• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Gigi dan Mulut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Gigi dan Mulut"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH MAKALAH

KASUS

KASUS

L

L OG

OG BOOK 

BOOK 

PENDIDIKAN KLINIK 

PENDIDIKAN KLINIK 

ILMU PENYAKIT GIGI & MULUT

ILMU PENYAKIT GIGI & MULUT

Disusun Oleh: Disusun Oleh:

Elanda Rahmat Arifyanto Elanda Rahmat Arifyanto

G99122038 G99122038

Pembimbing: Pembimbing:

Dr. Risya Cilmiaty, drg., M.Si, SpKG Dr. Risya Cilmiaty, drg., M.Si, SpKG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

MOEWARDI

SURAKARTA

SURAKARTA

2013

(2)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

I.

I. KELAINAN GENETIK DAN KONGENITALKELAINAN GENETIK DAN KONGENITAL 1.

1. Anodontia Anodontia ... .. 44 2.

2. Impacted Teeth Impacted Teeth ... ... 66 3.

3. Malocclussion Malocclussion ... 11... 11 4.

4. Micrognatia dan Macrognatia Micrognatia dan Macrognatia ... 16... 16 5.

5. Labial dan Palate Cleft Labial dan Palate Cleft ... .... 1818 II.

II. FOKUS INFEKSIFOKUS INFEKSI 6. 6. Debris Debris ... ... 2424 7. 7. Calculus Calculus ... ... 2727 8. 8. Plaque Plaque ... ... 3030 9.

9. Dental Decay Dental Decay ... ... 3737 10. 10. Pulpitis Pulpitis ... ... 4343 11. 11. Periodontitis Periodontitis ... 46... 46 12. 12. Gingivitis Gingivitis ... .. 5050 13. 13. Candidiasis Candidiasis ... .. 5353 14.

14. Mouth Ulcer Mouth Ulcer ... 61... 61 15.

15. Glossitis Glossitis ... ... 6666 III.

III. KEGANASANKEGANASAN 16.

16. Noncancerous Growth  Noncancerous Growth ... .... 7272 17.

17. Leukoplakia Leukoplakia ... ... 7474 18.

18. Oral Squamous Cell Carcinoma Oral Squamous Cell Carcinoma ... ... 8181 IV.

IV. SISTEM KEKEBALAN RONGGA MULUTSISTEM KEKEBALAN RONGGA MULUT 19.

(3)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

I.

I. KELAINAN GENETIK DAN KONGENITALKELAINAN GENETIK DAN KONGENITAL 1.

1. Anodontia Anodontia ... .. 44 2.

2. Impacted Teeth Impacted Teeth ... ... 66 3.

3. Malocclussion Malocclussion ... 11... 11 4.

4. Micrognatia dan Macrognatia Micrognatia dan Macrognatia ... 16... 16 5.

5. Labial dan Palate Cleft Labial dan Palate Cleft ... .... 1818 II.

II. FOKUS INFEKSIFOKUS INFEKSI 6. 6. Debris Debris ... ... 2424 7. 7. Calculus Calculus ... ... 2727 8. 8. Plaque Plaque ... ... 3030 9.

9. Dental Decay Dental Decay ... ... 3737 10. 10. Pulpitis Pulpitis ... ... 4343 11. 11. Periodontitis Periodontitis ... 46... 46 12. 12. Gingivitis Gingivitis ... .. 5050 13. 13. Candidiasis Candidiasis ... .. 5353 14.

14. Mouth Ulcer Mouth Ulcer ... 61... 61 15.

15. Glossitis Glossitis ... ... 6666 III.

III. KEGANASANKEGANASAN 16.

16. Noncancerous Growth  Noncancerous Growth ... .... 7272 17.

17. Leukoplakia Leukoplakia ... ... 7474 18.

18. Oral Squamous Cell Carcinoma Oral Squamous Cell Carcinoma ... ... 8181 IV.

IV. SISTEM KEKEBALAN RONGGA MULUTSISTEM KEKEBALAN RONGGA MULUT 19.

(4)

KELAINAN GENETIK DAN KONGENITAL KELAINAN GENETIK DAN KONGENITAL

1.

1. ANODONTIAANODONTIA a.

a. DefinisiDefinisi

Anodontia atau anodontia vera (

Anodontia atau anodontia vera (complete anodontiacomplete anodontia) merupakan) merupakan kelainan yang secara umum digambarkan dengan keadaan tidak  kelainan yang secara umum digambarkan dengan keadaan tidak  tumbuhnya semua gigi, dan sangat jarang terjadi dalam bentuk kelainan tumbuhnya semua gigi, dan sangat jarang terjadi dalam bentuk kelainan tunggal tanpa abnormalitas lain. Kelainan lain yang jarang terjadi namun tunggal tanpa abnormalitas lain. Kelainan lain yang jarang terjadi namun lebih umum daripada anodontia vera adalah anodontia parsial yang terdiri lebih umum daripada anodontia vera adalah anodontia parsial yang terdiri dari hipodontia dan oligodontia. Kondisi ini dapat melibatkan gigi sulung dari hipodontia dan oligodontia. Kondisi ini dapat melibatkan gigi sulung dan gigi permanen, namun kebanyakan kasus hanya terjadi pada gigi dan gigi permanen, namun kebanyakan kasus hanya terjadi pada gigi  permanen. Fenomena

 permanen. Fenomena ini sini sering dikaitkan ering dikaitkan dengan sindroma dengan sindroma non-progresif non-progresif  kulit dan saraf yang disebut

kulit dan saraf yang disebut ectodermal dysplasiaectodermal dysplasia. Anodontia, khususnya,. Anodontia, khususnya, sering menjadi bagian dari gejala sindroma tersebut dan jarang terjadi sering menjadi bagian dari gejala sindroma tersebut dan jarang terjadi sebagai satu kondisi tunggal

sebagai satu kondisi tunggal 11.. b. b. GambarGambar A A BB C C DD Gambar 1.1.

(5)

D: Radiografik panoramic anondotia. c. Etiologi

Penyebab anodontia, baik  complete maupun  partial anodontia, secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan genetik. Kegagalan proliferasi sel basal gigi dari lamina dental dapat disebabkan oleh infeksi (misal: rubella, osteomielitis), trauma, obat-obatan (misal: thalidomide), kemoterapi atau radioterapi. Mutasi beberapa gen, seperti Msx1 atau Pax9 diketahui menyebabkan tidak tumbuhnya gigi permanen. Anodontia sering terlihat sebagai bagian gejala dari sebuah sindroma, terutama yang melibatkan anomali ektodermal (seperti sindroma ectodermal dysplasia). Agenesis gigi kemungkinan disebabkan oleh defek beberapa gen, yang secara sendiri-sendiri atau bersamaan menyebabkan munculnya gejala 2.

d. Patogenesis

Gigi berasal dari dua jaringan embrional yaitu ektoderm, yang membentuk enamel, dan mesoderm yang membentuk dentin, sementum,  pulpa, dan juga jaringan-jaringan penunjang. Perkembangan gigi geligi  pada masa embrional dimulai pada minggu ke-6 intrauterin ditandai dengan proliferasi epitel oral yang berasal dari jaringan ektodermal membentuk lembaran epitel yang disebut dengan primary epithelial band.  Primary epithelial band yang sudah terbentuk ini selanjutnya mengalami invaginasi ke dasar jaringan mesenkimal membentuk 2 pita pada masing-masing rahang yaitu pita vestibulum yang berkembang menjadi segmen  bukal yang merupakan bakal pipi dan bibir dan pita lamina dentis yang akan berperan dalam pembentukan benih gigi. Pertumbuhan dan  perkembangan gigi dibagi dalam 3 tahap, yaitu perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi lagi menjadi inisiasi,  proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi. Penderita

anodontia, hypodontia, dan oligodontia mengalami halangan pada proses  pembentukan benih gigi dari epitel mulut, yakni pada tahap inisiasi 3.

(6)

e. Klasifikasi3

1) Anodontia adalah kelainan kongenital dimana semua gigi tidak  tumbuh disebabkan tidak terdapatnya folikel gigi. Anodontia dibagi menjadi:

a) Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada gigi susu maupun gigi tetap.

 b) Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi  pada gigi permanen daripada gigi susu.

2) Hipodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk   berjumlah antara 1-6 gigi. Pada hipodontia, gigi-gigi yang paling

sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua rahang bawah, insisif  dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas.

