• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA FENOMENA KETAKUTAN MASYARAKAT URBAN DALAM ONLINE KRIMI: DER BLUTIGE DAUMEN DAN HORROR IM AUTO MAKALAH NONSEMINAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA FENOMENA KETAKUTAN MASYARAKAT URBAN DALAM ONLINE KRIMI: DER BLUTIGE DAUMEN DAN HORROR IM AUTO MAKALAH NONSEMINAR"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

FENOMENA KETAKUTAN MASYARAKAT URBAN DALAM

ONLINE

KRIMI: DER BLUTIGE DAUMEN

DAN

HORROR IM AUTO

MAKALAH NONSEMINAR

SYIFA ARIFIANA 0906491660

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JERMAN

DEPOK AGUSTUS 2013

(2)
(3)
(4)

FENOMENA KETAKUTAN MASYARAKAT URBAN DALAM

ONLINE

KRIMI

:

DER BLUTIGE DAUMEN

DAN

HORROR IM AUTO

Syifa Arifiana, Lily Tjahjandari

Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Email: syifaarifiana@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai fenomena ketakutan yang terjadi pada masyarakat urban di Eropa khususnya Jerman, yang terangkum dalam online Krimi: Der blutige Daumen dan Horror im Auto. Fenomena ketakutan tersebut akan dianalisis melalui pendekatan naratif. Kedua karya ini menampilkan fenomena ketakutan dengan latar masyarakat urban. Stereotype takut pada masyarakat urban didasarkan pada film-film yang beredar, sehingga mereka terimajinasi oleh hal-hal yang dikonsumsi. Dengan aktivitasnya yang monoton masyarakat urban teralihkan dengan ketegangan-ketegangan yang ditawarkan oleh teks-teks yang memberikan nilai

suspense. Hasil analisis menunjukkan bahwa keduanya memiliki korelasi dalam hal takut, antara lain: takut yang sungguh-sungguh, takut yang diparodikan, dan takut yang diimajinasikan.

Fear Phenomenon of Urban Sociaty in Online-Krimi: Der blutige Daumen and Horror im Auto

Abstract

This research examines the fear phenomenon on urban society in Europe, particularly Germany, which is summarized in online Krimi: Der blutige Daumen and Horror im Auto. A narrative approach will be used to analyze this phenomenon. Both works showcase the phenomenon of fear with urban society as its background. The fear stereotype is based on movies, which leads the urban society to imagine things based on what they consume. With its routine, monotone activity, the urban society is sidetracked by the thrill of texts with elements of suspense. The research's outcome shows that both stories correlate on the topic of fear, which is: genuine fear, parodied fear, and imagined fear.

Keywords : fear; Krimiliteratur; urban; and Urbanliteratur

Pendahuluan

Kehidupan masyarakat urban identik dengan kehidupan kota besar yang dipenuhi dengan segala aktivitas. Dalam beraktivitas sering kali mereka melakukan mobilitas yang tinggi, berinteraksi dengan orang banyak dengan latar belakang berbeda, berpacu dengan waktu, dan tenggelam dalam rutinitas yang menjemukan (monoton). Aktivitas yang dilakukan masyarakat urban bertujuan tidak lain adalah untuk bertahan hidup dan mempertahankan eksistensinya. Tidak jarang dalam menjalani itu semua, muncul permasalahan sosial yang

(5)

menyebabkan konflik dan kesenjangan antar individu. Keadaan seperti ini, tanpa disadari telah membawa tekanan pada keadaan psikologis mereka. Represi ini mengendap dalam alam bawah sadar mereka, sehingga membawa pada suatu kondisi yang kita kenal sebagai ketakutan.

Ketakutan yang dialami oleh masyarakat urban cenderung mendorong munculnya ancaman-ancaman kriminalitas baru yang semakin kompleks dan tidak dapat diprediksi. Seiring berkembangnya zaman yang semakin modern, kriminalitas telah mengalami perubahan. Jika dahulu seseorang takut terhadap tindakan kriminalitas yang nyata, seperti pembunuhan, perampokan dan lain sebagainya, kini seseorang lebih takut pada jenis kriminalitas yang bersifat abstrak. Dalam hal ini, lawan yang dihadapi adalah sesautu yang tidak nyata, yang tidak lain adalah ketakutannya sendiri akan sesuatu hal yang belum terjadi.

Situasi dan kondisi masyarakat urban diatas, ternyata memiliki tempat tersendiri dalam kajian ilmu sastra. Banyak manusia yang memiliki ketertarikan pada situasi dan kondisi atau masalah-masalah tipikal masyarakat urban yang dituangkan salah satunya dalam bentuk tulisan. Karenanya muncul sebuah genre sastra yang bernama Krimi. Berdasarkan kamus Wahrig, kata Krimi merupakan pemendekan kata dari nomina Kriminal, yang berarti tindakan yang berkaitan dengan kejahatan. Menurut Gero von Wilpert (2001:436), cerita Krimi sendiri menceritakan suatu peristiwa kejahatan dan menggambarakan sebab-sebab, motiv, keadaaan, rencana, pelaksanaan, dan akibat dari sebuah kejahatan. Krimi menjadi sangat diminati karena menawarkan sensasi lain dalam membaca sebuah cerita. Selain menceritakan situasi sehari-hari masyarakat urban, cerita Krimi juga memberikan unsur ketegangan kepada pembaca dan tokoh yang diceritakan bersifat abstrak, sehingga muncul rasa penasaran pada pembacanya.

