• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN TEMBAKAU OLEH GEN LFY KAKAO (TcLFY) MENGGUNAKAN AGROBACTERIUM TUMEFACIENS RATNA DEWI ESKUNDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN TEMBAKAU OLEH GEN LFY KAKAO (TcLFY) MENGGUNAKAN AGROBACTERIUM TUMEFACIENS RATNA DEWI ESKUNDARI"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN TEMBAKAU OLEH

GEN LFY KAKAO (TcLFY) MENGGUNAKAN

AGROBACTERIUM TUMEFACIENS

RATNA DEWI ESKUNDARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Transformasi Genetik Tanaman Tembakau oleh Gen LFYKakao (TcLFY) Menggunakan Agrobacterium tumefaciensadalah benar hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusatkan tesis ini.

Bogor, Januari 2013

Ratna Dewi Eskundari NRP P051100111

(3)

ABSTRACT

RATNA DEWI ESKUNDARI. Genetic Transformation of Tabacco Plant by Cacao LFY Gene (TcLFY) Mediated by Agrobacterium tumefaciens. Supervised

by SUHARSONO and TETTY CHAIDAMSARI.

LFY is a protein that have important role in flowering. TcLFY gene have

been isolated from cacao (Theobroma cacao L.). To examine its role, this gene

that is under control of p35S CaMV promoter was introduced in the tobacco plant using Agrobacterium tumefaciens. Transformation efficiency of transgenic plants

was 16 % with regeneration efficiency was 27.38%, and produce 4 buds each explant. PCR analyses toward 5 putative transgenic tobacco plants that were taken randomly showed that all of them were transgenic. They also flowered early. Expression analyse of TcLFY gene using PCR showed that transgenic plant

expressed the TcLFYgene in the all of its parts. This result showed that transgenic

tobacco plant contained TcLFYgene under control of p35S CaMV.

Keywords: Agrobacterium tumefaciens, tobacco, genetic transformation, TcLFY

(4)

RINGKASAN

RATNA DEWI ESKUNDARI. Transformasi Genetik Tanaman Tembakau oleh Gen LFYKakao (TcLFY) Menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing

oleh SUHARSONO dan TETTY CHAIDAMSARI.

Indonesia merupakan salah satu negara produsen terbesar kakao di dunia. Akhir-akhir ini produksi kakao Indonesia mengalami penurunan yang disebabkan oleh penyakit layu pentil. Peningkatan frekuensi pembungaan dapat dipakai sebagai salah satu strategi dalam mengatasi permasalahan layu pentil tersebut.

Pendekatan biologi molekuler digunakan untuk uji fungsi gen TcLFY,

suatu faktor transkripsi spesifik tanaman yang berperan penting dalam pembungaan. Uji fungsi gen yang telah diisolasi ini dilakukan pada tanaman tembakau Nicotiana tabacum L. Uji fungsi ini menggunakan Agrobacterium tumefaciensyang membawa gen TcLFY di bawah kendali promoter p35S CaMV.

Primer spesifik yang digunakan untuk mendeteksi gen TcLFY adalah primer F1

dengan sekuen 5’ GAATGGACCCTGAGGCTTTCACTACCGGG 3’ dan R1 dengan sekuen 5’ ATCAAACCTTCCTGGGAGAGGGCATCA 3’. Sepasang primer ini akan mengamplifikasi daerah gen TcLFY pada basa 32-407 sehingga

menghasilkan pita amplikon sebesar ± 400 pb.

Transformasi genetik dilakukan menggunakan metode kokultivasi terhadap potongan daun. Antibiotik yang digunakan sebagai media selektif adalah kanamisin dengan konsentrasi 50 ppm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase regenerasi tanaman transgenik putatif sebesar 27.38% dengan efisiensi transformasi sebesar 16% dan rata-rata jumlah tunas per eksplan sebanyak 4 tunas. Pada bulan ketiga setelah transformasi genetik, baik tanaman transgenik putatif maupun tanaman nontransgenik memperlihatkan morfologi yang sama. Tanaman transgenik berbunga lebih awal daripada nontransgenik yaitu pada bulan ke-empat setelah transformasi genetik.

Berdasarkan PCR, gen TcLFY yang berukuran sekitar 1200 pb telah

berhasil diintegrasikan ke dalam genom tanaman tembakau transgenik. Analisis ekspresi dengan PCR menggunakan cDNA menunjukkan bahwa tanaman tembakau transgenik mengekspresikan gen TcLFY pada bagian akar, batang, dan

(5)

daun. Ekspresi gen TcLFYpada seluruh bagian dari tanaman tembakau transgenik

ini menunjukkan bahwa promoter p35S CaMV dan gen TcLFY telah terintegrasi

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tana mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(7)

TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN TEMBAKAU OLEH

GEN LFY KAKAO (TcLFY) MENGGUNAKAN

AGROBACTERIUM TUMEFACIENS

RATNA DEWI ESKUNDARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(8)
(9)

Judul Penelitian : Transformasi Genetik Tanaman Tembakau oleh Gen

LFY Kakao (TcLFY) Menggunakan Agrobacterium tumefaciens

Nama Pelaksana : Ratna Dewi Eskundari

NRP : P051100111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA Dr. Ir. Tetty Chaidamsari, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Bioteknologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr

Tanggal Ujian: 3 Desember 2012 Tanggal lulus:

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Transformasi Genetik Tanaman Tembakau oleh Gen LFY Kakao

(TcLFY) Menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Kegiatan penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dari bulan Oktober 2010 hingga Mei 2012.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, antara lain kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA selaku ketua komis pembimbing, Dr. Ir. Tetty Chaidamsari, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing, dan Dr. Ir. Darmono Taniwiryono, M.Sc. sebagai Kepala BPBPI. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua dan adik penulis untuk semua doa, dukungan, dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Alm. Mardadi Danusaputro (eyang kakung) yang selalu memberikan semangat untuk terus belajar kepada penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada eyang putri, simbah putri, dan simbah kakung untuk doa dan dukungan yang tiada henti. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh staf BPBPI, teman-teman Bioteknologi 2010, dan juga teman-teman-teman-teman di Bogor maupun di Wonogiri.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang harus diperbaiki, namun harapan penulis semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang yang membacanya.

Bogor, Januari 2013

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 23 Agustus 1987 dari pasangan Tri Kuncoro dan Esti Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Wonogiri dan melanjutkan pendidikan sarjana di jurusan Biokimia FMIPA-IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima menjadi mahasiswa Bioteknologi di Sekolah Pascasarjana-IPB pada tahun 2010.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 TINJAUAN PUSTAKA Bunga Kakao dan Layu Pentil ... 3

Regulasi Transkripsi dan Kontrol Pembungaan ... 4

Gen LFY... 5

Agrobacterium tumefaciens ... 6

Kultur Jaringan ... 7

Polymerase Chain Reaction & Reverse Transcriptase PCR ... 8

BAHAN DAN METODE ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi... 13

Analisis Morfologi ... 17

Analisis Molekuler ... 18

SIMPULAN DAN SARAN ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(13)

13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bunga kakao dan bagian-bagiannya ... 3

2 Konstruksi vektor ekspresi gen TcLFY... 10

3 Morfologi kontrol ... 15

4 Morfologi planlet tanaman yang berumur 3 bulan ... 18

5 Morfologi planlet tanaman yang berumur 4 bulan ... 18

6 Analisis integrasi gen TcLFY di dalam tanaman tembakau dengan teknik PCR menggunakan primer F1 dan R1... 19

7 Pita hasil isolasi RNA total ... 20

8 Hasil amplifikasi gen TcLFYdengan cDNA total sebagai cetakan dengan primer F1 dan R1... 20

(14)

14

PENDAHULUAN

Peningkatan frekuensi pembungaan dapat dipakai sebagai salah satu strategi dalam meningkatkan produksi komoditas perkebunan. Menurut Bernier et al. (1993), pembungaan adalah rangkaian proses yang diawali dengan perubahan

pucuk vegetatif menjadi pucuk generatif. Menurut Blazquez (2000), proses pembungaan dapat berlangsung melalui beberapa jalur pensinyalan pembungaan seperti kuantitas cahaya, suhu, ketersediaan nutrisi, dan hormon giberelin. Selanjutnya sinyal-sinyal pembungaan tersebut diproses lebih lanjut oleh inti sel sehingga terjadi pembungaan (Sung et al. 2003).

Ada beberapa gen penting yang berperan dalam kontrol inisiasi pembungaan di antaranya LEAFY (LFY) (Schultz & George 1991), APETALA1

(AP1) (Brown et al. 1994), dan CAULIFLOWER (CAL) (Kempin et al.1995).