3) Oligodontia adalah keadaan dimana benih gigi yang tidak terbentuk   berjumlah lebih dari 6 gigi.

f. Diagnosis

Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk memastikan memang semua benih gigi benar-benar  tidak terbentuk. Pada kasus hypodontia, pemeriksaan radiografik   panoramik berguna untuk melihat benih gigi mana saja yang tidak 

terbentuk 3. g. Terapi

Terapi yang diberikan oleh dokter gigi adalah pembuatan dan  pemasangan gigi prostetik 3.

(7)

2. IMPACTED TEETH a. Definisi

Pengertian impacted teeth atau gigi impaksi telah banyak  didefinisikan oleh para ahli. Menurut Grace, gigi impaksi adalah gigi yang mempunyai waktu erupsi yang terlambat dan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk erupsi secara klinis dan radiografis. Menurut Londhe, gigi impaksi adalah keadaan dimana terhambatnya erupsi gigi yang disebabkan karena terhambatnya jalan erupsi gigi atau posisi ektopik dari gigi tersebut. Menurut Sid Kirchheimer, gigi impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh tulang,  jaringan lunak atau kedua-duanya4.

b. Gambar

Gambar 2.1. Impacted teeth c. Etiologi

Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger,  penyebab gigi terpendam antara lain sebagai berikut5:

1) Kausa Lokal

Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah:

a) Posisi gigi yang abnormal

 b) Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut c) Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut d) Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi e) Persistensi gigi desidui (tidak mau tanggal)

(8)

f) Pencabutan prematur pada gigi

g) Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi h) Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi

atau abses

i) Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem  pada anak-anak.

2) Kausa Umur 

Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada kausa lokal antara lain:

a) Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan ―miscegenation‖.

 b) Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemi,  syphilis congenital , TBC, gangguan kelenjar endokrin, dan malnutrisi.

c) Kelainan Pertumbuhan, yaitu Cleidocranial  dysostosis, oxycephali, progeria,achondroplasia, celah langit-langit.

d. Klasifikasi

Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar  ketiga terhadap gigimolar kedua. Posisi-posisi tersebut meliputi :

1) Vertical 2) Horizontal 3) Inverted

4) Mesioangular (miring ke mesial) 5) Distoangular (miring ke distal) 6) Bukoangular (miring ke bukal) 7) Linguoangular (miring ke lingual)

8) Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual  position

(9)

Gambar 2.2. A: Vertical Impaction, B:Soft Tissue Vertical Impaction, C:  Bony Vertical Impaction.

D E F

Gambar 2.3. D: Distal Impaction(distoangular), E: Mesial Impaction (mesioangular), F:  Horizontal Impaction.

Sedangkan Pell dan Gregory menggolongkan impaksi molar bagian mandibula menjadi 3 tipe:

1. Tipe A: berkaitan dengan hubungan gigi dengan ramus dan molar kedua. a. Kelas I: cukup ruang untuk tumbuhnya gigi molar ketiga.

 b. Kelas II: ruang untuk tumbuhnya molar ketiga kurang dari diameter  mesiodistal gigi.

c. Kelas III: seluruh atau sebagian besar gigi yang impaksi tertanam di rahang; tidak ada tempat untuk tumbuh gigi molar tiga.

2. Tipe B: berkaitan dengan kedalaman molar ketiga dalam tulang rahang. a. Posisi A: tinggi gigi impaksi sejajar dengan dataran oklusal gigi

molar dua.

 b. Posisi B: tinggi gigi impaksi diantara dataran oklusal dan leher gigi molar dua.

c. Posisi C: tinggi gigi dibawah leher gigi molar dua.

3. Tipe C: berkaitan dengan posisi aksis panjang gigi impaksi terhadap molar kedua seperti klasifikasi yang dikemukakan George Winter.

(10)

Gambar 2.4. Klasifikasi impaksi gigi menurut Pell dan Gregory e. Diagnosis

Pada pemeriksaan ekstra oral yang menjadi perhatian adalah adanya pembengkakan, pembesaran limfenode (KGB), dan parastesi. Sedangkan pada pemeriksaan intra oral yang menjadi perhatian adalah keadaan gigi erupsi atau tidak; karies, perikoronitis; adanya parastesi; warna mukosa bukal, labial dan gingival; adanya abses gingival; posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga; ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula).

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan radiografik. Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain6:

(11)

1) Periapikal, tomografi panoramik (atau oblique lateral ) dan CT scan untuk gigi molar tiga rahang bawah.

2) Tomografi panoramik (atau oblique lateral , atau periapikal yang adekuat) untuk gigi molar tiga rahang atas.

3)  Parallax  film (dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal) untuk gigi kaninus rahang atas.

f. Gambar

Gambar 2.5. Radiografik panoramik impaksi gigi

g. Terapi

Secara umum sebaiknya gigi impaksi dicabut baik itu untuk gigi molar tiga, caninus, premolar, incisivus. Pencabutan gigi yang impaksi dengan pembedahan disebut odontektomi. Indikasi pencabutan gigi impaksi antara lain untuk mencegah terjadinya patologi yang berasal dari folikel atau infeksi, mencegah perluasan kerusakan oleh gigi impaksi, usia muda, adanya penyimpangan panjang lengkung rahang dan membantu mempertahankan stabilisasi hasil perawatan ortodonsi, dan untuk kepentingan prostetik dan restoratif 7.

Kontraindikasi pencabutan gigi impaksi pasien dengan usia sangat ekstrim,telalu muda atau lansia; compromised medical status; kerusakan yang luas dan berdekatan dengan struktur yang lain; pasien tidak menghendaki giginya dicabut; apabila tulang yang menutupi gigi yang impaksi sangat termineralisasi dan padat; apabila kemampuan

(12)

 pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu 7.

3. MALOCCLUSSION a. Definisi

 Malocclussion (maloklusi) adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika gigi-geligi atas dan bawah saling  bertemu ketika menggigit atau mengunyah. Maloklusi dapat berupa kondisi ―bad bite‖ atau sebagai kontak gigitan menyilang (crossbite), kontak gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed ), adanya ruamg kosong antargigi ( spacing ) posisi gigi maju ke depan ( protusi)8.

b. Gambar

A B

C D E

Gambar 3.1.A: Crossbite, B:Overbite, C:Crowded , D: Spacing , E: Prostusi.

(13)

c. Etiologi

Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk  faktor luar yaitu herediter, kelainan kongenital, perkembangan atau  pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan posnatal, malnutrisi, kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis,  penyakit-penyakit infeksi 8.

Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui, persistensi gigi desidui, jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi 8.

d. Klasifikasi

Menurut Angle, maloklusi digolongkan dalam 3 jenis, yaitu 9:

1) Maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan.

2) Maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan rahang.

3) Maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul gangguan saat dipakai untuk mengunyah.

Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi ke dalam 3 kelas, antara lain:

1) Kelas I Angle

a) Tonjol Mesiobukal M1 atas beroklusi dengan cekung bukal M1  bawah

 b)  Neutroklusi 2) Kelas II Angle

(14)

a) Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih kemesial dari posisi kelas 1

 b) Telah melewati puncak tonjol mesiobukal M1 bawah c) Gigi M1 bawah lebih ke distal: Distoklusi

d) Dibagi dalam 2 divisi, yaitu :

Tabel 3.1 Pembagian Divisi Kelas II Angle

3) Kelas III Angle

a) Tonjol mesiobukal M1 atas berada lebih Ke distal dari posisi klas 1

 b) Telah melewati puncak tonjol distobukal M1 bawah c) Gigi M1 bawah lebih ke mesial: Mesioklusi

(15)

Gambar 3.2. Klasifikasi Maloklusi menurut Angel 10 e. Diagnosis

Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu: kelengkungan gigi yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil, kesulitan atau merasa tidak nyaman ketika menggigit dan mengunyah makanan, susah berbicara/ pengucapan yang ganjil, dan bernafas lewat mulut karena bibir yang sulit menutup 9.

Biasanya kelainan oklusi ditemukan saat pemeriksaan rutin gigi. Dokter gigi akan mengecek seberapa keadaan oklusi dari gigi atas dan  bawah. Bila ditemukan kelainan, akan dirujuk kepada ahli orthodonti untuk mendiagnosis dan menatalaksana. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah radiografik gigi, kepala, dan wajah 9.

f. Terapi

Alat cekat gigi, lazim disebut kawat gigi, dapat digunakan untuk  mengoreksi posisi gigi. Jangka waktu penggunaan alat cekat bervariasi, dari 6 bulan sampai 2 tahun, tergantung pada keparahan kasus. Pembedahan dilakukan pada kasus yang jarang, terutama untuk  memperbaiki posisi rahang, proses ini disebut bedah orthognatik 11.

