teori tindakan beralasan (theory of reasoned action) didasarkan pada asumsi-asumsi: a) bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal, b) bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan c) bahwa secara eksplisit maupun implisit, manusia berperilaku memperhitungkan implikasi dari tindakan mereka. Oleh karena itu intensi seseorang menurut teori tindakan beralasan adalah dipengaruhi oleh sikap individu terhadap perilaku dan norma-norma subyektif berupa persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Teori tindakan terencana (theory of planned behavior), intensi seseorang selain dipengaruhi oleh sikap individu terhadap perilaku dan persepsi seperti yang disebut dalam teori tindakan beralasan, juga dipengaruhi adanya kontrol tindakan yang dihayati (perceived behavior control), seperti seting spasial lingkungan hunian, tata aturan penghunian rumah susun, kemudahan dan adanya kesempatan melakukan.

Bila merujuk pendapat Kurt Lewin (1951) yang dikutip Brigham (1991) bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E) atau B=f (P,E), maka anteseden dapat dikategorikan ke dalam dua kategori tersebut yaitu faktor eksternal berupa kondisi lingkungan dan faktor internal berupa karakteristik individu. Kontrol tindakan atau perilaku dan norma-norma yang ada dikategorikan sebagai faktor eksternal, sedangkan yang terkait dengan sikap baik keyakinan akan hasil perilaku maupun sikap yang spesifik individu dikategorikan sebagai faktor internal. Secara skematik dasar teori tindakan dan kategori anteseden ESB dapat ditunjukkan seperti gambar berikut:

(2)

Gambar 7.1 Skema anteseden penghuni berperilaku ESB

Dari uraian dan skema tersebut di atas disusun atribut anteseden

penghuni berperilaku ESB, dan untuk mengetahui atribut mana yang

menjadi anteseden seseorang dalam berperilaku ESB dapat dilakukan

melalui analisis Biplot. Secara rinci atribut anteseden berperilaku ESB

dapat dilihat pada Tabel 7.1.

(3)

Tabel 7.1. Atribut dan Komponen Berperilaku ESB

Atribut dan Komponen Berperilaku ESB Dasar Teori Atribut anteseden penghuni berperilaku ESB

A. Kesadaran/komitmen terhadap Lingkungan (Community Consensus)

Teori tindakan beralasan (sikap spesifik) B. Kemampuan adaptasi penghunian Teori tindakan beralasan (sikap spesifik) C. Seting spasial lingkungan hunian yang

mendukung

Teori tindakan terencana (kontrol tindakan)

D. Tata aturan penghunian Teori tindakan terencana (kontrol tindakan) E. Pengalaman orang lain Teori tindakan terencana dan Teori tindakan

beralasan (keyakinan akan hasil tindakan) F. Manfaat hasil Teori tindakan terencana (keyakinan akan hasil

tindakan) G. Norma yang mewajibkan (tekanan

sosial) akan pemeliharaan lingkungan

Teori tindakan terencana (norma-norma subyektif)

H. Kemudahan melakukan Teori tindakan terencana dan Teori tindakan beralasan (keyakinan akan hasil tindakan) J. Ada/tidaknya kesempatan untuk

melakukan

Teori tindakan terencana (kontrol tindakan)

Komponen ESB

ESB 1 = Pelestarian Lingkungan ESB 2 = Coping Lingkungan ESB 3 = Motivasi untuk sejatera ESB 4 = Aktif Berorganisasi

Data yang diperoleh dari responden berupa data persepsi penghuni terhadap atribut anteseden dan persepsi terhadap komponen ESB. Kedua data tersebut dicari nilai Mean nya kemudian ditabulasi-silangkan (cross tab) dengan program SPSS, kemudian data tersebut dianalisis Biplot. Adapun data tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 7.2

