UNIID 2017
DAMPAK PEMILIHAN TEKNOLOGI LRT BATAM
TERHADAP ANALISA KELAYAKAN FINANSIAL
Herawati Zetha Rahman1, Dian Perwitasari1, dan Azaria Andreas1
1Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila, Jakarta
E-mail: zetha.hera@univpancasila.ac.id / zetha.hera@gmail.com
Abstrak. Batam terus mengalami peningkatan mobilitas penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, efektif, dan efisien, dipercaya menjadi solusi dari peningkatan penduduk dan kondisi ekonomi di kota Batam. Solusi yang ditawarkan adalah dibangunnya LRT Kota Batam. Namun demikian, biaya pembangunan tersebut tidaklah murah dan dengan keterbatasan dana yang ada, maka diharapkan peran serta swasta dalam skema KPBU. Salah satu aspek yang berpengaruh terhadap kelayakan finansial adalah pemillihan teknologi LRT yang akan digunakan. Dalam kajian ini, akan dilakukan pemilihan terhadap jenis teknologi, yaitu LRT dengan sistem Cattenary ataupun LRT dengan sistem Tanpa Cattenary. Pendekatan kuantitatif dengan analisa Life Cycle Costing (LCC)digunakan dalam kajian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa LRT Batam dengan Sistem Cattenary memberikan kelayakan yang lebih baik.
Kata kunci : Batam, Life Cycle Costing, LRT, Sistem Cattenary
I.
PENDAHULUAN
Sasaran pengembangan jaringan jalur kereta api di Pulau Sumatera adalah mewujudkan Trans Sumatera Railways dan menghubungkan jalur kereta api yang sudah ada yaitu di Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Lampung menjadi jaringan jalur kereta api yang saling terhubung sepanjang 2.168 kilometer. Salah satu bagian pengembangan jaringan jalur kereta api wilayah Sumatera berada di Kota Batam. Batam merupakan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dimana pengelolaannya dilakukan oleh Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, laju pertumbuhan penduduk dan perekonomian di Batam mengalami peningkatan, sehingga berdampak pada semakin tingginya pergerakan barang maupun orang.
Gambar 1. Grafik Permintaan Perjalanan 2022-2066 pada Skala Moderat
Sumber: Kajian Bappenas, 2016
II.
KAJIAN LITERATUR
Light Rail Transit (LRT) merupakan sarana transportasi massal yang banyak digunakan di berbagai negara di dunia dan saat ini pemerintah melalui Kementerian perhubungan juga menggunakan LRT pada berbagai proyek pengembangan kereta api di seluruh Indonesia. LRT dianggap dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas di berbagai aspek baik perhubungan, tata kota, perekonomian dan lain sebagainya. Disebut light rail karena kereta ini menggunakan kereta ringan sekitar 20 ton yang bergerak dengan aliran listrik sebagai sumber daya dengan selang waktu 5-10 menit antar rangkaian sehingga merupakan alternatif solusi kemacetan. LRT memiliki berbagai tipe berdasarkan sumberdaya ataupun letak aliran listrik.
a. Cattenary
Daya listrik yang digunakan untuk menggerakkan LRT dialirkan menggunakan kawat konduktor yang membentang pada bagian atas sepanjang rute perjalanan LRT tersebut yang disebut dengan sitem LAA (Listrik Aliran Atas)/ Cattenary. Sistem cattenary dibedakan berdasarkan jenis arus listrik yang mengalir yaitu arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Arus listrik mengalir dari gardu traksi (traction substation).
Sistem gardu traksi menggunakan beberapa panel dan komponen seperti trafo, silicon rectifier, DC switchgear, baterai dan charger. Baterai yang digunakan biasa disebut baterai maintenance (kering), dengan keunggulan tidak diperlukan penambahan air secara manual dan berkala sedangkan kapasitas baterai akan selalu terjaga dengan penggunaan charger. Spesifikasi dari setiap panel maupun komponen pada sistem gardu traksi sangat tergantung dari besarnya daya yang dialirkan.