Penting untuk menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut setiap hari serta kontrol rutin ke dokter gigi. Plaque dapat terakumulasi pada alat cekat sehingga meninggalkan tanda permanen di gigi dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan gigi bila tidak ditangani. Setelah posisi gigi terkoreksi, alat cekat digantikan retainer untuk mempertahankan  posisi gigi yang baru 11.

(16)

Band: cincin logam kecil yang ditempatkan di gigi untuk mencengkeram kawat gigi.

Buccal tube: logam kecil yang dilas pada facies  bucal molar. Buccal tube terdiri kawat melengkung (archwires), lip bumper,  facebows, dan alat-alat lain untuk menggerakkan gigi.

Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan alat cekat adalah kerusakan gigi, ketidaknyamanan saat perawatan, iritasi mulut dan gusi karena alat cekat, dan susah menelan atau berbicara selama penggunaan

alat cekat11.

Bracket: dibuat dari logam atau porselen yang ditempelkan pada gigi untuk mengencangkan kawat gigi (arch wires).

Ligating module: karet plastik kecil berbentuk lingkaran untuk  mencengkeram kawat di braket gigi.

Niti spring: kumparan pegas nitinol digunakan untuk mengoreksi masalah tulang rahang pasien (untuk menambah panjang rahang pasien yang masih berusia muda).

Arch Wire: kawat logam yang menempel pada braket untuk  menggerakkan gigi 11.

(17)

4. MICROGNATIA DAN MACROGNATIA a. Definisi

Micrognatia merupakan istilah untuk menyebut rahang yang lebih kecil dari ukuran normal. Dalam kasus ini baik maksila maupun mandibula dapat terkena. Biasanya ditemukan bersamaan dengan microglossi (lidah kecil). Jika micrognathia, microglossi dan celah pada  pallatum molle terjadi bersamaan disebut Sindroma Pierre Robin. Secara garis besar, micrognathia dibagi menjadi: (1) Apparent micrognathia; (2) True micrognathia12.

Istilah macrognatia mengarah pada kondisi di mana ukuran rahang lebih dari normal. Macrognathia juga disebut dengan megagnitia. Macrognathia mengalami gambaran klinis yaitu dagu berkembang lebih  besar. Sebagian besar macrognatia tidak menyebabkan terjadinya

maloklusi12. b. Klasifikasi

Micronagthia dibagi menjadi 2, yaitu 12 :

1. Micronagthia sejati (true micrognathia), adalah keadaan di mana rahang cukup kecil yang terjadi akibat hipoplasia rahang.

2. Micronagthia palsu (apparent micrognathia), adalah keadaan jika terlihat salah satu posisi rahang terletak lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula.

c. Gambar

A B

(18)

d. Etiologi

Penyebab micronagtia dapat terjadi secara kongenital dan acquired . Micronagtia kongenital berhubungan dengan kelainan kromosom, obat teratogenik dan  genetic  syndrome antara lain  Pierre  Robin syndrome, Hallerman-Streiff syndrome, trisomy 13, trisomy 18,  progeria, Teacher-Collins syndrome, Turner syndrome, Smith-Lemli-Opitz syndrome, Russel-Silver syndrome, Seckel syndrome, Cri du cat   syndrome, dan  Marfan syndrome. Micrognatia acquired  disebabkan

trauma atau infeksi yang menimbulkan gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderita ankilosis yang terjadi pada anak-anak 13.

Etiologi macronagtia berhubungan dengan perkembangan  protuberentia yang berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula  bersifat dapatan melalui penyakit. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macronagtia adalah Gigantisme  pituitary, paget’s disease, dan akromegali13.

e. Diagnosis

Biasanya penderita micronagtia dan macronagtia mengalami masalah estetika, oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi 14. f. Terapi

Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthognathic untuk  memperluas atau mengecilkan maksila dan mandibula. Perawatan jika micrognatia mengganggu penderita saat makan, penderita dapat menggunakan teknik makan dan peralatan khusus. Penderita dapat mempelajari teknik-teknik tersebut melalui program khusus yang tersedia di kebanyakan rumah sakit 14.

(19)

5. LABIAL DAN PALATE CLEFT a. Definisi

Bibir sumbing (labial cleft ) adalah kelainan berupa celah pada  bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada  bagian langit-langit rongga mulut ( palate), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Sekitar 98,8% dari  facial cleft  didominasi oleh labial cleft  dengan atau tanpa  palatecleft , bilateral maupun unilateral. Sekitar 50-70% kasus labial dan palatal cleft  berdiri sendiri tanpa ada sindrom penyerta 15.

Gambar 5.1. Labial dan palatal cleft dibandingkan dengan kondisi normal.

b. Etiologi

Secara garis besar, penyebab labial  dan  palatal cleft  dibagi menjadi dua, genetik dan lingkungan. Resiko seorang anak terkena labial  dan palatal cleft sekitar 4% jika salah satu orang tua atau salah satu saudara juga menderita labial  dan  palatal cleft . Namun resiko ini meningkat menjadi 17% apabila keduanya (salah satu orang tua d an salah

(20)

satu saudara) terkena. Peningkatan risiko tersebut mengindikasikan adanya faktor genetik sebagai salah satu komponen etiologi 16.

Faktor lingkungan di dalam kandungan juga berperan penting  pada kejadian labial dan palatal cleft. Defisiensi suplemen gizi maupun  paparan zat teratogenik dapat meningkatkan kejadian labial dan palatal 

cleft. Suplementasi gizi dengan vitamin B6 dan asam folat selama trimester pertama kehamilan terbukti menurunkan resiko terjadinya rekurensi pada wanita yang sebelumnya melahirkan anak dengan labial  dan  palatal cleft. Teratogen yang dihubungkan dengan kejadian ini termasuk kortison, antikonvulsan seperti fenitoin, salisilat, aminopterin, organik solvents, alkohol, merokok, diabetes melitus maternal, rubela, dan usia dari orang tua. Merokok selama kehamilan merupakan faktor  resiko yang paling jelas pada kejadian labial dan palatal cleft . Merokok  dapat menyebabkan polimorfisme gen TGF-alfa yang kemudian dapat meningkatkan resiko kejadian palatal cleft . Secara statistik, ditemukan  peningkatan signifikan dari laktat dehidrogenase dan kreatin fosfokinase  pada cairan amnion fetus dengan labial/palatal cleft 16.

c. Diagnosis

Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Bayi dengan cleft  lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter  spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus cleft   palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft   bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft  yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak  dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi  bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk 

(21)

Anak dengan cleft  kadang memiliki gangguan dalam  pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft  dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau  bahkan kehilangan pendengaran sementara. Biasanya cleft  palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunannya dapat menjadi berjejal karena kurang  berkembangnya rahang15.

d. Gambar

Labioschisis Palatoschisis Labiopalatoschisis

e. Terapi

Tahapan penanganan penderita CLP yang bisa dikerjakan di Rumah Sakit yaitu cheilonasoraphy, palatoraphy dan speech teraphy yang bisa dikerjakan RS di daerah.

Persiapan tindakan Preoperasi cheiloraphy : 1) Diet yang cukup agar memenuhi ―rule over 10‖

2) Membiasakan penderita minum susu menggunakan sendok 1 minggu sebelum operasi, hal ini dilakukan agar setelah operasi anak tidak  minum dengan dot yang akan mengakibatkan scar post operasi jelek  atau bahkan terjadi dehicensi luka operasi dan fistel.

(22)

Komplikasi yang dapat terjadi pasca operasi cheilonasoraphy dan  palatoraphy antara lain adalah Perdarahan, Infeksi, Wound 

dehiscense, Hematoma dan dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Perawatan pasca operasi cheilonasoraphy:

1) Setelah pasien sadar diberi minum sedikit demi sedikit dengan sendok 

2) Perawatan luka terbuka memakai antibiotik salep mata pagi dan sore 3) Antibiotik dan Analgetik oral.