Cerita Krimi banyak berkembang antara lain dalam media-media populer di industri hiburan seperti film, novel, drama, dan cerita pendek. Dengan segala aktifitasnya yang beragam, masyarakat urban cenderung memilih sesuatu yang efisien dan tidak membuang banyak waktu. Terlebih lagi ketika sedang membaca cerita Krimi sebaiknya tidak diperkenankan untuk berhenti, karena jika berhenti akan hilang rasa penasaran yang telah muncul. Oleh karena itu, cerita Krimi dalam bentuk cerita pendek menjadi pilihan yang tepat bagi masyarakat urban, bahkan cerita pendek itu kini disebarluaskan melalui media online, sehingga dapat dibaca kapan dan dimana saja.

(6)

Berdasarkan hal tersebut, dalam penulisan jurnal ilmiah ini saya memilih korpus data berupa cerita pendek dengan genre Krimi yang saya dapat dari sebuah situs online paperboy.de. Cerita-cerita tersebut berjudul Der blutige Daumen dan Horror im Auto. Dua karya tersebut dipilih karena, pertama, menampilkan fenomena ketakutan masyarakat urban secara terus menerus, kedua, secara naratif membangun unsur ketegangan yang cukup tinggi dibandingkan cerita Krimi yang lain pada web tersebut. Dalam penelitian ini, saya akan menganalisis unsur-unsur yang membangun ketegangan pada kedua cerita dan fenomena ketakutan masyarakat urban yang tercermin dalam cerita Krimi tersebut.

Tinjauan Teoretis Krimiliteratur

Kriminalliteratur merupakan sebuah istilah untuk karya sastra yang fokus mengangkat cerita tentang sebuah kejahatan. Konsep ini hanya ada dalam tinjauan pemahaman sastra Jerman. Pengertian Krimi bukanlah sesuatu yang mudah dan jelas untuk dijabarkan, karena dalam pengertian kesusastraan Jerman ada yang menyebut dan menulisnya Kriminalroman (roman berbentuk Krimi) atau, Kriminalerzählung (narasi berbentuk Krimi), atau juga

Kriminalgeschichte (cerita Krimi atau detektif).

Gero von Wilpert dalam bukunya Sachwörterbuch der Literatur (2001 : 436 – 437) membedakan Kriminalliteratur menjadi 3 jenis, antara lain Kriminalroman atau

Verbrechenroman, Detektivroman, dan Thriller. Kriminalroman yang merupakan bentuk khusus dari Kriminalliteratur, menitikberatkan pada kronologi sebuah cerita kejahatan; penyebab, motif, keadaan, rencana, pelaksanaan, dan psikologi seorang penjahat. Andreas Seidler dalam essaynya yang berjudul Krimi – Hauptsache Spannung mengungkapkan bahwa

Kriminalroman mengikat ketertarikan para pembaca melalui unsur horor yang berasal dari cerita kejahatan masyarakat kelas biasa.

Berbeda dengan Kriminalroman, Detektivroman menitikberatkan pada pemecahan kejahatan secara bertahap yang dilakukan oleh seorang polisi atau detektiv pribadi. Ketegangan pembaca di awal cerita dibangun melalui kejahatan yang belum terpecahkan sampai ditemukannya jejak, petunjuk, dan tersangka kejahatan pada akhir cerita. Lain halnya dengan

Detektivroman, cerita Thriller menitikberatkan pada ketegangan konstan yang muncul akibat memerangi sebuah kejahatan. Pembaca dibuat penasaran dengan akhir ceritanya dan mengalami ketegangan yang konstan ketika membaca.

(7)

Dari ketiga jenis Kriminalliteratur diatas, hampir semua jenisnya menawarkan sebuah ketegangan pada pembaca. Ketegangan dalam menyelesaikan sebuah kejahatan dan penyelesaian kasus dalam sebuah Kriminalliteratur menjadi menarik minta pembaca karena berkaitan dengan hubungan psikologi dan sosial. Selain itu, genre Krimi juga membuka kemungkinan kepada masyarakat untuk melemparkan pandangan sosial-kritiknya terhadap sebuah kejahatan. Secara keseluruhan dari penjabaran diatas, cerita Krimi adalah sebuah karya sastra yang mempunyai aspek ketegangan, misteri, horror, dan diakhir cerita ditutup dengan misteri baru.

Kehidupan Kota Urban Eropa

Kata kota dan urban memiliki pengertian yang berbeda, namun kedua kata tersebut sering kita temui berdiri secara bersamaan. Menurut Grunfeld (Daldjoeni, 1992 : 46):

“kota adalah suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatan wilayah, dengan struktur mata pencaharian non agraris dan tata guna tanah yang beraneka, serta dengan pergedungan yang berdirinya berdekatan.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kota dapat dilihat sebagai sebuah tempat tinggal bagi penduduk yang tidak lagi bekerja di bidang agraris. Sebuah kota juga dicirikan dengan adanya gedung-gedung yang berdekatan sebagai tempat kerja para penduduknya. Sedangkan kata urban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti sesuatu yang berkenaan dengan kota dan sesuatu yang bersifat kekotaan. Jadi dapat dikatakan segala kehidupan yang ada di kota dapat disebut urban, termasuk gaya hidup dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya.

