• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab7 Proses Pengolahan Air Limbah Pada IPALIndustri Penyamakan Kulit BTIK LIKMagetan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bab7 Proses Pengolahan Air Limbah Pada IPALIndustri Penyamakan Kulit BTIK LIKMagetan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL

INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK

LIK

MAGETAN

7.1. Sumber Limbah

Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha

penyamak kulit, dan saat ini ada 37 pengusaha yang kegiatannya

/prosesnya menempel di 43 pengusaha di dalam BTIK tersebut.

Produksi kulit finish yang dihasilkan sebanyak kurang lebih

8.200.000 feet/tahun, dengan menyerap tenaga kerja ± 800 orang.

Dari masing-masing kegiatan proses tersebut semua menghasilkan

limbah cair, yang total keseluruhannya dapat mencapai 600 m3/hari.

Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan akibat

buangan limbah ini, maka di BTIK telah dilengkapi dengan sarana

IPAL dengan kapasitas sebesar 600 m3/hari. Semua limbah yang

bersumber dari setiap unit usaha yang ada disalurkan melalui

saluran limbah menuju IPAL yang tersedia untuk diolah terlebih

dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Gambar berikut

menunjukkan sistem penyaluran limbah dari sumber menuju IPAL

(2)
[image:2.420.58.365.54.497.2]
(3)
[image:3.420.58.366.52.507.2]

Gambar 7.2. Arah Aliran Saluran Air Limbah dari Lokasi

(4)
[image:4.420.103.317.54.215.2]

Gambar 7.3. IPAL Industri Kulit BTIK-LIK Magetan

7.2. Proses Pengolahan Limbah

Teknologi proses pengolahan limbah industri kulit di

BTIK-LIK Magetan menggunakan proses fisika-kimia dan biologi. Tahap

pertama pengolahan dengan menggunakan proses fisika untuk

menyaring kotoran yang berukuran besar, kemudian dilakukan

dengan penyaringan untuk kotoran yang berukuran kecil, kemudian

di lakukan penstabilan konsentrasi di bak equalisasi. Setelah proses

fisika dilanjutkan dengan proses kimia-fisika (netrasilasi,

koagulasi-flokulasi, sedimentasi), kemudian dilanjutkan dengan proses biologi

dengan sistem lumpur aktif. Secara detail layout pengolahan

(5)
[image:5.420.58.363.55.502.2]
(6)

7.2.1. Penyaringan / Screening

Pada umumnya setiap sistem pengolahan limbah cair

mempunyai unit alat penyaring awal/pendahuluan. Proses

penyaringan awal ini disebut screening dan tujuannya adalah untuk

menyaring atau menghilangkan sampah/benda padat yang besar

agar proses berikutnya dapat lebih mudah lagi menanganinya.

Dengan hilangnya sampah-sampah padat besar maka transportasi

limbah cair pasti tidak akan terganggu, misalnya bila proses

transportasi limbah cair diakomodasikan dalam sebuah saluran

terbuka atau pun tertutup yang mengalir secara gravitasi, maka tidak

akan dijumpai penyumbatan di sepanjang jaringan saluran.

Disamping itu, bila limbah cair perlu dipindahkan dengan

menggunakan pompa, maka proses screening sungguh berfungsi

menghilangkan bahan atau benda-benda yang dapat

membahayakan atau merusak pompa limbah cair tersebut. Jadi

proses screening melindungi pompa dan peralatan lainnya.

Perangkat pemroses penyaringan kasar yang biasa digunakan

dikenal pula dengan sebutan bar screen atau bar racks. Alat ini

biasanya diletakkan pada intake bak penampung limbah cair untuk

mencegah masuknya material besar seperti kayu atau daun-daunan.

Umumnya jarak antara bar yang tersusun pada rack

bervariasi antara 20 mm hingga 75 mm, bergantung pada tingkat

kapasitas dan performance unit pompa yang dipakai. Pada keadaan

tertentu biasa digunakan pula microstrainer dengan ukuran 15

(7)

plankton. Microstrainer biasa digunakan untuk limbah cair dari

reservoir pertama (awal). Microstrainer terdiri dari bingkai berbentuk

silinder yang ditutup dengan jala terbuat dari kawat tahan karat.

Pada saat silinder berputar partikel tersuspensi menempel pada

bagian dalam dari permukaan silinder yang kemudian dibersihkan

[image:7.420.102.321.193.373.2]

dengan semburan jet air.