4) Diet cair selama 3 minggu dan tidak boleh ngedot 5) Kontrol hari ke 5-7 untuk lepas benang

Operasi palatoraphy dilakukan pada usia 10  –  18 bulan agar   speech therapy bisa dikerjakan seawal mungkin. Bila  speech teraphy

dikerjakan sejak awal maka hasilnya akan lebih baik oleh karena bila  pengucapan salah bisa dibetulkan sejak awal.

Perawatan pasca operasi Palatoraphy.

1) Immediate pasca operasi pasien tidur posisi miring

2) Setelah sadar penuh boleh minum air putih sedikit demi sedikit 3) Antibiotik dan analgetik oral

4) Diet cair selama 3 minggu, setelah makan diberi minum air putih 5) Kontrol 1 minggu setelah operasi

Problem utama yang dihadapi pasien dengan palatoschizis adalah suara sengau akibat tidak berfungsinya otot di palatum mole. Tujuan utama operasi palatoraphy adalah mengembalikan fungsi otot-otot tersebut agar dapat mengatur rongga mulut dalam mekanisme pengaturan suara. Oleh karena penyembuhan luka operasi memerlukan waktu sekitar  9-12 bulan, maka idealnya speech therapy dimulai 1 tahun pasca operasi langit-langit. Speech therapy yang dilatih adalah cara mengeluarkan  bunyi : s, sh, p, t, b, th, d, g, k, r. Misalnya dilatih mengucapkan : papa,  bis, tata, stop, dan kata lain yang berhubungan dengan huruf tersebut

(23)

Apabila sampai usia 5 tahun suara anak tersebut belum baik, maka  perlu dilakukan pemeriksaan fungsi otot-otot palatum dan pharynx. Pemeriksaan ini dilakukan memakai alat endoscopy, dan disebut nasendoscopy. Penderita diperiksa dalam keadaan sadar posisi duduk. Alat endoscopy dimasukkan melalui hidung yang telah dianestesi memakai salep cocain sampai diatas pharynx. Kemudian pasien diminta mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan huruf-huruf : s, sh, p, t, b, th, d, g, k, r. Bila terdapat “bubble” berarti terdapat kebocoran udara yang mengakibatkan suara yang keluar tidak sempurna. Kondisi ini disebut dengan Velopharingeal Incompetence (VPI).

Pasien dengan kondisi VPI dapat diatasi dengan cara operasi ulang  palatoraphy (re-palatoraphy) atau dengan pharyngoplasty, yaitu mempersempit pharyng agar pada waktu pasien bicara tidak terjadi kebocoran udara sehingga suara yang dihasilkan menjadi sempurna.

f. Temuan Kasus

1) Status Pasien:

 Nama : R.I.C Umur : 1 minggu

(24)

Ruang : HCU Neonatus  No.RM : 01.19.98.37

Diagnosis : Labiognotopalatoschisis

2) Keluhan Utama: Kesulitan minum (rujukan dari Puskesmas) 3) Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak lahir pasien ada kelainan bawaan di mulut dan hidung. Pasien kesulitan untuk minum, tersedak (-), sesak (-), BAB dan BAK tidak  ada kelainan.

4) Riwayat Lahir:

Spontan, ditolong oleh bidan, cukup bulan, langsung menangis, sianosis (-), BBL = 3 kg, Panjang Badan = 50 cm

5) Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : Menangis kuat, gerak aktif  Tanda vital :

 Heart Rate : 120 x/menit  Respiratory Rate : 40 x/menit

Suhu : 37,3oC

Kepala : Mesocephal, UUB cekung (-) Mata : CA SI cekung

-/-Hidung : NCH (-/-)

Mulut : MB (+) labiognotopalatoschisis Thorax : Retraksi (-)

Paru : SDV (+/+), ST (-/-)

Jantung : Bunyi jantung I dan II intensitas normal reguler   bising (-)

Abdomen : Supel, BU (+) normal, H/L tidak teraba

Ekstremitas : CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis teraba kuat Akral hangat (+/+)

6) Diagnosis : Labiognotopalatoschisis 7) Usulan pengobatan : Cheiloplasty

(25)

FOKUS INFEKSI

6. DEBRIS a. Definisi

Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga. Namun, debris lebih banyak mengandung sisa makanan 17. Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah dibersihkan dengan air liur, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusu, biasanya hanya dapat dibersihkan dengandental floss/benang gigi atau tusuk gigi) 18.

b. Gambar

Gambar 6.1. Oral Debris

c. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI)

 Debris Index(DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Gigi penentu tersebut adalah 19:

Rahang atas : Gigi 6 kanan kiri permukaan bukal Gigi 1 kanan permukaan lingual Rahang bawah : Gigi 6 kanan kiri permukaan lingual

(26)

Gigi 1 kiri permukaan labial

No Kriteria Nilai

1 Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak dan tidak ada pewarnaan ekstrinsik

0

2 a. Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas < 1/3

permukaan

1

 b. Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris lunak, akan tetapi ada pewarnaan ektsrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya 3 Pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang

menutupi permukaan tersebut, seluas > 1/3 gigi tetapi < 2/3 permukaan gigi

2

4 Pada pemukaan gigi yang terlihat, ada debris yang menutupi permukaan tersebut seluas > 2/3 permukaan atau seluruh permukaan gigi

3

Tabel 6.1. Kriteria pemeriksaan Debris Index(DI) menurut Depkes RI 1999

Gambar 6.2. Debris Index

Menghitung debris Indeks (DI) DI =   

   

(27)

1) 0,0-0,6 = Baik  2) 0,7-1,8 = Sedang 3) 1,9-3,0 = Buruk  d. Terapi dan Pencegahan

Penatalaksaan dan pencegahan debris yakni menjaga kebersihan gigi. Ada berbagai alat untuk membersihkan gigi. Alat yang utama yaitu sikat gigi. Alat bantu pembersih gigi selain sikat gigi adalah benang gigi (dental floss). Dental floss merupakan benang yang terbuat dari silk atau nilon dan dipergunakan untuk membersihkan bagian gigi yang terletak di  bawah kontak dua gigi 19.

(28)

7. CALCULUS a. Definisi

Calculus adalah material keras dari garam inorganik yang terdiri dari kalsium karbonat dan fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme, dan sel epitel yang telah terdeskuamasi 20.

b. Gambar

Gambar 7.1. Calculus c. Etiologi dan Patogenesis

Bakteri aktif penyebab karang gigi yaitu Streptococcus dan anaerob yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam. Kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur dalam mulut membentuk suatu subtansi berwarna kekuningan yang melekat pada  permukaan gigi yang disebut  plaque. Karang gigi (calculus) adalah  plaque yang telah mengalami pengerasan, kalsifikasi atau remineralisasi

8 .

Penurunan aliran air liur adalah salah satu hal yang mempercepat  pembentukan karang gigi, terutama jika penyikatan gigi tidak optimal. Air liur sangat berperan untuk  self-cleaning , dengan adanya air liur, sisa makanan dan  plaque yang terdapat di permukaan gigi akan terbilas secara mekanis namun hanya efektif pada daerah 2/3 mahkota gigi dan tidak pada daerah leher gigi. Oleh karena itu karang gigi paling banyak 

(29)

terbentuk di daerah leher gigi yaitu daerah mahkota gigi yang berbatasan dengan gusi, yang terlihat sebagai garis kekuningan atau kecoklatan 21.

Karang gigi sendiri tidak berbahaya, tetapi memiliki permukaan yang sangat kasar di mana bakteri dapat dengan mudah melekat di  permukaannya. Permukaan kasar ini menjadi tempat koloni bakteri yang

menyebabkan berbagai masalah, seperti radang gusi ( gingivitis/ periodontitis), kerusakan gigi (caries) dan  bau mulut (halitosis). Karang gigi juga merupakan masalah kosmetik karena membuat gigi berwarna kuning atau coklat. Karang gigi lebih berpori- pori daripada enamel sehingga mudah berubah warna 22.

d. Pemeriksaan

Kriteria perhitunganCalculus Index (CI) sebagai berikut 17: 1)  Nilai 0, jika tidak terdapat calculus

2)  Nilai 1, jika terdapat calculus supraginggiva pada sepertiga  permukaan gigi.

3)  Nilai 2, jika terdapat calculus supraginggiva lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga permukaan gigi atau terdapat titik  calculussubginggiva pada cervical gigi.

4)  Nilai 3, jika terdapat kalkulus supraginggiva lebih dari dua pertiga  permukaan gigi atau terdapat calculus subginggiva disepanjang

cervical gigi.