UNIID 2017
Sebagian besar Ligth Rail Transit yang digunakan di seluruh dunia hingga saat ini masih menggunakan sistem listrik aliran atas atau cattenary. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan kesadaran pemerintah terhadap perancangan kota yang semakin baik maka penggunaan LRT dengan sistem cattenary mulai tidak disukai. Beberapa pertimbangan yang membuat sistem tersebut tidak disukai diantaranya adalah biaya pembangunan dan pemeliharaan, keselamatan serta keindahan kota. Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan kereta jenis ini tidak hanya pembangunan jalur jalan rel saja, tetapi juga termasuk biaya elektrifikasi seperti kabel, konstruksi penyangga, sub-station dengan rentang jarak tertentu, serta peralatan listrik lainnya. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan dan operasional LRT dengan sistem cattenary ini pun tidak sedikit. Dalam hal keindahan kota, kabel-kabel sepanjang jalur rel menjadi pemandangan yang kurang sedap terutama jika jalur tersebut melalui kawasan kota yang bersejarah. Untuk mendukung perkembangan tata kota yang baik dan peningkatan pariwisata maka sistem LRT tanpa catenary dikembangkan.
b. Tanpa Cattenary
Secara garis besar LRT tanpa cattenary dibagi dalam 2 golongan yaitu sistem listrik aliran bawah dan baterai atau
super capacitor.
Sistem Listrik Aliran Bawah
Sistem ini menggantikan konstruksi listrik saluran atas dengan konstruksi saluran bawah. Beberapa perusahaan produsen LRT seperti Alstom dan Bombardier telah mengembangkan sistem listrik aliran bawah dengan konsep yang berbeda. Alstom mengembangkan sistem yang dinamakan APS sistem (Aesthetic Power Supply), sistem ini terdiri dari beberapa power unit yang diletakkan di bawah jalur dengan jarak interval tertentu. Energi listrik disalurkan melalui konduktor listrik yang kemudian diterima oleh dua buah alat penerima yang disebut collector slippers, alat ini berada di bagian tengah rangkaian LRT. Energi listrik juga disimpan dalam baterai sehingga apabila salah satu power unit rusak LRT masih dapat berjalan dengan lancar. Faktor keamanan dipertimbangkan dalam sistem ini dimana elektrifikasi hanya berfungsi pada saat rangkaian LRT melewati jalur tersebut sehingga aman untuk dilintasi oleh pejalan kaki.
Sistem yang dikembangkan oleh Bombardier dinamakan
Bombardier Primove System (BPS). Sistem BPS menggunakan konsep berbeda yaitu dengan konsep induksi listrik. Sistem BPS ini terdiri dan sumber tenaga listrik berupa segmen-segmen kabel di bawah track. Bila segmen ini diaktifkan akan tercipta suatu medan magnet. Pada rangkaian LRT terdapat alat penerima yang merubah energi medan magnet menjadi energi listrik sebagai penggerak LRT. Akan tetapi pengaruh medan magnet tersebut memberikan pengaruh yang kuat terhadap peralatan elektronik lainnya, sehingga LRT dengan sistem BPS ini masih dalam tahap pengujian untuk dinyatakan layak digunakan.
Baterai atau Super Capacitor
Teknologi lain yang dikembangkan pada LRT adalah teknologi baterai dan super capacitor. Infrsatruktur yang perlu dibangun pada LRT dengan teknologi ini merupakan infrastruktur konvensional dengan penambahan sistem pengisian (charging system) baterai atau super capacitor. LRT dengan tenaga baterai umumnya membutuhkan waktu pengisian yang cukup lama tetapi memiliki jangkauan operasi yang lebih jauh sedangkan menggunakan super capasitor
pengisian dapat dilakukan dengan cepat sekitar 20 detik
dengan jangkauan operasi lebih pendek. LRT bertenaga baterai ini dapat juga digabungkan penggunaanya dengan penerapan sistem cattenary.
Tabel 1. Perbedaan LRT Tanpa Cattenary menggunakan Baterai dan Super Capacitor
Sumber: Global Mass Transit Research
Salah satu kota yang menerapkan LRT dengan teknologi baterai adalah Kota Konya, Turki. LRT tersebut beroperasi pada jalur yang merupakan penggabungan sistem cattenary
dan tanpa cattenary. Pengisian baterai dilakukan pada saat LRT melalui jalur catenary, baterai ini kemudian digunakan saat LRT melalui jalur tanpa cattenary. Sebagai warisan budaya yang sudah ada sejak zaman Romawi, pemerintah setempat tidak mengizinkan perubahan pemandangan di kota tua tersebut sehingga LRT dengan cattenary tidak diizinkan untuk diterapkan pada beberapa kawasan. LRT baterai kota Konya ini akan beroperasi pada jalur baru sepanjang 6 km dimana 2 km diantaranya tanpa cattenary.