Berbicara mengenai kota sebagai tempat tinggal dan urban sebagai sesuatu yang bersifat kekotaan, maka tidak bisa dilepaskan dari peran manusia sebagai pelaku yang menjalaninya, yang biasa disebut sebagai masyarakat. Menurut Hasan Shadly dalam bukunya yang berjudul “Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia” (Cholil Mansyur, 1997 : 21):

“masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh satu sama lain.” Setiap kelompok masyarakat memiliki karakteristik tersendiri hingga mereka termasuk ke dalam golongan masyarakat tertentu. Salah satunya adalah masyarakat urban. Menurut Louis Wirth, sebuah kota ditentukan oleh ukurannya yang besar, kepadatan penduduknya, dan sifat heterogenitas masyarakatnya (Daldjoeni, 1992 : 29). Kepadatan masyarakat di kota

(8)

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi situasi dan perkembangan tiap individunya. Masyarakat urban juga terdiri dari berbagai macam etnis, keberagaman kelas sosial dan ekonomi, perbedaan kegemaran, dan sebagainya. Hal ini memungkinkan masyarakat kota melakukan interaksi dengan orang lain dalam setiap kesempatan. Selanjutnya diungkapkan oleh Daldjoeni (1992:45): “Kota memungkinkan penduduknya berkontak dengan orang asing; mengalami aneka hal yang berubahnya pesat, memungkinkan taraf individualisasi yang tinggi, mobilitas sosial serta sekularisasi.”

Meskipun banyak berinteraksi dengan orang banyak, bukan berarti masyarakat urban mengenal individu-individu tersebut secara akrab. Interaksi yang terjadi bersifat sekunder, yaitu berdasarkan kepentingan pribadi dan serba terbatas. Mereka tidak mempunyai waktu banyak untuk melakukan basa-basi dengan orang yang baru mereka kenal. Hal ini menyebabkan masyarakat urban cenderung individualistis dan tertutup, serta sangat mementingkan ruang privasinya.

Masyarakat urban dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada dengan cepat. Tidak jarang terdapat tekanan-tekanan sosial dan kejutan yang dialami masyarakat urban dalam proses adaptasi tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat urban memiliki peran ganda dalam masyarakat, misalnya peran di kantor, di keluarga, dan di komunitas yang diikutinya.

Tidak hanya kepadatan penduduk yang mempengaruhi situasi dan perkembangan masyarakat urban, kemajuan teknologi juga menjadi salah satu faktornya. Kota merupakan tempat yang ideal dalam mengembangkan teknologi. Hal tersebut disebabkan pada keberagaman masyarakat urban yang memang membutuhkannya dalam menunjang aktivitas. Dengan cepat masyarakat dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada. Akan tetapi, sarana teknologi yang dimiliki manusia ikut menentukan struktur hubungan antar manusia. Ada lima perubahan-perubahan dalam kehidupan bermasyarakat yang diciptakan oleh kemajuan teknologi menurut Daldjoeni (1992 : 17-18) dalam bukunya. Akan tetapi, saya akan membahas dua saja yang saya anggap cocok dalam membantu menganalisa, anatar lain: masyarakat dijadikan impersonal dan masyarakat disisksa dengan rasa kurang tenang.

Ketakutan pada Masyarakat Urban

Kehidupan masyarakat urban yang begitu kompleks memiliki dampak pada masing-masing individunya. Berbagai permasalahan sosial mucul seiring berkembangnya sebuah kota, baik permasalahan di keluarga maupun permasalahan terhadap orang-orang baru. Dampaknya

(9)

adalah manusia dihantui dengan rasa takut yang berlebihan pada masalah-masalah tersebut, padahal masalah-masalah tersebut belum tentu terjadi menimpa dirinya.

Menurut A.M Mangunhardjana (2012) dalam bukunya yang berjudul Mengatasi Hambatan-Hambatan Kepribadian, ketakutan merupakan bagian dari pengalaman hidup seseorang. Semua orang mempunyai rasa takut meski sebab-sebab, dan akibatnya tidak sama, sedangkan Yi-Fu Tuan (1979) mengungkapkan, rasa takut merupakan perasaan kompleks, yang di dalamnya mencakup dua batasan yaitu bahaya dan kecemasan. Sementara itu, menurut situs online duniapsikologi.com, Tjakrawerdaya (1987) mengemukakan bahwa kecemasan atau

anxietas adalah efek atau perasaan yang tidak menyenangkan berupa ketegangan, rasa tidak aman dan ketakutan yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang mengecewakan tetapi sumbernya sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh seorang dokter spesialis kardiologi di Amerika, Dr Ivan Kos, yang dikutip oleh Paul Wahrhaftig dalam situs mediate.com, ia mengidentifikasi empat tingkatan rasa takut, antara lain:

1. Ketakutan yang nyata atau ketakutan psikologis, yaitu ketakutan yang terjadi pada diri seseorang sebagai akibat dari reaksi atas suatu kejadian yang nyata dan merefleksikannya ke masa depan. Sebagai contoh, ketika seseorang memegang api dan menyadarinya kalau api itu panas dan dapat melukai dirinya, maka orang tersebut tidak akan mengulanginya lagi di masa yang akan datang.

2. Ketakutan realistik, yaitu ketakutan yang ada pada diri seseorang yang didasari pada reaksi individu untuk menghindar dari sebuah ancaman dari situasi nyata yang ada di depannya.

3. Ketakutan emosional, yaitu ketakutan yang disebabkan atas pengalaman atau trauma yang pernah dialaminya di masa lalu terhadap suatu hal dan diterapkan ke dalam kondisi saat ini.

4. Ketakutan imajiner, yaitu ketakutan yang terjadi pada orang yang selalu merasa dirinya terancam. Membayangkan ancaman-ancaman yang ada di sekelilingnya dan berusaha menghindari sumber ancaman tersebut.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif melalui analisis naratif dengan menjelaskan konsep cerita Krimi, kehidupan kota urban yang berkaitan juga dengan masyarakat di dalamnya dan jenis tingkatan rasa takut pada manusia.