Gambar 7.2. Calculus Index MenghitungCalculus Indeks (CI)

CI =       

(30)

1) 0,0-0,6 = Baik  2) 0,7-1,8 = Sedang 3) 1,9-3,0 = Buruk 

Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan nilai indeks debris (DI-S) dan indeks kalkulus (CI-S), dengan interval OHI-S:

1) Sangat baik = 0;

2) Baik = 0,1-1,2; 3) Sedang = 1,3-3,0; 4) Buruk = 3,1-6,0. e. Terapi

Untuk menghilangkan dental   plaque dan calculus perlu dilakukan  scaling  atau root   planing , yang merupakan terapi periodontal konvensional atau non-surgikal. Terapi ini selain mencegah inflamasi  juga membantu periodontium bebas dari penyakit. Prosedur  scaling 

menghilangkan plaque, calculus, dan noda dari permukaan gigi maupun akarnya. Prosedur lain adalah root   planing , terapi khusus yang menghilangkan cementum dan permukaan dentin yang ditumbuhi calculus, mikroorganisme, serta racun-racunnya. Scalling  dan root   planning  digolongkan sebagai deep cleaning , dan dilakukan dengan  peralatan khusus seperti alat ultrasonik, seperti periodontal scaler dan

(31)

8. PLAQUE a. Definisi

 Plaque berasal dari kata plaque. Plaque adalah lendir yang melekat  pada permukaan gigi 23. Plaque gigi adalah suatu lapisan yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada  permukaan gigi yang tidak dibersihkan24.

 Plaque gigi adalah lapisan lunak atau keras yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak  dibersihkan dan sukar dilihat. Ada tiga komposisi plaque dental yaitu25:

1) Mikroorganisme

2) Matriks interseluler yang terdiri dari komponen organik dan anorganik 

3) Protein b. Gambar

Gambar 8.1. Plaque c. Etiologi

 Plaque merupakan kumpulan dari koloni bakteri dan mikroorganisme lainnya yang bercampur dengan produk-produknya, sel-sel mati dan sisa makanan. Metabolisme anaerob menghasilkan asam yang menyebabkan:

(32)

2) Iritasi gusi di sekitar gigi menyebabkan ginggivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)

3)  Plaque gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.

d. KomposisiPlaque 

Komposisi utama  plaque dental adalah mikroorganisme. Satu gram  plaque (berat basah) mengandung sekitar 2 x 10∞ bakteri. Diperkirakan lebih dari 325 spesies bakteri dijumpai di dalam  plaque. Mikroorganisme non-bakteri yang dijumpai dalam plaque adalah spesies  Mycoplasma, ragi, protozoa dan virus. Mikroorganisme tersebut terdapat diantara matriks interseluler yang juga mengandung sedikit sel jaringan seperti sel-sel epitel, makrofag, dan leukosit26.

Matriks interseluler  plaque mengandung 20%  –  30% massa  plaque, terdiri dari bahan organik dan anorganik yang berasal dari saliva,

cairan sulkular, dan produk bakteri. Bahan organiknya mencakup  polisakarida, protein, glikoprotein, dan lemak. Glikoprotein saliva adalah komponen penting dari pelikel yang pertama-tama membalut permukaan gigi yang tadinya bersih, disamping terlibat dalam pembentukan biofilm  plaque. Polisakarida yang diproduksi oleh bakteri terdiri dari dekstran (paling dominan) dan albumin (diduga berasal dari cairan sulkular). Bahan lemaknya terdiri dari debris membrane bakteri yang hancur dan sel-sel pejamu, serta kemungkinan pula debris makanan 26.

Komponen anorganik  plaque yang paling utama adalah kalsium dan posfor, sejumlah kecil mineral lain seperti natrium,kalium,dan fluor. Sumber bahan anorganik  plaque supragingival adalah saliva. Sebaliknya komponen anorganik  plaque subgingival berasal dari cairan sulkular  yang merupakan transudat 26.

Matriks interseluler membentuk gel terhidrasi dimana bakteri  berada dan berproliferasi. Matriks yang seperti gel tersebut merupakan ciri utama dari biofilm. Matriks akan memberikan sifat yang khas bagi  bakteri yang berada dalam biofilm, yang berada dengan bakteri yang

(33)

terapung bebas (tidak melekat). Disamping itu,matriks diduga melindungi bakteri penghuni tetap (resident bacteria) dari substansi yang dapat merusaknya seperti bahan antimikroba, dengan jalan menghalanginya berdifusi untuk mencapai sel-sel bakteri 27.

e. Mekanisme Pembentukan Plaque 

Penumpukan plaque sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur hygiene oral.  Plaque tampak  sebagai massa globular berwarna putih, keabu-abuan atau kuning. Gesekan jaringan dan bahan makanan terhadap permukaan gigi akan membersihkan permukaan gigi, namun pembersihan yang demikian hanya efektif pada dua pertiga koronal permukaan gigi. Dengan demikian  plaque umumnya dijumpai pada sepertiga gingival permukaan gigi, karena pada daerah tersebut tidak terganggu oleh gesekan makanan maupun jaringan. Penumpukan plaque lebih sering terjadi pada retakan,  pit dan fissure pada permukaan gigi dan sekitar gigi yang erupsinya tidak 

teratur 28.

Lokasi dan laju pembentukan plaque adalah bervariasi diantara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan  plaque adalah hygiene oral, serta faktor-faktor pejamu seperti diet dan komposisi serta laju aliran saliva. Proses pembentukan plaque dapat dibagi atas 28:

1) Pembentukan Pelikel Dental

Pembentukan pelikel dental pada permukaan gigi merupakan fase awal dari pembentukan plaque. Pada tahap awal ini  permukaan gigi atau restorasi (cekat maupun lepasan) akan dibalut oleh pelikel glikoprotein. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan sulkular, begitu juga dari produk sel bakteri, pejamu dan debris.

2) Kolonisasi Awal Pada Permukaan Gigi

Dalam waktu beberapa jam bakteri akan dijumpai pada  pelikel dental. Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel adalah didominasi oleh mikroorganisme

(34)

mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti  Actinomyces Viscosus dan Streptokokus Sanguis. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik  yang berada pada permukaan bakteri. Adhesin akan berinteraksi dengan reseptor pada pelikel dental.

Massa plaque kemudian mengalami pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri yang telah melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesies lainnya. Dalam perkembangannya terjadi  perubahan ekologis pada biofilm, yaitu peralihan dari lingkungan awal yang aerob dengan spesies bakteri fakultatif gram positif  menjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen. Dimana yang dominan adalah mikroorganisme anaerob gram negatif.

3) Kolonisasi Sekunder dan Pematangan Plaque

Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak  turut sebagai pengkoloni awal ke permukaan gigi yang bersih, diantaranya  Prevotella intermedia, Prevotella Loescheii, Spesies Capnocytophaga, Fusobacterium Nucleatum, dan  Porphyromonas Gingivalis.

Mikroorganisme tersebut melekat ke sel bakteri yang telah  berada dalam massa  plaque. Proses perlekatannya adalah berupa interaksi stereokhemikal yang sangat spesifik dari molekul-molekul  protein dan karbohidrat yang berada pada permukaan sel bakteri, dan interaksi yang kurang spesifik yang berasal dari tekanan hidrofobik, tekanan elektrostatik, dan tekanan van der waals. Interaksi yang menimbulkan perlekatan bakteri pengkoloni sekunder ke bakteri  pengkoloni awal dinamakan koagregasi. Koagregasi pengkoloni sekunder ke pengkoloni awal terjadi antara  Fusobacterium  Nucleatum dengan Streptokokus Sanguis, Provotella Loescheii dengan  Actinomyces Viscosus, dan Capnocytophaga Ochracea dengan  Actinomyces Viscosus. Pada stadium akhir pembentukan  plaque, yang dominan adalah koagregasi diantara spesies gram

(35)

negatif, misalnya koagregasi  Fusobacterium Nucleatum dengan  Porphyromonas.

f. Indeks Plaque 

Index  plaque adalah metode pengukuran luasnya keberadaan  plaque 29. Indeks plaque dikeluarkan oleh Loe dan Silness pada tahun 1964. Indeks ini diindikasikan untuk mengukur skor  plaque berdasarkan lokasi dan kuantitas plaque yang berada dekat margin gingiva.

