• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60815/PP/M.XVII A/19/2015. Tahun Pajak : 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60815/PP/M.XVII A/19/2015. Tahun Pajak : 2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60815/PP/M.XVII A/19/2015

Jenis Pajak : Bea Masuk Tahun Pajak : 2013

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-87/BC.8/2013 tanggal 13 September 2013 tentang Penetapan Atas Keberatan Terhadap Penetapan Yang Dilakukan Oleh Pejabat Bea dan Cukai Dalam SPP Nomor: SPP-000321/WBC.07/2013 tanggal 5 Juni 2013 dan menetapkan atas 378 jenis barang berupaComponent/Sub Component For Honda Freed SZYCKG6 AT 1497 CC; Menurut Terbanding : bahwa atas bahwa PIB Aju: 000000-000760-20120507-000837 (Nopen PIB:

194384 tanggal 15 Mei 2012) Pemohon Banding tidak menyerahkan/ menyampaikan laporan pertanggungjawaban sampai dengan batas periode Pembebasan, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 jo.Pasal 7 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1), dan (12), dan Pasal 23 huruf huruf e Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, Pemohon Banding Wajib melunasi tagihan atas PIB Aju 000000-000760-20120507-000837 (Nopen PIB: 194384 tanggal 15 Mei 2012) sebagaimana dimaksud dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor: SPP-000321/WBC.07/2013 tanggal 5 Juni 2013.

Menurut Pemohon:

bahwa dalam penjelasan pasal 26

ayat 4 undang undang kepabeanan menyebutkan: Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas keringanan bea masuk atas impor barang untuk keperluan olahraga tetapi pada kenyataannya diperjualbelikan. Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas banding, diperoleh petunjuk

bahwa Pemohon Banding telah melakukan impor atas 378 jenis barang berupa Component/Sub Component For Honda Freed SZYC KG6 AT1497 CC yang diberitahukan dengan PIB Nomor AJU: 000000-000760-20120507-000837 (Nomor Pendaftaran 194384, tanggal 15 Mei 2012), menggunakan fasilitas impor KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) Pembebasan berdasarkan Surat Keputusan No. 000584/WBC.07/2011 tanggal 21 Desember 2011 dan dengan alasan lebih dari 12 bulan belum selesai dipertanggungjawabkan dalam laporan ekspor, Terbanding menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor: SPP-000321/WBC.07/2013 tanggal 5 Juni 2013 yang mengharuskan Pemohon Banding membayar Bea Masuk dan Sanksi Administrasi berupa Denda sebesar Rp. 164.736.000,00, yang tidak disetujui Pemohon Banding.

bahwa Majelis berkesimpulan, Surat Penetapan Pabean (SPP) Nomor: SPP-000321/WBC.07/2013 tanggal 5 Juni 2013 tersebut diterbitkan berdasarkan Pasal 26 ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, yang menyatakan :

“Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan menurut undang-undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.”

bahwa jangka waktu 12 bulan yang dimaksudkan oleh Terbanding, adalah merupakan Periode Pembebasan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, yang menyatakan:

(1) Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi Ekspor.

(2)

jangka waktu:

a. paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; atau

b. melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan atas Bahan Baku yang diimpor setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU.

bahwa penggunaan Surat Penetapan Pabean (SPP) didasarkan kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 Tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, Serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Atau Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK. 04/2011 tanggal 1 Agustus 2011, Pasal 7, yang menyatakan sebagai berikut :

(1)Pejabat bea dan cukai menetapkan kewajiban membayar bea masuk, dan

pajak dalam rangka impor, serta pengenaan sanksi administrasi berupa denda, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan.

(2)Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam SPP

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

bahwa Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan tersebut menyatakan :

(3)Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat

Penetapan Pabean (SPP).

(4)Surat Penetapan Pabean (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

berfungsi sebagai :

a. penetapan pejabat bea dan cukai; b. pemberitahuan; dan

c. penagihan kepada orang.

bahwa kemudian atas penetapan Surat Penetapan Pabean (SPP) tersebut, Pemohon Banding mengajukan keberatan kepada Terbanding dengan Surat Keberatan Nomor : 0130/HPM/EXIM/ VII/2013 tanggal 29 Juli 2013, yang diterima Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok secara lengkap dan benar pada tanggal 30 Juli 2013, berdasarkan ketentuan Pasal 93A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, yang menyatakan : “Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai selain tarif

dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan”.