Walaupun LRT dengan teknologi ini sudah banyak digunakan di beberapa negara di dunia, teknologi ini masih terus dikembangkan, kelemahan sistem baterai dimana pengisian (charging) membutuhkan waktu lama dapat diatasi oleh sistem super capacitor. Pengisian super capacitor yang cukup singkat membuat sistem ini juga cocok digunakan untuk menyimpan energi pada saat pengereman. Secara teknis penerapan teknologi baterai dan super capacitor dalam satu rangkaian LRT dapat digabungkan, ukuran besarnya super capacitor tergantung dari jangkauan LRT yang diinginkan.
LRT dengan teknologi super capacitor saat ini sedang dikembangkan oleh CSR (Tiongkok dan Siemens). Pengisian
super capacitor dilakukan secara otomatis dengan durasi antara 10–30 detik oleh sebuah power supply. Pengisian tersebut terjadi pada saat LRT menurunkan atau menaikkan penumpang di stasiun. Pengisian juga dapat dilakukan dengan sistem Mobile charger untuk mengantisipasi kerusakan sistem pengisian di stasiun pemberhentian. Dalam satu kali pengisian LRT mampu menjangkau sejauh 4 km, dan pada saat melakukan pengereman 85% dari energi pengereman yang dihasilkan disimpan sebagai energi listrik yang dapat digunakan kembali. LRT dengan mengandalkan 100 persen
super capacitor ini dioperasikan di kota Guangzhou, Tiongkok. LRT Guangzhou ini melayani rute antara Canton Tower dan Wanshengwei sepanjang 7,7 km dengan 10 pemberhentian, dan mampu mengangkut 386 penumpang dengan kecepatan maximum 70 km/ jam.
c. Penelitian Terdahulu
Penelitian serupa yang pernah dilakukan adalah
Technology Selection In Airport Railway Project Using Value Engineereing Approach (Berawi dkk, 2013) yang mengkaji pemilihan jenis teknologi prasarana kereta api pada proyek pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan bandara Halim Perdana Kusuma dengan Bandara Soekarno-Hatta. Adapun skema pembiayaan proyek direncanakan menggunakan skema PPP, namun karena biaya investasi
UNIID 2017
cukup tinggi, maka diperlukan inovasi dan usaha kreatif pada perencanaan konstruksi dengan tanpa mengurangi fungsi. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pemilihan jenis teknologi pada prasarana kereta api yaitu pemilihan jenis komponen track (slab track or ballasted track), komponen
electicity (250 KV AC or 2500 V DC), dan komponen
signalling (Fixed Block or Moving Block). Hasil analisa pemilihan jenis teknologi yang paling sesuai untuk diimplementasikan di proyek tersebut akhirnya dapat memberikan nilai IRR sebesar 9.11%, dan nilai NPV terbesar yaitu Rp. 5.670.761.614.402 selama 30 tahun.
III.
ANALISA KELAYAKAN
FINANSIAL
Analisis kelayakan finansial merupakan analisis besarnya investasi terhadap pendapatan operasi usaha perkerataapian.
Indikator kelayakan baku yang biasa digunakan dalam evaluasi finansial antara lain adalah Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Secara umum semua indikator tersebut akan memberikan suatu besaran yang membandi ngkan nilai manfaat dan biaya dari setiap alternatif yang diusulkan, namun secara spesifik setiap indikator tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada umumnya semua indikator tersebut perlu diperiksa untuk menggambarkan secara lebih jelas kejadian-kejadian ekonomi selama masa perencanaan.