(10)

Saya mengumpulkan sumber data yang sesuai dengan topik penelitian melalui buku-buku dan beberapa sumber dari situs internet. Dalam penelitian ini, saya pertama-tama akan menganalisis unsur-unsur yang membangun ketegangan pada kedua cerita dan fenomena ketakutan masyarakat urban yang tercermin dalam cerita-cerita Krimi tersebut.

Hasil Penelitian

Dua karya cerita Krimi ini merupakan bentuk pengecualian dari cerita-cerita Krimi lain yang ada di Jerman. Akhir dari cerita ini mampu menarik pembaca untuk tertawa atau bahkan kesal sendiri karena diluar harapan pembaca. Cerita Krimi ini sebenarnya jauh dari tema menakutkan, tetapi fenomena yang diharapkan adalah sebuah ketakutan. Imajinasi yang diciptakan tokoh utama dan pengulangan serta penggunaan kata-kata dalam cerita ini mampu membangkitkan dilema pembaca mengenai ketakutan. Akan tetapi, ekspektasi pembaca untuk mendapat kesan takut sama sekali tidak didapat dari cerita-cerita ini.

Pembahasan

Krimigeschichten yang akan dibahas dalam makalah ini terdiri atas 2 judul cerita, yaitu der blutige Daumen dan Horror im Auto, yang memang dipilih dari sekian banyak cerita pada web Krimi paperboy.de. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa dua cerita Krimi

tersebut dipilih karena memiliki bentuk yang lebih singkat dan memiliki aspek ketakutan atau unsur horor yang cukup tinggi dari cerita Krimi yang lain. Selain mengangkat unsur horor, keempat cerita ini juga menampilkan kehidupan masyarakat urban. Keintiman yang semu antar individu (berdekatan tetapi tidak dapat saling mengenal), konstruksi misteri dan ke‟horor‟an itu sendiri, serta ketakutan-ketakutan akibat tekanan kehidupan masyarakat urban ditampilkan dengan apik dan dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal lain yang menjadikan cerita-cerita ini menarik adalah unsur komedi yang juga diangkat di akhir cerita dan tetap dibalut cerita misteri membuat cerita Krimi ini tidak membosankan karena selalu penuh dengan „kejutan‟.

Aspek Ketakutan dalam Cerita Der blutige Daumen

Der blutige Daumen bercerita tentang seorang wanita yang bernama Sally, yang diteror oleh seorang laki-laki yang tidak dikenalnya melalui telepon. Laki-laki tersebut menelepon Sally berulang kali dan meberi tahu bahwa ia berada di sekitar rumah Sally. Sally pun panik dan takut terhadap terror laki-laki tersebut. Akan tetapi, besarnya rasa penasaran Sally menutupi

(11)

rasa takutnya sendiri. Ia tetap mengangkat telepon laki-laki tersebut dan bahkan membukakan pintu pada seseorang yang tidak dikenalnya itu.

Unsur horor dalam cerita ini sudah dapat terlihat dari judul ceritanya, yaitu pada penggunaan adjektiva blut pada der blutige Daumen, yang memiliki arti darah. Sesuatu yang berdarah identik sebagai akibat dari tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang, sehingga asumsi pertama yang ditangkap pembaca pada cerita ini adalah seseorang yang menjadi korban pembunuhan atau perampokan.

Cerita ini memiliki latar waktu pada sabtu malam dan terjadi di sebuah rumah saat penghuninya, Sally, sedang sendirian.

“Es war Samstagnacht, und Sally war allein zu Hause“. Terjemahan:

Pada Sabtu malam, dan Sally sendiri di rumah.

Pada Sabtu malam, biasanya orang akan menghabiskan malam bersama teman-teman atau keluarga. Akan tetapi, tidak sama halnya dengan Sally. Di Sabtu malam ia justru bersantai di rumah sambil menonton televisi seorang diri. Pada bagian ini dapat terlihat bahwa Sally merupakan cerminan masyarakat urban yang individualis. Pada hari biasa ia disibukkan dengan bermacam aktivitas, sehingga ketika ada waktu luang di Sabtu malam ia cenderung memanfaatkannya untuk beristirahat sendirian di rumah.

Kemudian aspek ketegangan dimulai ketika telepon di rumah Sally tiba-tiba berdering.

“Da klingelte plötzlich das Telefon.”

Terjemahan:

Tiba-tiba telepon di rumah Sally berdering.

Seorang laki-laki asing menelepon Sally dan memberikan tekanan bahwa ia terluka. Ia menyatakan bahwa ia berjarak 10 meter dari rumah Sally.

“Hier ist der Mann mit dem blutigen Daumen. Ich bin noch 10 Meter von deinem Haus entfernt!“

Terjemahan:

Di sini adalah laki-laki dengan ibu jari berdarah. Saya berjarak 10 Meter dari rumahmu.

(12)

Bila dilihat jaraknya, keberadaan laki-laki asing tersebut saat menelpon sangat dekat dengan rumah Sally. Ia hanya berjarak 10 meter untuk bisa sampai ke rumah Sally. Tentu ini dapat menimbulkan efek ketegangan bagi Sally dan juga pembaca serta menerka-nerka apa yang selanjutnya akan terjadi.

Alur naratif bergulir dengan cepat seiring dengan intensifnya laki-laki tersebut menghubungi tokoh utama dalam jarak waktu yang dekat dan menyatakan bahwa ia semakin dekat dengan rumahnya. Dengan begitu Sally merasa terintimidasi dengan figur seseorang yang dalam benaknya akan membunuhnya.