bahwa selanjutnya, Terbanding dengan Keputusan Terbanding Nomor: KEP-86/BC.8/2013 tanggal 13 September 2013 menolak keberatan tersebut dan memperkuat Surat Penetapan Pabean (SPP) yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jakarta dimaksud.

bahwa atas Surat Keputusan tersebut, Pemohon Banding mengajukan banding dengan surat Nomor: 195/HPM-EXIM/X/2013 tanggal 30 Oktober 2013 kepada Pengadilan Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 95 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, yang menyatakan :

“Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2), Pasal 93A ayat (4), atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi”.

bahwa dari hasil pemeriksaan di dalam persidangan, Majelis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :

(3)

A. Menurut Terbanding

Ketentuan Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor: Pasal 26 ayat (1) UU Kepabeanan:

Pembebasan atau keringanan Bea Masuk dapat diberikan atas impor:

k. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor

Pasal 26 ayat (4) UU Kepabeanan:

Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undang-undang ini wajib membayar Bea Masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500 % (lima ratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Di Bidang Kepabeanan:

Pasal 7 ayat (1) huruf e:

Besarnya denda yang dinyatakan dalam persentase minimum sampai dengan maksimun dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf e ditetapkan secara berjenjang berdasarkan perbandingan antara Bea Masuk atas fasilitas yang disalahgunakan dengan total Bea Masuk yang mendapatkan fasilitas dengan ketentuan apabila kekurangan pembayaran Bea Masuk:

e. di atas 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (enam puluh person), dikenai denda sebesar 500% (lima ratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor:

Pasal 7 ayat (1):

Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi ekspor; Pasal 7 ayat (2:)

Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:

a. paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; atau

b. melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan atas Bahan Baku yang diimpor setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU. Pasal 15:

Semua Hasil Produksi yang berasal dari Bahan Baku yang mendapatkan fasilitas Pembebasan, wajib diekspor oleh Perusahaan sesuai peraturan perUndang-undangan yang mengatur tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. Pasal 17 ayat (1):

Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala kantor Wilayah atau KPU secara berkala paling lama 6 (enam) bulan sekali selama dalam periode pembebasan;

Pasal 17 ayat (12):

(4)

tidak diserahkan dalam jangka waktu periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud ayat (1) ditolak, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. jaminan dicairkan sebesar Bea Masuk atas Bahan Baku yang belum dipertanggungjawabkan atau yang ditolak pertanggungjawabannya; dan

b. Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perUndang-undangan di bidang kepabeanan.

Pasal 23:

Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar, dalam hal perusahaan:

e. sampai dengan batas Periode Pembebasan, laporan pertanggungjawaban Ekspor tidak disampaikan atau ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (12).

Pemohon wajib melunasi tagihan Bea Masuk dan Sanksi Administrasi berupa Denda terhadap PIB Nomor Aju: 000000-000760-20120507-000837 (Nomor Pendaftaran: 194384 tanggal 15 Mei 2012 sebagaimana dimaksud dalam KEP-87 dengan rincian sebagai berikut:

Jenis Pungutan Jumlah

Bea Masuk 27.456.000,00

Denda 137.280.0000,00

Total 164.736.000,00

B. Menurut Pemohon Banding

a. Bahwa Pemohon Banding setuju atas pernyataan Termohon Banding butir 2 tersebut diatas yang pada intinya menyatakan bahwa Pemohon Banding tidak menyerahkan / menyampaikan laporan pertanggungjawaban ekspor (BCLKT-01) atas PIB fasilitas pembebasan Kite kepada Termohon Banding dalam tenggang waktu 12 bulan sesuai persyaratan yang ditetapkan.

b. Bahwa duduk permasalahan yang terjadi adalah barang impor fasilitas Nopen 194384 tanggal 15 Mei 2012 telah Pemohon Banding ekspor kembali dengan PEB Nopen 040300/058303 tanggal 29 Januari 2013 dalam periode / jangka waktu 12 bulan sebagaimana dipersyaratkan, namun penyerahan laporan ekspor setentangnya (BCLKT-01) mengalami keterlambatan karena barang-barang dimaksud seluruhnya diekspor ke negara Thailand yang pada saat itu mengalami musibah banjir besar dan berdampak kepada terganggunya administrasi surat menyurat di kantor Pemohon Banding. hal ini telah kami sampaikan secara jelas dalam Permohonan Banding dan Surat Bantahan kami. Sehingga penyerahan Laporan Ekspor BCLKT-01 setentangnya baru dapat di sampaikan pada tanggal 20 September 2013 sesuai BCLKT-01 Nomor Aju:000000-000655-20130920-000061 tanggal 20 September 2013, sehingga terjadi keterlambatan 5 bulan dari yang seharusnya. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data/informasi dokumen-dokumen terlampir, a.l:

1) PIB Fasilitas Kite nopen: 194384 tanggal 15 Mei 2012 (bukti P-3). 2) PEB ekspor Nopen: 040300/058303 (bukti P-4)

3) NPE (Nota Pelayanan Ekspor) No: 000908/KPU.01/BD.0502/2013 tanggal 31 Januari 2013. (bukti P-5)

4) LPE (Laporan Pemeriksaan Ekspor) No: 14-13-014098 tanggal 22 Februari 2013. (bukti P-6)

5) BCLKT-01 (laporan ekspor PIB fasilitas Kite) Nomor Aju: 000000-000655-20130920-000061 tanggal 20 September 2013. (bukti P-7)

c. Bahwa berdasarkan uraian dan bukti-bukti diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi keterlambatan ekspor apalagi penyelundupan barang atau dengan kata lain, ekspor telah direalisir sebagaimana mestinya sesuai jangka waktu 12

(5)

bulan yang dipersyaratkan. Oleh karena itu tidak terjadi perbuatan yang merugikan keuangan negara / bea masuk, yang terjadi hanyalah keterlambatan dalam menyampaikan Laporan ekspor (BCLKT-01) karena melebihi jangka waktu 12 bulan menjadi 17 bulan. Sehingga dengan demikian yang menjadi pokok sengketa adalah Pemohon Banding tidak menyerahkan Laporan Ekspor (BCLKT-01) tepat waktu dalam tenggang waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dipersyaratkan. Hal ini merupakan pelanggaran administrasi yang tidak bersifat serius karena bukan penyelundupan atau penyalahgunaan barang impor yang mengakibatkan kerugian keuangan negara / pelarian bea masuk.

C. Menurut Majelis

1. Karakteristik Fasilitas KITE

bahwa barang yang diimpor dengan menggunakan fasilitas KITE, dimana sebelumnya perusahaan pengimpor sudah mendapatkan NIPER dan Surat Keputusan tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai, serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, diberitahukan dengan PIB dan diserahkan jaminan sejumlah Bea Masuk, Cukai, PPN dan PPnBM yang terhutang serta PPh Pasal 22 dilunasi.

bahwa tatakerja pengeluaran barang impor fasilitas KITE dari Kawasan Pabean dilaksanakan sesuai dengan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor Untuk Dipakai, sehingga dengan demikian pada saat barang impor keluar dari Kawasan Pabean sudah langsung masuk ke peredaran bebas.

bahwa penegasan atas barang impor fasilitas KITE diberlakukan ketentuan umum di bidang impor diatur dalam Pasal 8 dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.04/2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, yang menyatakan:

“Atas Impor Bahan Baku yang telah diberikan Pembebasan berdasarkan keputusan mengenai Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor.”

bahwa konsekuensi dari masuknya barang ke peredaran bebas maka pengawasan terhadap barang sudah tidak dapat dilakukan secara fisik, justru harus mengedepankan proses dan tertib administrasi yang didalam peraturan Terbanding disebutkan dilakukan dengan cara: a. proses data elektronik, b. data perusahaan dan c. pengawasan fisik barang dan/atau audit.

bahwa realisasi ekspor harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dan telah diberikan pengecualian oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan;

bahwa berbeda halnya dengan Kawasan Berikat, dimana bangunan dan area tempat berdirinya sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan ditetapkan sebagai Kawasan Pabean, pengawasannya mengutamakan pengawasan secara fisik, tidak ada kewajiban untuk menyerahkan jaminan dan jangka waktu realisasi ekspor tidak ditetapkan.

bahwa pelaksanaan ekspor atas barang impor fasilitas KITE - setelah melalui proses produksi - diwajibkan mengajukan PEB dan dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Terbanding.

bahwa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali perusahaan pengguna fasilitas KITE wajib menyampaikan laporan pelaksanaan ekspor (LE) ke Kantor Wilayah dengan mempergunakan formulir Laporan Penggunaan Barang dan/atau bahan Asal Impor yang Mendapat Pembebasan BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM tidak Dipungut (BCL.KT01) dan apabila laporan tersebut disetujui maka ketentuan persyaratan penyelesaian fasilitas KITE sudah terpenuhi dan jaminan dikembalikan.