Menurut Blazquez et al. (1997), gen LFY sudah diekspresikan sebelum masa

generatif pada Arabidopsis. Pena et al. (2001) melaporkan bahwa tanaman jeruk

yang disisipi konstruk gen LFY berbunga pada usia satu tahun dan tanaman

tersebut tidak steril. Ekspresi berlebih gen TERMINAL FLOWER1 (TFL1) dapat

memblokade ekspresi gen LFYatau AP1 (Ratcliffe et al. 1998).

Gen LFYmenyandi faktor transkripsi spesifik tanaman yang berperan dalam

penentuan identitas meristem bunga. Bersama gen AP1, gen LFY menginisiasi

pembentukan meristem bunga. Selanjutnya, ekspresi gen LFY terdeteksi dengan

kuat pada primordia bunga muda (Weigel et al. 1992).

Pohon kakao menghasilkan banyak bunga beberapa kali dalam setahun bergantung pada kultivar kakao dan tempat tumbuhnya. Bunga yang berhasil menjadi buah hanya sekitar 1-5 % dari jumlah bunga keseluruhan (Toxopeus 1985), sedangkan sisanya mengalami layu pentil (McKelvie 1956). Layu pentil dapat didefinisikan sebagai kematian fisiologis buah muda akibat faktor endogen. Kematian fisiologis pentil kakao mempunyai perbedaan yang mencolok dengan layu pentil pada tanaman berkayu lainnya yaitu pentil kakao yang layu masih tetap tergantung pada tempat munculnya (Humphries 1943). Hal ini menyebabkan inefisiensi penggunaan hasil fotosintesis khususnya karbohidrat oleh jaringan lainnya sehingga dapat menurunkan produksi buah kakao.

(15)

15

Gen TcLFY telah diisolasi dari tanaman kakao (Theobroma cacao L.)

(Eskundari 2010). Pengujian fungsi gen tersebut perlu dilakukan pada tanaman model tembakau untuk mengetahui peranan gen tersebut terhadap pembungaan. Hipotesis penelitian ini adalah gen TcLFY dapat diekspresikan dengan baik pada

tanaman tembakau. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai ekspresi gen TcLFYpada tanaman tembakau.

(16)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Bunga Kakao dan Layu Pentil

Bunga kakao muncul dari bantalan bunga yaitu ketiak daun yang telah mengalami penebalan sehingga disebut bunga cauliflorousatautruncate (Gambar

1). Bunga kakao mempunyai beberapa bagian bunga yaitu sepal, petal, kepala sari, tangkai sari, putik, dan ovarium (Gambar 1). Bunganya berukuran kecil (sekitar r = 7.5 mm) dan berbentuk tangkai yang memanjang (Toxopeus 1985). Bunga kakao merupakan bunga lengkap yang mempunyai susunan K5 C5 A5 + 5G(5) yaitu 5 sepal, 5 petal, 10 stamen, dan 5 karpel. Tanaman kakao biasanya mengalami penyerbukan silang dan bersifat inkompatibilitas-sendiri. Walaupun demikian, beberapa varietas kakao yang dapat menyerbuk sendiri akan menghasilkan buah kakao yang bernilai jual yang lebih tinggi (Wood 1975).

Bunga yang muncul dari bantalan bunga ditandai dengan membukanya sepal pada siang hingga malam hari. Pada pagi berikutnya, karpel dan stamen sudah dalam kondisi siap melakukan polinasi dengan bantuan serangga. Serangga kecil dilaporkan berhasil membantu terjadinya penyerbukan silang (Toxopeus 1985).

Gambar 1 Bunga kakao (A) dan bagian-bagian bunga kakao (B): sepal (Se), petal (Pe), stamen (Sta), staminodia (Std), putik (Pi), ovarium (Ov) (Chaidamsari et al. 2006a).

(17)

17

Salah satu masalah besar yang dapat menurunkan produksi kakao adalah layu pentil. Menurut McKelvie (1956), tanaman kakao dewasa yang tumbuh subur dapat menghasilkan 5000-10.000 bunga dalam setahun. Bunga yang terserbuki hanya 10 % dari total bunga dan kebanyakan bunga akan mengalami kematian dalam 24 jam karena tidak terserbuki. Bunga yang telah diserbuki berkembang menjadi buah pentil yang jumlahnya hanya sekitar 10-30%, sedangkan sebagian besar mengalami layu pentil.

Menurut Alvin (1974), layu pentil pada kakao disebabkan karena persaingan dalam mendapatkan hasil fotosintesis, terutama karbohidrat. Persaingan ini terjadi antara buah dan buah serta antara buah dan pertumbuhan pucuk yang aktif (Humphries 1943). Lebih lanjut lagi, Tjasadihardja (1987) mengemukakan bahwa pucuk vegetatif merupakan konsumen karbohidrat terbesar sehingga pasokan karbohidrat ke bagian generatif menjadi berkurang.

Regulasi Transkripsi dan Kontrol Pembungaan

Regulasi ekspresi gen mengontrol berbagai proses biologis di dalam sel (Scott 2000). Analisis genetik pada Arabidopsis memberikan informasi mengenai beberapa jalur pembungaan yaitu jalur fotoperiode, otonom, maupun giberelin (Reeves & Coupland 2001). Menurut Ratcliffe & Riechmann (2002), masing-masing jalur pembungaan tersebut ditimbulkan pada saat regulasi transkripsi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada perkembangan meristem bunga.

Faktor transkripsi didefinisikan sebagai protein yang mempunyai daerah spesifik pengikatan DNA yang selanjutnya dapat menimbulkan atau mencegah proses transkripsi. Faktor transkripsi dikelompokkan ke dalam suatu famili berdasarkan struktur dan interaksi faktor transripsi tersebut dengan daerah spesifik DNA yang akan ditempelinya (Luscombe et al. 2000). Terdapat beberapa famili

faktor transkripsi yang hanya ditemukan pada tanaman, di antaranya LFY (Parcy

et al. 1998), WRKY (Eulgem et al. 2000), dan AP2/EREBP (Saleh & Montserrat

2003). Berdasarkan analisis struktur protein, faktor transkripsi tersusun atas 4 daerah fungsional yaitu daerah pengikatan DNA, daerah regulasi transkripsi, daerah dimerisasi, dan daerah lokalisasi inti. Dengan keempat daerah ini maka faktor transkripsi dapat melakukan fungsinya (Liu et al. 2001).

(18)

18

Daerah pengikatan DNA dapat didefinisikan sebagai polipeptida yang menempel pada daerah cis acting DNA target. Polipeptida ini tersusun oleh sejumlah asam amino yang mempunyai tingkat kemiripan tinggi dalam satu famili. Suatu famili dari faktor transkripsi dapat dibagi menjadi beberapa subgrup berdasarkan perbedaan residu yang terdapat pada daerah pengikatan DNA (Liu et al. 2001).

Daerah regulasi transkripsi dibagi menjadi dua jenis yaitu yang bersifat mengaktifkan dan yang menghambat transkripsi. Daerah yang mengaktifkan transkripsi biasanya tersusun oleh asam amino yang bersifat asam seperti prolin dan glutamin, sedangkan asam amino penyusun daerah penghambat transkripsi sampai sekarang belum jelas. Selanjutnya, daerah dimerisasi dapat didefinisikan sebagai tempat bersatunya semua faktor transkripsi yang terlibat dalam regulasi gen tertentu. Daerah lokalisasi inti biasanya dicirikan dengan banyaknya susunan asam amino arginin dan lisin (Liu et al. 2001).

Gen LFY

Gen LFY merupakan gen yang berperan penting dalam pembungaan

bersama dengan gen AP1 dan AP2 (Huala & Ian 1992), gen TFL1 (Schultz &

George 1993). Ekspresi gen LFY, AP1, dan AP2 dipengaruhi oleh aktivitas gen TFL1. Ketiga gen ini berfungsi dalam pembentukan bunga sehingga apabila salah

satu dari ketiga gen ini menglami mutasi, dipastikan akan terjadi konversi bunga menjadi struktur mirip bunga. Lebih lanjut lagi, mutasi pada gen LFY akan mengakibatkan perubahan pada ekpresi gen kelas B yaitu mutasi pada pembentukan petal dan karpel (Schultz & George 1993). Hal ini membuktikan bahwa gen LFY mempunyai dua peranan yaitu dalam pembentukan identitas meristem bunga dan dalam pembentukan organ bunga (Parcy et al. 1998)

LFY merupakan faktor transkripsi spesifik tanaman yang menempel pada DNA gen target dengan 7 ikatan heliks (Hames 2008). Protein LFY menempel pada DNA gen target dengan sekuen terkonservasi CCANTG pada gen AP1 dan AG (Busch et al. 1999). LFY sebagai faktor transkripsi dalam melakukan

fungsinya membutuhkan koregulator yaitu WUS (Lohmann et al. 2001 ) dan UFO

(19)

19

Protein LFY yang menempel pada salah satu bagian DNA target membentuk 2 lipatan b-strand dan 7 heliks. Heliks α2 dan α3 ini berinteraksi dengan major groove DNA target sehingga interaksi protein dengan DNA terjadi. Pada heliks α2 dan α3 banyak ditemukan asam amino yang mempunyai gugus amida yaitu asparagin dan asam amino yang bersifat basa yaitu lisin. Asam amino lisin ternyata berinteraksi dengan daerah minor groove DNA target (Hames et al.