Gambar 7.5. Drum screen di IPAL BTIK Magetan

7.2.2. Bak Equalisasi

Baik ini berfungsi untuk menstabilkan aliran limbah yang

akan diproses secara fisika – kimia dan dilanjutkan dengan proses

biologi. Hal ini untuk menjaga agar kondisi IPAL tetap stabil dan

tidak terjadi over loading yang dapat mengganggu proses kimia

(8)
[image:8.420.104.316.73.231.2]

Gambar 7.6. Bak Equalisasi di IPAL BTIK Magetan

7.2.3. Proses Netralisasi, Koagulasi - Flokulasi

Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan

cara penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid

mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara

partikel lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat muatan

listrik. Pada kondisi stabil ini penggumpalan partikel tidak terjadi dan

gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada sebagai

suspensi. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga

partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian

partikel-partikel koloid yang pada awalnya sukar dipisahkan dari air,

setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan partikel yang lebih

besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara sedimentasi, filtrasi

(9)

Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dengan

penambahan senyawa kimia yang disebut zat koagulan. Flokulasi

adalah proses penggumpalan (agglomeration) dari koloid yang tidak

stabil menjadi gumpalan partikel halus (mikro-flok), dan selanjutnya

menjadi gumpalan patikel yang lebih besar dan dapat diendapkan

dengan cepat. Senyawa kimia lain yang diberikan agar pembentukan

flok menjadi lebih cepat atau lebih stabil dinamakan flokulan atau zat

pembantu flokulasi (flocculant aid).

Di dalam sistem pengolahan air limbah dengan penambahan

bahan kimia proses koagulasi sangat diperlukan untuk proses awal.

Partikel-partikel yang sangat halus maupun partikel koloid yang

terdapat dalam air limbah sulit sekali mengendap. Oleh karena itu

perlu proses koagulasi yaitu penambahan bahan kimia agar

partikel-partikel yang sukar mengendap tadi menggumpal menjadi besar dan

berat sehingga kecepatan pengendapannya lebih besar.

7.2.4. Bahan Koagulan

Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi

umumnya dikalsifikasikan menjadi tiga golongan, yakni Zat

Koagulan, Zat Alkali dan Zat Pembantu Koagulan. Zat koagulan

digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel padat tersuspensi,

zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk gumpalan partikel

yang besar (flok). Sedangkan zat alkali dan zat pembantu koagulan

berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air baku dapat menunjang

proses flokulasi, serta membantu agar pembentukan flok dapat

(10)
[image:10.420.95.325.54.228.2]

Gambar 7.7. Fasilitas Netralisasi, Koagulasi-Flokulasi di

IPAL BTIK Magetan

7.2.5. Sedimentasi atau Pengendapan

Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan

materi tersuspensi atau flok kimia secara gravitasi. Proses

sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya untuk

menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses

pengolahan selanjutnya. Gumpalan padatan yang terbentuk pada

proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil

ini akan terus saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar

dalam proses flokulasi. Dengan terbentuknya gumpalan-gumpalan

besar, maka beratnya akan bertambah, sehingga karena gaya

beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan

(11)

Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau lingkaran.

Pada bak ini aliran air limbah sangat tenang untuk memberi

kesempatan padatan/suspensi untuk mengendap. Kriteria-kriteria

yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak sedimentasi adalah :

surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu

tinggal. Waktu tinggal mempunyai satuan jam, cara perhitungannya

adalah volume tangki dibagi dengan laju alir per hari. Beban

permukaan sama dengan laju alir (debit volume) rata-rata per hari

dibagi luas permukaan bak, satuannya m3 per meter persegi per

hari.

Vo = Q Vo = laju limpahan/beban permukaan (m3/m2 hari)

A Q = aliran rata-rata harian, m3 per hari

[image:11.420.104.318.313.476.2]

A = total luas permukaan (m2)

(12)

7.2.6. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Dengan Proses Lumpur Aktif

Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara

umum terdiri dari bak pengendap dan bak aerasi. Secara umum

proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air limbah yang

berasal dari tangki pengendapan /sedimentasi (setelah proses kimia)

ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini

berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah yang akan diproses

secara biologi. Kemudian, air limbah dari bak penampung di pompa

ke bak bak aerasi lumpur aktif.

Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara

sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik

yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil

penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme

untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi

tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang

besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan

senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di

dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa

mikro-organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak

aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (over flow) dari

bak pengendap akhir ini merupakan hasil olahannya. Skema proses

pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif standar atau

(13)
[image:13.420.59.361.61.231.2]

Gambar 7.9. Diagram Proses Lumpur Aktif

Gambar 7.10. Foto Tangki Lumpur Aktif

Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir

ditampung ke dalam bak pengering lumpur, sedangkan air

resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah.