Ditinjau dari posisi laki-laki tersebut, kini unsur ketegangan pun semakin memuncak. „Hier ist der Mann mit dem blutigen Daumen. Gleich bin ich an deiner Haustür!“

Terjemahan:

Disini adalah laki-laki dengan ibu jari berdarah. Saya berada tepat di depan pintumu.

Ketegangan yang tinggi terjadi ketika pembaca mengetahui bahwa laki-laki tersebut ternyata sudah berada tepat di depan rumah Sally, dan ketegangan lebih tercipta lagi ketika pembaca mendapati tokoh utama berekasi bukannya ketakutan, tetapi justru membukakan pintu untuk laki-laki tersebut. Narasi teks mengajak pembaca bahwa pembaca harus siap untuk takut dan menghadapi ketakutan selanjutnya.

Pengulangan kata ,,ich bin der Mann mit dem blutigen Daumen” juga membangkitkan suasana semakin tegang sehingga para pembaca juga dapat merasakan kebenaran dari cerita tersebut dan menanti-nanti akhir dari cerita ini. Selain itu, meskipun suasana cukup menakutkan, Sally tetap bergerak mendekat ke sumber ketakutan tersebut. Sally seolah-olah ingin mempermainkan pembaca dengan mendatangi objek ketakutan yang jelas-jelas justru membuat pembaca semakin ketakutan.

Akan tetapi, suasana tegang yang dibangun dari awal sampai pertengahan cerita menjadi luntur seketika dengan kalimat terakhir pada cerita ini.

“Hast du ein Pflaster ?”

Terjemahan:

Apakah kamu punya plester ?

Ternyata laki-laki tersebut hanya ingin meminta plester untuk ibu jarinya yang berdarah, bukan untuk melakukan kejahatan terhadap Sally. Akhir cerita ini tentu sangat melecehkan

(13)

harapan pembaca. Harapan pembaca adalah seperti apa yang telah mereka konsumsi sebelumnya, yaitu pada film-film thriller yang menyuguhkan kasus-kasus dramatis dan menegangkan. Pada kenyataannya cerita ini berkahir tidak sesuai dengan harapan pembaca, karena diakhir cerita justru pembaca disuguhkan sebuah parodi yang mungkin membuat pembaca tertawa.

Aspek ketegangan dalam cerita ini dibawa salah satunya melalui teknologi yaitu telepon. Teknologi berkembang dengan cepat dan pesat, terutama di kota besar. Perkembangan tersebut mempengaruhi pola dan gaya hidup masyarakatnya. Dengan adanya teknologi seakan yang jauh terasa dekat dan yang dekat terasa semakin jauh. Sebagai contoh, seseorang yang tinggal jauh di lain benua kini dapat berinteraksi tatap muka dengan seseorang yang tinggal di benua lain berkat kemajuan teknologi, yakni melalui aplikasi bernama Skype. Hal tersebut juga tercermin dalam cerita ini. Telepon menjadikan sesuatu yang dekat terasa seakan jauh. Keberadaan Sally dari laki-laki tersebut seakan terasa jauh, padahal sebenarnya hanya berjarak beberapa meter saja. Dengan jaraknya yang begitu dekat, laki-laki tersebut menelpon Sally sampai tiga kali, dan bahkan ketika ia sudah berdiri di depan pintu rumah Sally ia tetap menelepon Sally dari pada sekedar mengetuk pintunya. Selain itu, seperti telah ditulis sebelumnya, bahwa kemajuan teknologi membawa perubahan-perubahan dan salah satunya adalah masyarakat disiksa dengan rasa kurang tenang. Hal ini tercermin pada tokoh Sally yang dibuat tidak tenang karena teror seseorang melalui telepon rumahnya. Tokoh Sally merupakan tokoh yang sangat khas dalam masyarakat urban yang selalu dihantui dengan kecemasan atau ketakutan.

Ketakutan Sally tercermin melalui perasaannya yang terancam dengan teror seseorang yang tidak dikenalnya melalui telefon. Berikut kalimat-kalimat yang menunjukkan perasaan takutnya:

“Erschrocken legte Sally auf. Sie ging ins Wohnzimmer.”

Terjemahan:

Terkejut, lalu Sally menutup telepon. Ia pergi ke ruang tamu.

“Sie versuchte, sich mit Fernsehen gucken abzulenken.”

Terjemahan:

Dia mencoba mengalihkan rasa takutnya dengan menonton televisi.

Ketakutan yang dialami Sally termasuk kedalam ketakutan realistik. Pada saat itu Sally menghadapi ancaman yang nyata yang ada di depannya.

(14)

Lebih spesifik lagi, ketakutan yang dihadapi Sally merupakan ketakutan terhadap orang asing yang sering ditemukan dalam kehidupan masyarakat urban. Sebagai makhluk sosial sering kali manusia hidup dan tinggal bersama orang banyak dalam lingkungan yang sama, namun tidak mengenal satu sama lain. Hal tersebut membentuk masyarakat urban cenderung menjadi waspada, tertutup dan tidak dengan mudah memberi identitas kepada orang lain yang baru dikenalnya, karena kriminalitas bisa saja muncul dari orang asing di sekitar kita atau bahkan dari orang yang mungkin kita kenal. Efek yang ditimbulkan adalah perasaan takut yang berlebihan seperti yang terjadi pada cerita ini. Padahal pada kenyataannya ketakutan yang tersebut belum tentu atau tidak akan terjadi. Pada cerita ini, seseorang yang meneror Sally lewat telepon hanya ingin meminta plester pada Sally untuk menutupi jempolnya yang berdarah. Ketakutan yang dihadapi maysrakat urban seringkali mengubah cara pikirnya yang sebelumnya sangat rasional menjadi irasional.