2008).

RNA LFY terdeteksi pada primordia daun dan jumlahnya mencapai

puncaknya pada saat terjadi inisiasi pembungaan (Blazquez et al. 1997). Sessions et al. (2000) melaporkan bahwa protein LFY terdekteksi di semua lapisan bunga.

Lebih lanjut lagi, Wu et al. (2003) melaporkan bahwa pergerakan protein LFY

dari satu sel ke sel lainnya karena adanya difusi. Agrobacterium tumefaciens

Agrobacterium tumefaciens dikenal sebagai bakteri penyebab penyakit pada

tanaman berkotiledon karena menyebabkan tumor mahkota (Sheng & Vitaly 1996). Komponen bakteri Agrobacterium tumefaciens yang penting dalam

melakukan invasi ke tanaman yaitu daerah T-DNA yang menyandikan gen vir.

Selain itu, peran protein yang disandikan oleh gen chv yang terletak pada

kromosom bakteri Agrobacterium tumefaciens juga mempunyai andil dalam

pembentukan tumor mahkota (Citovsky et al. 1992).

Hal lain yang menarik dari bakteri Agrobacterium tumefaciens adalah

adanya gen penyandi untuk sintesis hormon pertumbuhan dan gen penyandi terbentuknya senyawa yang mengandung asam amino dan turunan gula. Hormon ini berfungsi pada saat Agrobacterium tumefaciens sudah menginvasi tanaman

sehingga bakteri tersebut dapat tumbuh dengan baik. Selanjutnya, senyawa asam amino dan turunan gula yang dihasilkan bakteri tersebut dikenal dengan senyawa opin, dan senyawa opin tersebut mempunyai 2 jenis yaitu nopalin dan oktopin (Hooykaas & Alice 1994).

Proses transfer gen dari Agrobacterium tumefaciens ke dalam genom

tanaman terjadi melalui beberapa tahap yaitu kolonisasi bakteri, induksi sistem virulensi bakteri, pembentukan kompleks transfer T-DNA, transfer T-DNA ke

(20)

20

dalam genom tanaman, dan integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman. Tahap kolonisasi bakteri diawali dengan menempel dan masuknya Agrobacterium tumefaciens ke tanaman melalui luka (Matthysse 1986). Tahap induksi virulensi bakteri ditandai dengan terekspresinya gen virA yang dirangsang dengan

dikeluarkannya senyawa asetosiringon oleh tanaman yang mengalami luka (Pan et al. 1993). Protein ini selanjutnya berinteraksi dengan protein ChvE yang

disandikan oleh gen chvE (Ankenbauer & Nester 1990) sehingga mengaktifkan

gen virGsehingga gen virlainnya menjadi aktif (Jin et al. 1990).

Selanjutnya, tahap pemotongan T-DNA dari plasmid TI yang melibatkan gen virD1 dan vir D2 (Durrenberger et al. 1989). Protein VirE2 berperan sebagai

melindungi utas T-DNA selama proses transportasi ke sel tanaman dari enzim pendegradasi T-DNA tersebut (Zupan et al. 1996). Protein Vir yang lain adalah

protein VirB yang berperan membentuk pori-pori sehingga ss T-DNA dapat keluar dari sel bakteri dan masuk ke sel tanaman (Rashkova et al. 1997). Tahap

terakhir adalah integrasi sekuen T-DNA ke dalam genom tanaman dengan mekanisme rekombinasi nonhomologi (Sonti et al. 1995). Untaian ss T-DNA

yang pertama kali menyisip pada kromosom adalah ujung 5’ yaitu ujung RB dan diakhiri dengan LB (Tinland et al. 1995)

Kultur Jaringan

Kultur melalui biji merupakan suatu metode yang biasa dilakukan untuk mendapatkan satu tanaman yang utuh. Sedangkan untuk tanaman yang tidak berbunga, kultur jaringan dapat dijadikan salah satu solusi untuk mendapatkan satu tanaman yang utuh menggunakan bagian dari tanaman tersebut seperti daun, batang, ataupun akar. Hal ini merupakan konsep kultur jaringan yang dikenal dengan istilah totipotensi (Acquaah 2004).

Dalam kultur jaringan, sel atau jaringan membutuhkan lingkungan biotik dan abiotik yang sesuai. Pengkondisian aseptik mutlak diperlukan dalam kultur jaringan. Selain itu, kultur jaringan juga membutuhkan pensuplaian nutrisi yang dimiripkan pada kondisi normal di mana sel atau jaringan itu tumbuh. Media kultur jaringan terdiri atas empat macam yaitu elemen mineral, bahan organik, regulator pertumbuhan, dan sistem pendukung. Bahan mineral terdiri atas unsur

(21)

21

makro dan mikro dan salah satu kompisisi bahan mineral yang biasa digunakan dalam kultur jaringan diperkenalkan oleh Murashige and Skoog pada tahun 1962. Makronutrien terdiri atas nitrogen, ammonium, fosfor, dan kalium, sedangkan mikronutrien terdiri atas kalsium, magnesium, klorida, besi, sulfur, natrium, boron, mangan, seng, tembaga, kobalt, dan iod. Bahan organik yang diperlukan dalam kultur jaringan adalah sumber karbon dan faktor yang mendukung pertumbuhan seperti gula, vitamin, mio-inositol, bahan organik kompleks (ekstrak khamir), dan arang aktif. Zat pengatur pertumbuhan juga sangat diperlukan dalam kultur jaringan. Auksin dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuhan utama yang biasanya digunakan. Perbandingan auksin dengan sitokinin didasarkan pada tujuan induksi akar atau batang. Auksin berperan dalam induksi akar, sedangkan sitokinin berperan dalam induksi batang. Komposisi media yang tidak kalah pentingnya adalah bahan pemadat yaitu agar yang terbuat dari polisakarida alga merah. Ciri khusus agar yang menjadikannya digunakan sebagai bahan pemadat yaitu tidak bereaksi dengan bahan media yang lainnya dan hanya memadat pada pH di atas 4.5 (Acquaah 2004).

Kultur jaringan tanaman dapat dibagi menjadi 5 tahap penting meliputi tahap seleksi bahan tanaman dan persiapan, inisiasi, poliferasi tunas, perakaran, dan aklimasi. Pemilihan bahan tanaman yang sesuai dengan standar dan perawatan dalam kondisi aseptik mutlak dilakukan pada tahap pertama. Selanjutnya, tahap inisiasi ditandai dengan pekerjaan mempersiapkan eksplan, proses sterilisasi eksplan hingga mendapatkan eksplan yang aseptik. Tahap poliferasi tunas mencakup semua pekerjaan setelah tahap inisiasi sampai didapatkan tunas yang sehat, steril, dan siap untuk menjalani tahap perakaran. Tahap perakaran diawali dengan pembindahan tunas yang telah lolos tahap sebelumnya ke media perakaran. Proses aklimatisasi merupakan tahap akhir pada kultur jaringan yaitu ditandai dengan pemindahan tanaman ke media tanah (Trigiano & Gray 2000).

Polymerase Chain Reaction (PCR) & Reverse Transcription PCR (RT-PCR)

PCR merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk memperbanyak suatu sekuen DNA atau RNA target. Metode ini diperkenalkan oleh Kary Mullis

(22)

22

pada pertengahan tahun 1985. Karena kelebihan metode ini dalam segi kesederhanaan dan tingkat kesensitifan dalam memperbanyak sekuen target, maka metode ini banyak dipakai saat ini (Saiki et al. 1988).