Menurut Debnath 30, indeks ini dapat dikeluarkan dengan menggunakan larutan pewarna yang dioleskan ke seluruh permukaan gigi dan kemudian diperiksa. Setiap gigi diperiksa empat permukaan yaitu  permukaan yaitu permukaan mesial, distal, lingual dan palatinal.

Kemudian skornya dihitung. Cara pemberian skor untuk indeks plaque: 0 = tidak ada plaque pada gingival

1 = dijumpai lapisan tipis plaque yang melekat pada margin gingiva di daerah yang berbatasan dengan gigi tetangga

2 = dijumpai tumpukan sedang  plaque pada saku gingiva dan pada margin gingiva dan atau pada permukaan gigi tetangga yang dapat dilihat langsung

3 = terdapat deposit lunak yang banyak pada saku gingiva dan atau pada margin dan permukaan gigi tetangga.

Gambar 8.2. Indeks plaque Cara penghitungan skor:

Untuk satu gigi = jumlah seluruh skor dari empat permukaan 

(36)

Untuk keseluruhan gigi =         Penilaian secara umum tentang indeks plaque 24:

1) Berkisar 0 – 1 dikategorikan baik  2) Berkisar 1,1 – 2 dikategorikan sedang 3) Berkisar 2,1 – 3 dikategorikan buruk  g. Diagnosis

 Plaque gigi hanya dapat dilihat dengan pewarnaan pada gigi. Perwarna yang digunakan juga khusus dikenal dengan nama disclosing  agent . Bahan pewarna (disclosing material ) yang biasa digunakan adalah iodine, mercurochrome, bahan pewarna makanan seperti gincu kue  berwarna merah dan bismarck brown. Ada juga larutan  fuschin dan eritrosin, tapi tidak dianjurkan lagi karena terbukti bersifat karsinogenik  31

. Bahan pewarna ada yang berbentuk cairan dan tablet. Untuk bahan  pewarna cairan, cairan pewarna diteteskan beberapa tetes ke kapas yang

dibulatkan, lalu dioleskan pada seluruh permukaan gigi, kemudian kumur  dengan air atau cairan pewarna dibiarkan di dalam mulut selama 15-30 detik baru dibuang. Sedangkan penggunaan bahan pewarna tablet, tablet dikunyah dan kemudian biarkan bercampur dengan saliva dan biarkan saliva di dalam mulut sekitar 30 detik baru dibuang 31.

Tabel 8.1Perbedaan Antara Debris dan Plaque

Debris Plaque

Merupakan kumpulan dari materi lunak yang terdiri dari sisa makanan

(food retension) dan makanan yang terselip (food impaction)

kumpulan dari koloni bakteri dan mikroorganisme lainnya yang

 bercampur dengan produk- produknya, sel-sel mati dan sisa

makanan Terdiri dari biofilm, materi alba, dan

sisa makanan

 biofilm bakteri, sel epitel, leukosit, makrofag, matriks ekstraseluler serta

(37)

h. Terapi

Cara terbaik untuk menghilangkan  plaque adalah dengan menyikat gigi (terutama di malam hari dan pagi hari), dengan  pembersihan interdental oleh benang gigi, tusuk gigi atau sikat antar gigi. Lebih ideal jika menggunakan bantuan disclosing  agent untuk melihat apakah penyikatan gigi yang dilakukan sudah benar-benar sempurna. Gigi yang terbebas dari plaque ditandai dengan tidak adanya pewarnaan oleh disclosing  pada gigi. Selain itu perabaan dengan lidah mengidentifikasikan dalam bentuk gigi terasa kesat, bukan licin. Jika masih terasa licin maka masih terdapat plaque 31.

Terdapat debris pada sonde (debris terangkat dengan penggesekan

sonde)

Terasa tahanan pada penggesekan dengan sonde tapi plaque tidak 

(38)

9. DENTAL DECAY a. Definisi

 Dental decay atau karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif  yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh  pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi

komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas 32. b. Gambar

Gambar 9.1. Dental decay c. Etiologi

Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor/komponen yang saling  berinteraksi yaitu33:

1) Komponen dari gigi dan air ludah (saliva) yang meliputi: komposisi gigi, morfologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva, kekentalan saliva.

2) Komponen mikroorganisme yang ada dalam mulut yang mampu menghasilkan asam melalui peragian yaitu: Streptococcus,  Lactobasillus. Bakteri tersebut meyebabkan terjadinya karies karena

(39)

a. Membentuk asam dari substrat (asidogenik).  b. Menghasilkan kondisi dengan pH rendah (<5).

c. Bertahan hidup dan memproduksi asam terus menerus pada kondisi dengan pH yang rendah (asidurik).

d. Melekat pada permukaan licin gigi.

e. Menghasilkan polisakarida tak larut dalam saliva dan cairan dari makanan guna membentuk plak 

3) Komponen makanan, yang sangat berperan adalah makanan yang mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam.

4) Komponen waktu: kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama proses karies, menandakan bahwa roses tersebut terdiri atas  periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti, sehingga bila saliva berada dalam lingkungan gigi, maka karies tidak akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam hitungan bulan.

d. Patogenesis

Enamel adalah jaringan keras yang kaya akan mineral. Karies dapat terjadi pada enamel melalui proses kimiawi yaitu lingkungan asam yang diproduksi oleh bakteri. Gula akan dicerna oleh bakteri dan energy yang dihasilkan akan dipakai bakteri untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan menyebabkan demineralisasi kristal hidroksiapatit

(40)

 pembentuk enamel. Karies enamel yang tidak ditangani dapat  berkembang menjadi karies dentin34.

Dentin terdiri dari saluran-saluran mikroskopis (tubula dentin) yang menghubungkan pulpa dengan enamel. Bentukan tubula dentin inilah yang menyebabkan karies dentin berkembang lebih cepat. Ketika ada infeksi bakteri, dentin menghasilkan immunoglobulin sebagai mekanisme pertahanan. Sementara itu juga terjadi peningkatan mineralisasi di dentin. Kedua keadaan ini menyebabkan konstriksi tubula dentin sehingga penyebaran bakteri terhalang. Bila demineralisasi terus  berlangsung, karies dapat berkembang ke profunda dan mencapai rongga  pulpa 34.

e. Klasifikasi

Karies gigi bisa diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan kedalamannya. 1) Karies berdasarkan lokasi permukaan kunyah dapat dibagi :

a) Karies oklusal  b) Karies labial

c) Karies bukal

d) Karies palatal/lingual e) Karies aproksimal

f) Karies kombinasi (mengenai semua permukaan) 2) Pembagian lain dari karies berdasarkan lokasi:

a) Karies yang ditemukan di permukaan halus Ada tiga macam karies permukaan halus:

i) Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi; tidak dapat dideteksi secara visual atau manual dengan sebuahexplorer gigi; memerlukan pemeriksaan radiografi.

(41)

Gambar 9.2. Titik hitam pada batas gigi menunjukkan sebuah karies  proksimal

ii) Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi; terbentuk ketika permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini tidak akan  berkembang karena tidak dapat terpapar oleh  plaque  bakteri. Permukaan akar lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email karena sementumnya demineralisasi pada pH 6.7, di mana lebih tinggi dari enamel. Gigi geraham atas adalah lokasi tersering dari karies akar.

iii) Karies celah atau fisura.  b) Karies berdasarkan kedalamannya

i) Karies superficial, karies yang hanya mengenai email. ii) Karies media, mengenai email dan telah mencapai

setengah dentin

iii) Karies profunda, mengenai lebih dari setengah dentin dan  bahkan menembus pulpa.

f. Diagnosis34

1) Karies dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara klinis, berupa bercak putih setempat pada email.

Anamnesis : terdapat bintik putih pada gigi Pemeriksaan Objektif : ekstra oral tidak ada kelainan Intra oral : kavitas (-) , lesi putih (+)

(42)

Terapi : pembersihan gigi, diulas dengan flour, edukasi pasien/ Dental Health Education 2) Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi

 pada email sebagai lanjutan dari karies dini. Anamnesa : gigi terasa ngilu

Pemeriksaan objektif : ekstra oral tidak ada kelainan Intra oral : kavitas (+) baru mengenai email Terapi : dengan penambalan

3) Karies dengan dentin terbuka/dentin hipersensitif yaitu peningkatan sensitivitas akibat terbukanya dentin.