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value merupakan teknik yang sesuai untuk menghitung besarnya cash flow dalam jangka waktu yang lama seperti halnya dalam proyek infrastruktur. NPV dapat dihitung menggunakan formula (Maric dkk, 2011) berikut:
𝑁𝑃𝑉 = ∑ 𝑁 𝐼𝑛𝑒 (1+ 𝑃 100) 𝑛 𝑡 𝑛=0 asdasdsdas(1)
Dimana B adalah keuntungan dalam setahun, hasil NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara finansial adalah menghasilkan NPV positif, dalam hal ini proyek pembangunan dapat dilaksanakan karena menghasilkan keuntungan pada umur ekonomis rencana. Bila NPV bernilai negatif maka proyek tersebut tidak layak secara finansial untuk dilaksanakan, namun apabila secara ekonomi proyek tersebut dinyatakan layak, maka perlu dicari alternatif skema lain yang memungkinkan proyek infrastruktur tersebut layak secara finansial.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah besarnya tingkat suku bunga pada saat nilai NPV = 0. IRR dapat dihitung menggunakan formula (Maric dkk, 2011) berikut:
∑ 𝑁 𝐼𝑛𝑒 (1+ 𝑃 100) 𝑛 𝑡 𝑛=0 = 0 (2)aasasdsdsdsds(2)
Nilai IRR dari suatu proyek harus lebih besar dari nilai suku bunga yang berlaku. Nilai ini digunakan untuk memperoleh suatu tingkat bunga dimana nilai NPV=0. Jika nilai IRR lebih besar dari discount rate yang berlaku atau MARR (Minimum Atractive Rate of Return) maka proyek mempunyai keuntungan finansial.
MARR
MARR adalah tingkat suku bunga pengembalian minimum yang menarik, di mana tingkat suku bunga tersebut akan
dijadikan dasar atau indikator keputusan badan usaha untuk ikut serta dalam proyek-proyek infrastruktur pemerintah. 3. WACC
WACC merupakan tingkat rata-rata tertimbang dari
expected after-tax returns dari sumber–sumber pendanaan perusahaan. Proyek dinyatakan layak secara finansial dan memenuhi ekspektasi badan usaha untuk terlibat dalam proyek infrtruktur pemerintah apabila IRR>MARR>WACC. 4. Payback Period
Periode “Payback” menunjukkan berapa lama suatu
investasi akan kembali. Pay Back Period diidentifikasi pada saat NPV sama dengan nol, yang berarti masa pengembalian modal telah tercukupi. Apabila periode payback kurang dari suatu periode yang telah ditentukan, proyek tersebut bisa diterima, sebaliknya apabila tidak, maka proyek tersebut ditolak. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan–penerimaan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut juga untuk mengukur kecepatan kembalinya dana investasi.
IV.
LRT BATAM
Berdasarkan hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Kementerian Negara PPN/ Bappenas pada tahun 2015, prioritas pengembangan perkeretaapian di Pulau Batam terdiri dari jalur Tanjung Uncang-Batam Center (Jalur 1) serta jalur Bandara Hang Nadim-Nagoya (Jalur 2). Jalur 1 sepanjang sepanjang 27,54 km dengan 23,5 km jalur at grade dan 4,04 km jalur elevated, sedangkan jalur 2 merupakan jalur elevated sepanjang 27,93 km. Pada tahun pertama operasi yang direncanakan pada tahun 2022, besaran permintaan perjalanan pada jalur 1 dan 2 masing-masing diperkirakan sebebesar 17.100 penumpang/ hari dan 23.259 penumpang/ hari. Adapun komponen biaya yang diperhitungkan dalam analisa ini sebagai berikut:
a. Komponen biaya, terdiri atas: 1. Capital Expenditure
Capital expenditure pada analisa ini adalah initial cost dengan 7 alternatif pembangunan dimana masa konstruksi direncanakan selama 3 tahun yaitu 2018– 2020 dengan progress pembangunan di asumsikan 25% pada tahun pertama, 50% pada tahun kedua dan 25% pada tahun ketiga.
2. Bunga Pinjaman (Interest During Construction) 3. Selama masa konstruksi sesuai dengan asumsi rasio
modal dimana 70% berasal dari pinjaman, maka pihak badan usaha dapat melakukan pinjaman yang disertai dengan adanya bunga pinjaman
4. Depresiasi prasarana dan penggantian sarana 5. Operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana b. Komponen pendapatan
Revenue/ Pendapatan dalam operasional dan pemeliharaan LRT Batam ini direncanakan bersumber dari:
1. Pendapatan Tiket, diperoleh dari jumlah demand per tahun dikalikan dengan asumsi harga tiket.
2. Pengembangan Properti, yang terdiri atas hotel dan kondominium/ apartemen yang terdapat pada masing-masing jalur.
3. Pendapatan Stasiun, stasiun pada LRT Batam terdiri dari 3 tipe stasiun yaitu Tipe A, B dan C, Stasiun Tipe A tidak memiliki ruang komersil, Stasiun Tipe B memiliki ruang kios/ gerai yang dapat disewakan sedang stasiun Tipe C selain memiliki ruang
UNIID 2017
kios/gerai yang dapat disewakan juga terintegrasi dengan Mall/ Bandara sehingga memberikan kontribusi pendapatan terhadap stasiun. Media
outdoor berupa billboard diletakan di tiga lokasi yaitu: di stasiun Tipe B dan stasiun Tipe C, di jalur rel yang strategis (perempatan jalan) dan di dinding dalam dan luar kereta.