Proses PCR terdiri atas tiga tahap. Tahap awal merupakan tahap denaturasi menggunakan suhu tinggi sekitar 90-95 °C. Pada tahap ini utas ganda DNA mengalami pemisahan satu sama lain sehingga menjadi utas tunggal. Tahap kedua disebut tahap penempelan primer yang biasanya dilakukan pada suhu 45-55°C. Primer yang telah dirancang sebelumnya akan melekat pada utas DNA cetakan sesuai dengan pasangan basa nukleotidanya. Tahap yang terakhir adalah pemanjangan nukleotida yang ditandai dengan pembentukan utas baru DNA menggunakan nukleotida dNTP dan tahap ini biasanya dilakukan pada suhu sekitar 70-75°C (Innis et al. 1991).

RT-PCR merupakan metode untuk menghasilkan complementary DNA

(cDNA) dengan RNA sebagai cetakannya (O’Connell 2002). Molekul cDNA tersebut selanjutnya digunakan diperbanyak dengan menggunakan PCR (Sambrook et al. 2001). Karena kelebihannya dalam tingginya tingkat sensitivitas,

maka metode ini biasa digunakan untuk keperluan pembuatan pustaka cDNA, identifikasi kelainan proses transkripsi, identifikasi ekspresi gen, dan identifikasi kontaminan RNA pada suatu sampel. Karena tingginya tingkat kespesifikan metode ini, maka metode ini dapat digunakan untuk menghasilkan cDNA dengan jumlah RNA yang sedikit (O’Connell 2002). Kekhususan metode ini adalah penggunaan enzim yang terlibat dalam proses transkripsi balik yang biasa disebut enzim reverse transcriptase (RT). Contoh enzim RT yang digunakan secara

komersial misalnya enzim RT yang berasal dari sel yang diinfeksi oleh Moloney murine leukimia virus (MMLV) dan Avian myleoblastosis virus (AMV) (Reece

(23)

23

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor, dari bulan Oktober 2010 hingga Mei 2012.

Bahan

Tanaman tembaka Nicotiana tabacum kultivar Virginia (koleksi Balai

Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia) yang ditumbuhkan secara in vitro

digunakan sebagai bahan tanaman yang ditransformasi secara genetik.

Agrobacterium tumefaciens strain AGL-0 yang mengandung plasmid pCambia 1303 yang membawa gen TcLFY di bawah kendali promoter 35S CaMV

digunakan untuk melakukan transformasi genetik. Sepasang primer spesifik F1 (5’

GAATGGACCCTGAGGCTTTCACTACCGGG 3’) dan R1 (5’

ATCAAACCTTCCTGGGAGAGGGCATCA 3’) digunakan untuk menganalisis integrasi dan ekspresi gen TcLFY sepanjang 400 pb. Peta fisik daerah T-DNA

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Konstruksi vektor ekpresi gen TcLFY(Guntoro 2010)

Metode

Kokultivasi dan Regenerasi

Transformasi genetik tanaman tembakau dengan gen TcLFY dilakukan

sesuai Sain et al. (1994) yang dimodifikasi oleh Santoso et al. (2000). Agrobacterium tumefaciens strain AGL-O yang membawa konstruk gen TcLFY

dibiakkan selama dua hari pada media cair Luria Bertani yang mengandung 50 ppm kanamisin dan 50 ppm rifampisin pada suhu 28°C dalam keadaan gelap. Biakan bakteri selanjutnya disuspensi dengan media MS-0 cair hingga kerapatannya menjadi 0.2-0.3. Eksplan potongan daun yang berukuran 1cm2 diinokulasi dengan cara dimasukkan ke dalam suspensi bakteri selama 15 menit dan digoyang. Selanjutnya eksplan dicuci di dalam media MS-0 cair sebanyak 3x dan dikeringkan dengan kertas tissu steril kemudian ditanam pada media MS

(24)

24

padat yang mengandung 200 ppm acetosiringon selama sehari dalam keadaan gelap.

Eksplan selanjutnya dipindahkan ke media MS padat yang mengandung 250 ppm sefotaksim selama 5 hari dan selanjutnya dipindahkan ke media MS padat yang mengandung 250 ppm sefotaksim dan 50 ppm kanamisin. Setelah terbentuk tunas, eksplan diregenerasikan di media MS padat yang mengandung 0.5 ppm BAP, 250 ppm sefotaksim, dan 50 ppm kanamisin serta diinkubasi pada suhu sekitar 22° C. Sebagai kontrol positif, eksplan nontransgenik ditumbuhkan di media MS padat tanpa kanamisin, sedangkan eksplan nontransgenik yang ditumbuhkan di media MS padat dengan 50 ppm kanamisin berfungsi sebagai kontrol negatif. Subkultur dilakukan setiap 4 minggu sekali.

Isolasi DNA

Bahan yang digunakan untuk isolasi DNA adalah daun planlet tanaman transgenik putatif dan daun planlet tanaman nontransgenik yang berwarna hijau segar dan berumur sekitar 3 bulan. Isolasi DNA dilakukan berdasarkan metode Orozco-Castillo et al. (1994) yang dimodifikasi. DNA yang didapatkan digunakan

untuk analisis integrasi gen TcLFY dalam genom tanaman tembakau

menggunakan teknik PCR.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Campuran reaksi PCR mengandung 1-10 ng DNA cetakan, masing-masing 20-100 nM primer F1 dan R1, masing-masing 0.2 µM keempat dNTP, serta 1-2.5 Unit enzim Taq polymerase(Invitrogen). Reaksi dilakukan dengan volume 25µL.

Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi pada suhu 94 °C selama 45 detik, annealing pada suhu 62°C selama 45 detik, pemanjangan pada suhu 72°C selama 2 menit, dengan pengulangan sebanyak 35 siklus, serta dilakukan pasca PCR pada suhu 72°C selama 5 menit.

Isolasi RNA dan Transkripsi Balik PCR (RT-PCR)

Bahan yang digunakan untuk isolasi RNA adalah akar, batang, dan daun planlet tanaman putatif transgenik yang berumur sekitar 4 bulan, serta daun planlet tanaman nontransgenik yang juga berumur sekitar 4 bulan. Proses isolasi RNA mengikuti prosedur kit Geneaid. RNA total digunakan untuk mensintesis utas pertama cDNA menggunakan teknik transkripsi balik (Reverse

(25)

25

Transcription). Proses ini dilakukan sesuai prosedur kit dari Invitrogen dan

menggunakan 8 µg RNA total. Selanjutnya sebanyak 1 µL cDNA digunakan sebagai cetakan amplifikasi gen TcLFYmenggunakan teknik PCR. Program PCR

(26)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35SCaMV::TcLFY. Promoter p35S CaMV digunakan dalam penelitian ini

karena mempunyai aktivitas transkripsi yang tinggi walaupun efisiensinya bergantung pada spesies tanaman. Kalai (2008) melaporkan bahwa lebih dari 80% tanaman transgenik menggunakan promoter ini dalam konstruksi ekspresinya. Gen TcLFY full length yang diligasikan dengan p35SCaMV berukuran sekitar

1200 pb.

Transformasi genetik pada penelitian ini menggunakan bantuan

Agrobacterium tumefaciens walaupun terdapat banyak cara dalam menghasilkan

tanaman transforman. Menurut Hiei & Komari (2008), ada beberapa manfaat penggunaan Agrobacterium tumefaciens dalam transformasi genetik di antaranya

efisiensi transformasi yang tinggi, jumlah salinan gen yang relatif sedikit dalam kromosom, mampu mentransfer segmen DNA yang relatif besar, dan kecilnya penyusunan kembali segmen T-DNA saat transformasi genetik. Selanjutnya, strain AGL-O yang telah membawa konstruksi vektor ekspresi gen TcLFY

digunakan dalam penelitian ini. Menurut Vargas & Flota (2006), strain AGL-O mempunyai kemampuan virulensi yang lebih tinggi dibandingkan strain LBA4404 tetapi lebih sulit untuk membunuhnya setelah proses transformasi.

Sebelum proses transformasi dilakukan, Agrobacterium tumefaciensstrain

AGL-O dikulturkan selama 2 hari pada suhu 28°C dengan penambahan antibiotik kanamisin 50 ppm dan rifampisin 50 ppm pada media Luria Bertani (LB) pada 150 rpm dan kondisi gelap. Penggunaan kanamisin pada penelitian ini dikarenakan adanya gen nptII pada konstruksi vektor ekpresi. Menurut Miki &

McHugh (2004), nptIImerupakan enzim yang mengkatalisis fosforilasi gugus

3-OH dari senyawa aminoglikosida seperti kanamisin, neomisin, genetisin, dan paramomisin. Fungsi rifampisin pada proses ini adalah sebagai marka seleksi untuk Agrobacterium tumefaciens strain AGL-O. Selain AGL-O, menurut Klee

(2000), terdapat beberapa strain Agrobacterium tumefaciens yang menggunakan

(27)

27

GV3850, GV3101::pMP90, GV3101::pMP90RK, EHA101, dan EHA105. Pemakaian kanamisin 50 ppm dan rifampisin 20 ppm juga dilaporkan oleh Mahadtanapuk et al. (2006) pada transformasi Curcuma alismatifolia Gagnep. Kondisi gelap di sini diperlukan untuk mengoptimalkan proses kultur bakteri ini mengingat bakteri Agrobacterium tumefacienstermasuk bakteri tanah.