Anamnesa : - kadang-kadang terasa ngilu saat makan, minum air 

dingin

- rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan

- tidak ada rasa sakit spontan Pemeriksaan objektif : ekstra oral tidak ada kelainan Intra oral : kavitas mengenai dentin Terapi : dengan penambalan. g. Terapi

Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi: 1) Penambalan ( filling ) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih

lanjut. Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi atau hiperemia pulpa.

2) Perawatan saluran akar (PSA) atau root  canal  treatment dilakukan  bila sudah terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah

dilakukan PSA, dibuat restorasi.

3) Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi, ekstraksi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan  pemasangan gigi palsu (denture), implant atau jembatan (brigde).

(43)

Pencegahan karies gigi: Pencegahan karies gigi:

1)

1) Menjaga kebersihan mulut (Menjaga kebersihan mulut (oral hygieneoral hygiene) dengan baik dengan) dengan baik dengan menggosok gigi dengan benar dan teratur,

menggosok gigi dengan benar dan teratur,  flossing  flossing , obat kumur , obat kumur  ((mouthwashmouthwash), memeriksakan gigi 2 kali setahun.), memeriksakan gigi 2 kali setahun.

2)

2) Diet rendah karbohidratDiet rendah karbohidrat 3)

3)  Fluoride Fluoride melalui pasta gigi,melalui pasta gigi, mouthwashmouthwash, suplemen, air minum, gel, suplemen, air minum, gel

 fluoride  fluoride.. 4)

(44)

10.

10. PULPITISPULPITIS a.

a. DefinisiDefinisi

Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang pada umumnya Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari proses karies dan menimbulkan rasa nyeri. merupakan kelanjutan dari proses karies dan menimbulkan rasa nyeri. Pulpa terdiri dari pembuluh darah dan jaringan saraf, sehingga Pulpa terdiri dari pembuluh darah dan jaringan saraf, sehingga  peradangan pulpa akan menimbulkan hiperemia/peningkatan aliran

 peradangan pulpa akan menimbulkan hiperemia/peningkatan aliran darahdarah ke gigi

ke gigi 3535..

b.

b. GambarGambar

Gambar 10.1.

Gambar 10.1. PulpitisPulpitis

c.

c. EtiologiEtiologi

Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut 3535::

1)

1) Pembusukan gigi, trauma gigi, pengeboran gigi selama prosesPembusukan gigi, trauma gigi, pengeboran gigi selama proses  perawatan gigi.

 perawatan gigi. 2)

2) Paparan cairan yang mendemineralisasi gigi, pemutih gigi, asamPaparan cairan yang mendemineralisasi gigi, pemutih gigi, asam  pada makanan dan minuman.

 pada makanan dan minuman. 3)

3) Infeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yangInfeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yang  berasal dari abses gigi.

 berasal dari abses gigi.

d.

d. KlasifikasiKlasifikasi

1)

1) PulpitisPulpitis reversiblereversible adalah radang pulpa ringan sampai sedang akibatadalah radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang, dapat sembuh bila penyebab

rangsang, dapat sembuh bila penyebab  pulpitis pulpitis telah dihapus dantelah dihapus dan gigi diperbaiki. Obat-obatan tertentu dapat digunakan selama gigi diperbaiki. Obat-obatan tertentu dapat digunakan selama

(45)

 prosedur 

 prosedur restorativerestorative dalam upaya untuk mempertahankan gigi tetapdalam upaya untuk mempertahankan gigi tetap vital (hidup).

vital (hidup). 2)

2) PulpitisPulpitis irreversibel irreversibel dicirikan oleh kepekaan yang berkepanjangandicirikan oleh kepekaan yang berkepanjangan terhadap dingin atau panas. Radang pulpa yang ringan atau telah terhadap dingin atau panas. Radang pulpa yang ringan atau telah  berlangsung

 berlangsung lama lama ditandai ditandai nyeri nyeri spontan/dirasakan spontan/dirasakan terus terus menerus.menerus. Terjadi kerusakan saraf sehingga membutuhkan perawatan saluran Terjadi kerusakan saraf sehingga membutuhkan perawatan saluran akar.

akar. e.

e. Diagnosis dan TerapiDiagnosis dan Terapi 3535 1)

1) PulpitisPulpitis reversibel reversibel /hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan  pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan.

 pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan. a)

a) Anamnesis:Anamnesis: i)

i) Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asinBiasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin ii)

ii)  Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus iii)

iii) Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkanRasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan  b)

 b) Pemeriksaan Objektif:Pemeriksaan Objektif: i)

i) Ekstra oral: tidak ada pembengkakan.Ekstra oral: tidak ada pembengkakan. ii)

ii) Intra oral: perkusi tidak sakit, karies mengenaiIntra oral: perkusi tidak sakit, karies mengenai

dentin/karies profunda, pulpa belum terbuka, sondase (+), dentin/karies profunda, pulpa belum terbuka, sondase (+), chlor 

chlor etil etil (+)(+) c)

c) Terapi: dengan penambalan/Terapi: dengan penambalan/ pulp pulp cafing cafing dengan penambalandengan penambalan Ca(OH) ± 1 minggu untuk membentuk dentin sekunder. Ca(OH) ± 1 minggu untuk membentuk dentin sekunder. 2)

2) PulpitisPulpitis irreversibel irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat jugayaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah berlangsung lama. Pulpitis irreversibel terbagi :

yang sudah berlangsung lama. Pulpitis irreversibel terbagi : a)

a) PulpitisPulpitis irreversibel irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baruakut yaitu peradangan pulpa lama atau baru ditandai dengan rasa nyeri akut

ditandai dengan rasa nyeri akut yang hebat.yang hebat. i)

i) Anamnesis: nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-Anamnesis: nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar

menerus menjalar kebelakang kebelakang telinga dan telinga dan penderita tidak penderita tidak  dapat menunjukkan gigi yang sakit.

dapat menunjukkan gigi yang sakit. ii)

ii) Pemeriksaan Objektif Pemeriksaan Objektif 

(46)

- Intra oral: kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan, pulpa terbuka bisa juga tidak, sondase (+), Chlor ethil (+), perkusi bisa (+) bisa (-).

iii) Terapi: menghilangkan rasa sakit dan dengan Perawatan Saluran Akar (PSA).

 b) Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang  berlangsung lama.

i) Anamnesis: gigi sebelumnya pernah sakit, rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan, nyeri tajam menyengat (bila ada rangsangan seperti panas, dingin, asam, manis),  penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit.

ii) Pemeriksaan Objektif 

- Ekstra oral: tidak ada pembengkakan

- Intra oral: karies profunda (bisa mencapai pulpa bisa tidak), sondase (+), perkusi (-)

c)  Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat.

i) Anamnesis: nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan, bau mulut, gigi berubah warna, lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar  apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.

ii) Pemeriksaan Objektif:

- Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman

- Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-) - Terdapat lubang gigi yang dalam

iii) Terapi : perawatan saluran akar dan restorasi. Bila apeks gigi lebar/ terbuka dilakukan perawatan apeksifikasi. Setelah preparasi selesai, saluran akar diisi dengan Ca(OH)2 sampai 1-2 mm dari ujung akar dan ditumpat

(47)

tetap. Evaluasi secara berkala 3-6 bulan sampai terjadi  penutupan apeks (dengan menggunakan pemeriksaan

radiografik).

11. PERIODONTITIS a. Definisi

Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan  penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingival, ligament periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Biasanya berasal dari inflamasi pada ginggiva (ginggivitis) yang tidak dirawat 36.

b. Gambar

Gambar 11.1. Periodontitis c. Etiologi

Periodontitis umumnya disebabkan oleh  plaque. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan.  Plaque yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah  plaque

yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.

(48)

Gambar 11.2. Perbedaan Gigi Sehat dan Periodontitis

Periodontitis dimulai dengan gingivitis. Gingivitis yang tidak  dirawat akan menyebabkan kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut periodontitis. Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plaque gigi akan menyebar dan berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan membentuk saku ( pocket periodontal) yang akan bertambah dalam sehingga makin banyak  tulang dan jaringan pendukung yang rusak 36.

 Pocket periodontal digolongkan dalam 2 tipe, didasarkan pada hubungan antara epitelium junctiondengan tulang alveolar menjadi:

1)  Pocket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal dari puncak tulang alveolar.