2. Bukti-Bukti Yang Diajukan Oleh Pemohon Banding

a. Copy PIB Nomor Aju Nomor: 000000-000760-20120507-000837, Nopen 194384 tanggal 15 Mei 2012, Uraian jenis barang: 378 Jenis Barang, Bruto:

(6)

2452 kg, bea masuk dibebaskan: Rp. 27.456.000,00 dengan dasar pembebasan (kolom 19) Surat Keputusan Nomor 000584/WBC.07/2011 tanggal 21 Desember 2011;

b. Copy PEB Nomor Aju 000000-000114-20130128-000202, Nopen 058303 tanggal 29 Januari 2013, Uraian jenis barang: 360 Units Honda Freed S2 AT Model GB384CEX Displacement: 1.497 CC/AT dan 300 Units Honda Freed E AT Without Audio Model GB387CEN Displacement: 1.497 CC/AT;

c. Laporan Pemeriksaan Ekspor (LPE) Nomor 14-13-014098 tanggal 22 Februari 2013, tanggal pemeriksaan: 30 Januari 2013, Lokasi Pemeriksaan: Jl. Gaya Motor I Sunter II Jakarta Utara, uraian barang: 360 Units Honda Freed S2 AT Model GB384CEX Displacement: 1.497 CC/AT dan 300 Units Honda Freed E AT Without Audio Model GB387CEN Displacement: 1.497 CC/AT;

d. Nota Pelayanan Ekspor Nomor 000908/KPU.01/BD.0502/2013 tanggal 31 Januari 2013, Sarana Pengangkut: PEGASUS ACE, Tanggal Perkiraan Ekspor: 05-02-2013, Catatan Pemasukan Barang Ekspor Kekawasan Pabean: 04-02;

3. Hasil Pemeriksaan Di Dalam Persidangan

a. PEB Yang Diserahkan Pada Waktu Keberatan dan Banding

bahwa berdasarkan pertanyaan Majelis kepada Pemohon Banding mengenai Nomor PEB yang diserahkan pada waktu keberatan dan banding, oleh Pemohon Banding dijelaskan sebagai berikut:

ü Pada saat keberatan tidak menyerahkan PEB yang 6 (enam) ini, karena waktunya tidak mungkin berdasarkan tanggal ekspornya per tanggal 1 Mei 2012 (PEB 256907 tanggal 1 Mei 2012);

ü Terhadap barang impor yang 15 PIB fasilitas KITE, yang digunakan untuk ekspor hanya 1 (satu) PEB yaitu PEB Nomor 058303 tanggal 29 Januari 2013.

ü Penyebutan Nomor PEB 688580 tanggal 20 November 2012 pada persidangan sebelumnya adalah keliru, seharusnya PEB Nomor 058303 tanggal 29 Januari 2013;

ü Tidak melaporkan PEB Nomor 058303 tanggal 29 Januari 2013 merupakan kelalaian Pemohon Banding;

bahwa berdasarkan pertanyaan Majelis kepada Terbanding mengenai Nomor PEB yang diserahkan pada waktu keberatan dan banding, oleh Terbanding dijelaskan sebagai berikut:

ü Pada saat keberatan ada sebanyak 6 PEB yang diserahkan, yaitu PEB nomor-nomor:

- 256907 tanggal 1 Mei 2012; - 511234 tanggal 29 Agustus 2012; - 481013 tanggal 7 Agustus 2012; - 463016 tanggal 31 Juli 2012;

- 481064 tanggal 7 Agustus 2012; dan - 511233 tanggal 29 Agustus 2012.

ü Setelah dicek ternyata ada 3 (tiga) yang sudah digunakan sebagai pemenuhan fasilitas pengembalian yakni PEB No. 256907, 481064, dan 511233 dan 3 (tiga) PEB lainnya tidak ditemukan, baik pada BCL.KT 01 maupun BCL.KT 02;

ü Pada sidang sebelumnya secara jelas dan tegas Pemohon Banding menyatakan bahwa terhadap PIB-PIB ini telah dipertanggungjawabkan dengan PEB Nomor 688580 tanggal 20 November 2012 - hanya satu PEB - dan setelah diperiksa ternyata sama sekali bukan fasilitas pembebasan, murni pengembalian;

ü PEB 058303 tanggal 29 Januari 2013 tidak terdaftar di dalam fasilitas pembebasan dan pengembalian, belum dilaporkan, tidak ada di register BCL.KT 01 dan BCL.KT 02;

b. Penyerahan Laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01)

bahwa berdasarkan pertanyaan Majelis kepada Pemohon Banding mengenai Laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01), oleh Pemohon Banding dijelaskan