Regenerasi tanaman dari eksplan yang ditransformasi dengan gen TcLFY

dilakukan melalui organogenesis langsung dari potongan daun. Metode regenerasi melalui organogenesis pada tanaman tembakau mempunyai efisiensi yang baik berdasarkan hasil penelitian Chaidamsari et al. (2006b), Ahmed et al. (2007), dan

Thiruvengadam & Chung (2011). Infeksi bakteri pada daun tembakau terjadi melalui luka yang ditimbulkan akibat pemotongan daun dengan ukuran 1 cm x 1 cm. Kondisi ini akan menstimulasi ekspresi gen vir. Selain itu, ekspresi gen vir

diinduksi oleh senyawa fenol monosiklik seperti acetosiringon yang ditambahkan pada media. Konsentrasi acetosiringon yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 200 ppm dan konsentrasi ini juga digunakan oleh Yelli (2009) pada transformasi tanaman tomat.

Untuk menginokulasi, eksplan potongan daun dimasukkan ke dalam larutan suspensi bakteri pada fase eksponensial. Fase eksponensial pertumbuhan A. tumefaciens dicapai melalui pembiakan bakteri selama 2 hari yang kemudian diencerkan hingga 100x. Pengenceran ini dimaksudkan untuk mendapatkan kerapatan optik 0.2-0.3 pada panjang gelombang 600 nm (Nickoloff 1995). Metode pengenceran ini dilakukan pada banyak penelitian seperti Chaidamsari et al. (2006b) pada transformasi tembakau oleh gen TcAP1, Khammuang et al.

(2005) pada transformasi gen antibeku asal stroberi, dan Vengadesan et al. (2004)

pada transformasi mentimun oleh gen bar. Menurut Sreeramanan et al. (2008),

kerapatan A. tumefaciensyang tinggi digunakan untuk beberapa eksplan tertentu.

Untuk mengurangi efek negatif seperti kesulitan membunuh A. tumefaciens, maka

waktu inokulasi atau kokultivasi diperpendek ataupun penambahan antioksidan seperti L-sisten dan asam askorbat pada media kokultur. Oleh karena itu, inokulasi kultur bakteri yang membawa konstruk gen TcLFY pada eksplan daun

hanya berlangsung sekitar 15 menit saja untuk mengurangi efek negatif yang dikarenakan tingginya jumlah bakteri.

(28)

28

Setelah proses infeksi selama 15 menit, eksplan daun dikokultivasi pada media MS yang mengandung asetosiringon 200 ppm dan diinkubasi pada kondisi gelap. Kondisi gelap ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi infeksi Agrobacterium pada eksplan daun karena Agrobacterium termasuk bakteri tanah yang akan hidup optimal pada kondisi gelap. Setelah sehari, maka eksplan daun dipindahkan ke media MS yang mengandung sefotaksim 250 ppm. Vargas & Flota (2006) melaporkan bahwa untuk mengurangi infeksi yang berlebihan dari

Agrobacterium, sefotaksim ataupun vancomisin diberikan pada media.

Penggunaan sefotaksim 250 ppm biasa digunakan oleh beberapa peneliti seperti Chaidamsari et al. (2006), Tseng et al. (2011), dan Sagare & Mohanty (2012).

Setelah kokultivasi, maka eksplan daun dipindahkan pada media regenerasi MS yang ditambahkan agen seleksi kanamisin 50 ppm dan sefotaksim 250 ppm.

Perlakuan kontrol baik kontrol negatif maupun positif mutlak dilakukan untuk menjaga kesahihan penelitian. Kontrol negatif terlihat kekuningan dan pada akhirnya akan menjadi layu (Gambar 3). Perlakuan kontrol negatif ini merupakan eksplan potongan daun tanaman tembakau yang langsung dikokultivasikan pada media MS yang ditambahkan kanamisin 50 ppm dan perlakuan ini befungsi untuk mengkonfirmasi bahwa antibiotik yang digunakan sebagai agen seleksi dapat berfungsi dengan baik. Selanjutnya, kontrol positif yaitu eksplan potongan daun yang dikokultivasi pada media MS tanpa penambahan antibiotik, masih terlihat hijau segar, memperlihatkan munculnya tunas, dan sampai akhirnya akan menjadi planlet tanaman tembakau yang normal setelah beberapa hari kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol positif berfungsi dengan baik yaitu mengkonfirmasi bahwa tanaman tembakau yang digunakan pada penelitian ini dalam keadaan baik.

(a) (b)

(29)

29

Proses regenerasi dilakukan dengan memindahkan eksplan daun pada media MS padat yang dimengandung kanamisin 50 ppm, sefotaksim 250 ppm, dan hormon sitokinin berupa BAP. BAP yang merupakan salah satu jenis sitokinin sintetik yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan vegetatif tanaman invitro. Menurut Wattimena (1988), peran fisiologis hormon sitokinin di antaranya adalah menginduksi pembelahan sel, morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, dan pemecahan dormansi. Pada penelitian ini, penambahan BAP dilakukan terhadap eksplan yang tidak dikokultivasi dengan A. tumefaciens (kontrol positif) dan eksplan yang dikokultivasi dengan A. tumefaciens. Eksplan yang mampu bertahan hidup pada media seleksi kanamisin

disebut eksplan transgenik putatif.

Regenerasi dimulai dengan munculnya tunas pada bagian tepi daun yang mengalami penebalan dan berwarna kuning kehijauan. Hal ini terjadi baik pada eksplan transgenik putatif maupun eksplan nontransgenik. Eksplan nontransgenik mengalami kematian di media selektif yang mengandung antibiotik. Rata-rata jumlah tunas tiap eksplan antara eksplan transgenik putatif dan eksplan nontransgenik adalah sama yaitu sekitar 4 tunas per eksplan. Eksplan yang bertunas selanjutnya membentuk daun kecil. Inisiasi tunas eksplan transgenik putatif terjadi pada hari ke-17 setelah dilakukan transformasi dan pada hari yang ke-21 pada eksplan nontransgenik. Hal ini menunjukkan bahwa eksplan transgenik putatif bertunas lebih cepat daripada eksplan kontrol positif. Konsentrasi BAP yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 0.5 ppm dan konsentrasi ini juga dilaporkan oleh Yelli (2009) merupakan konsentrasi sitokinin yang optimal untuk menghasilkan tunas. Dari eksplan yang diinfeksi A. tumefaciens, jumlah eksplan yang hidup di media selektif adalah berkisar 16%

sedangkan dari eksplan yang tidak diinfeksi, berkisar 95% dapat hidup pada media nonselektif. Dari eksplan yang hidup, eksplan yang menghasilkan tunas transgenik putatif adalah 27.4%. Eksplan yang tidak diperlakukan dengan A. tumefaciens mempunyai efisiensi regenerasi sekitar 98.78% (Tabel 1). Hal ini

menunjukkan bahwa efisiensi regenerasi eksplan transgenik putatif lebih rendah daripada eksplan nontransgenik. Yelli (2009) mengemukakan bahwa infeksi

(30)

30

bakteri dan perlakuan antibiotik mungkin menjadi penyebab rendahnya efisiensi regenerasi eksplan transgenik.

Suhu inkubasi selama proses kokultivasi dan regenerasi berkisar 22°C. Berdasarkan Dillen et al. (1997), integrasi T-DNA pada genom tembakau

berlangsung optimal pada suhu 22°C. Salas et al. (2001) juga melaporkan suhu 19

°C merupakan suhu optimal untuk integrasi gen asing pada tanaman yang sama. Tabel 1 Perkembangan eksplan nontransgenik dan eksplan transgenik putatif

Eksplan Jumlah eksplan Jumlah eksplan yang hidup Jumlah eksplan yang bertunas Jumlah tunas Efisiensi transformasi (%) Efisiensi regenerasi (%) Rata-rata tunas/eksplan TcLFY 520 84 23 77 16 27.38 3.35 Nontransgenik* 520 493 487 2017 - 98.78 4.09

* ditanam di media nonselektif.