2)  Poket  periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari puncak tulang alveolar 

Bila periodontitis berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya 36.

d. Diagnosis

Pasien bisa saja datang tidak dengan keluhan sakit gigi atau gejala lainnya, namun melalui anamnesis dan pemeriksaan gigi, tanda-tanda  periodontitis yang perlu diperhatikan adalah:

1) Gusi berdarah saat menggosok gigi,

(49)

3) Terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi, 4) Terdapat nanah diantara gigi dan gusi,

5) Gigi goyang.

Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing , yaitu teknik yang digunakan untuk mengukur kedalaman  pocket periodontal (kantong yang terbentuk di antara gusi dan gigi). Kedalaman pocket ini dapat menjadi salah satu petunjuk seberapa jauh kerusakan yang terjadi. Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik (x-rays) juga perlu dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kerusakan tulang 36.

e. Terapi

Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu22:

1) Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik.

2) Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti  pocket  periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari  penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi

dari penyakit periodontal.

3) Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah  beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:

a) Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.

 b) Re-evalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat skor   plaque, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.

c) Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan  periodontal dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.

(50)

d) Scalling  dan  polishing  tiap 6 bulan sekali, tergantung dari efektivitas kontrol  plaque pasien dan pada kecenderungan  pembentukan calculus.

e) Aplikasi tablet fluoridesecara topikal untuk mencegah karies.

Pembagian penatalaksanaan yang lain adalah 36:

1)  Root  planing dan kuretase, yaitu pengangkatan  plaque dan jaringan yang rusak dan mengalami  peradangan di dalam poket dengan menggunakan

kuret.

2) Bila dengan kuretase tidak berhasil, maka  perlu dilakukan gingivectomy.

3) Operasi dengan teknik  flap, yaitu prosedur   pembukaan jaringan gusi, menghilangkan kotoran dan  jaringan yang meradang di bawahnya.

4) Antibiotik untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di bawahnya.

(51)

12. GINGIVITIS a. Definisi

Gingivitis adalah inflamasi dari gusi yang disebabkan oleh akumulasi plaque dan bakteri. Gingivitis adalah suatu kelainan berupa  peradangan pada gusi. Gingivitis adalah suatu bentuk dari penyakit  periodontal. Penyakit periodontal terjadi ketika inflamasi dan infeksi menghancurkan jaringan yang menghancurkan gigi, termasuk gusi, ligamen periodontal, soket gigi (tulang alveolar). Gingivitis disebabkan efek jangka panjang dari penumpukan plaque 37.

Karakteristik ginggiva yang sehat adalah warnanya merah muda,  bagian tepi ginggiva tipis dan tidak bengkak, permukaan ginggiva tidak 

rata tapi stippled, sulkus ginggiva tidak dalam (< 2 mm, jika lebih disebut  poket), tidak ada eksudat, tidak mudah berdarah, konsistensi kenyal.

Sedangkan pada ginggivitis warnanya merah keunguan, bagian tepinya  bengkak, ada eksudat, mudah berdarah, konsistensinya lunak 38.

(52)

Gambar 12.1Gingivitis c. Etiologi dan Patogenesis

Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang buruk dan penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar).Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama menjadi tempat  pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air 

liur, plaque akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (saku gusi/poket). Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang  baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi

mudah berdarah 38.

Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan peradangan pada ginggiva, antara lain kehamilan, diabetes mellitus, penggunaan obat seperti kortikosteroid dan siklosporin, leukemia dan merokok 38.

(53)

Pembesaran dan peradangan gusi pada ibu hamil disebabkan oleh aktivitas hormonal estrogen dan progesterone yang meningkat. Peningkatan konsentrasi hormon progesteron dan estrogen menyebabkan  pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah, termasuk 

aliran darah di gusi. Gusi menjadi lebih merah, bengkak, dan mudah  berdarah. Pembesaran gusi ibu hamil dimulai pada trisemester pertama

sampai ketiga masa kehamilan dan akan mengalami penurunan pada kehamilan bulan ke-9 dan beberapa hari setelah melahirkan.

Pada penderita leukemia, gingivitis dapat menjadi tanda awal dari leukemia pada sekitar 25% penderita anak-anak. Penyusupan (infiltrasi) sel-sel leukemia ke dalam gusi menyebabkan gingivitis dan  berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi akan semakin memperburuk keadaan ini. Gusi tampak merah dan mudah berdarah. Perdarahan seringkali berlanjut sampai beberapa menit atau lebih karena  pada penderita leukemia, darah tidak membeku secara normal.

Penggunaan kortikosteroid dan siklosporin menyebabkan supresi sistem imun sehingga infeksi dan peradangan pada gusi lebih mudah terjadi. Para perokok umumnya memiliki jumlah karang gigi yang lebih  banyak dibanding bukan perokok.Karang gigi yang tidak dibersihkan serta gangguan sirkulasi darah ke gusi merupakan penyebab mudahnya terjadi infeksi dan peradangan pada gusi (gingivitis).

d. Gejala 37

1) Mulut kering

2) Pembengkakan pada gusi

3) Warna merah menyala atau merah ungu pada gusi 4) Gusi terlihat mengkilat

5) Perdarahan pada gusi

6) Gusi lunak pada saat disentuh tapi tanpa rasa sakit. e. Diagnosis

(54)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Gusi yang meradang tampak merah, membengkak dan mudah  berdarah 35.

f. Terapi

Kondisi yang menyebabkan dan memperburuk gingivitis harus diatasi.  Plaque dibersihkan dan kebersihan mulut diperbaiki. Pasien diedukasi untuk melakukan sikat gigi minimal dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur. Selain itu, flossing  dilakukan sekali dalam sehari untuk membersihkan  plaque dan sisa makanan di celah gigi. Bila terdapat kalkulus, dapat dilakukan  pembersihan / skeling. Antibiotik diberikan bila ada indikasi. Penyakit sistemik yang mendasari gingivitis juga harus diatasi. Penanganan gingivitis yang sama berlaku pada ibu hamil. Pada pasien leukemia,  perdarahan gusi dapat dikurangi dengan menggunakan bantalan busa

(55)

13. CANDIDIASIS ORAL a. Definisi

Candidiasis oral merupakan infeksi pada rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida terutama Candida albicans. Candida merupakan organisme komensal normal yang  banyak ditemukan dalam rongga mulut dan membran mukosa vagina. Dalam rongga mulut, Candida albicans dapat melekat pada mukosa labial, mukosa bukal, dorsum lidah, dan daerah palatum.Candidiasis oral dapat menyerang semua usia baik usia muda, usia tua dan pada penderita defisiensi imun seperti AIDS. Pada pasien HIV/AIDS, Candida albicans ditemukan paling banyak yaitu sebesar 95% 39.

b. Gambar

Gambar 13.1. Gambaran klinis bentuk primer candidiasis oral: candidiasis pseudomembranous akut (kiri atas), candidiasis eritematous

kronik (kanan atas), candidiasis eritematous akut (kiri bawah) dan candidiasis hiperplastik kronik (kanan bawah).

Gambar

Gambar 1.1. A: Anond A: Anondotia, B:  otia, B:  Hipodontia, C:  Hipodontia, C: Oligodontia, Oligodontia,
Gambar  2.2. A: Vertical Impaction, B: Soft Tissue Vertical Impaction, C:  Bony Vertical Impaction.
Gambar 2.4. Klasifikasi impaksi gigi menurut Pell dan Gregory e. Diagnosis
Gambar 2.5. Radiografik panoramik impaksi gigi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keempat aspek kemampuan representasi telah dilatihkan kepada peserta didik pada setiap tahap pembelajaran berbasis multi representasi ini, sehingga terjadi peningkatan

model pembelajaran problem posing tipe within solution posing pada kegiatan belajar mengajar dan mengetahui pengaruh model pembelajaran problem posing tipe within solution

Berdarkan pengujian statistik dengan metode uji F, di mana tingkat signifikan yang diperoleh lebih kecil yakni sebesar 0,000 dari standar signifikan yakni 5 %

Pada tuturan [33] [Guru] menyatakan sebuah fungsi direktif larangan, dapat di lihat dari tuturan [33] di atas tuturan tersebut memiliki fungsi melarang dapat dilihat

[r]

Probolinggo Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020, dan disahkannya Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran

Ikan yang berada di dalam peraiaran tersebut mengandung 27-102 ppm berat kering Hg.selama tahun 1953-1960 ditemukan keracunan Hg pada 111 orang nelayan yang awal nya merasa cepat