(7)

sebagai berikut:

ü BCL.KT 01 dicetak tanggal 20 September 2013 sedangkan ekspornya Januari 2013;

ü BCL.KT 01 diserahkan kepada Terbanding setelah SPP terbit, tidak diterima Terbanding karena sudah dicairkan jaminannya, dan disuruh keberatan saja;

ü BCL.KT 01 diajukan lagi pada waktu keberatan;

bahwa berdasarkan pertanyaan Majelis kepada Terbanding mengenai Laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 01), oleh Terbanding dijelaskan sebagai berikut:

ü Prosedur penyerahan BCL.KT 01 dilakukan secara langsung dengan flashdisk dan dokumen kelengkapannya, hard copy dan soft copy;

ü Penerimaan berkas BCL.KT 01 ada tanda terimanya dan jika di-reject-pun tetap ada tanda terimanya;

ü BCL.KT 01 untuk PIB Nomor 194384 tanggal 15 Mei 2012 tidak pernah diterima sampai jatuh tempo fasilitas;

c. Keterkaitan antara PIB Nomor 194384 tanggal 15 Mei 2012 dengan PEB Nomor 058303 tanggal 29 Januari 2013

bahwa Majelis telah meminta kepada Pemohon Banding untuk membuktikan kalau barang benar-benar sudah diekspor dan menjelaskan hubungan antara PIB dan PEB dengan menggunakan alur proses produksi di perusahaan, namun oleh Pemohon Banding tidak dapat dipenuhi.

4. Ketentuan Perundang-Undangan Yang Berlaku

bahwa Pasal 26 ayat (1) huruf k. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan:

“Pasal 26

(1) Pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor:

k. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor;”

bahwa pembebasan bea masuk atas barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, bukanlah merupakan pembebasan absolut atau pembebasan mutlak, melainkan pembebasan relatif atau pembebasan bersyarat, yang artinya pembebasan dimaksud baru dapat diberikan apabila persyaratan yang telah ditentukan dipenuhi; bahwa Pasal 26 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 memberikan pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, apabila persyaratan yang telah ditentukan telah dipenuhi, namun persyaratan dimaksud tidak diatur lebih lanjut di dalam undang-undang;

bahwa Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan:

“ (3) Ketentuan mengenai pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri;”

bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 telah memberikan wewenang atributif kepada Menteri untuk menerbitkan peraturan menteri yang mengatur ketentuan atau persyaratan pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor;

bahwa dengan demikian ketentuan atau persyaratan pemberian pembebasan bea masuk atas barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana

(8)

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri;

bahwa Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, menyatakan:

“(4) Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar;”

bahwa berdasarkan uraian di atas, Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 dapat diartikan menjadi: “Orang yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri, wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar;”

bahwa Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 254/PMK.04/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, merupakan pelaksanaan dari Pasal 26 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 17 Tahun 2006;

bahwa Peraturan Menteri Keuangan tersebut menyatakan: · Pasal 6 ayat (5):

Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai Pembebasan yang menetapkan rincian jenis dan jumlah Bahan Baku yang diberikan Pembebasan, periode Pembebasan, pelabuhan tempat pembongkaran, dan jangka waktu berlakunya keputusan mengenai Pembebasan tersebut.

· Pasal 7 ayat (1):

Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan untuk melaksanakan realisasi ekspor;

· Pasal 7 ayat (2):

Periode Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:

a. paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor; atau

b. melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan atas Bahan Baku yang mendapat fasilitas pembebasan yang diimpor setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU.

· Pasal 15:

Semua Hasil Produksi yang berasal dari Bahan Baku yang mendapatkan fasilitas Pembebasan, wajib diekspor oleh Perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.