Analisis Morfologi

Sampai dengan umur tiga bulan, planlet transgenik putatif dan nontransgenik yang ditumbuhkan secara in vitromempunyai morfologi yang sama

baik pada akar, batang, dan daun (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa integrasi gen TcLFYke dalam genom tembakau tidak membuat abnormalitas pada

tanaman tembakau dan hal ini tidak berlawanan dengan fungsi gen LFY sebagai

gen kunci dalam pembungaan. Di dalam kultur in vitro, tanaman transgenik menghasilkan bunga pada bulan ke-empat, sedangkan tanaman nontransgenik belum menghasilkan bunga pada saat yang sama (Gambar 5). Hasil ini menunjukkan bahwa ekspresi berlebih gen TcLFY di dalam tanaman tembakau

menyebabkan pembungaan awal. Menurut Blazquez et al. (1997), peningkatan

jumlah kopi gen LFY menyebabkan pengurangan daun serta diikuti oleh

pembentukan bunga. Pembungaan in vitro pada tembakau juga dilaporkan

(31)

Gambar 4 Morfologi planle

yang berumur 3 bulan

Gambar 5 Morfologi planlet tanaman berumur 4 bulan

Analisis Molekuler

Dari 77 tunas putatif transgenik, lima tunas yang tumbuhnya paling cepat diambil secara acak untuk dianalisis secara molekuler. Analisis molekuler dengan PCR menunjukkan bahwa kelima tanaman transgenik putatif tersebut mengandung sisipan gen

amplikon berukuran 400 pb s

menunjukkan bahwa kelima tanaman tersebut adalah transgenik. ini berbunga lebih awal daripada tembakau nontransgenik.

(a) (b)

Morfologi planlet tanaman transgenik putatif (a) dan nontransgenik (b) yang berumur 3 bulan.

(a) (b)

planlet tanaman transgenik (a) dan nontransgenik (b) bulan.

Dari 77 tunas putatif transgenik, lima tunas yang tumbuhnya paling cepat diambil secara acak untuk dianalisis secara molekuler. Analisis molekuler dengan PCR menunjukkan bahwa kelima tanaman transgenik putatif tersebut mengandung sisipan gen TcLFY. PCR dengan primer F1 dan R1 menghasilkan

amplikon berukuran 400 pb seperti yang diharapkan (Gambar 6

menunjukkan bahwa kelima tanaman tersebut adalah transgenik. Kelima tanaman ini berbunga lebih awal daripada tembakau nontransgenik.

31

transgenik putatif (a) dan nontransgenik (b)

transgenik (a) dan nontransgenik (b) yang

Dari 77 tunas putatif transgenik, lima tunas yang tumbuhnya paling cepat diambil secara acak untuk dianalisis secara molekuler. Analisis molekuler dengan PCR menunjukkan bahwa kelima tanaman transgenik putatif tersebut gan primer F1 dan R1 menghasilkan eperti yang diharapkan (Gambar 6). Hal ini Kelima tanaman

(32)

1

Gambar 6 Analisis integrasi

teknik PCR menggunakan primer F1 dan R1 nontransgenik; lajur 2

marker 1 kb P

RNA telah berhasil diisolasi dari salah satu tanaman tembakau transgenik yang mengandung gen

dan daun tanaman trans agarosa memperlihatkan

tersebut adalah rRNA 18s dan 28s. Adanya 2 pita dominan tersebut menunjukkan bahwa baik rRNA 18s maupun 28s yang utuh. Karena rRNA 18s dan 28s di dalam suspensi RNA total dalam keadaan utuh, maka baik rRNA, tRNA, maupun mRNA adalah utuh.

Konsentrasi RNA yang digunakan

250 ng/µL sehingga diperoleh pendaran pita yang optimal pada proses selanjutnya. Amplifikasi utas pertama cDNA selanjutnya dilakukan dengan menggunakan PCR. Primer yang digunakan untuk mengamplifi

adalah sepasang primer ekspresi F1 dan R1. Primer F1 berukuran 28 nukleotida dengan titik melting (TM) sebesar 64 °C sedangkan primer R1 berukuran 27 nukleotida dengan TM sebesar 66 °C

TcLFYdari basa nomor 32

pb.

RNA total hasil isolasi selanjutnya digunakan sebagai cetakan untuk mensintesis utas pertama cDNA menggunakan RT

menggunakan cetakan cDNA total dari salah

menggunakan primer F1 dan R1 menghasilkan amplikon yang berukuran sekitar 400 pb baik pada akar, batang, maupun daun, sedangkan

2 3 4 5 6 7

Analisis integrasi gen TcLFY di dalam tanaman tembakau dengan

teknik PCR menggunakan primer F1 dan R1. Lajur 1 = DNA daun nontransgenik; lajur 2-6 = DNA daun transgenik putatif; lajur 7 =

1 kb Plus DNA Ladder.

telah berhasil diisolasi dari salah satu tanaman tembakau transgenik yang mengandung gen TcLFY. Hasil elektroforesis RNA total dari akar, batang,

tanaman transgenik serta RNA total daun nontransgenik di dalam gel memperlihatkan dua pita RNA yang dominan (Gambar 7).

tersebut adalah rRNA 18s dan 28s. Adanya 2 pita dominan tersebut menunjukkan bahwa baik rRNA 18s maupun 28s yang utuh. Karena rRNA 18s dan 28s di dalam suspensi RNA total dalam keadaan utuh, maka baik rRNA, tRNA, maupun

asi RNA yang digunakan untuk kepentingan ini adalah

ng/µL sehingga diperoleh pendaran pita yang optimal pada proses selanjutnya. Amplifikasi utas pertama cDNA selanjutnya dilakukan dengan menggunakan PCR. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen target adalah sepasang primer ekspresi F1 dan R1. Primer F1 berukuran 28 nukleotida dengan titik melting (TM) sebesar 64 °C sedangkan primer R1 berukuran 27 nukleotida dengan TM sebesar 66 °C. Sepasang primer ini mengamplifikasi gen a nomor 32-407 sehingga pita amplion yang dihasilkan sekitar 400 RNA total hasil isolasi selanjutnya digunakan sebagai cetakan untuk mensintesis utas pertama cDNA menggunakan RT-PCR. PCR dengan menggunakan cetakan cDNA total dari salah satu tanaman transgenik

menggunakan primer F1 dan R1 menghasilkan amplikon yang berukuran sekitar 400 pb baik pada akar, batang, maupun daun, sedangkan cDNA dari

± 400 pb 32

di dalam tanaman tembakau dengan . Lajur 1 = DNA daun transgenik putatif; lajur 7 = telah berhasil diisolasi dari salah satu tanaman tembakau transgenik akar, batang, di dalam gel ). Dua pita tersebut adalah rRNA 18s dan 28s. Adanya 2 pita dominan tersebut menunjukkan bahwa baik rRNA 18s maupun 28s yang utuh. Karena rRNA 18s dan 28s di dalam suspensi RNA total dalam keadaan utuh, maka baik rRNA, tRNA, maupun untuk kepentingan ini adalah sebesar ng/µL sehingga diperoleh pendaran pita yang optimal pada proses selanjutnya. Amplifikasi utas pertama cDNA selanjutnya dilakukan dengan kasi gen target adalah sepasang primer ekspresi F1 dan R1. Primer F1 berukuran 28 nukleotida dengan titik melting (TM) sebesar 64 °C sedangkan primer R1 berukuran 27 . Sepasang primer ini mengamplifikasi gen 407 sehingga pita amplion yang dihasilkan sekitar 400 RNA total hasil isolasi selanjutnya digunakan sebagai cetakan untuk

PCR dengan transgenik dengan menggunakan primer F1 dan R1 menghasilkan amplikon yang berukuran sekitar cDNA dari tanaman

(33)

nontransgenik tidak mengha

ekspresi gen TcLFY terjadi di semua bagian tanaman tembakau transgenik karena

gen TcLFY yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman tembakau di bawah

kendali promoter konstitutif p35S CaMV.

maka menjadikan tanaman transgenik berbunga da transgenik ini lebih awal daripada tanaman nontransgenik

1

Gambar 7 Pita hasil isolasi RNA total. Lajur 1: RNA total daun transgenik, lajur 2: RNA total batang transgenik, lajur 3: RNA total daun transgenik, lajur 4: RNA total daun nontransgenik.

Gambar 8 Hasil amplifikasi gen

dengan primer F1 dan R1. Lajur 1:

2: cDNA daun tanaman nontransgenik, lajur 3: cDNA akar tanaman transgenik, lajur 4: cDNA batang tanaman transgenik, lajur

daun tanaman transgenik.

nontransgenik tidak menghasilkan amplikon (Gambar 8). Pada penelitian ini terjadi di semua bagian tanaman tembakau transgenik karena yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman tembakau di bawah kendali promoter konstitutif p35S CaMV. Dengan adanya ekspresi gen

maka menjadikan tanaman transgenik berbunga dan berbunganya tanaman ini lebih awal daripada tanaman nontransgenik

1 2 3 4

Pita hasil isolasi RNA total. Lajur 1: RNA total daun transgenik, lajur 2: RNA total batang transgenik, lajur 3: RNA total daun transgenik, lajur 4: RNA total daun nontransgenik.