V.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan melakukan interview kepada para ahli di bidang transportasi khususnya perkeretaapian. Kelayakan finansial dampak pemilihan teknologi LRT Batam diperoleh dengan menggunakan Analisa Life Cycle Costing (LCC) untuk memperoleh besarnya NPV dan IRR. Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisa ini sebagai berikut:
1. Peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan per tahun mempertimbangkan inflasi di sektor perhubungan sebesar 6,5%
2. Sarana yang digunakan memiliki umur manfaat selama 30 tahun, pada 30 tahun pertama spesifikasi sarana 2 car set, setelah 30 tahun diperlukan peremajaan sarana dengan biaya maksimal 50% dari harga sarana. Setelah 50 tahun sarana harus diganti dengan spesifikasi 3 car set sehingga mempunyai daya tampung yang lebih banyak untuk mengakomodasi jumlah demand yang mengalami peningkatan.
3. Penggantian Baterai dilakukan setiap 5 tahun per 1 car set, dengan nilai Rp. 26.000.000.000.
4. Pada tahun pertama operasi, ekspektasi penumpang sebesar 61% (skala moderat).
5. Simulasi dalam Analisa LCC dilakukan terhadap tariff LRT sebesar Rp. 10.000 dan Rp. 12.500, serta tingkat Occupancy property sebesar 65% dan 75%. 6. Nilai Kurs 1 US$ yang digunakan Rp. 13.000 (2016)
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biaya Initial, dan Operasi dan PemeliharaanBiaya infrastruktur keseluruhan untuk LRT Batam meliputi Initial Cost (IC) dan Operation and Maintenance Cost (OM), yang termasuk di dalamnya antara lain, komponen Prasarana seperti jalur kereta (elevated dan at grade), komponen persinyalan, komponen elektrifikasi, komponen telekomunikasi, FO & Radio Link, Depo, dan Sarana. Keseluruhan biaya ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Initial Cost dan OM Cost
Biaya LRT Batam (dalam juta Rp.) Jalur 1 (dalam juta Rp.) Jalur 2
Initial Cost 3.435.160 9.450.179
OM Cost 52.505 99.767
Setelah memperoleh data IC dan OM, tahap selanjutnya adalah menghitung kelayakan finansial dari LRT Batam untuk kedua jalur menggunakan pendekatan LCC. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini dapat dilihat pada Bagian Metodologi.
Analisa Cattenary
Tabel 3. Analisa Kelayakan Finansial Cattenary
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa baik untuk jalur 1 maupun jalur 2, nilai NPV untuk Cattenary adalah negatif, baik jika menggunakan tarif Rp. 10.000, maupun Rp. 12.500. nilai NPV ini tetap negatif, bahkan jika masa konsesi dilakukan hingga 50 ataupun 75 tahun.
Analisa Tanpa Cattenary
Tabel 4. Analisa Kelayakan Finansial Tanpa Cattenary
Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa baik untuk jalur 1 maupun jalur 2, nilai NPV untuk Tanpa Cattenary adalah negatif, baik jika menggunakan tarif Rp. 10.000, maupun Rp. 12.500. nilai NPV ini tetap negatif, bahkan jika masa konsesi dilakukan hingga 50 ataupun 75 tahun.
VII.
KESIMPULAN
Jika membandingkan teknologi LRT yang dianalisa yaitu
Cattenary dan Tanpa Cattenary, maka teknologi yang paling layak secara finansial untuk digunakan adalah teknologi
Cattenary. Hal ini dapat dilihat pada nilai NPV dan IRR yang lebih besar pada Cattenary, ketimbang tanpa Cattenary.