[image:13.420.108.311.274.428.2]
(14)

limbah dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan

tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air

limbah dalam jumlah yang besar.

7.2.7. Pengeringan / Pengolahan Lumpur

Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih

lanjut untuk mengurangi sebanyak mungkin air yang masih

terkandung didalamnya. Proses pengolahan lumpur yang bertujuan

mengurangi kadar air tersebut sering disebut dengan pengeringan

lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu secara

alamiah, dengan tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal

dan dengan pemanasan.

Pengeringan secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan

atau memompa lumpur endapan ke sebuah kolam pengering (drying

bed) yang mempunyai luas permukaan yang besar dengan

kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses pengeringan berjalan

dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari dan angin yang

bergerak di atas kolam pengering lumpur tersebut. Cara

pengeringan seperti ini tentu saja sangat bergantung dari cuaca dan

akan bermasalah bila terjadi hujan. Bila lumpur tidak mengandung

bahan yang berbahaya, maka kolam pengering lumpur dapat hanya

berupa galian tanah biasa, sehingga sebagian air akan meresap ke

dalam tanah dibawahnya. Contoh pengeringan lumpur antara lain

pengeringan lumpur dengan cara tekanan (pengepresan) dan proses

(15)
[image:15.420.58.361.51.182.2]

Gambar 7.11. Diagram proses pengering lumpur

Gambar 7.12. Foto Bak Pengering Lumpur

7.3. Hasil Pengolahan Limbah di IPAL BTIK-LIK

Kualitas hasil olahan limbah IPAL BTIK selalu dikontrol

dengan melalui analisa laboratorium. Berdasarkan hasil analisa

laboratorium Politeknik Kesehatan Surabaya, Departeman

Pvc 4”

Lapisan pasir Lapisan kerikil

kecil Lapisan kerikil

[image:15.420.120.300.235.373.2]
(16)

Kesehatan RI pada tanggal 25 Pebruari 2009 memberikan hasil

analisa dari IPAL I & IPAL II sebagai berikut :

Tabel 7.1. Hasil Analisa Kualitas Limbah Buangan IPAL I

No

Parameter

Satuan Hasil Pemeriksaan Baku

Mutu

Metode

Pemeriksaan Outlet

IPAL I

Sedimen

IPAL I

1 pH - 8,0 8,5 6 – 9 Colometri

2 BOD mg/l 97,5 116,9 100 Tetrimetri

3 COD mg/l 202,9 298,1 250 Tetrimetri

4 TSS mg/l 22 68 100 Gravimetri

5 Sulfida mg/l 0,571 0,976 0,8 Spektro

fotometri

6 Ammonia mg/l 2,280 9,065 10 Spektro

fotometri

7 Chrom mg/l 0,381 0,592 0,5 Spektro

fotometri

(17)
[image:17.420.53.363.91.316.2]

Tabel 7.2. Hasil Analisa Kualitas Limbah Buangan IPAL II

No

Parameter

Satuan Hasil Pemeriksaan Baku

Mutu

Metode

Pemeriksaan Outlet

IPAL I

Sedimen

IPAL II

1 pH - 8,0 5,5 6 – 9 Colometri

2 BOD mg/l 99,4 118,9 100 Tetrimetri

3 COD mg/l 201,7 291,9 250 Tetrimetri

4 TSS mg/l 26 80 100 Gravimetri

5 Sulfida mg/l 0,422 1,015 0,8 Spektrofotometri

6 Ammonia mg/l 5,640 8,430 10 Spektrofotometri

7 Chrom mg/l 0,404 0,596 0,5 Spektrofotometri

(18)