1 2 3 4 5

Hasil amplifikasi gen TcLFY dengan cDNA total sebagai cetakan

dengan primer F1 dan R1. Lajur 1: marker 1 kb plus DNA ladder

2: cDNA daun tanaman nontransgenik, lajur 3: cDNA akar tanaman transgenik, lajur 4: cDNA batang tanaman transgenik, lajur

daun tanaman transgenik.

± 400 pb 33

Pada penelitian ini terjadi di semua bagian tanaman tembakau transgenik karena yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman tembakau di bawah Dengan adanya ekspresi gen TcLFY

n berbunganya tanaman

Pita hasil isolasi RNA total. Lajur 1: RNA total daun transgenik, lajur 2: RNA total batang transgenik, lajur 3: RNA total daun transgenik,

sebagai cetakan

DNA ladder, lajur

2: cDNA daun tanaman nontransgenik, lajur 3: cDNA akar tanaman transgenik, lajur 4: cDNA batang tanaman transgenik, lajur 5: cDNA

± 400 pb 28 S 18 S

(34)

34

SIMPULAN DAN SARAN

Gen TcLFY berhasil diintegrasikan dan diekpresikan di dalam tanaman

tembakau. Analisis molekular perlu dilakukan menggunakan primer yang mengamplifikasi sebagian daerah promoter dan sebagian gen TcLFY. Analisis

kuantitif terhadap ekspresi gen TcLFY perlu dilakukan menggunakan Real-Time

(35)

35

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah G. 2004. Understanding Biotechnology. New Jersey: Pearson Education

Inc.

Ahmed MB, Akhter MS, Hossain M, Islam R, Choudhury TA, Hannan MM, Razvy MA. 2007. An efficient Agrobacterium-mediated genetic

transformation method of lettuce (Lactuca sativa L.) with an aphidicidal

gene, Pta (Pinellia ternata agglutinin). Middle-East J. of Scientific Research 2: 155-160.

Alvin PT, Machado AD, dan Vello F. 1974. Physiological responses of cacao to environment factors. J. Revista Theobroma. 4:3-12.

Ankenbauer RG, Nester EW. 1990. Sugar-mediated induction of Agrobacterium tumefaciens virulence genes: structural specificity and activities of

monosaccharides. J. of Bacteriol172: 6442-6446.

Bernier G, Andree H, Claude H, Anne P, Pierre L. 1993. Physiological signals that induce flowering. Plant Cell5: 1147-1157.

Blazquez M.A. et al. 1997. LEAFY expression and flower initiation in Arabidopsis. Development 124: 3835–3844.

Blazquez M A. 2000. Flower developmental pathways. Cell Sci 113: 3547-3548.

Brown CG, Beth S, Martin FY. Regulation of the Arabidopsis floral homeotic

gene APETALA1. Cell76: 131-143.

Busch MA, Kirsten B, Detlef W. 1998. Activation of a floral homeotic gene in

Arabidopsis. Science285: 585–587.

Chaidamsari T, Samanhudi, Herti S, Djoko S, Gerco CA, Ruud AM. 2006a. Isolation and characterization of an AGAMOUS homologue from cocoa. Plant Sci 170: 968-975.

Chaidamsari T, Samanhudi, Asmini B, Roedy P, Djoko S. 2006b. Ekspresi fenotipe gen APETALA1 kakao (TcAP1) pada eksplan tembakau. Menara Perkebunan74: 1-9.

Dillen W, De Clercq J, Kapila J, Zambre M,Van Montagu M, Angenon G. 1997. The e¡ect of temperature on Agrobacterium tumefaciens-mediated gene

(36)

36

Durrenberger F, Andreas C, Barbara H, Zdena KN. 1989. Covalently bound VirD2 protein of Agrobacterium tumefaciens protects the T-DNA from

exonucleolytic degradation. PNAS86: 9154–9158.

Eskundari RD. 2010. Isolasi dan karakterisasi fragmen gen LEAFYdari bantalan

bunga kakao. [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

EulgemT, Paul JR, Silke R, Imre ES. 2000. The WRKY superfamily of plant transcription factors. Trends in Plant Sci5: 1360 – 1385.

Guntoro S. 2010. Penyisipan gen LEAFY lengkap tanaman kakao pada vektor

ekspresi dan transformasi ke dalam Agrobacterium tumefaciens.

[Skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hames C, Denis P, Clemens G, Emmanuel T, Edwige M, Francine G, Jean LM, Reyes B, Francois P, Christoph WM. 2008. Structural basis for LEAFY

floral switch function and similarity with helix-turn-helix proteins.

EMBO 27: 2628–2637.

Hiei Y, Komari T. 2008. Agrobacterium-mediated transformation of rice using

immature embryos or calli induced from mature seed. Nature. Vol.3

No.5.

Hooykaas PJJ, Alice GMB. 1994. The virulence system of Agrobacterium tumefaciens. Annu. Rev. Phytopathol. 32: 157-179.

Huala E, Ian MS. 1992 .LEAFY interacts with floral homeotic genes to regulate Arabidopsisfloral development. The Plant Cell4: 901-913.

Humphries EC. 1943. Wilt of cacao fruit (Theobroma cacao). J. Ann. Bot7:31-44.

Innis MA, Gelfand DH. Sninsky JJ, White TJ. 1991. PCR Protocols. California:

Academic Pr.

Jin SG, Rabi KP, Thomas R, Robert GA, Eugene WN. 1990. Phosphorylation of the VirG protein of Agrobacterium tumefaciens by the

autophosphorylated VirA protein: essential role in biological activity of VirG. J Bacteriol172: 4945-4950.

Kalai K, Meszaros A, Denes F, Balazs E. 2008. Comparative study of constitutive and inducible promoters in tobacco. South African J. of Bot74: 313–319.

Kempin SA, Savidge B, Yanofsky MF. 1995. Molecular basis of the cauliflower phenotype in Arabidopsis. Science267: 522-525.

(37)

37

Khammuang S, Srisulak D, Prasert H, Sasitorn W. 2005. Agrobacterium

-mediated transformation of modified antifreeze protein gene in strawberry. Songklanakarin J. Sci.Technol27: 693-703.

Klee H. 2000. A guide to Agrobacterium binary Ti vectors. Trends in Plant Science5: 446-451.

Lee I, Diana SW, Ove N, Detlef W. 1997. A LEAFY co-regulator encoded by UNUSUAL FLORAL ORGANS. Curr Biol7: 95-104.

Liu Q, Zhang G, Chen S. 2001. Structure and regulatory function of plant transcription factors. Chinese Sci Bull. 46: 271-278.

Lohmann JU, Ray LH, Martin H, Maximilian AB, Francois P, Rudiger S, Detlef W. 2001. A molecular link between stem cell regulation and floral patterning in Arabidopsis. Cell 105: 793-803.

Luscombe NM, Susan EA, Helen MB, Janet MT. 2000. An overview of the structures of protein-DNA complexes. Genome Biol 1:1–37.

Mahadtanapuk S, Topoonyanont N, Handa K, Sanguansermsri M, Anuntalabhochai S. 2006. Genetic transformation of Curcuma alismatifolia Gagnep. using retarded shoots. Plant Biotechnol 23:

233-237.

Matthysse AG. 1986. Initial interactions of Agrobacterium tumefaciens with plant

host cells. Critical Reviews in Microbiol13: 281-307.

McKelvie AD. 1956. Cherelle wilt of cacao. I. Pod development and its relation to wilt. J. Expp. Bot.7: 250-263.

Miki B, McHugh S. 2004. Selectable marker genes in transgenic plants: applications, alternatives and biosafety. Journal of Biotech 107:193–

232.

Nickoloff JA. 1995. Electroporation Protocols for Microorganisms. Totowa, New

Jersey: Humana Press.

O’Connell J. 2002. Method in Molecular Biology. Totowa: Humana Pr.

Orozco-Castillo, Chalmera KJ, Waugh R, Powell W. 1994. Detection of genetic diversity and selective gene introgression in coffee using RAPD marker.

Theor. Appl. Genet87: 934-938.

Pan SQ, Trevor C, Shouguang J, Zhi LW, Eugene WN. 1993. Preformed dimeric state of the sensor protein VirA is involved in plant-Agrobacterium

(38)

38

Parcy F, Ove N, Maximilian AB, Ilha LM, Detlef W. 1998. A genetic framework for floral patterning. Nature395: 561-566.