. Data Anteseden Penghuni Berperilaku ESB

Anteseden A B C D E F G H J ESB 1 4.02 3.61 3.28 3.52 3.74 3.78 3.73 3.24 3.5 ESB 2 4.05 3.61 3.33 3.54 4.09 4.19 4.32 3.95 3.6 ESB 3 4.01 3.61 3.3 3.51 4.18 4.5 3.85 2.83 1.75 ESB 4 4.11 3.63 3.31 3.55 2.54 2.57 2.53 2.51 1.28 Catatan:

A s/d J lihat atribut anteseden pada Tabel 7.1 Data diolah dengan skala 5

(4)

Analisis Biplot yang terlihat pada Gambar 7.2 dapat diketahui bahwa komponen ESB dipenga-ruhi oleh atribut-atribut anteseden yang vektornya mempunyai sudut yang tajam. Semakin runcing sudut yang terbentuk semakin kuat hubungan positifnya, semakin tumpul sudut yang terbentuk mempunyai hubungan yang negatif, dan jika sudut yang terbentuk 900 (siku-siku) mengindikasikan tidak adanya hubungan, jadi dari Gambar 7.2 tersebut dapat menunjukkan bahwa upaya coping lingkungan (ESB 2) dan perilaku meles-tarikan lingkungan (ESB 1) mempunyai hubungan positif dengan atribut ada tidaknya kesempatan untuk melakukan ESB 1 dan ESB 2 (atribut J), kemudahan melakukan ESB 1 dan ESB 2 (atribut H), dan adanya norma yang mewajibkan (tekanan sosial) akan pemeliharaan lingkungan (G). Temuan ini dapat diartikan bahwa atribut J, H, dan G merupakan kondisi awal (anteseden) yang menstimulus seseorang berperilaku ESB 1 dan ESB 2. Anteseden yang mendahului adanya motivasi penghuni meningkatkan kesejahteraan (ESB 3) adalah keyakinan akan keberhasilan melakukan perilaku (atribut E) seperti tindakan meningkatkan kualitas rumah, penghasilan, kesehatan, kesenangan dan pengetahuan penghunian rumah susun. ESB 3 juga distimulus oleh manfaat yang dirasakan dari hasil seseorang berperilaku ESB (atribut F) seperti manfaat dari tindakan meningkatkan kualitas rumah, penghasilan, kesehatan, kesenangan dan pengetahuan penghunian rumah susun. ESB 4 atau keaktifan dalam berorganisasi, tidak satupun atribut anteseden yang mempengaruhi, jawaban penghuni berada di kuadran yang berseberangan untuk atribut E, F, G, H, dan J. Atribut anteseden A, B, C, dan D

Gambar 7.3 Biplot anteseden ABCD terhadap ESB

(5)

relatif seragam atau mempunyai keberagaman yang relatif sama terhadap seluruh komponen ESB 1, ESB 2, ESB 3, maupun ESB 4, karena atribut ABCD relatif berada mendekati titik pusat. Namun bila analis Biplot dilakukan khusus atribut ABCD terhadap keempat komponen ESB didapat hasil bahwa keaktifan berorganisasi (ESB 4) distimulus atau didahului dengan kondisi kesadaran akan lingkungan (atribut A), kemampuan adaptasi penghuni (atribut B), dan tata aturan penghunian (atribut D). Perilaku ESB 2 (coping lingkungan) sangat dipengaruhi atribut C yaitu seting spasial lingkungan hunian, untuk ESB 1 (pelestarian lingkungan) dan ESB 3 (motivasi untuk sejahtera) tidak ada satupun atribut A, B, C, dan D yang dekat, dengan kata lain bahwa penghuni rumah susun berperilaku ESB 1 dan ESB 3 tidak didahului dengan kondisi atribut A, B, C, dan D (lihat Gambar 7.3).

Uraian tersebut di atas menggambarkan bahwa masing-masing komponen ESB mempunyai lebih dari satu atribut anteseden yang menjadi kondisi awal yang menstimulus masing-masing komponen ESB. Secara skematis atribut anteseden yang mempunyai hubungan dengan komponen ESB dapat dilihat pada Gambar 7.4.