Tabel 7.3. Hasil Analisa Bulanan Kualitas Air Hasil

Olahan IPAL BTIK-LIK

No. Tanggal pH

BOD

COD

TSS

Sulfida

Ammonia

Chrome

Calsium

Lokasi

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

Sampling

1 24/03/2009 7,5

97,5

208,4

20

0,404

2,012

0,416

-

Outlet IPAL I

2 24/03/2009 8

99,1

209,8

24

0,418

3,974

0,425

-

Outlet IPAL II

3 25/02/2009 8

97,5

202,9

22

0,571

2,28

0,381

-

Outlet IPAL I

4 25/02/2009 8,5

116,9

298,1

68

0,976

9,065

0,0592

-

Sedimentasi I IPAL II

5 25/02/2009 8

99,4

201,7

26

0,422

5,64

0,404

-

Outlet IPAL I

6 25/02/2009 8,5

118,9

291,5

80

1,015

8,43

0,596

-

Sedimentasi I IPAL II

7 22/10/2008 8,5

117,9

272,6

35

1,004

8,116

0,507

-

Outlet IPAL I

8 22/10/2008 8,5

124,1

283

38

1,082

8,924

0,602

-

Outlet IPAL II

9 15/08/2008 8

101,2

224,3

32

0,607

4,91

0,401

-

Outlet IPAL I

10 15/08/2008 7,5

96,5

217,1

28

0,502

3,06

0,298

-

Outlet IPAL II

11 16/07/2008 13

460,4

584,8

165

14,805

29,19

44.967,50 15.346,80

A

12 16/07/2008 13

378,3

517,5

134

10,275

20,92

6.901,20

18.163,10

B

13 18/07/2008 7,5

96,2

211,5

26

0,492

3,46

0,304

-

Outlet IPAL I

14 18/07/2008 7,5

100,9

215,6

30

0,614

4,534

0,219

-

Outlet IPAL II

15 24/06/2008 7,5

97,3

207,3

40

0,584

2,086

0,388

-

A

16 24/06/2008 7,5

99,1

234,8

42

0,692

2,017

0,496

-

B

17 11/04/2008 7,5

97,3

207,3

40

0,584

2,086

0,388

-

A

18 11/04/2008 7,5

99,1

234,8

42

0,692

2,017

0,496

-

B

19 14/03/2008 7,5

96,7

229,2

50

0,612

2,104

0,493

-

A

20 14/03/2008 7,5

100,5

238,1

55

0,744

2,482

0,516

-

B

21 20/02/2008 7,5

113

261,4

92

0,908

3,091

0,601

-

A

(19)
[image:19.420.52.369.70.501.2]

Tabel 7.4. Hasil Analisa Kualitas Limbah Buangan IPAL

No Parameter Satuan Standar

Maksimal*

Hasil Metode

Analisa

Keterangan

1 pH** 6 9 8,2

2 BOD mg/l 100 177,7

3 COD mg/l 250 425,23

4 Zat padat

tersuspensi

(TSS)

mg/l 100 58

5 Amonia total

(NH3-N)

mg/l 10 1,714

6 Minyak &

lemak

mg/l 5 6,25

7 Sulfida (H2S) mg/l 0,5 0,333

8 Krom total

(Cr)

mg/l 0,5 Ttd

9 Kesadahan

total

mg/l - 229

10 Magnesium mg/l - 49,2

11 Kalsium (Ca) mg/l - 25,02

12 Kadar garam mg/l - 49

Gambar

Gambar 7.1. Sistem Penyaluran Limbah Dari Industri Menuju IPAL
Gambar 7.2. Arah Aliran Saluran Air Limbah dari Lokasi
Gambar 7.3. IPAL Industri Kulit BTIK-LIK Magetan
Gambar 7.4. Lay Out IPAL di BTIK-LIK Magetaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Pengolahan air limbah secara biologi aerob, yaitu pengolahan air limbah dengan mikroorganisme disertai dengan injeksi oksigen (udara) ke dalam

Untuk pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif konvensional atau standar, rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 kg BOD 5 per kg MLSS per hari, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5

Kajian proses pengolahan air limbah Rumah Sakit Ibu dan Anak Pura Raharja (RSIA Pura Raharja) Surabaya membahas tentang proses pengolahan air limbah, kualitas dan

Proses pengolahan biologi merupakan proses pengolahan air limbah dengan memanfaatkan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme yang berkontak dengan air limbah, sehingga

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Penyamakan Kulit Kabupaten Magetan agar air limbah yang

Dalam Tugas Akhir ini penulis akan memaparkan tentang bagaimana proses pengolahan air limbah domestik mulai dari sumber air limbah yang berasal dari rumah tangga sampai ke

Selain itu, hasil penelitian dengan menggunakan air limbah pemutihan yang telah diolah dengan UASB + lumpur aktif menunjukkan bahwa nilai EC 50 dari limbah pemutihan hasil

Waktu aerasi sangat berpengaruh dalam proses pengolahan limbah khususnya dalam proses pengolahan limbah cair dengan sistem lumpur aktif bioflokulasi, semakin lama durasi waktu proses