Pena et al. 2001. Constitutive expression of Arabidopsis LEAFY or APETALA1

genes in citrus reduces their generation time. Nature Biotech 19:

236-267.

Rashkova S, Giulietta MS, Peter JC. 1997. Characterization of membrane and protein interaction determinants of the Agrobacterium tumefaciens

VirB11 ATPase. J. Bacteriol179: 583-591.

Ratcliffe OJ, Bradley DJ, Coen ES. 1999. Separation of shoot and floral identity in Arabidopsis. Development126: 1109-1120.

Ratcliffe OJ, Riechmann JL. 2002. Arabidopsis transcription factors and the

regulation of flowering time. Curr. Issues Mol. Biol. 4: 77-91.

Reece RJ. 2004. Analyses of Genes and Genomes. England: John Willey & Sons.

Reeves PH, Coupland G. 2001. Analysis of flowering time control in Arabidopsis

by comparison of double and triple mutants. Plant Physiology 126:

1085–1091.

Riechmann JL, Heard J, Martin G, Reuber L, Jiang CZ, Keddie J, Adam L, Pineda O, Ratcliffe OJ, Samaha RR, Creelman R, Pilgrim M, Broun P, Zhang JZ, Ghandehari D, Sherman BK, Yu GL. 2000. Arabidopsis

transcription factors: genome-wide comparative analysis among eukaryotes. Science 290: 2105.

Sagare DB, Mohanty IC. 2012. Development of moisture stress tolerant brinjal cv. utkal anushree (Solanum melongena L.) using Agrobacterium-mediated

gene transformation. J. of Agricultural SciVol. 4 No. 8.

Saiki RK, David HG, Susanne S, Stephen JS, Russel H, Glenn TH, Kary BM, Henry AE. 1988. Primer-directed enzymatic amplification of DNA with a thermostable DNA polymerase. Science. 239: 487-491.

Sain SL, Kwabena KO, Douglas BF. 1994. Genetic transformation of cocoa leaf cells using Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell 37: 243-251.

Salas MC, Park SH, Srivatanakul M, Smith RH. 2001. Temperature influence on stable T-DNA integration in plant cells. Plant Cell Rep. 20: 701-705.

Saleh A, Montserrat P. 2003. Plant AP2/ERF transcription factors. Genet35:

(39)

39

Sambrook J, Russell DW. 2001. Molecular cloning a Laboratory Manual. New

York: Cold Spring Harbor Laboratory.

Santoso D, Cugito FI, Minarsih H. 2000. Development of tobacco plant cells in the presence of kanamycin at various levels for transgenesis. Menara Perkebunan 68 (1): 21-28.

Schultz EA, George WH. 1991. LEAFY, a homeotic gene that regulates

inflorescence development in Arabidopsis. The Plant Cell3: 771 -781.

Schultz EA, George WH. 1993. Genetic analysis of the floral initiation process (FLIP) in Arabidopsis. Development 119: 745-765.

Sessions A, Martin FY, Detlef W. 2000. Cell-cell signaling and movement by the floral transcription factors LEAFY and APETALA1. Science 289:

779-781.

Sheng J, Vitaly C. 1996. Agrobacterium-plant cell DNA transport: have virulence

proteins, will travel. The Plant Cell8: 1699-1710.

Sonti RV, Chiurazzi M, Wong D, Davies CS, Harlow GR, Mount DW, Signer ER. 1995. Arabidopsis mutants deficient in T-DNA integration. PNAS

92: 11786–11790.

Sreeramanan S, Vinod B, Sashi S, Xavier R. 2008. Optimization of the transient

gusa gene transfer of Phalaenopsis violacea orchid via Agrobacterium tumefaciens: an assessment of factors Influencing the efficiency of gene

transfer mechanisms. Advances in Natural and Applied Sci. 2(2): 77-88.

Sung ZR, Chen LJ, Moon YH. 2003. Molecular mechanism of shoot determinacy and flowering in Arabidopsis. Hort Sci 38: 1325-1327.

Thiruvengadam M, Chung IM. 2011. Establishment of an efficient Agrobacterium tumefaciens-mediated leaf disc transformation of spin gourd (Momordica dioica Roxb. ex Willd). African J. of Biotech 10 (83): 19337-19345

Tinland E, Schoumacher F, Gloeckler C, Bravo-Angel AM, Hohn B. 1995. The

Agrobacterium tumefaciens virulence D2 protein is responsible for

precise integration of T-DNA into the plant genome. EMBO14:

3585-3595.

Toxopeus H (1985) Botany, types and populations. In : Wood GAR and Lass RA

(eds) Cocao, 4th ed. London: Longman.

Trigiano RN, Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts and Laboratory Exercises. Ed ke-2. London: CRC Press.

(40)

40

Tsajadiharja. 1987. Hubungan antara pertumbuhan pucuk, perkembangan buah serta tingkat kandungan asam indol asetat di dalam biji dan layu pentil kakao (Theobroma cacao L.). [Disertasi]. Bogor: Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tseng Mn, Pei CC, Shen ST. 2011. Enhancing the stress tolerance and virulence of an entomopathogen by metabolic engineering of dihydroxynaphthalene melanin biosynthesis genes. Applied and Env. Microbiol77 (13): 4508–4519.

Vangadesan G, Anand RP, Selvaraj N, Treves RP, Ganapathi A. 2004. Transfer and expression of nptII and bar gene in cucumber (Cucumis sativusL.). Invitro Cell.Dev.Biol. 602: 1-6.

Varagona MJ, Schmidt RJ, Raikhel NV. 1992. Nuclear localization signal(s) required for nuclear targeting of the maize regulatory protein Opaque-2.

Plant Cell4: 1213-1227.

Vargas VML dan Flota FV. 2006. Plant Cell Culture Protocols. Ed ke-2. New

Jersey: Humana Press Inc.

Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Weigel D, Alvarez J, Smyth DR, Yanofsky MF, Meyerowitz EM. 1992. LEAFY

controls floral meristem identity in Arabidopsis. Cell 69: 843-859.

Wood GAR. 1975. Cocoa. London: Longman Group Limited.

Wu X, Jose RD, Katrina MC, Yoon R, Vitaly C, Patricia CZ, Detlef W. 2003. Modes of intercellular transcription factor movement in the Arabidopsis

apex.Development 130: 3735-3745.

Yelli F. 2009. Transformasi dan regenerasi tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dengan gen partenokarpi melalui vektor Agrobacterium tumefaciens. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian

Kepada Masyarakat.

Zambryski P. 1992. Chronicles from the Agrobacterium-plant cell DNA transfer

story. Plant Physiol43: 465-490.

Zupan J, Vitaly C, Patricia Z. 1996. Agrobacterium VirE2 protein mediates

(41)

41

(42)

42

Lampiran 1 Alur penelitian

Kokultivasi & Regenerasi

Tanaman Transgenik Putatif

Pengamatan

Analisis Molekuler Morfologi

Gambar

Gambar 1 Bunga kakao (A) dan bagian-bagian bunga kakao (B): sepal (Se), petal (Pe), stamen (Sta), staminodia (Std), putik (Pi), ovarium (Ov) (Chaidamsari et al
Tabel 1 Perkembangan eksplan nontransgenik dan eksplan transgenik putatif
Gambar 5 Morfologi planlet tanaman  berumur 4 bulan
Gambar  6 Analisis  integrasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 28 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT.. HIPERTENSI DI PUSKESMAS KUOK

Konselor pendidikan berfokus pada aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk membantu siswa mengatasi masalah belajar yang dihadapinya sehingga anak dapat mandiri dalam

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa employer branding dan employee value proposition baik secara simultan maupun masing-masing secara parsial dirasakan

Berdasarkan pada permasalahan yang ter- ungkap dalam wawancara, maka penting untuk dilakukan penelitian guna melihat pengaruh workplace spirituality dan

Besadarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diambil maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana BRI Syariah Kantor Cabang Cirebon mengendalikan risiko pada

merujuk kepada kata kerja diimport.. Dalam bahasa Arab pula hanya satu ganti nama yang digunakan.. bagi merujuk sama ada manusia atau selain manusia. Di sini kita dapat

INI ADALAH SALAH SATU UPAYA / AGAR INDONESIA MENDAPATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DAN BISA BERSAING. DENGAN NEGARA LAIN DI BIDANG ILMU

Terdapat kelemahan pada pelaksanaan siklus I dari refleksi yang telah dilakukan yaitu: masih terdapat beberapa indikator yang belum mencapai hasil maksimal seperti