Hal-hal yang dialami tokoh Sally adalah sebuah bentuk hiperbola yang sering terjadi pada masyarakat urban. Seringkali seseorang merasakan panik atau ketakutan yang luar biasa dan menyangka ada sesautu yang mengancam, padahal pada kenyataannya tidak ada. Hal tersebut merupakan imajinasi maysarakat urban atas apa yang telah ia konsumsi selama ini.

Aspek Ketakutan dalam cerita Horror im Auto

Horror im Auto bercerita tentang seorang laki-laki bernama Harry, seorang pegawai kantoran, yang baru saja keluar dari kantornya menuju tempat parkir. Ketika itu keadaan sudah gelap. Ketika ia sampai di depan mobil dan membuka pintunya, ia dikejutkan dengan sesosok anak kecil yang sudah terlebih dahulu berada di dalam mobilnya. Harry pun menjadi panik, terlebih lagi anak kecil tersebut membawa mobil Harry dengan kecepatan tinggi. Akan tetapi, kepanikan Harry terhenti ketika ia menyadari bahwa semua itu hanya lah mimpi. Melalui judul cerita ini, jelas harapan pembaca sepanjang membaca cerita ini adalah ketakutan yang terus menerus. Judul cerita ini mengandung kata Horror, yang bagi siapapun yang membacanya akan memiliki harapan bahwa cerita ini menegangkan dan misterius. Pengantar cerita ini dimulai dengan menjelaskan latar waktu.

“Es war bereits dunkel, als Harry aus dem Büro kam.”

Terjemahan:

(15)

Penggunaan latar waktu malam yang identik dengan gelap membangkitkan suasana horor pada cerita ini, sehingga unsur ketegangan pada pembaca berawal dari sini. Ketegangan berlanjut ketika pembaca disuguhkan latar tempat dalam cerita ini yang berupa sebuah lapangan parkir. Tokoh utama menyebrangi lapangan parkir, yang seakan sudah lenyap atau sepi.

„ ... überquerte er den groβen Firmenparkplatz, der wie ausgestorben wirkte.“

Terjemahan:

Ia menyebrangi lapangan parkir, yang seperti sudah lenyap dan sunyi.

Ketegangan pada cerita ini dimulai saat Harry sedang memasuki mobilnya dan menemui sebuah pergerakan ketika ia ingin meletakkan tasnya di bangku belakang mobil.

“Er hatte gerade seine Aktentasche auf den Rücksitz abgestellt, als er aus den Augenwinkeln eine Bewegung hinter sich wahrnahm.“

Terjemahan:

Ketika ia ingin meletakkan tas kerjanya di bangku belakang mobil, ia menangkap sebuah pergerakan di sudut matanya.

Kemudian Harry menoleh ke arah belakang dan menemui sesosok anak kecil yang pendek dan gemuk.

“Ruckartig drehte er sich um und sah in das Gesicht eines kleinen, pummeligen Jungen.”

Terjemahan:

Ia menoleh secara perlahan dan melihat sesosok anak kecil yang pendek dan gemuk.

Selain keadaan tempat parkir yang sepi dan gelap, kemunculan seorang anak kecil yang pendek dan gemuk serta seringaiannya yang menyeramkan juga merupakan unsur ketegangan yang terdapat dalam cerita ini, sehingga pembaca dapat berimajinasi dan dihantui dengan rasa tegang yang luar biasa.

Kemunculan sosok anak kecil di dalam mobilnya tentu membuat Harry sangat terkejut. Meskipun begitu, Harry berusaha tetap tenang dan ia hanya berkata dengan santai kepada anak kecil tersebut bahwa ia terkejut.

“Hast du mich erschreckt!”

Terjemahan:

(16)

Puncak ketegangan yang paling tinggi terjadi ketika pembaca mendapati anak kecil itu bertingkah seperti orang dewasa dengan mengendarai mobil Harry dengan kecepatan yang sangat tinggi sambil menyeringai seperti setan.

“Der Jung raste in hoher Geschwindigkeit auf die Autobahn.”

Terjemahan:

Anak kecil itu mengendarai mobil tersebut dengan kecepatan tinggi di jalan tol. Tokoh utama yang digambarkan sebagai sosok orang dewasa dalam cerita ini menjadi tak berkutik di hadapan anak kecil itu. Hal ini membuat pembaca semakin penasaran sebenarnya siapa sosok anak kecil tersebut, hingga bisa muncul dalam mobil Harry.

Cerita ini membuat para pembacanya ikut larut dalam ketakutan dan berimajinasi sebagaimana yang dihadapi oleh tokoh utama. Ketakutan yang amat tinggi yang dirasakan oleh Harry terhadap anak kecil sangat ditonjolkan disini dan memang sepertinya dia memiliki fantasi sendiri tentang sosok anak kecil.

Berbeda dengan cerita Der blutige Daumen, dalam cerita Horror im Auto tokoh utamanya justru berusaha menghindar dari sosok misterius yang membuatnya ketakutan. Biasanya lelaki digambarkan dalam cerita sebagai pahlawan berani yang dapat menghadapi musuhnya. Akan tetapi, Harry digambarkan seperti lelaki yang penakut yang mencoba untuk menjauh dari situasi menegangkan itu.