A. Kesadaran/komitmen terhadap Lingkungan (Community Consensus) B. Kemampuan adaptasi penghunian

C. Seting spasial lingkungan hunian yang mendukung D. Tata aturan penghunian

E. Pengalaman orang lain F. Manfaat hasil

G. Norma yang mewajibkan (tekanan sosial) akan pemeliharaan lingkungan H. Kemudahan melakukan

J. Ada/tidaknya kesempatan untuk melakukan Pelestarian Lingkungan (ESB 1) Coping Lingkungan (ESB 2) Motivasi Sejahtera (ESB 3) Berkelem-bagaan (ESB 4) A B C D E F G H J

(6)

Tindakan pelestarian lingkungan (ESB 1) lebih distimulus oleh atribut anteseden norma-norma subyektif seperti adanya norma sosial yang mewajibkan warga harus bergotong-royong memelihara lingkungan dan atribut anteseden kemudahan melakukan dibandingkan dengan kesadarannya terhadap lingkungan, ataupun adanya seting spasial maupun aturan hunian. Penghuni atau warga lebih takut terhadap sanksi sosial (seperti digunjingkan, didiamkan tetangga) dalam tindakan memelihara lingkungan dibandingkan dengan melakukan pemeliharaan lingkungan karena ketaatannya terhadap aturan penghunian, hal ini dapat dilihat Gambar 6.10 (Sikap dan tindakan penghuni rumah susun dalam berperilaku ESB) yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan Tabel 7.3 dapat memberikan gambaran bahwa nilai sikap pelestarian (3.75) lebih rendah dibandingkan dengan tindakannya dalam pelestarian lingkungan (4.4). Begitu pula terhadap seting spasial, warga masih senang membuang sampah tidak pada tempatnya walaupun seting spasial telah menyediakan tempat pembuangan sampah, tetapi melalui aturan yang ada tindakan mereka tetap mau bergotong-royong membersihkan lingkungan.

Perilaku coping lingkungan (ESB 2) baik dalam bentuk adjustment atau adaptasi, coping mental maupun coping fisik, perilaku ini justru tidak dikondisikan oleh kemampuan atau kesiapan individu dalam beradaptasi melainkan dikondisikan atau distimulus karena adanya seting spasial yang tidak sesuai dengan keinginan penghuni, aturan boleh tidaknya bagian bangunan yang dibongkar, pengalaman tetangga dalam menata unit hunian rumah susun, serta manfaatnya setelah ditata ulang, kemudahan penataan rumah susun dalam melaksanakan, dan kesempatan dari sisi keuangan.

Tabel 7.3. Perbandingan antara sikap dan tindakan berperilaku ESB

E S B KOMPONEN ESB

Sikap Tindakan

Pelestarian Lingkungan 3.75 4.4

Adaptasi Lingkungan 4.09 3.62

Peningk. Kua. Lingk 4.18 2.95

Berorganisasi 2.54 1.27

Gambaran kondisi ESB 2 tersebut di atas juga didukung temuan pada Gambar 6.10 (Sikap dan tindakan penghuni rumah susun dalam berperilaku ESB) dan Tabel 7.3 yang memberikan gambaran bahwa tindakan baik adaptasi

(7)

lingkungan maupun peningkatan kualitas lingkungan masih lebih rendah dari sikap adaptasi lingkungan dan sikap peningkatan kualitas lingkungan. Norma-norma subyektif lebih menstimulus coping mental penghuni rumah susun, seperti kerukunan penghuni rumah susun.

Motivasi sejahtera (ESB 3) penghuni lebih distimulus oleh atribut anteseden pengalaman orang lain dan manfaat yang diperoleh dalam memenuhi kesejahteraan dan norma subyektif tentang kesejahteraan dibandingkan dengan atribut anteseden lainnya seperti kepedulian lingkungan, seting spasial, dan lainnya.