Dari hasil analisa kelayakan tersebut, dapat dilihat, baik menggunakan Cattenary maupun Tanpa Cattenary untuk jalur 1 dan jalur 2, diperoleh hasil nilai NPV negatif, dan nilai IRR yang berada dibawah MARR. Berdasarkan analisa tersebut, artinya rencana pembangunan LRT Batam ini tidak layak secara finansial untuk dibangun selama masa konsesi yang diasumsikan, yaitu 50 tahun, dan 75 tahun.
Berdasarkan simulasi diketahui bahwa nilai IRR sensitif terhadap perubahan harga tiket, dalam analisa ini mengunakan harga tiket Rp. 10.000 dan Rp. 12.500, akan tetapi tidak sensitif terhadap perubahan tingkat okupansi property. Sehingga perlu untuk dikaji lebih lanjut terkait skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) agar rencana pembangunan LRT Batam ini dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Berawi, M. A., Susantono, B., Miraj, P., Berawi, A. R. B., Rahman, H. Z., dan Husin, A., 2014, “Enhancing Value for Money of Mega Infrastructure Projects Development Using Value Engineering Method”, Procedia Technology, vol. 16, hlm. 1037-1046.
Berawi, A. R. B., Rahman, H. Z., Zulkarnaen Mohammad, 2013, “Technology Selection In Airport Railway Project Using Value Engineereing Approach”. Proceeding,
NPV (dalam juta rupiah)
IRR (Real)
IRR (Nominal)
NPV (dalam juta rupiah)
IRR (Real) IRR (Nominal) 65 -3,016,215.17 -2.45% 3.89% -8,743,806.62 -3.18% 3.12% 75 -2,765,162.87 -2.39% 3.95% -8,376,640.23 -3.14% 3.16% 65 -2,712,772.39 -0.94% 5.50% -8,322,682.94 -2.16% 4.20% 75 -2,368,133.09 -0.89% 5.56% -7,826,567.01 -2.12% 4.25% 65 -2,873,963.80 0.45% 6.98% -8,512,894.98 -0.38% 6.09% 75 -2,765,162.87 0.48% 7.01% -8,376,640.23 -0.36% 6.11% 65 -2,508,271.10 1.38% 7.97% -8,006,339.92 0.30% 6.82% 75 -2,368,133.09 1.41% 8.01% -7,826,567.01 0.32% 6.84% 50 10,000 12,500 75 10,000 12,500 Tahun Konsesi Tarif Rp. Occupancy Property % JALUR 1 JALUR 2 NPV (dalam juta rupiah)
IRR (Real)
IRR (Nominal)
NPV (dalam juta rupiah)
IRR (Real) IRR (Nominal) 65 -3,061,403.14 -2.74% 3.58% -8,745,832.31 -3.31% 2.98% 75 -3,027,910.78 -2.68% 3.65% -8,686,931.94 -3.27% 3.02% 65 -2,755,828.89 -1.15% 5.28% -8,322,897.65 -2.25% 4.10% 75 -2,722,493.78 -1.09% 5.34% -8,264,006.77 -2.21% 4.15% 65 -2,947,392.74 -0.10% 6.40% -8,555,336.85 -0.83% 5.62% 75 -2,889,855.02 0.35% 6.88% -8,460,587.75 -0.42% 6.05% 65 -2,586,469.00 0.98% 7.55% -8,056,510.97 -0.06% 6.44% 75 -2,522,260.22 1.31% 7.90% -7,952,483.89 0.27% 6.79% JALUR 2 Tahun Konsesi Tarif Rp. Occupancy Property % JALUR 1 50 10,000 12,500 75 10,000 12,500
UNIID 2017
International Conference on Advanced Technology toSupport Sustainable Development, hlm. C-64-71 Global Mass Transit Report, Global Rolling Stock and Railway
Systems Report 2016-2025.
Maric, B., Kamberovic, B., Radlovacki, V., Delic, M., Zubanov, V., 2011, “Observing the Dependence Between Dynamic Indicators of Investment Profitability – Relative Net Present Value and Internal Rate of Return”, African Journal of Business Management, vol. 5 (26), hlm. 10331-10337
Sintropher. 2015. Innovative Technologies for Light Rail and Tram: A European reference resource. University College London.
Zetha, H.R., Berawi, M,A., Sesmiwati., Susilowati and Dofir, A. (2012). “Application of Value Engineering at Public Private Partnership Project to Improve Quality of Feasibility Study (Case Study: Airport Railway in Indonesia)”. International Conference on Value Engineering and Management (ICVEM) Hongkong.