Ketika pembaca sudah berada di puncak yang paling menegangkan, lagi-lagi cerita Krimi ini berakhir dengan sebuah parodi yang membuat pembaca tertawa atau bahkan kecewa. Ekspektasi pembaca tidak sesuai dengan akhir cerita ini. Di saat Harry teriak-teriak ketakutan akan sosok anak kecil tersebut, ia lalu membuka mata dan melihat isrinya, serta tersadar bahwa ketakutannya hanya terjadi dalam mimpi. Ia dibangunkan oleh sentuhan lembut istrinya yang sedang hamil dan ingin segera melahirkan.

Als Harry die Augen öffnetem sah er in die blauen Augen seiner Frau.

Terjemahan:

Ketika Harry membuka matanya, ia melihat bola mata biru sang istri.

Sanft hatte sie ihn an der Schulter berührt.

Terjemahan:

(17)

“Wir müssen los. Das Baby kommt.”

Terjemahan:

Kita harus cepat-cepat. Bayi ini akan segera lahir.

Ini merupakan akhir cerita yang anti klimaks dan dapat dibilang tidak sebanding dengan ketegangan yang disuguhkan sejak awal cerita. Hal-hal yang terjadi pada tokoh Harry merupakan bentuk imajinasi dirinya terhadap anak kecil yang mungkin ia dapatkan dari apa yang ia konsumsi selama ini, seperti film-film horor yang menampilkan sosok anak kecil menyeramkan. Padahal jika kita berpikir secara logis, sosok anak kecil belum mempunyai kekuatan jika dibandingkan dengan orang dewasa seperti Harry.

Ketakutan yang dialami Harry termasuk ke dalam ketakutan imajiner. Ia membayangkan ancaman-ancaman yang ada di sekitar dirinya dan berimajinasi terhadap sosok anak kecil yang menyeramkan. Ternyata ketakutan yang dialami Harry disebabkan karena ia akan memiliki seorang anak dan menjadi seorang ayah. Keadaan atau peristiwa yang belum dan akan terjadi sering kali menimbulkan tekanan dan ketakutan yang berlebihan, sehingga pikiran seseorang sering tidak sejalan dengan logika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat urban memiliki banyak peran dalam kehidupannya, sehingga tekanan-tekanan muncul dari sumber yang berbeda. Seseorang mengalami rasa takut ketika ia tidak yakin pada dirinya sendiri dapat mengatasi situasi yang akan terjadi. Dalam hal ini tokoh Harry yang mengalami ketakutan karena akan hadirnya seorang anak dan akan merubah statusnya menjadi seorang ayah. Kelahiran seorang bayi dapat direpresentasikan sebagai memulai kehidupan yang baru. Harry cemas jika anaknya lahir nanti kehidupannya akan berubah dan ia akan diganggu dengan kenakalan anaknya. Kecemasan yang berlebihan dapat menghantui mereka bahkan sampai mengakibatkan mereka mengalami mimpi buruk.

Kesimpulan

Cerita-cerita Krimi bukanlah termasuk karya-karya agung (High Culture), melainkan sesuatu yang masih dianggap karya pinggiran oleh masyarakat. Meskipun demikian, bentuk-bentuk cerita Krimi seperti ini cukup populer dan digemari sehingga seiring perkembangan zaman dan teknologi saat ini, semakin banyak cerita pendek Krimi yang diunggah secara online oleh banyak penulis lepas.

Dari dua cerita Krimi yang dianalisis, dapat disimpulkan bahwa:

 cerita singkat dalam sebuah situs online menjadi digemari masyarakat urban yang lebih mengutamakan kepraktisan karena keterbatasan waktu yang mereka miliki

(18)

 dua figur yang terdapat dalam cerita ini mewakili suatu ruang perspektif masyarakat urban yang berimajinasi tentang hal-hal yang mereka konsumsi selama ini

 dua karya ini berupaya untuk memutarbalikkan budaya konsumsi masyarakat urban terhadap film-film thriller yang selalu menyuguhkan kesan horor dan menyeramkan  pembaca disuguhkan dengan misteri baru di akhir cerita, yaitu sebuah parodi lucu

yang membuat pembaca menghela nafas atau bahkan tertawa

 fenomena ketakutan yang ingin diharapkan dari cerita ini sama sekali tidak tercapai

Melalui karya-karya ini, dari metode yang digunakan dapat ditarik suatu pemahaman bahwa ada keterkaitan antara urban dan ketakutan pada masyarakatnya. Cerita-cerita Krimi online

merupakan bentuk-bentuk parodi dan sesuatu yang menjadi konsumsi segar ditengah waktu luang masyarakat urban, bukan sesuatu yang menakutkan. Cerita-cerita Krimi online pada akhirnya mampu menjerat pembaca dengan bentuknya yang singkat karena masyarakat urban mempunyai mindset yang khas dalam hal takut.

Daftar Referensi Korpus Data:

http://www.paperboy.de/geschichteanzeigen-24.html diakses pada 17 Desember 2012 pukul 03.17

Buku :

Daldjoeni, N. (1992). Seluk Beluk Masyarakat Kota. Bandung: Alumni.

Dieter, Burdorf, dkk. (1997). Metzler Lexikon Literatur. Stuttgart: J.B Metzler.

Mangunhardjana, A.M. (2012). Mengatasi Hambatan-Hambatan Kepribadian. Yogyakarta: Kanisius

Mansyur, M. Cholil. (2005). Sosiologi Masyarakat Kota & Desa. Surabaya: Usaha Nasional Ricklefs, Ulfert. (2002). Fischer Leksikon Band 2. Fraknfurt am Main: Fischer Verlag GmbH.