· Pasal 17 ayat (1):

Perusahaan wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan menyerahkan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU secara berkala paling lama 6 (enam) bulan sekali selama dalam periode pembebasan;

· Pasal 17 ayat (12):

Dalam hal laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diserahkan dalam jangka waktu periode Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud ayat (1) ditolak, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. jaminan dicairkan sebesar bea masuk atas Bahan yang belum dipertanggungjawabkan atau yang ditolak pertanggungjawabannya; dan b. Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan

(9)

· Pasal 23:

Perusahaan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% (seratus persen) dan paling banyak 500% (lima ratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar, dalam hal perusahaan:

e. sampai dengan batas Periode Pembebasan, laporan pertanggungjawaban Ekspor tidak disampaikan atau ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (12).

bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dalam persidangan, Pemohon Banding menyatakan telah mengekspor barang jadi berupa 360 Units Honda Freed S2 AT Model GB384CEX Displacement: 1.497 CC/AT dan 300 Units Honda Freed E AT Without Audio Model GB387CEN Displacement: 1.497 CC/AT yang berasal dari: antara lain bahan baku impor dengan mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, masih dalam jangka waktu 12 bulan dihitung dari tanggal pendaftaran PIB nomor 194384 tanggal 15 Mei 2012, dengan PEB nomor 058303 tanggal 29 Januari 2013; bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis dalam persidangan, Pemohon Banding tidak pernah menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban Ekspor Model BCL.KT-01 atas PIB Nomor 194384 tanggal 15 Mei 2BCL.KT-012 sampai dengan batas periode pembebasan - selama 12 bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor - berakhir;

bahwa di dalam persidangan Pemohon Banding tidak dapat membuktikan bahwa barang yang diimpor tersebut telah diproduksi dan diekspor kembali baik secara laporan produksi maupun secara akuntansi;

bahwa Pasal 27 huruf e. Angka 1. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 254/PMK.04/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, menyatakan bahwa badan usaha wajib menyelesaikan pertanggungjawaban paling lama pada tanggal 31 Maret 2013 terhadap fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor yang diterimanya berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003.

Menimbang

:

bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkeyakinan untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding dan menetapkan atas 378 jenis barang berupaComponent/Sub Component For Honda Freed SZYCKG6 AT 1497 CCyang diimpor dan diberitahukan dengan PIB Nomor 194384 tanggal 15 Mei 2012 wajib dilunasi bea masuknya dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 500% dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

Memperhatikan : Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding, Surat Bantahan Pemohon Banding, pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan serta kesimpulan tersebut di atas.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,

2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006.

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009.

(10)

Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-87/BC.8/2013 tanggal 13 September 2013 tentang Penetapan Atas Keberatan Terhadap Penetapan Yang Dilakukan Oleh Pejabat Bea dan Cukai Dalam SPP Nomor: SPP-000321/WBC.07/2013 tanggal 5 Juni 2013 dan menetapkan atas 378 jenis barang berupa Component/Sub Component For Honda Freed SZYCKG6 AT 1497 CC yang diimpor dan diberitahukan dengan PIB Nomor 194384 tanggal 15 Mei 2012 wajib dilunasi bea masuknya dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 500% dari bea masuk yang seharusnya dibayar.

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan yang dicukupkan pada hari Rabu, tanggal 10 Desember 2014 oleh Majelis XVIIA Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

Drs. Sumardjana, M.M. sebagai Hakim Ketua, Karlan Sjaibun Lubis, S.Sos. sebagai Hakim Anggota, Bambang Sriwijatno, S.H., M.M. sebagai Hakim Anggota, R. Aryo Hatmoko, S.IP. sebagai Panitera Pengganti. dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 8 April 2015, dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, namun tidak dihadiri oleh Pemohon Banding maupun oleh Terbanding.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa karena tidak ada bukti pendukung yang dapat meyakinkan Majelis mengenai kebenaran jumlah Peredaran Usaha Tahun Pajak 2007 yang telah dilaporkan Pemohon Banding pada SPT

bahwa koreksi persediaan awal barang dagangan sebesar Rp 191.580.620,00 berdasarkan penghitungan dari kartu stock Pemohon Banding yang menurut Pemohon Banding adalah barang milik

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.36702/PP/M.I/16/2012 tanggal

bahwa dari hasil pemeriksaan Majelis atas data yang ada di dalam berkas banding diperoleh petunjuk bahwa penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat

Tanggal pembelian pada buku pembelian yaitu tanggal 8 Juni 2012 adalah tidak sesuai dengan fakta importasi dimana telah terjadi transaksi jual beli berdasarkan invoice

Bahwa pada surat tanggapan butir 8 dinyatakan "Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan mempertimbangkan data yang obyektif dan terukur (harga pasar) untuk

bahwa dari hasil pemeriksaan Majelis atas data yang ada di dalam berkas banding diperoleh petunjuk bahwa penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen pada

Menurut Majelis : bahwa koreksi penjualan lokal adalah berdasarkan penghitungan kembali atas harga jual per quantity sesuai dengan Meeting of Memorandum antara Pemohon Banding dengan