Perilaku dalam berkelembagaan penghuni (ESB 4) lebih distimulus oleh atribut anteseden kesadaran lingkungan, kemampuan adaptasi dan tata aturan penghunian dibandingkan dengan atribut anteseden lainnya. Tata aturan tinggal di rumah susun mewajibkan warganya berhimpun dalam perhimpunan penghuni, masing-masing Blok rumah susun (Apron, Boing, Conver dan Dakota) mempunyai perhimpunan penghuni. Untuk efisiensi kelembagaan, warga rumah susun Kemayoran sepakat bahwa Ketua RW merangkap menjadi Ketua perhimpunan penghuni, hal ini yang menghambat kinerja perhimpunan penghuni karena Ketua perhimpunan penghuni harus juga menjalankan tugas-tugas pokok administrasi kependudukan diluar tugas pokoknya sebagai pengelola property.

Berdasarkan analisis Biplot tersebut di atas, maka dapat dianalisis pula keterkaitan antar komponen ESB adalah bahwa interaksi sosial yang dikoordinasi oleh kelembagaan perhimpunan penghuni seperti melakukan perawatan lingkungan hunian rumah susun maupun kegiatan lainnya dapat mendorong penghuni berperilaku melestarikan lingkungan. Adanya interaksi sosial dalam suatu kelembagaan juga dapat mendorong motivasi penghuni untuk mencapai kesejahteraan yang lebih baik, serta dapat mendorong penghuni lebih mudah dalam melakukan coping lingkungan. Coping lingkungan baik dalam bentuk adjustment maupun adaptasi dapat lebih mudah dilakukan (atribut anteseden H) atas dorongan motivasi dan lingkungan yang lestari akibat perilaku penghuni dalam melestarikan lingkungan. Dari analisis terdahulu dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan penghuni berperilaku melestarikan lingkungan adalah melalui interaksi sosial yang dilembagakan baik secara formal maupun non formal dengan memperhatikan atribut-atribut anteseden penghuni berperilaku ESB, seperti yang terlihat pada Gambar 7.5.

(8)

Gambar 7.5 Keterkaitan antar komponen ESB dan atributnya Pelestarian Lingkungan (ESB 1) Coping Lingkungan (ESB 2) Motivasi Sejahtera (ESB 3) Interaksi sosial/ Berkelembagaan (ESB 4) H J C D B A E F G

Gambar

Gambar 7.1  Skema anteseden penghuni berperilaku ESB
Gambar 7.3 Biplot anteseden ABCD terhadap ESB  Gambar 7.2 Biplot anteseden berperilaku ESB
Gambar 7.4   Hubungan komponen ESB terhadap atribut anteseden
Gambar 7.5   Keterkaitan antar komponen ESB dan atributnya Pelestarian Lingkungan (ESB 1) Coping Lingkungan (ESB 2) Motivasi Sejahtera (ESB 3) Interaksi sosial/ Berkelembagaan (ESB 4) H J C D B A E F G

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh pemirsa setelah menonton acara di Indosiar, akan membentuk persepsi pemirsa atas image positif maupun negatif dari program

Komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada Hotel Resty Menara Pekanbaru, untuk itu pihak Hotel Resty Menara Pekanbaru perlu

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin menerapkan elemen-elemen yang dimiliki Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja organisasi melalui empat aspek

3bstacle limitation dilakukan untuk men"amin keamanan dengan mengurangi resiko kecelakaan dengan cara menempatkan suatu ruang maya di sekitar  aerodrome yang

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan-Nya sehingga penulis dapat membuat dan menyelesaikan laporan penelitian skripsi yang berjudul

Dengan demikian, pengajaran yang disampaikan guru Kristen akan membawa para siswa memiliki nilai-nilai kebenaran yang justru kembali kepadaTuhan dan berpusat kepada

Menutupi di atas sekuen batuan dasar akustik diperkirakan dengan batas tidak selaras, adalah sekuen A dimana pada bagian atasnya mempunyai pola reflektor hampir sejajar

Autism# is# part# of# the# Autism# Spectrum# Disorders# (ASD).# Based# on# the#