(19)

Dokumen dan Artikel Online:

Seidler, Adolf. Krimi Hauptsache Spannung. diakses dari http://boysandbook.de/fileadmin/templates/images/PDF/Krimi_Erzaehlmuster_Seidler.pdf pada 18 Juli 2013 pukul 02:40

Wahrhaftig, Paul. Belgrade Combating Fear Project. diakses dari http://www.mediate.com/articles/fear1.cfm pada 5 Juli 2013 pukul 17:20

www.duniapsikologi.com/kecemasan-pengertian-dan-faktor-penyebabnya/ diakses pada 5 Juli 2013 pukul 17:33

Tesis dan Disertasi:

Christoph, Hilse. (1999). Die Geschichte Kriminalromas im Spiegel des aktuellen Medienmarktes. Diplomarbeit, Fachhochschule Stuttgart, Stuttgart.

(20)

Lampiran 1

Der blutige Daumen (von Ani-Sarah)

Es war Samstagnacht, und Sally war allein zu Hause.

Da klingelte plötzlich das Telefon. Sie nahm ab:" Hallo?" Eine Stimme am anderen Ende sagte:" Hier ist der Mann mit dem blutigen Daumen. Ich bin noch 10 Meter von deinem Haus entfernt!"

Erschrocken legte Sally auf. Sie ging ins Wohnzimmer. Ein paar Minuten später klingelte wieder das Telefon. Sie nahm ab. Wieder hörte sie eine Stimme, die sagte:" Ich bin der Mann mit dem blutigen Daumen. Ich bin noch 5 Minuten von deinem Haus entfernt!" Sally legte auf.

Sie versuchte, sich mit Fernsehen gucken abzulenken. Da klingelte schon wieder das Telefon. Sie nahm ab:" Hallo?" Die Stimme von vorhin sagte:" Hier ist der Mann mit dem blutigen Daumen. Gleich bin ich an deiner Haustür!"

Sallis Herz rutschte ihr in die Hose. Da klingelte es plötzlich der Haustür. Sally machte auf. Da stand er. Ein großer Mann mit dunklen Haaren. Er sagte:" Ich bin der Mann mit dem blutigen Daumen!" Sally bekam die Panik.

(21)

Lampiran 2 Horror im Auto

Es war bereits dunkel, als Harry aus dem Büro kam.

Mit seiner schweren Aktentasche beladen, überquerte er den großen Firmenparkplatz, der wie ausgestorben wirkte.

Nur noch zwei Autos parkten dort.

Der Jeep war seiner. Den dunklen Lieferwagen hatte er noch nie zuvor gesehen. Während er überlegte, wem das Auto gehören konnte, schloss er seine Wagentür auf. Er hatte gerade seine Aktentasche auf den Rücksitz abgestellt, als er aus den Augenwinkeln eine Bewegung hinter sich wahrnahm.

Ruckartig drehte er sich um und sah in das Gesicht eines kleinen, pummeligen Jungen. "Hast du mich erschreckt!", stieß Harry erleichtert hervor.

"Das hoffe ich doch", erwiderte der Junge und grinste diabolisch.

Harry wollte gerade ins Auto steigen - irgendwie war ihm der Knirps nicht geheuer - er meinte seine Augen rot aufleuchten gesehen zu haben - da machte der Junge einen Satz nach vorne und stieß Harry auf den Rücksitz seines Autos. Dann knallte er die Tür zu, stieg auf den Fahrersitz und bretterte in einem Affenzahn davon.

"He, was machst du? Was hast du vor", schrie Harry panisch.

Doch anstatt einer Antwort erhielt Harry nur ein teuflisches Lachen, das ihm durch Mark und Knochen fuhr.

Der Junge raste in hoher Geschwindigkeit auf die Autobahn.

Harry wurde übel. Er schloss die Augen, nahm nur noch das Hupen der anderen Verkehrteilnehmer wahr.

Jeden Moment rechnete er mit einem furchtbaren Knall. Mit dem Ende. "Bitte, halt doch an!", schrie er.

"Nein!", schrie der Junge zurück, und als Harry die Augen einen winzigen Spalt öffnete, sah er, wie sich der Kopf des Jungen vom Körper löste und ein paar Zentimeter in der Luft schwebte.

"Oh Gott! Oh Gott!", schrie Harry. "Harry! Harry!"

Als Harry die Augen öffnete, sah er in die blauen Augen seiner Frau. Sanft hatte sie ihn an der Schulter berührt.

"Wir müssen los. Das Baby kommt."

Harry rieb sich die Augen, stand augenblicklich auf.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dalam sistem ini baik tegangan, arus maupun fluksi mempunyai frekuensi sama dan dengan demikian konsep fasor dapat kita gunakan untuk melakukan analisis

Dari uraian diatas, diduga pada kelompok atlet dengan tingkat keseimbangan yang tinggi dengan bentuk latihan stability ball core akan memiliki tendangan ura

There are nine distinguished national parks in Taiwan. Each one has its own wild variety of natural inhabitants and cultural resources. However, due to the

Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui hasil uji ANOVA atau uji F dapat dilihat dari nilai F hitung sebesar 2.270 dengan probabilitas sebesar 0.020. Karena probabilitas

PENERAPAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS V SEKOLAH DASAR Universitas

Nilai yang diperoleh dari hasil uji korelasi spearman memberikan tanda negatif (-) yang berarti bahwa kedua data yaitu tingkat kalsifikasi berbanding terbalik dengan

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Peserta Didik Kelas X IIS 1 Mata

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tempat tinggal, dan aktivitas fisik dengan perilaku konsumsi minuman bersoda, jus, teh